‘Bagi pasangan yang memiliki moralitas (kebajikan) yang sama
dan perbuatan baik yang menginginkan objek-objek indria, hidup
sesuai Dhamma dalam kehidupan sekarang, mereka berdua akan
berbahagia dalam dunia ini dan juga berbahagia di alam dewa.’”
(Aïguttara Nikà ya, Vol. 1)
(c) Menjadi siswa awam terbaik
Khotbah di atas yang dibabarkan atas pernyataan akrab yang
diucapkan oleh pasangan Nakulapitu dikenal sebagai Pañhama
Samajãvã Sutta. Khotbah itu mengungkapkan hubungan akrab
yang terjadi antara mereka dan Buddha dalam bentuk cinta kasih
antara orangtua dan anak. Pasangan tua itu lalu menjadi
berkeyakinan kuat di dalam Buddha yang mereka anggap sebagai
anak mereka. Itulah sebabnya mereka mengungkapkan perasaan
mereka kepada Buddhas, tanpa merasa malu.
Itulah sebabnya, saat Buddha sedang berada di Vihà ra Jetavana,
menganugerahkan gelar siswa awam terbaik, Buddha menyatakan:
“Para bhikkhu, di antara para siswa awam-Ku yang akrab dengan
Buddha, Nakulapitu si perumah tangga yaitu yang terbaik.”
Demikianlah kisah Nakulapitu.
3001
Riwayat Para Siswi Awam
52
Riwayat Para Siswi Awam
(1) Sujà tà , Istri Perumah Tangga dari Bà rà õasã
(a) Cita-cita masa lampau
Bakal Sujà tà terlahir dalam sebuah keluarga kaya di Kota
Haÿsà vatã pada masa kehidupan Buddha Padumuttara. saat ia
mendengarkan khotbah Buddha ia menyaksikan seorang siswi awam
yang dinyatakan oleh Buddha sebagai yang terbaik dalam menerima
Tiga Perlindungan. Ia bercita-cita untuk mencapai gelar ini , dan
sesudah memberi persembahan besar, ia mengungkapkan cita-
citanya di hadapan Buddha. Buddha meramalkan pencapaiannya.
(b) Kehidupan terakhir sebagai Sujà tà , istri perumah tangga
dari Bà rà õasã
Perempuan kaya itu mengembara selama seratus ribu siklus dunia
di alam dewa dan alam manusia. Menjelang munculnya Buddha
Gotama, ia terlahir sebagai Putri Seniya di Kota Senà , dekat Hutan
Uruvela. Pada suatu hari ia datang ke pohon banyan di dekat kota
dan sesudah memberi persembahan kepada dewa penjaga pohon
itu, ia bersumpah jika ia menikah dengan suami yang berasal dari
status yang sama (suku yang sama) dan jika ia melahirkan anak
pertama laki-laki, ia akan memberi persembahan kepada dewa
penjaga pohon itu setiap tahun. Keinginannya terpenuhi.
3002
(Sujà tà menikah dengan putra seorang kaya dari Bà rà õasã dan anak
pertama dari perkawinan itu yaitu seorang anak laki-laki bernama
Yasa. Ia menepati sumpahnya dan memberi persembahan setiap
tahun kepada dewa penjaga pohon banyan ini .
sesudah memberi persembahan di pohon banyan itu selama
lebih dari dua puluh kali, pada hari Buddha mencapai Pencerahan
Sempurna, tahun 103 Mahà era, Sujà tà datang untuk memberi
persembahan tahunannya kepada dewa penjaga pohon itu. Pada
saat itu putra Sujà tà , Yasa sudah menikah, dan sedang menikmati
kemewahan di tiga istananya. Hal ini disebutkan sebab Sujà tà sering
digambarkan sebagai seorang gadis muda saat ia mempersembahkan
nasi susu yang dipersiapkan secara khusus kepada Buddha.)
Pada hari purnama di bulan Kason (Mei) tahun 103 Mahà Era,
sesudah enam tahun melakukan praktik menyiksa diri dalam
mencari Kebenaran, Buddha mencapai Pencerahan Sempurna. Sujà tÃ
bangun pagi-pagi pada hari itu untuk mempersiapkan persembahan
di pohon banyan. Pada hari itu anak-anak sapi kebetulan tidak
mendatangi ibunya untuk menyusu, dan saat pelayan Sujà tÃ
membawa kendi untuk menampung susu sapi-sapi itu, susu dari
sapi-sapi itu mengalir deras. Melihat fenomena aneh ini , Sujà tÃ
sendiri yang melakukan pengambilan susu, menampungnya di
dalam sebuah panci masak yang baru, menyalakan api sendiri dan
mulai memasak nasi susu.
Sewaktu susu itu sedang dimasak, gelembung-gelembung besar
muncul berurutan dan berputar searah jarum jam di dalam
panci tetapi tidak ada setetes pun busa susu itu meluap keluar.
Mahà brahmà menaungi panci itu dengan payung putih, empat raja
dewa menjaga panci itu dengan memegang pedang mereka, Sakka
menjaga api, para dewa membawa berbagai nutrisi dari empat benua
dan menuangkannya ke dalam panci. Demikianlah para makhluk
surgawi bergabung bersama Sujà tà mempersiapkan nasi susu itu.
Sambil mempersiapkan nasi susu, ia memanggil pelayannya PuõõÃ
dan berkata, “Puõõa yang baik, aku yakin dewa penjaga pohon
3003
Riwayat Para Siswi Awam
banyan sedang gembira sebab aku belum pernah menyaksikan
fenomena aneh seperti ini terjadi sebelumnya selama bertahun-
tahun. Sekarang, pergilah dan bersihkan sekeliling pohon banyak
itu untuk memberi persembahan.” “Baiklah, nyonya,” gadis
pelayan itu menjawab dan segera pergi ke pohon banyan.
Bakal Buddha duduk di bawah pohon banyan, lebih awal dari
waktu untuk mengumpulkan dà na makanan. Si gadis pelayan yang
hendak membersihkan tempat itu menganggap bahwa Bodhisatta
yaitu dewa penjaga pohon banyan dan melaporkan hal itu kepada
majikannya. Sujà tà berkata, “Baiklah Anakku, jika apa yang engkau
katakan benar, aku akan membebaskan engkau dari perbudakan.”
lalu , sesudah berpakaian dan menghias dirinya, Sujà tà pergi
ke pohon banyan membawa di atas kepalanya nasi susu yang
diletakkan di dalam mangkuk emas bernilai satu lakh yang ditutupi
dengan penutup emas dan dibungkus dengan sehelai kain dan di
atasnya diletakkan bunga-bunga harum yang ditata bergantungan
di sekeliling kendi itu. saat ia melihat Bodhisatta yang ia anggap
sebagai dewa penjaga pohon itu, ia menjadi sangat gembira dan
mendekat sambil membungkuk. lalu ia menurunkan
mangkuk itu, membuka tutupnya dan mempersembahkannya
kepada Bodhisatta, dan berkata, “Semoga keinginanmu terpenuhi
seperti aku!” lalu ia meninggalkan tempat itu.
Bodhisatta pergi ke Sungai Nera¤jarà , meletakkan mangkuk berisi
nasi susu itu di tepi sungai, dan mandi di sungai. lalu ,
sesudah naik dari air, Ia memakan nasi susu itu dalam empat puluh
sembilan suap dan sesudah nya Ia mengapungkan mangkuk emas itu
di aliran Sungai Nera¤jarà . sesudah itu, Ia duduk di bawah pohon
Bodhi penerangan, mencapai Pencerahan Sempurna dan berdiam
selama tujuh hari di masing-masing dari tujuh tempat di sekeliling
pohon penerangan. Di akhir empat puluh sembilan hari itu (selama
itu Buddha berdiam di dalam Penghentian) Beliau pergi ke Hutan
Isipatana Migadà vana di mana Beliau memutar Roda Dhamma
dengan membabarkan Khotbah Pertama kepada Kelompok Lima
Petapa. lalu Beliau melihat matangnya jasa masa lampau
Yasa, putra Sujà tà , istri perumah tangga dari Bà rà õasã dan sebab
itu Beliau menunggu kedatangan Yasa dengan duduk di bawah
3004
pohon.
Yasa merasa letih dengan kenikmatan indria sesudah ia melihat
pemandangan yang memuakkan di tempat kediaman selir-selirnya
(lewat tengah malam). “O, betapa menderitanya makhluk-makhluk
hidup ini dengan batin dan jasmani tertekan oleh segala jenis
kotoran! O, betapa mengerikan mereka disiksa oleh kotoran!” Yasa
bergumam dan meninggalkan rumahnya dengan memendam
kejijikan terhadap hidupnya.
sesudah meninggalkan kota, ia bertemu dengan Buddha, dan
sesudah mendengarkan khotbah Buddha, ia mencapai Pengetahuan
penembusan terhadap Kebenaran dan mencapai Buah Pengetahuan
Pemenang Arus. (Dalam Komentar Aïguttara Nikà ya, ia mencapai
tiga Magga dan Phala yang lebih rendah.)
Ayah Yasa mencarinya dengan mengikuti jejak putranya dan persis
berada di belakang putranya. Ia pergi dan bertanya kepada Buddha
apakah anaknya melewati jalan itu. Buddha dengan kekuatan-
Nya menyembunyikan putra itu dari pandangan ayahnya dan
membabarkan khotbah kepada Ayah Yasa yang mengakibatkan
pada akhir khotbah ini , perumah tangga itu mencapai
Pengetahuan Pemenang Arus dan Yasa mencapai Kearahattaan.
lalu Buddha menahbiskan Yassa menjadi seorang bhikkhu
dengan memanggilnya, “Datanglah, Bhikkhu,” dan penampilan
Yasa sesaat berubah menjadi seorang bhikkhu, lengkap dengan
mangkuk, jubah, dan perlengkapan bhikkhu lainnya yang semuanya
diciptakan melalui kekuatan batin Buddha. Si perumah tangga
mengundang Buddha untuk menerima persembahan makanan di
rumah keesokan harinya. Buddha pergi ke rumah si perumah tangga
disertai oleh Yang Mulia Yasa. sesudah makan Beliau membabarkan
khotbah yang pada akhirnya ibu Yang Mulia Yasa, Sujà tà dan mantan
istri Yang Mulia Yasa mencapai Buah Pengetahuan Pemenang
Arus. Pada hari yang sama Sujà tà dan menantunya menerima
Tiga Perlindungan. (Ini yaitu kisah singkat tentang Sujà tà dan
keluarganya. Untuk penjelasan lebih lengkap, pembaca dapat
kembali ke bab terdahulu.)
3005
Riwayat Para Siswi Awam
(c) Menjadi siswi awam terbaik
Pada lalu hari saat Buddha menganugerahkan gelar terbaik
kepada siswa awam perempuan, Beliau menyatakan:
“Para bhikkhu, di antara para siswi awam yang paling awal
menerima Tiga Perlindungan, Sujà tà , Putri Seniya si perumah
tangga, yaitu yang terbaik.”
Demikianlah kisah Sujà tà , istri perumah tangga dari Bà rà õasã.
(2) Visà khà , Penyumbang Vihà ra Pubbà rà ma
(a) Cita-cita masa lampau
Bakal Visà khà terlahir dalam sebuah keluarga kaya di Kota
Haÿsà vatã pada masa kehidupan Buddha Padumuttara. saat
ia mendengarkan khotbah Buddha ia menyaksikan seorang siswi
awam yang dinyatakan oleh Buddha sebagai yang terbaik dalam hal
kedermawanan. Ia bercita-cita untuk mencapai gelar ini , dan
sesudah memberi persembahan besar, ia mengungkapkan cita-
citanya di hadapan Buddha. Buddha meramalkan pencapaiannya.
Dalam Kehidupan Lampau Sebagai Putri Bungsu Raja Kikã
Perempuan kaya itu mengembara selama seratus ribu siklus dunia
di alam dewa dan alam manusia. Dalam siklus dunia sekarang
ini, muncul lima Buddha, pada masa Buddha Kassapa, ia terlahir
sebagai putri bungsu dari tujuh putri Raja Kikã di Provinsi Kikã.
Tujuh putri itu yaitu : (1) Putri Samaõã, (2) Putri Samaõaguttà ,
(3) Putri Bhikkhunã, (4) Putri Bhikhadà yikà , (5) Putri Dhammà , (6)
Putri Sudhammà , dan (7) Putri Saÿghadà sã. Tujuh putri itu terlahir
kembali pada masa Buddha Gotama sebagai tujuh perempuan
terkenal, yaitu, (1) Therã Khemà , (2) Therã Uppalavaõõà , (3) Therã
Pañà cà rà , (4) Therã Mahà pajà patã Gotamã, ibu tiri Buddha, (5) Therã
Dhammadinnà , (6) Ratu Mahà mà yà , ibunda Buddha, dan (7)
Visà khà , penyumbang vihà ra besar.
3006
(b) Kehidupan terakhir sebagai Visà khÃ
Putri Saÿghadà sã, si bungsu dari tujuh putri Raja Kikã, mengembara
di alam dewa dan alam manusia selama periode antara munculnya
dua Buddha (Kassapa dan Gotama) dan pada masa Buddha
Gotama, ia dikandung dalam rahim Sumanà Devã, istri Dhana¤jaya
si perumah tangga, putra Meõóaka si perumah tangga di Kota
Bhaddiya, Provinsi Aïga. Ia diberi nama Visà khà oleh orangtua
dan sanak saudaranya. saat Visà khà berusia tujuh tahun, Buddha
tiba di Bhaddiya bersama banyak bhikkhu dalam perjalanan Beliau
ke negeri ini . Beliau datang ke Bhaddiya dengan tujuan untuk
mencerahkan Sela sang brahmana dan orang-orang lainnya yang jasa
masa lampaunya telah matang untuk mencapai Pencerahan.
Lima Individu Dengan Jasa Masa Lampau yang Besar
Pada waktu itu, Meõóaka, ayah mertua Visà khà , yaitu pemimpin
dari lima individu yang memiliki jasa masa lampau yang besar,
yaitu, (1) Meõóaka, si perumah tangga, (2) Cadapadumà , istrinya,
(3) Dhana¤jaya, putra Meõóaka, (4) Sumanà Devã, istri Dhana¤jaya,
dan (5) Puõõa, pelayan Meõóaka. (Jasa masa lampau lima orang ini
dijelaskan secara singkat bersumber dari Komentar Dhammapada,
Vol. 1, 18-Mala Vagga, 10-Meõóaka si Perumah tangga.)
1. Kekuatan Gaib Meõóaka Si Perumah Tangga
Suatu hari Meõóaka, ingin mengetahui kekuatannya, mengosongkan
1.250 lumbungnya. lalu , sesudah mencuci rambutnya, ia duduk
di depan pintu rumahnya dan menatap ke langit. Tiba-tiba, dari
langit turun dengan lebatnya hujan beras merah yang memenuhi
1.250 lumbung milik Meõóaka. Lebih jauh lagi, Meõóaka ingin
mengetahui kekuatan gaib para anggota keluarganya dan meminta
mereka untuk mencobanya sendiri-sendiri.
2. Kekuatan Gaib Candapadumà , Istri Meõóaka
lalu , Candapadumà , istri Meõóaka, sesudah menghias dirinya,
mengambil sedikit beras disaksikan banyak orang dan memasaknya.
3007
Riwayat Para Siswi Awam
Ia duduk di tempat duduk yang telah dipersiapkan di depan pintu
rumahnya dan sesudah membuat pengumuman kepada semua
orang bahwa siapa pun yang ingin mendapatkan nasi silakan
mendatanginya, ia mengambil nasi itu memakai sendok emas
dan diberikan kepada setiap orang yang datang. Panci nasinya tidak
pernah berkurang lebih dari satu sendok, bahkan sesudah dibagikan
sehari penuh.
Bagaimana Candapadumà Mendapatkan Namanya
Dalam kehidupan lampaunya pada masa Buddha yang lampau,
perempuan yang menakjubkan ini pernah mempersembahkan
makanan kepada Saÿgha, dengan tangan kirinya memegang
panci beras dan tangan kanannya memegang sendok, mengisi
mangkuk hingga penuh. Sebagai akibat dari perbuatan baik ini,
dalam kehidupannya sekarang, di telapak tangan kirinya bergambar
sekuntum bunga teratai (padumà ) sedangkan di telapak tangan
kanannya bergambar bulan purnama (canda). Lebih jauh lagi, pada
masa Buddha yang lampau, ia juga pernah mempersembahkan air
dengan tangannya memegang saringan air dan mendatangi para
bhikkhu satu per satu. Sebagai akibat dari perbuatan baik ini, telapak
kaki kanannya bergambar bulan purnama dan telapak kaki kirinya
bergambar bunga teratai. sebab tanda-tanda istimewa yang terdapat
di telapak tangan dan kakinya, ia diberi nama ‘Candapadumà ’ oleh
orangtua dan sanak saudaranya.
3. Kekuatan Gaib Dhana¤jaya, Putra Meõóaka
Dhana¤jaya si perumah tangga, putra Meõóaka si perumah
tangga, sesudah mencuci rambutnya, duduk di depan pintu, dengan
meletakkan seribu keping uang perak di sisinya. sesudah membuat
pengumuman bahwa siapa pun yang ingin mendapatkan uang
silakan mendatanginya. Ia mengisi semua kantung uang dari semua
orang yang datang. sesudah memenuhi kebutuhan setiap orang yang
datang, uang si perumah tangga itu yang berjumlah seribu keping
uang perak tidak berkurang.
3008
4. Kekuatan Gaib Sumana Devã, Menantu Meõóaka
Sumana Devã menghias dirinya dan duduk di ruang terbuka dengan
meletakkan sekeranjang benih padi, sesudah membuat pengumuman
bahwa siapa pun yang ingin mendapatkan benih padi silakan
mendatanginya. Ia membagikan benih padi kepada setiap orang
yang datang. Sekeranjang benih padi itu tidak berkurang.
5. Kekuatan Gaib Puõõa, Pelayan Kepercayaan Meõóaka
Puõõa, pelayan kepercayaan (kepala pelayan) Meõóaka, sesudah
mengenakan pakaian yang sesuai dengan statusnya, memasang
gandar pada sepasang sapi yang keduanya diberi cap lima jari
yang diolesi salep harum dan tanduknya dihiasi dengan emas,
memasangkan rantai emas, dan memasang bajak, lalu ia mulai
membajak sawah Meõóaka disaksikan banyak orang. Bajakannya
tidak membentuk satu alur di bawah mata bajaknya melainkan
terdapat tiga alur tambahan di kedua sisi, sehingga dalam satu kali
jalan, ia menyelesaikan tujuh kali lebih banyak.
Demikianlah seluruh warga Benua Selatan mendapatkan
kebutuhan mereka, yaitu, nasi, benih-padi, uang, dan lain-lain
dari rumah Meõóaka. Ini yaitu penjelasan singkat tentang lima
individu yang memiliki jasa besar pada masa lampau.
Di wilayah Rà jagaha, kekuasaan Raja Bimbisà ra, selain Meõóaka, ada
empat perumah tangga lainnya, yaitu: Jotika, Jañila, Puõna, dan Kaka
Valiya. Bimbisà ra memiliki lima perumah tangga ini yang kekayaan
mereka tidak pernah habis dalam wilayah kekuasaannya.
saat Meõóaka mendengar tentang kedatangan Buddha, ia berkata
kepada cucu perempuan-nya (putri Dhana¤jaya). “Cucuku, apa
yang akan kukatakan yaitu demi jasa besar bagimu juga bagiku.
Pergi dan sambutlah Buddha dalam perjalanan-Nya, bawalah lima
ratus pelayan perempuan yang masing-masing mengendarai kereta
dan lima ratus pembantu.”
3009
Riwayat Para Siswi Awam
Visà khà Mencapai Pengetahuan Pemenang Arus Pada Usia
Tujuh Tahun
Visà khà dengan gembira mematuhi kata-kata kakeknya dan
meninggalkan rumah bersama lima ratus kereta. Kakeknya pasti
telah berpikir ia akan mengendarai keretanya langsung ke hadapan
Buddha, sehingga seolah-olah ia yaitu orang penting, tetapi
Visà khà yaitu seorang yang memiliki kebijaksanaan sejak lahir
dan mempertimbangkan bahwa tidaklah tepat jika ia menghadap
Buddha dengan mengendarai kereta. Maka ia turun dari keretanya
dalam jarak tertentu dari Buddha, lalu berjalan kaki menuju
Buddha, bersujud kepada Beliau dan duduk di tempat yang
semestinya.
Buddha membabarkan khotbah yang sesuai bagi kondisi batin
Visà khà (yang berusia tujuh tahun) yang pada akhirnya, ia dan
lima ratus pelayannya mencapai Pengetahuan Pemenang Arus dan
Buah tingkat pertama.
Meõóaka si perumah tangga juga datang menemui Buddha,
bersujud dan duduk di tempat yang semestinya. Buddha
membabarkan khotbah yang sesuai bagi kondisi batin Meõóaka
yang pada akhirnya, ia mencapai Buah Pengetahuan Pemenang
Arus. Ia mengundang Buddha untuk menerima persembahan
makanan di rumahnya keesokan harinya. Pada keesokan harinya ia
memberi persembahan makanan-makanan lezat kepada Buddha
dan Saÿgha. Ia memberi persembahan besar selama lima belas
hari berturut-turut. Buddha menetap di Bhaddiya selama masih
ada makhluk yang layak dijinakkan oleh Buddha sebelum Beliau
meninggalkan tempat itu.
Visà khà dan Keluarganya Pindah ke Sà keta
Pasenadi Kosala, Raja Sà vatthã menulis surat kepada Raja Bimbisà ra
mengatakan bahwa sebab kerajaannya tidak memiliki perumah
tangga dengan kekayaan yang tidak habis-habisnya, sudilah Raja
Bimbisà ra menyerahkan satu perumah tangga yang memiliki
kekayaan yang tidak dapat habis.
3010
Raja Bimbisà ra berunding dengan para menterinya yang berkata,
“Tuanku, kita tidak mungkin menyerahkan perumah tangga kita
yang memiliki kekayaan yang tidak dapat habis. Namun untuk
menyenangkan Raja Kosala, biarlah kira mengirimkan anak dari
salah satu dari (lima) perumah tangga itu.” Raja (Bimbisà ra) setuju
akan usulan itu. Demikianlah, Dhana¤jaya, putra Meõóaka si
perumah tangga diminta untuk pindah ke Kerajaan Kosala.
(Komentar Dhammapada menyebutkan bahwa Raja Kosala dan
Raja Bimbisà ra yaitu saudara ipar. Raja Bimbisà ra berpikir bahwa
ia harus memenuhi keinginan Raja Kosala. Ia juga tidak dapat
mengusir lima keluarga terkenal itu, dan meminta Dhana¤jaya, putra
Meõóaka untuk pergi dan menetap di Kerajaan Kosala. Dhana¤jaya
menyanggupi dan ia diserahkan kepada Raja Kosala.)
sesudah ia pindah dari Bhaddiya ke Kerajaan Kosala, Dhana¤jaya si
perumah tangga mendapatkan tempat yang menjanjikan sebagai
pemukiman manusia. Ia bertanya kepada Raja Kosala, wilayah
siapakah tempat itu. Ia diberitahu bahwa tempat itu terletak dalam
wilayah Kerajaan Kosala, ia bertanya lebih jauh berapa jauh tempat
itu dari Sà vatthã, ibukota. Raja berkata, “Tujuh mil dari sini ke
Sà vatthã.” lalu Dhana¤jaya berkata kepada Raja, “Tuanku,
Sà vatthã tidak cukup besar bagi keluargaku. Jika Tuanku setuju,
aku akan menetap di tempat ini agar pengikutku yang banyak
dapat hidup dengan nyaman.” Raja menyetujui. Dan Dhana¤jaya
mendirikan sebuah kota di tempat itu. sebab itu yaitu tempat
pilihan penghuni, kota itu dinamakan ‘SÃ keta.’
Di Sà vatthã, Puõõavaóóhana, putra Migà ra si perumah tangga, telah
menginjak dewasa. Ayahnya mempertimbangkan bahwa sudah
waktunya putranya menikah dan memberitahu sanak keluarganya
untuk mencari pengantin perempuan untuk putranya yang berasal
dari keluarga yang sederajat. Ia mengutus kelompok pencari untuk
mencari perempuan itu. sebab tidak dapat menemukannya di Kota
Sà vatthã, mereka pergi ke Sà keta untuk mencarinya.
Pada hari itu, Visà khà pergi ke danau di luar Sà keta disertai oleh
3011
Riwayat Para Siswi Awam
lima ratus gadis pelayan yang sebaya dengannya untuk mandi
dan bermain-main air. Saat itu, orang-orang dari Sà vatthã yang
mencari calon menantu Migà ra keluar dari Kota Sà keta sebab
tidak menemukan gadis yang sesuai dengan tujuan mereka. Mereka
berdiri di dekat gerbang kota. Hujan turun. Visà khà dan para
pelayannya berteduh di tempat peristirahatan umum. Lima ratus
gadis pelayan itu berlari masuk ke dalam rumah peristirahatan.
Tidak satu pun dari mereka yang menarik perhatian kelompok
pencari itu. Tetapi di belakang mereka, Visà khà muda berjalan
santai ke arah rumah peristirahatan, tanpa memedulikan hujan.
Orang-orang dari Sà vatthã itu tertarik pada kecantikannya. Mereka
merenungkan, “Dalam hal penampilan, tidak ada gadis lain di dunia
ini yang dapat menyamainya. Kecantikannya seperti buah delima
matang yang segar, tetapi gaya bicaranya perlu diketahui. Kami
harus bercakap-cakap dengannya.” Dan sebab itu mereka berkata
kepadanya sebagai berikut:
“Gadis kecil, engkau berjalan seperti nenek tua.”
Visà khà menjawab, “Bapak, mengapa engkau berkata begitu?”
“Teman-temanmu memasuki rumah peristirahatan ini dengan
berlari, takut basah. Sedangkan engkau, engkau datang dengan
langkah biasa seperti nenek tua. Engkau seperti tidak takut bajumu
basah. Seandainya seekor gajah atau kuda mengejarmu, apakah
engkau akan berjalan dengan langkah santai yang sama?”
“Bapak, pakaian dapat dibeli dengan mudah. Apalah artinya
pakaianku? Tetapi diriku lebih penting bagiku, sebab seorang
gadis yaitu bagaikan sebuah barang dagangan. Jika dengan berlari
aku tersandung dan tubuhku terluka dan menjadi cacat, aku tidak
berharga menjadi seorang pengantin. Itulah sebabnya aku tidak
berlari.”
Orang-orang dari Sà vatthã itu sepakat bahwa mereka telah
menemukan pengantin yang sesuai untuk putra majikan mereka,
seorang gadis yang cantik secara fisik juga cantik dalam kata-kata,
bersuara merdu. Mereka melemparkan karangan bunga pengantin
3012
di atas Visà khà , yang memahami maksudnya, menerimanya dengan
duduk di tempat itu juga. Orang-orang Migà ra lalu memasang
tirai di sekeliling calon pengantin itu. sesudah melakukan Ritual
itu, Visà khà pulang ke rumah disertai para pelayannya. Orang-
orang Migà ra juga turut pergi ke rumah Dhana¤jaya si perumah
tangga.
Percakapan antara orang-orang utusan Migà ra dari Sà vatthã dan
ayah Visà khà , Dhana¤jaya tentang pernikahan itu terjadi sebagai
berikut:
(Dhana¤jaya), “O teman, dari manakah kalian berasal?”
(Utusan), “Perumah tangga, kami mewakili Migà ra, perumah
tangga dari Sà vatthã. Majikan kami mengetahui bahwa engkau
memiliki seorang putri yang sudah menginjak usia menikah dan
ia menginginkan putrimu sebagai pengantin bagi putranya. Kami
datang untuk memohon putrimu.”
(Dhana¤jaya), “Baiklah, teman, majikan kalian tidak sederajat
dengan kami dalam hal kekayaan. Tetapi, ia sederajat dalam hal
status kelahiran. Sangat jarang dapat bertemu dengan orang yang
berderajat sama dalam hal status dan kekayaan. Pulanglah dan
katakan kepada majikan kalian bahwa lamarannya diterima.”
Wakil Migà ra kembali ke Sà vatthã, menghadap Migà ra si perumah
tangga, dan sesudah saling bertukar sapa, mereka melaporkan,
“O perumah tangga, kami telah mendapatkan persetujuan dari
Dhana¤jaya, perumah Tangga dari SÃ keta, untuk menikahkan
putrinya dengan Puõõavaóóhana.” Migà ra gembira sebab telah
mendapatkan pengantin untuk putranya yang berasal dari keluarga
kaya dan ia segera mengirim pesan kepada Dhana¤jaya mengatakan
bahwa ia akan menjemput pengantin dalam beberapa hari, dan
bertanya apakah Dhana¤jaya menghendaki persiapan tertentu?
Dhana¤jaya mengirim pesan balasan yang mengatakan bahwa
semua persiapan akan dilakukan oleh pihaknya dan meminta
Migà ra untuk melakukan hal-hal yang penting saja.
3013
Riwayat Para Siswi Awam
Raja Kosala Memberi Hormat Atas Pernikahan Itu
Migà ra si perumah tangga menghadap Raja Kosala untuk meminta
izin pergi ke SÃ keta untuk menghadiri Ritual pernikahan putranya
Puõõavaóóhana, seorang kepercayaan raja, dengan Visà khà , putri
Dhana¤jaya, perumah tangga dari SÃ keta.
Raja berkata, “Baiklah, perumah tangga, apakah kami perlu
menyertaimu?”
“Tuanku,” Migà ra berkata, “Bagaimana mungkin kami mengharapkan
kehadiran orang paling penting seperti dirimu?” Raja ingin memberi
penghormatan kepada kedua belah pihak dengan kehadirannya,
maka ia berkata, “Baiklah, perumah tangga, aku akan pergi
bersamamu.” Dan raja pergi ke SÃ keta bersama perumah tangga
itu.
saat Dhana¤jaya diberitahu mengenai kedatangan Migà ra dan
Raja Kosala, ia menyambut raja secara pribadi dan menuntunnya
masuk ke rumahnya. Ia melakukan pengaturan yang saksama
untuk menyambut raja dan bala tentaranya serta Migà ra dan
rombongannya. Makanan, tempat tinggal, bunga-bungaan,
wewangian, dan semua kebutuhan yang diperlukan telah tersedia
bagi semua orang sesuai status mereka. Ia mengawasi semuanya
sendiri sehingga semua tamu mendapat kesan bahwa Dhana¤jaya
si perumah tangga sangat menghargai mereka.
Beberapa hari lalu , Raja Kosala berkata kepada Dhana¤jaya
melalui seorang utusan, “Perumah tangga, kami datang dalam
rombongan besar. Kami akan menyusahkan engkau jika kami
tinggal terlalu lama. Sebaiknya, engkau memikirkan waktu yang
tepat untuk mengantarkan pengantin ke Sà vatthã.” Dhana¤jaya
menjawab melalui utusan, “Tuanku, sekarang musim hujan. Bala
tentaramu akan kesulitan dalam melakukan perjalanan. Biarlah
semua kebutuhan para prajuritmu menjadi tanggung jawabku. Aku
mohon agar Tuanku kembali ke Sà vatthã hanya sesudah aku siap.”
Sejak kedatangan Migà ra dan rombongannya, seluruh Sà keta berada
3014
dalam situasi gembira. Tiga bulan berlalu dalam kegembiraan. Masa
vassa telah berakhir. Saat itu bulan Oktober. Pakaian pengantin
masih dikerjakan oleh si pandai emas dan hampir selesai. Pelayan
Dhana¤jaya melaporkan kepadanya bahwa walaupun semua
benda yang diperlukan untuk melayani rombongan dari Sà vatthã
telah tersedia, namun mereka kekurangan bahan bakar untuk
memasak. Dhana¤jaya memerintahkan agar semua kandang kuda
dan kandang gajah dibongkar untuk dijadikan bahan bakar. Tetapi
kayu-kayu ini hanya dapat bertahan selama lima belas hari dan hal
ini dilaporkan kepada Dhana¤jaya yang berkata, “Kayu bakar sulit
diperoleh selama musim hujan. sebab itu, bukalah gudang kain,
buatlah tali dari kain-kain kasar, rendam dalam minyak dan gunakan
sebagai bahan bakar.” Dengan cara yang bijaksana ini persediaan
bahan bakar dapat bertahan lima belas hari lagi dan saat itu, pakaian
pengantin juga telah selesai.
Si pengantin diantarkan kepada calon suaminya sehari sesudah
pakaian pengantinnya selesai. Pada hari keberangkatannya,
Dhana¤jaya memanggil putrinya, Visà khà dan memberi nasihat
berikut:
“Putriku, seorang istri yang melayani suaminya dengan
penuh kesetiaan harus mengetahui prinsip-prinsip ini dan
mempraktikkannya dengan benar.”
(Pada saat itu, Migà ra mendengarkan dari ruangan sebelah.)
“Putriku, seorang menantu yang tinggal bersama mertua,
1. Tidak boleh membawa keluar api dari dalam rumah;
2. Tidak boleh membawa masuk api dari luar rumah;
3. Hanya meminjamkan kepada mereka yang mengembalikan apa
yang mereka pinjam;
4. Tidak meminjamkan kepada mereka yang tidak mengembalikan
apa yang mereka pinjam;
3015
Riwayat Para Siswi Awam
5. Harus memberi kepada mereka tanpa memedulikan apakah
mereka memberi kepadamu atau tidak;
6. Duduk dengan tertib;
7. Makan dengan tertib;
8. Tidur dengan tertib;
9. Mengurus api dengan hormat;
10. Menyembah para dewa rumah.”
(Penjelasan dari sepuluh pokok ini telah dijelaskan pada bab
terdahulu.)
Keesokan harinya Dhana¤jaya mengumpulkan semua tamunya dan
di tengah-tengah bala tentara Kosala, ia menunjuk delapan perumah
tangga terpelajar untuk menjadi pelindung Visà khà di Sà vatthã,
dengan permohonan agar mereka mengadili dan menyelesaikan
segala perselisihan yang mungkin muncul sehubungan dengan
putrinya. lalu ia memakaikan pakaian pengantin yang
berhiaskan emas dan permata, yang bernilai sembilan crore
kepada pengantin. Ia memberi kepadanya seratus lima puluh
empat kereta yang penuh dengan uang sebagai biaya perawatan
kecantikannya, lima ratus pelayan, lima ratus kereta yang ditarik
oleh kuda-kuda berdarah murni dan berbagai benda-benda berguna
yang masing-masing berjumlah seratus. sesudah menyerahkan
barang-barang itu sebagai hadiah perkawinan di depan para hadirin,
ia pertama-tama mengantarkan Raja Kosala dan Migà ra si perumah
tangga.
Saat tiba waktunya bagi Visà khà untuk memulai perjalanannya,
Dhana¤jaya memanggil pengawas peternakan sapi dan memberi
instruksi, “Teman, di rumah barunya putriku akan memerlukan
sapi-sapi susu dan sapi-sapi jantan berdarah murni untuk menarik
keretanya. Keluarkan sapi-sapi dari kandang sehingga memenuhi
3016
jalan menuju Sà vatthã dalam wilayah yang lebarnya delapan
usabha (140 jengkal) dan panjangnya tiga gà vuta (3/4 yojanà ). Jalan
sepanjang tiga gà vuta yang berbentuk parit. saat sapi terdepan
tiba di parit itu, bunyikan isyarat genderang yang merupakan saat
untuk menutup kandang.” Pengawas peternakan itu melakukan
instruksi ini . Begitu kandang dibuka, hanya sapi yang paling
kuat yang keluar. Tetapi saat kandang ditutup, sapi-sapi jantan
yang kuat melompat pagar dan mengikuti Visà khà . Ini yaitu akibat
jasa masa lampau Visà khà , (pada masa Buddha Kassapa, jika ia
memberi persembahan makanan kepada Saÿgha, ia biasanya
akan membujuk para bhikkhu untuk memakan berbagai makanan
lezat walaupun mereka telah memakan bagian mereka.)
Visà khà Memasuki Sà vatthã
saat kereta Visà khà sampai di Kota Sà vatthã, ia mempertimbangkan
apakah ia akan memasuki kota sambil duduk di dalam keretanya
atau berdiri memperlihatkan dirinya di depan umum. saat ia
ingat bahwa pengantin besar yang mengenakan gaun Mahà latÃ
yang sedang ia kenakan, ia berpikir bahwa lebih bijaksana ia
memperlihatkan dirinya dengan berdiri sehingga kemegahan
gaun pengantinnya dapat terlihat oleh semua orang. Sewaktu ia
melakukan hal itu, semua warga Sà vatthã yang melihatnya
terpesona dan saling berbicara, ‘Itu dia! Visà khà yang terkenal!
Betapa cantiknya! Dan lihat pakaian pengantin indah yang ia
kenakan! Betapa cantiknya dia dengan pakaian yang indah itu!”
Demikianlah kedatangan Visà khà ke rumah barunya di rumah
Migà ra yaitu suatu misi yang berhasil.
Sejak pertama ia berada di Sà vatthã, para warga masih
teringat tentang saat-saat mereka berada di SÃ keta menjadi tamu
kehormatan Dhana¤jaya yang memperlakukan mereka dengan
penuh perhatian dan menyediakan perbekalan berlimpah. sebab
itu mereka memberi hadiah kepada Visà khà sesuai kemampuan
mereka. Visà khà membagikan hadiah-hadiah yang ia terima ke
para warga lainnya di Sà vatthã, memastikan bahwa semua
rumah mendapatkannya. Demikianlah para warga Sà vatthã
tenggalam dalam tindakan kedermawanan sejak hari pertama ia
3017
Riwayat Para Siswi Awam
berada di Sà vatthã.
Pada malam pertama ia sampai di rumah mertuanya, saat jaga
malam pertama berlalu, seekor keledai betina di rumah Migà ra
melahirkan anaknya. Ia menyuruh pelayannya memegang pelita
sedangkan ia membantu kelahiran anak keledai itu. Ia memandikan
induk keledai itu dengan air hangat dan meminyaki tubuhnya.
sesudah melakukan semua tindakan ini, ia kembali ke kamarnya.
Pesta Penyambutan di Rumah Migà ra
Migà ra mengadakan pesta penyambutan selama tujuh hari di
rumahnya untuk merayakan pernikahan putranya. Meskipun
Buddha sedang menetap di Vihà ra Jetavana, Migà ra, yang yaitu
seorang pengikut kepercayaan lain, tidak memedulikan Buddha
tetapi ia mengundang banyak petapa telanjang ke rumahnya.
Ia memanggil Visà khà untuk datang dan bersujud kepada para
‘Arahanta’. saat Visà khà mendengar kata ‘Arahanta’, ia yang
yaitu seorang Ariya, seorang Pemenang Arus, sangat ingin bertemu
dengan ‘Arahanta’ ini . Ia sangat kecewa melihat para petapa
telanjang itu. “Bagaimana mungkin orang-orang tidak tahu malu
ini yaitu para ‘Arahanta’?”―ia menilai dan bertanya-tanya mengapa
ayah mertuanya memintanya memberi hormat kepada mereka.
Dengan muak ia berbalik dan masuk ke kamarnya.
Para petapa telanjang itu marah melihat sikap Visà khà . “Perumah
tangga,” mereka berkata kepada Migà ra, “tidak bisakah engkau
mencari menantu yang lebih baik? Mengapa engkau menerima
perempuan menjijikkan ini, pengikut Samaõa Gotama menjadi
anggota keluargamu? Singkirkanlah siluman perempuan itu!” Tetapi
Migà ra tidak dapat mengusir menantunya atas saran para petapa
telanjang itu, sebab menantunya berasal dari keluarga berstatus
tinggi. Maka ia hanya menghibur guru-gurunya dengan berkata,
“Guru, anak-anak muda memang sembrono dan mengucapkan
kata-kata tanpa mempertimbangkannya. Mohon kalian sabar
menghadapinya.”
3018
Migà ra Menjadi Marah
Sebagai seorang menantu yang baik, Visà khà melayani ayah
mertuanya dengan hormat. Ia menyediakan tempat duduk yang
tinggi, dan melayaninya dengan nasi susu yang terbuat dari susu
kental. Ia menyendokkan nasi susu ini memakai sendok
emas dan mengisikannya ke dalam sebuah mangkuk lalu
memberi nya kepada Migà ra. Pada saat itu seorang bhikkhu
yang sedang mengumpulkan dà na makanan berdiri di depan pintu
rumah Migà ra. Visà kha melihat bhikkhu ini , tetapi menyadari
bahwa ayah mertuanya yaitu seorang pengikut petapa telanjang,
ia berpikir lebih baik tidak memberitahunya tentang kedatangan
bhikkhu ini , melainkan ia bergeser sehingga bhikkhu ini
terlihat oleh Migà ra. Migà ra melihat bhikkhu ini tetapi
berpura-pura tidak melihat dan menundukkan kepalanya menatap
makanannya.
Visà khà tahu bahwa ayah mertuanya sengaja mengabaikan bhikkhu
itu, maka ia mendatangi bhikkhu itu dan berkata, “Tangan kosong,
aku memberi hormat kepadamu, Yang Mulia, ayah mertuaku hidup
hanya dari makanan basi.”
Mendengar kaat-kata ini, Migà ra murka. saat Visà khà mencemooh
para petapa telanjang, ia masih dapat menahan sabar. Tetapi
sekarang bahwa menantunya mengatakan bahwa ia memakan
kotoran (yang diartikan dari kata-kata Visà khà ‘makanan basi’) ia
tidak dapat menahan sabar lagi. Ia menyingkirkan tangannya dari
mangkuk nasi susu di depannya dan berkata dengan marah kepada
pelayannya, “Singkirkan nasi susu ini! Usir Visà khà dari rumah
ini! Lihatlah, selagi aku sedang makan nasi susu yang lezat ini di
dalam rumah mewahku, Visà khà berkata bahwa aku sedang makan
kotoran manusia!” Namun, seluruh pelayan di rumah itu yaitu
pelayan Visà khà , dan siapakah yang berani menarik tangan atau
kaki Visà khà dan mengusirnya? Jangankan melakukan kekerasan
fisik, bahkan hanya dalam kata-kata pun tidak ada orang di rumah
itu yang berani.
3019
Riwayat Para Siswi Awam
Visà khà Menuntut Haknya
saat Visà khà mendengar kata-kata marah ayah mertuanya, ia
berkata dengan tenang dan penuh hormat, “Ayah, aku tidak harus
pergi dari rumah ini atas perintahmu yang tidak benar dan tidak
seharusnya. Engkau tidak membawaku ke rumah ini seperti seorang
budak pembawa air. Seorang putri terhormat yang orangtuanya
masih hidup tidak perlu mematuhi perintah yang tidak adil ini.
Untuk memastikan sikap yang benar dari semua pihak, pada hari
keberangkatanku, ayahku telah menunjuk dewan yang terdiri dari
delapan orang perumah tangaa dengan pesan, ‘Jika terjadi masalah
sehubungan dengan putriku, kalian harus memeriksa kasusnya dan
menyelesaikannya.’ Delapan orang itu yaitu kepercayaan ayahku
yang juga merupakan pelindungku. Sudikah engkau melaporkan
kasus ini kepada mereka?”
Bagaimana Masalah Itu Dipecahkan
Migà ra mempertimbangakan bahwa kata-kata Visà khà masuk akal.
Ia memanggil dewan yang terdiri dari delapan perumah tangga, dan
mengajukan keluhannya dengan berkata, “Tuan-tuan, perempuan
Visà khà ini belum seminggu di rumah ini, dan ia telah menghinaku
yang tinggal di rumah mewah ini sebagai seorang yang memakan
kotoran.”
(Dewan), “Sekarang, Anakku, apakah engkau mengatakan apa yang
dituduhkan si perumah tangga?”
(Visà khà ), “Bapak-bapak, ayah mertuaku mungkin saja suka
makan kotoran. Tetapi aku tidak pernah menyebutnya pemakan
kotoran. Faktanya yaitu sewaktu ia sedang memakan nasi susu,
seorang bhikkhu berdiri di depan pintu untuk mengumpulkan
dà na makanan. Ayah mertuaku mengabaikan bhikkhu itu. Maka
aku mendatangi bhikkhu itu dan berkata, “Tangan kosong, aku
memberi hormat kepadamu, Yang Mulia, ayah mertuaku hidup
hanya dari makanan basi.” Yang kumaksudkan yaitu bahwa ayah
mertuaku tidak melakukan kebajikan dalam kehidupan ini tetapi
hanya menikmati Buah dari jasa masa lampaunya.”
3020
(Dewan), “Perumah tangga, dalam kasus ini putri kami tidak
bersalah. Ia mengucapkan kata-kata yang sangat beralasan. Mengapa
engkau marah?”
(Migà ra), “Baiklah, tuan-tuan. Tetapi gadis muda ini sejak malam
pertama datang ke rumah ini telah mengabaikan suaminya dan
tidak berada di rumah.”
(Dewan), “Putriku, apakah engkau tidak berada di rumah seperti
yang dituduhkan?”
(Visà khà ), “Bapak-bapak, aku tidak pergi ke tempat lain tetapi
faktanya yaitu bahwa aku membantu seekor keledai betina
melahirkan anak di kandangnya malam itu. Aku menganggap
bahwa yaitu tugasku melakukan hal itu. aku menyuruh pelayanku
memegang pelita dan aku mengawasi agar keledai itu melahirkan
anaknya dengan baik.”
(Dewan), “Perumah tangga, putri kami sangat bertanggung jawab
dan melakukan apa yang bahkan tidak dapat dilakukan oleh
pelayanmu. Ia melakukannya demi kebaikan. Mengapa engkau
menganggapnya sebagai penghinaan?”
(Migà ra), “Baiklah tuan-tuan. Aku ingin mengajukan keluhan
tentang nasihat ayahnya Dhana¤jaya kepadanya pada hari
keberangkatannya. (1) Ia dinasihati agar ‘tidak membawa keluar api
dari dalam rumah.’ Bagaimana mungkin kami tidak memberi
api jika tetangga membutuhkan?”
(Dewan), “Putriku, apakah ayahmu mengatakan seperti yang
dituduhkan oleh perumah tangga?”
(Visà khà ), “Bapak-bapak, ‘api’ yang dimaksudkan oleh ayahku
bukanlah ‘api’ dalam arti sesungguhnya. Apa yang ia maksudkan
yaitu bahwa urusan mertuaku dan keluargaku jangan diberitahukan
kepada para pelayan yang merupakan orang luar. Jika aku
melakukan hal itu, aku hanya akan menyebabkan masalah yang
3021
Riwayat Para Siswi Awam
tidak perlu di dalam rumah. Ayahku memakai kalimat ‘api
dari dalam rumah’ untuk menyatakan maksud ini.”
(Migà ra), “Baiklah, tuan-tuan. Tetapi lalu ayahnya berkata,
(2) ‘bahwa ia tidak boleh membawa api dari luar rumah masuk ke
dalam rumah.’ Bagaimana mungkin kami tidak boleh membawa api
dari rumah lain (dari luar rumah) jika semua api di dalam rumah
kami padam?”
(Dewan), “Putriku, benarkah itu?”
(Visà khà ), “Bapak-bapak, ‘api’ yang dimaksudkan oleh ayahku
bukanlah ‘api’ dalam arti sesungguhnya. Apa yang ia maksudkan
yaitu bahwa apa yang dikatakan oleh para pelayan yang mengkritik
keluarga tidak perlu dilaporkan kepada anggota keluarga. Jika aku
melakukan hal itu aku hanya akan menyebabkan masalah yang tidak
perlu di dalam rumah. Ayahku memakai kalimat ‘api dari luar
rumah’ untuk menyatakan maksud ini. saat ayahku berkata,
“(3) Engkau hanya boleh meminjamkan kepada mereka yang
mengembalikan apa yang mereka pinjam. Hal ini untuk mencegah
agar mereka yang tidak mengembalikan apa yang mereka pinjam,
dapat mengambil barang yang lebih bagus lagi darimu.”
“(4) Engkau tidak boleh meminjamkan kepada mereka yang tidak
mengembalikan apa yang mereka pinjam. Hal ini untuk mencegah
agar mereka yang tidak mengembalikan apa yang mereka pinjam,
memanfaatkan kebaikanmu.”
“(5) Engkau harus memberi kepada mereka tanpa memedulikan
apakah mereka memberi kepadamu atau tidak. Ini artinya
bahwa engkau harus dermawan terhadap orang-orang miskin,
sanak saudara, dan teman-teman yang datang kepadamu. Engkau
harus memberi mereka tanpa memedulikan apakah mereka mampu
memberimu atau tidak.”
“(6) Engkau harus duduk dengan tertib. Artinya ‘Aku harus
menunjukkan hormat kepada ayah-mertua dan ibu-mertuaku.
3022
saat mereka datang aku harus berdiri.’”
“(7) Engkau harus makan dengan tertib. Artinya ‘Aku tidak boleh
makan sebelum mertua dan suamiku selesai. Hanya sesudah mereka
selesai makan, baru aku boleh makan.’”
“(8) Engkau harus tidur dengan tertib. Artinya ‘Aku tidak boleh
pergi tidur sebelum mertua dan suamiku pergi tidur. Hanya sesudah
aku melayani keperluan mereka dan mereka telah pergi tidur, baru
aku boleh pergi tidur.’”
“(9) Mengurus api dengan hormat. Artinya ‘Aku harus menganggap
mertua dan suamiku sebagai api atau nà ga yang harus selalu
dihormati. Mereka harus dilayani dengan penuh hormat.’”
(Migà ra), “Baiklah, tuan-tuan. Tetapi bagaimana dengan nasihat
ayahnya tentang ‘menyembah para dewa rumah?’”
(Dewan), “Putriku, apakah itu yang ingin diketahui oleh ayah
mertuamu?”
(Visà khà ), “Bapak-bapak, benar bahwa ayahku menasihati, ‘(10)
menyembah para dewa rumah.’ Dengan kata-kata ini ayahku
menasihati aku agar sesudah aku menjadi seorang istri, aku harus
memberi persembahan makanan kepada para bhikkhu yang
berdiri di depan pintu rumah untuk mengumpulkan dà na makanan.
Hanya sesudah mempersembahkan makanan kepada mereka, baru
aku boleh makan.”
(Dewan), “Perumah tangga, engkau sepertinya senang mengabaikan
para bhikkhu yang datang untuk menerima dà na makanan.” Migà ra
tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun untuk menjawab
sindiran itu, dan hanya dapat menundukkan kepala.
Kemenangan Visà khÃ
lalu delapan perumah tangga bijaksana itu berkata kepada
Migà ra si perumah tangga, “Perumah tangga, masih adakah
3023
Riwayat Para Siswi Awam
kesalahan putri kami?” dan Migà ra mengakui bahwa sudah tidak
ada lagi.
Mereka berkata, “Perumah tangga, sebab ia tidak bersalah,
mengapa engkau mengusirnya dari rumahmu?”
Visà khà berdiri dan berkata, “Bapak-bapak, aku tidak menganggap
bahwa yaitu bijaksana untuk mematuhi perintah ayah
mertuaku yang gegabah dalam mengusirku. sebab ayahku telah
mempercayakan diriku dalam perlindungan kalian dan untuk
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan diriku. Dan
sekarang bahwa aku telah dinyatakan tidak bersalah, aku akan
pergi dengan gembira.”
Visà khà masuk ke kamarnya dan memerintahkan para pelayannya
untuk menyiapkan kereta dan perlengkapan lainnya untuk
melakukan perjalanan. Selanjutnya Migà ra memanggil delapan
orang dewan itu dan meminta maaf pada Visà khà atas kesalahannya,
“Putriku, aku telah bersikap sembrono. Maafkan aku.” Visà khà ,
melihat peluangnya, berkata kepada ayah mertuanya, “Ayah, aku
memaafkanmu untuk apa yang dapat dimaafkan. Hanya saja aku
harus mengajukan persyaratan. Aku yaitu seorang siswa Buddha
yang tidak tergoyahkan, tidak dapat jauh dari Saÿgha. Jika aku
diperbolehkan dengan bebas memberi persembahan kepada
Saÿgha, aku akan tinggal di sini, kalau tidak, aku pergi.”
Migà ra sesaat menjawab, “Putriku, engkau bebas melakukan hal
itu.”
Migà ra Si Perumah Tangga Mencapai Pengetahuan Pemenang
Arus
Keesokan harinya, Visà khà mengundang Buddha untuk menerima
persembahan makanan. Buddha datang ke rumahnya bersama
banyak bhikkhu. Para petapa telanjang, mengetahui kedatangan
Buddha, pergi ke rumah Migà ra, mereka tertarik dan duduk
berkeliling mengawasi.
3024
Visà khà memberi persembahan dan menuangkan air. sesudah
itu ia menyuruh pelayannya untuk memberitahu ayah mertuanya
bahwa segalanya telah siap untuk mempersembahkan makanan
kepada Buddha dan Saÿgha, Visà khà juga mengundangnya
untuk secara pribadi melayani Buddha. Migà ra yang berada di
bawah kuasa guru-gurunya, para petapa telanjang, berkata kepada
Visà khà , “Engkau layanilah Buddha.” Visà khà melakukan hal itu,
memberi berbagai makanan dan minuman lezat kepada Buddha.
sesudah itu ia memberitahu ayah mertuanya bahwa Buddha telah
selesai makan, dan ia mengundang Migà ra untuk datang dan
mendengarkan khotbah yang akan dibabarkan oleh Buddha.
Jasa masa lampau Migà ra mulai mengingatkannya, sebab ia
berpikir, “Menolak undangan ini yaitu suatu hal yang sangat tidak
benar.” Muncul keinginan dalam dirinya untuk mendengarkan
khotbah Buddha, dan mendatangi tempat di mana Buddha sedang
duduk. Tetapi guru-gurunya, para petapa telanjang, menasihatinya
agar ia memasang tirai jika ia ingin mendengarkan khotbah Buddha.
sebab itu para pelayannya memasang tirai di sekeliling tempat
duduknya.
Buddha membabarkan khotbah-Nya dengan mengerahkan kesaktian
agar semua pendengar dapat mendengarkan-Nya dengan baik,
meskipun tersembunyi dan berada di tempat yang jauh dari-Nya,
apakah dipisahkan oleh dinding atau berjarak sejauh alam semesta
ini. Bagaikan sebatang pohon mangga yang buahnya telah matang
keemasan diguncang batangnya, Buddha memulai khotbahnya dari
dà na, moralitas, kehidupan di alam surga, dan memuncak pada
Magga-Phala.
(Catatan: saat Buddha membabarkan khotbah, semua pendengar,
apakah di depan atau di belakang Buddha, apakah ribuan
alam semesta jauhnya, atau bahkan di alam brahmà tertinggi
Akaniññha, merasa bahwa Buddha sedang berbicara dengannya
sendiri, berhadapan. Bagaikan bulan, yang berada di langit dalam
lintasannya, tetapi terlihat seperti selalu berada di atas kepala kita.
Kekuatan Buddha yang tidak ada bandingnya ini yaitu akibat dari
pemenuhan Kesempurnaan, khususnya, pengorbanan tertinggi
3025
Riwayat Para Siswi Awam
dalam memberi kepala atau bagian-bagian tubuhnya, mata atau
jantungnya, atau kebebasannya dengan melayani orang lain sebagai
seorang budak, atau memberi anak-anaknya sendiri seperti
dalam kehidupan-Nya sebagai Vessantara saat ia menyerahkan
putra dan putri-Nya kepada seorang brahmana tua, atau istri-Nya
sendiri Maddã Devã.) (Komentar Dhammapada, Vol. 1, hal 256)
(Pada akhir khotbah ini , Migà ra mencapai Buah Pengetahuan
Pemenang Arus. Ia membuka tirai, bersujud di kaki Buddha dalam
lima titik menyentuh lantai, dan memuji Visà kha di hadapan
Buddha, dengan kata-kata, “Putriku, mulai hari ini, engkau yaitu
ibuku!” sejak saat itu, Visà khà dikenal sebagai ‘ibu Migà ra.’ (Ini
yaitu apa yang disebutkan dalam Komentar Dhammapada, yang
tertulis: Migà ra keluar dari tirai, mendatangi menantunya, dan
meletakkan mulutnya di dada Visà khà , dan berseru, “Mulai hari
ini, engkau yaitu ibuku!” sejak saat itu, Visà khà dikenal sebagai
‘ibu Migà ra’. Kelak saat putranya lahir, ia disebut ‘Putra Migà ra,
si perumah tangga’.)
Sehubungan dengan hal ini, Komentar Aïguttara Nikà ya hanya
memberi kisah singkat Visà khà , dan untuk kepentingan
pembaca, peristiwa yang berhubungan dengan Visà kha akan
dilanjutkan dengan berdasarkan pada Komentar Dhammapada.)
Istri Migà ra Juga Mencapai Tingkat Pemenang Arus
sesudah mengakui menantunya sebagai ibunya, Migà ra mendatangi
Buddha dan bersujud di kaki Buddha, merangkul-Nya dengan
penuh hormat dan mengecup-Nya, ia berkata, “Yang Mulia,
sebelumnya aku tidak mengetahui harus memberi dà na kepada
siapa yang akan memberi manfaat besar bagiku. Sekarang aku
telah mengetahuinya, berkat menantuku. Sekarang aku telah selamat
dari alam sengsara, apà ya. Kedatangan menantuku Visà khà telah
membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagiku.” Lebih jauh lagi,
ia mengucapkan syair gembira berikut:
“(Yang Mulia,) Hari ini aku telah memahami kepada siapa harus
memberi persembahan yang menghasilkan manfaat besar.
3026
Menantuku, pemilik sifat mulia, sungguh telah (berkat jasa masa
lampauku) datang ke rumahku demi kebaikanku.”
Keesokan harinya Visà khà mengundang Buddha lagi untuk
memberi persembahan makanan. lalu pada hari
berikutnya ibu mertuanya juga menjadi seorang Pemenang Arus.
Sejak hari itu rumah Migà ra terbuka untuk mempersembahkan
segala kebutuhan yang berhubungan dengan Dhamma.
(Terjemahan syair Myanmar)
“Kedatangan orang mulia di sebuah rumah, membuka pintu menuju
Jalan Berfaktor Delapan bagi semua penghuninya untuk memasuki
Nibbà na.”
Visà khà Dihormati Oleh Ayah Mertuanya
lalu Migà ra berpikir, “Menantuku Visà khà yaitu
penyelamatku. Aku harus membalas budi kepadanya. Gaun
pengantin Mahà latà tidak praktis untuk dipakai sehari-hari. Aku
akan memberi pakaian mewah yang pantas untuk dikenakannya
pada siang atau malam hari dalam segala postur tubuh.” Dengan
pikiran demikian, ia membuatkan pakaian yang nyaman dipakai
yang bernilai seratus ribu keping perak, yang disebut ghanamaññhaka
untuk Visà khà . saat pakaian itu telah selesai, ia mengundang
Buddha dan Saÿgha untuk menerima persembahan makanan. Ia
memandikan menantunya dalam enam belas kendi air harum, dan
mengenakan pakaian istimewa itu di hadapan Buddha, lalu
Visà khà bersujud kepada Buddha. Buddha mengucapkan kata-kata
penghargaan atas persembahan itu lalu kembali ke vihà ra.
Sejak saat itu kehidupan Visà khà dipenuhi dengan perbuatan
baik seperti memberi dà na yang ia lakukan dengan gembira, dan
ia lakukan sebanyak yang ia inginkan. Ia diakui sebagai umat
penyokong perempuan yang penting sesudah ia mendapatkan
delapan hak istimewa sebagai anugerah dari Buddha*. Riwayatnya
bagaikan bulan di langit. Reputasinya sebagai kepala keluarga besar
juga layak diketahui, sebab ia memiliki sepuluh putra dan sepuluh
3027
Riwayat Para Siswi Awam
putri yang (seperti dirinya) masing-masing memiliki sepuluh putra
dan sepuluh putri. Dengan demikian ia memiliki empat ratus cucu.
Empat ratus cucu itu juga masing-masing memiliki sepuluh putra
dan sepuluh putri. Sehingga seluruhnya ia memiliki delapan ribu
cicit.
(*Catatan: Delapan hal sebagai anugerah: (i) hak mempersembahkan
jubah seumur hidup kepada Saügha untuk digunakan selama
masa vassa, (ii) hak mempersembahkan makanan kepada bhikkhu
tamu, (iii) hak mempersembahkan makanan kepada bhikkhu yang
melakukan perjalanan, (iv) hak mempersembahkan makanan
kepada bhikkhu yang sedang sakit, (v) hak mempersembahkan
makanan kepada bhikkhu yang sedang merawat bhikkhu sakit, (vi)
hak mempersembahkan obat-obatan kepada bhikkhu yang sakit,
(vii) hak mempersembahkan bubur (untuk makan pagi) seumur
hidup, (viii) hak mempersembahkan jubah dalam kepada para
bhikkhunã. (Lengkapnya baca Vinaya Mahà Vagga))
Para Thera zaman dulu menggubah syair untuk melukiskan fakta
ini sebagai berikut:
“sebab memiliki dua puluh anak, empat ratus cucu dan delapan
ribu cicit, Visà khà dikenal di seluruh Benua Selatan.”
Beberapa Kualitas Istimewa Visà khÃ
Visà khà hidup hingga usia 120 tahun. Tidak memiliki rambut putih,
ia selalu terlihat seperti gadis berusia enam belas tahun. Jika ia pergi
ke vihà ra Buddha bersama anak-anak, cucu dan cicitnya, ia tidak
dapat dibedakan dari mereka.
saat orang-orang melihat Visà khà berjalan, mereka tidak pernah
puas melihatnya. saat ia berdiri, ia terlihat agung, saat ia duduk,
… saat ia berbaring, orang-orang berpikir bahwa ia sangat agung
dalam postur demikian.
Ia memiliki kekuatan fisik yang setara dengan lima ekor gajah jantan
besar. Pada suatu saat , Raja Kosala ingin menguji kekuatannya
3028
yang terkenal, ia melepaskan seekor gajah jantan besar ke arahnya.
Binatang itu berlari ke arahnya mengancam dengan belalai terangkat.
Lima ratus gadis pelayan Visà khà berlari ketakutan. (Beberapa dari
lima ratus pelayan itu merangkulnya, untuk menyelamatkannya:
versi Sri Laïkà .) “Ada apa?” ia bertanya. Mereka menjawab,
“Nyonya, raja ingin menguji kekuatanmu dan melepaskan seekor
gajah besar untuk menyerangmu!”
Visà khà berpikir, “Untuk apa melarikan diri dari binatang ini? Dan
jika aku menghadapinya, ia pasti kalah.” Dengan pikiran demikian,
ia dengan lembut memegang belalai gajah itu dengan dua jari
tangannya dan menghentikannya, dan membuatnya terguling.
Orang-orang yang menonton bersorak. Visà khà dengan santai
berjalan pulang.
Pembangunan Vihà ra Pubbà rà ma dan Kondisi yang
Melatarinya
Visà khà , ibu Migà ra di Sà vatthã, istri perumah tangga kaya dikenal
sebagai seorang nyonya mulia bukan hanya sebab kecantikannya
yang lestari, tetapi juga sebab kekayaan dan kesehatan anak dan
cucunya, sebab tidak ada di antara mereka yang meninggal dunia
sebelum akhir umur kehidupan mereka. Para warga Sà vatthã
akan mengundang Visà khà sebagai tamu agung setiap saat mereka
melakukan Ritual persembahan. Suatu hari, sesudah Visà khÃ
menghadiri suatu Ritual persembahan dan berjalan dari sana
menuju vihà ra Buddha, ia berpikir bahwa tidaklah pantas jika ia
menghadap Buddha dengan mengenakan pakaian mewah Mahà latà ,
sebab akan terkesan kurang rendah hati. sebab itu di gerbang
masuk vihà ra ia menitipkannya kepada pelayannya yang lahir ke
dunia ini berkat jasa masa lampau Visà khà , sebab ia juga, seperti
halnya Visà kha, memiliki kekuatan fisik yang setara dengan lima
ekor gajah jantan dewasa.
(Visà khà menitipkan gaun mewahnya kepada pelayannya untuk
dijaga hingga ia kembali dari Buddha sesudah mendengarkan
khotbah.)
3029
Riwayat Para Siswi Awam
Menitipkan Mahà latà kepada pelayannya dan mengenakan gaun
ghanamaññhaka, Visà khà menghadap Buddha, mendengarkan
khotbah dan meninggalkan vihà ra. Si pelayan meletakkan gaun
Mahà latà itu di tempat ia mendengarkan khotbah Buddha dan lupa
mengambilnya kembali saat ia meninggalkan vihà ra. Sudah menjadi
tugas rutin Yang Mulia ânanda, mengumpulkan barang-barang
yang tertinggal dan terlupakan oleh para tamu vihà ra. Pada hari ia
menemukan gaun Mahà latà milik Visà khà , ia melaporkannya kepada
Buddha yang memintanya untuk menyimpannya di tempat yang
aman. Yang Mulia ânanda memungutnya dan menggantungnya
di tangga.
Visà khà lalu berkeliling ke berbagai tempat di dalam Vihà ra
Jetavana bersama Suppiya, seorang siswa awam perempuan yang
terkenal, untuk memeriksa kebutuhan para bhikkhu tamu, bhikkhu
sakit, dan bhikkhu yang hendak melakukan perjalanan. Sudah
menjadi kebiasaan bagi para bhikkhu junior dan sà maõera yang
memerlukan mentega atau madu atau minyak, datang membawa
wadah untuk diisi oleh dua nyonya yang sedang berkunjung itu.
sesudah mengunjungi para bhikkhu yang sakit, para bhikkhu junior,
dan sà maõera, lalu melayani kebutuhan mereka, ia meninggalkan
Vihà ra Jetavana melalui gerbang yang lain dan sebelum meninggalkan
vihà ra ia menyuruh pelayannya untuk membawakan gaun Mahà latÃ
untuk dikenakan. Baru lalu si pelayan ingat dan berkata,
“Nyonya, aku lupa mengambilnya.”
“Kalau begitu, pergi dan ambillah,” Visà khà berkata kepadanya.
“Tetapi,” ia menambahkan, “Kalau Yang Mulia ânanda telah
memindahkannya ke tempat lain, katakan kepadanya bahwa gaun
itu dianggap telah dipersembahkan kepadanya.” Ia berkata begitu
sebab ia mengetahui bahwa Yang Mulia ânanda selalu menjaga
semua barang-barang yang tertinggal dan terlupakan oleh para
tamu di Vihà ra Jetavana.
saat Yang Mulia ânanda melihat pelayan Visà khà , ia bertanya
mengapa ia kembali. Dan saat diberitahu tentang gaun Mahà latà ,
Yang Mulia ânanda berkata kepadanya, “Aku menggantungnya di
3030
tangga. Pergi dan ambillah.” lalu pelayan itu berkata, “Yang
Mulia, nyonyaku memberi instruksi kepadaku bahwa jika gaun ini
telah dipegang oleh Yang Mulia, ia tidak akan mengambilnya kembali
sebab ia menganggapnya telah dipersembahkan kepadamu.”
Pelayan itu kembali mendatangi Visà khà dan memberitahukan
apa yang terjadi.
lalu Visà khà berkata kepadanya, “Pelayanku, aku
menganggapnya telah dipersembahkan kepada Yang Mulia ânanda.
Aku tidak ingin mengenakannya lagi sesudah Yang Mulia ânanda
memegangnya. Tetapi, gaun itu pasti menyusahkannya. Aku akan
mempersembahkan sesuatu yang layak digunakan oleh Saÿgha.
Pergi dan ambillah.” Dan pelayan itu melakukan sesuai perintah.
Visà khà memanggil pandai emas dan meminta mereka menaksir
harga dari gaun Mahà latà itu. Pandai emas itu berkata, “Gaun ini
bernilai sembilan crore untuk bahannya dan ditambah seratus ribu
sebagai ongkos pembuatannya. Visà khà meletakkan gaun Mahà latÃ
itu di atas punggung seekor gajah dan dipamerkan untuk dijual.
Tetapi tidak seorang pun yang mampu membelinya. Terlebih lagi,
tidak ada seorang pun yang mampu menahan beban berat dari gaun
permata ini . Sesungguhnya, hanya ada tiga perempuan yang
mampu mengenakan gaun jenis ini. Mereka yaitu :
(1) Visà khà ,
(2) Mallikà (warga Provinsi Malla), istri Bandulla, sang
jenderal,
(3) Putri Raja Bà rà õasã.
sebab tidak ada seorang pun yang mampu membeli gaun mewah
itu. Visà khà membelinya sendiri sesuai harga taksiran (sembilan
crore dan seratus ribu). Ia meletakkan uang itu di atas kereta dan
membawanya ke Vihà ra Jetavana. sesudah bersujud kepada Buddha,
ia berkata kepada Buddha, “Yang Mulia, Bhikkhu ânanda, untuk
menyimpan gaun Mahà latà milikku, telah memegangnya. Sejak
saat itu, tidaklah layak bagiku untuk mengenakannya lagi. Oleh
sebab itu, aku telah menjualnya demi kesejahteraan Saÿgha agar
dapat dipergunakan selayaknya oleh Saÿgha. sebab tidak seorang
pun yang mampu membelinya, sekarang aku membawakan nilai
3031
Riwayat Para Siswi Awam
penjualannya sebesar sembilan crore dan seratus ribu. Dengan cara
bagaimanakah dari empat kebutuhan, uang ini akan digunakan?”
Buddha berkata, “Sebaiknya engkau membangun sebuah vihà ra
untuk Saÿgha di dekat gerbang timur Kota Sà vatthã.” Visà khÃ
gembira mendengar hal itu. Ia membeli lahan dengan harga sembilan
crore. Biaya pembangunan itu juga menghabiskan sembilan crore
lagi. Pembangunan segera dimulai.
Pembangunan Vihà ra Dalam Sembilan Bulan di Bawah
Pengawasan Thera Moggallà na
Suatu pagi, sesudah bangun tidur, Buddha memeriksa dunia makhluk-
makhluk hidup untuk melihat mereka yang layak dicerahkan, Beliau
melihat Bhaddiya, putra seorang perumah tangga dari Bhaddiya
yang kelahiran sebelumnya yaitu di alam dewa. Maka, sesudah
Beliau selesai makan di rumah Anà thapiõóika si perumah tangga,
Beliau pergi ke arah gerbang timur Sà vatthã.
(Jika menerima persembahan makanan di rumah Visà khà , Buddha
biasanya pergi melalui gerbang selatan menuju Vihà ra Jetavana
sebagai tempat tinggal Beliau; jika Beliau menerima persembahan
makanan dari Anà thapiõóika, Beliau pergi melalui gerbang timur
kota menuju Vihà ra Pubbà rà ma sebagai tempat tinggal-Nya.
saat ia meninggalkan kota melalui gerbang timur, orang-orang
memahami bahwa Buddha akan pergi dalam suatu perjalanan.)
saat Visà khà mendengar berita bahwa Buddha pergi melalui
gerbang timur, ia pergi menghadap Buddha dan berkata, “Yang
Mulia, apakah Engkau hendak melakukan perjalanan?” Buddha
menjawab, “Ya, Visà khà , benar.” Visà khà berkata, “Yang Mulia,
aku telah mengeluarkan banyak uang (sembilan crore) untuk
membangun sebuah vihà ra untuk Engkau gunakan. Dapatkah
Engkau menunggu hingga bangunan ini selesai?” “Visà khà ,
perjalanan-Ku ini tidak dapat ditunda.” lalu , Visà khÃ
mengerti bahwa Buddha telah melihat calon siswa yang jasa masa
lampaunya telah matang, dan berpeluang untuk mencapai Magga-
Phala, dan berkata, “Yang Mulia, kalau begitu, dapatkan Engkau
meninggalkan beberapa bhikkhu untuk mengawasi pembangunan
3032
ini?” Buddha berkata, “Visà khà , ambillah mangkuk milik bhikkhu
yang engkau pilih.”
Visà khà menyukai Yang Mulia ânanda; tetapi, ia berpikir bahwa
Yang Mulia Mahà Moggallà na, dengan kesaktiannya, akan sangat
membantu dalam menyelesaikan pembangunan vihà ra ini .
sebab itu ia mengambil mangkuk Yang Mulia Moggallà na, Yang
Mulia Moggallà na menatap Buddha. Buddha berkata kepada Yang
Mulia Mahà Moggallà na, “Moggallà na, engkau dan lima ratus
bhikkhu pengikutmu akan tinggal.” Dan demikianlah Yang Mulia
Mahà Moggallà na menjadi bhikkhu yang mengawasi pembangunan
vihà ra Visà khà .
Dengan kesaktian Yang Mulia Mahà Moggallà na, jarak sejauh lima
puluh atau enam puluh yojanà ditempuh setiap hari oleh orang-
orang yang membawa bahan-bahan bangunan. Dalam membawanya
juga mereka melakukannya tanpa kesulitan. Tidak ada rintangan
seperti roda kereta yang rusak pernah terjadi. Segera sebuah
vihà ra yang terdiri dari dua lantai dan bermenara tujuh tingkat
selesai dibangun di atas tanah datar seluas delapan karisa. Vihà ra
bermenara tujuh tingkat itu memiliki lima ratus kamar di lantai
dasar dan lima ratus kamar di lantai dua. Di sekeliling bangunan
utama, ia menambahkan lima ratus ruang meditasi, lima ratus kuñã
bertingkat yang lebih kecil, dan lima ratus tangga.
Ritual Persembahan Vihà ra yang Berlangsung Selama Empat
Bulan
Buddha kembali dari perjalanan-Nya sesudah sembilan bulan. Pada
saat itu pembangunan Vihà ra Pubbà rà ma telah selesai, berkat
pengawasan Yang Mulia Mahà Moggallà na. Visà khà membawa
sebuah lempengan emas besar yang besarnya dapat menampung
enam puluh kendi air untuk dijadikan kubah vihà ra. saat ia
mendengar bahwa Buddha telah kembali ke Vihà ra Jetavana,
ia mengundang Beliau untuk menetap di vihà ra baru itu, yang
dikenal dengan nama Vihà ra Pubbà rà ma (timur), bersama dengan
Saÿgha, sebab ia ingin mengadakan Ritual persembahan vihà ra.
Ia berkata, “Yang Mulia, aku memohon agar Bhagavà menetap di
3033
Riwayat Para Siswi Awam
vihà ra ini selama empat bulan musim hujan.” Buddha menyanggupi
permohonannya, ia memberi persembahan makanan kepada
Buddha dan Saÿgha. lalu , seorang teman perempuan
Visà khà mendatanginya dan memohon, “Teman Visà khà , aku
ingin menyumbangkan sehelai karpet lantai senilai seratus ribu
keping uang untuk vihà ramu. Mohon tunjukkan di mana aku harus
meletakkannya.” Visà khà berkata kepadanya, “Baiklah teman,
engkau carilah dan tentukanlah sendiri tempatnya, sebab jika aku
mengatakan, ‘tidak ada tempat untuk karpet lantaimu’, engkau akan
salah paham terhadapku.” Temannya itu berkeliling ke seluruh
vihà ra besar itu, memeriksa semua tempat di dua lantai, tetapi tidak
menemukan tempat yang belum tertutup oleh karpet lantai dengan
kualitas yang setara dengan yang ia bawa atau bahkan lebih baik
lagi. Ia sangat kecewa dan menangis di sudut.
Yang Mulia ânanda melihatnya menangis dan menanyakan
alasannya. Ia memberitahukan kisahnya. Yang Mulia ânanda
berkata kepadanya, “Jangan khawatir. Aku akan menunjukkan
tempat di mana engkau dapat menghamparkan karpet lantaimu
itu.” lalu Yang Mulia ânanda menunjukkan tempat yang
belum tertutup di ujung tangga yang merupakan tempat Saÿgha
mencuci kaki. Ia diberitahu bahwa semua bhikkhu pasti menginjak
lantai itu sebelum masuk ke vihà ra, sesudah mencuci kaki mereka,
dan bahwa ini akan merupakan jasa bagi si penyumbang. (Itu yaitu
satu-satunya tempat yang luput dari perhatian Visà khà .)
Persembahan Empat Kebutuhan Bhikkhu Kepada Saÿgha
Selama empat bulan musim hujan Visà khà mempersembahkan
empat kebutuhan bhikkhu kepada Buddha dan Saÿgha. Pada malam
purnama bulan Tazaungmon (November) ia mempersembahkan
bahan jubah berkualitas baik. Kualitas terendah yang diterima
oleh seorang bhikkhu baru bernilai seribu. Semua bhikkhu juga
menerima makanan empat campuran, catu madhu, yang diisi ke
mangkuk mereka masing-masing hingga penuh. Persembahan
selama empat bulan itu yang menandai persembahan Vihà ra
Pubbà rà ma menelan biaya sebesar sembilan crore.
3034
Demikianlah, lahan bernilai sembilan crore, bangunan bernilai
sembilan crore, dan Ritual persembahan juga bernilai sembilan
crore, sehingga seluruhnya bernilai dua puluh tujuh crore yang
dihabiskan dalam mempersembahkan Vihà ra Pubbà rà ma,
pengeluaran sejumlah uang yang jarang dilakukan oleh perempuan,
dan terlebih lagi sebab ia tinggal di rumah penganut kepercayaan
lain.
Kegembiraan Visà khà Atas Kebajikannya
Pada malam hari di akhir empat bulan Ritual itu, Visà khà di
tengah-tengah para banyak dermawan lainnya sangat berbahagia
dengan pikiran bahwa cita-cita seumur hidupnya telah tercapai.
Dalam kegembiraan itu ia melantunkan lima syair berikut dalam
alunan nada yang sangat indah sambil berkeliling vihà ra besar
itu.
(1) “Ah! Cita-citaku dengan pikiran, ‘Kapankah aku dapat (sesudah
bercita-cita dan mengumpulkan jasa selama seratus ribu siklus
dunia) membangun sebuah vihà ra yang terbuat dari konstruksi
semen beton yang menyenangkan bagi para pengunjung, (bhikkhu
dan umat awam)?’ kini telah tercapai!”
(2) “Ah! Cita-citaku dengan pikiran, ‘Kapankah aku dapat
menyumbangkan sebuah vihà ra kepada Saÿgha lengkap dengan
dipan, tempat duduk yang dapat dibaringkan, alas duduk, bantal,
dan sebagainya,’—pikiran yang memenuhi batinku, dengan
menetapkan Nibbà na sebagai tujuanku, sejak masa Buddha
Padumuttara?’ kini telah tercapai!”
(3) “Ah! Cita-citaku dengan pikiran, ‘Kapankah aku dapat
memberi persembahan makanan kepada Saÿgha, (jasa yang
menghasilkan umur panjang, kecantikan, kebahagiaan, kekuatan,
dan kecerdasan), yang terdiri dari tujuh jenis persembahan makanan
seperti mempersembahkan melalui pembagian kupon, dan lain-lain,
nasi yang dimasak dengan daging, dan lain-lain,’—pikiran yang
memenuhi batinku, dengan menetapkan Nibbà na sebagai tujuanku,
sejak masa Buddha Padumuttara?’ kini telah tercapai!”
3035
Riwayat Para Siswi Awam
(4) “Ah! Cita-citaku dengan pikiran, ‘Kapankah aku dapat
memberi persembahan jubah kepada Saÿgha, jubah yang
terbuat dari kain Kà sã yang mahal, kain dari serat katun, dan lain-
lain,―pikiran yang memenuhi batinku, dengan menetapkan Nibbà na
sebagai tujuanku, sejak masa Buddha Padumuttara?’ kini telah
tercapai!”
(5) “Ah! Cita-citaku dengan pikiran, ‘Kapankah aku dapat
memberi persembahan obat-obatan kepada Saÿgha, yaitu,
makanan empat campuran yang terdiri dari mentega, madu,
minyak wijen dan gula merah,’―pikiran yang memenuhi batinku,
dengan menetapkan Nibbà na sebagai tujuanku, sejak masa Buddha
Padumuttara?’ kini telah tercapai!”
(Dikutip dari Komentar Dhammapada)
(c) Menjadi siswi awam terbaik
Pagi harinya, rumah Visà khà menyala dengan warna jingga jubah
para bhikkhu yang datang dan pergi dengan bebas, dan atmosfer
juga bergetar sebab gerakan para bhikkhu yang jubah-jubahnya
berisi udara yang beraroma bahan celup. Seperti halnya di rumah
Anà thapiõóika, di rumah Visà khà juga tersedia makanan-makanan
untuk dipersembahkan kepada berbagai kelompok bhikkhu, yaitu,
bhikkhu yang melakukan perjalanan, bhikkhu yang sakit, bhikkhu
tamu, dan lain-lain.
Pada pagi hari Visà khà mempersembahkan makanan kepada
berbagai kelompok bhikkhu ini . Sore harinya, ia akan pergi
ke vihà ra Buddha bersama pelayan-pelayannya yang membawa
obat-obatan seperti, mentega, dadih susu, madu, dan gula merah,
dan juga delapan jenis minuman yang terbuat dari buah jambu,
mangga, manggis, Uraria lagopoides, minuman madhuka, dua jenis
pisang, dan sari madu teratai, lalu mempersembahkannya
kepada mereka sesuai kebutuhan para bhikkhu. lalu ia akan
mendengarkan khotbah Buddha sebelum pulang ke rumahnya.
(Demikianlah keseharian Visà khà , dipenuhi dengan perbuatan-
3036
perbuatan baik.)
Oleh sebab itu, pada suatu kesempatan saat Buddha menyatakan
siswi awam terbaik sesuai jasanya, Beliau menyatakan,
“Para bhikkhu, di antara para siswi awam yang gembira dalam
memberi, Visà khà yaitu yang terbaik.”
Demikianlah kisah Visà khà , penyumbang Vihà ra Pubbà rà ma.
(3-4) Khujjuttarà dan Sà mà vatã
(a) Cita-cita masa lampau
Bakal Khujjuttarà dan bakal Sà mà vatã keduanya terlahir dalam
keluarga kaya di Kota Haÿsà vati pada masa kehidupan Buddha
Padumuttara. Sewaktu mereka mendengarkan khotbah Buddha,
bakal Khujjuttarà melihat seorang siswi awam yang dinyatakan oleh
Buddha sebagai yang terbaik di antara para siswi awam dalam hal
belajar. Ia berkeinginan untuk menjadi seperti siswi terbaik ini
dan, sesudah memberi persembahan besar, ia mengungkapkan
cita-citanya. Buddha meramalkan pencapaiannya.
Bakal Sà mà vatã melihat seorang siswi awam yang dinyatakan oleh
Buddha sebagai yang terbaik dalam hal berdiam dalam Jhà na
cinta kasih universal. Ia berkeinginan untuk menjadi seperti
siswi terbaik ini dalam masa Buddha pada masa depan,
dan sesudah memberi persembahan besar kepada Buddha, ia
mengungkapkan cita-citanya. Buddha meramalkan bahwa cita-
citanya akan tercapai.
Kedua perempuan itu melakukan kebajikan seumur hidup mereka.
Pada akhir umur kehidupan mereka, mereka terlahir kembali di
alam dewa. Mereka mengembara di alam dewa dan alam manusia
selama seratus ribu siklus dunia.
lalu , pada masa Buddha Gotama, di Kota Kosambã, Ghosaka
si perumah tangga dan istrinya secara rutin setiap hari memberi
3037
Riwayat Para Siswi Awam
dà na senilai seribu keping uang.
(b) Khujjutatà dan Sà mà vatã dalam kehidupan terakhir
Pada waktu pasangan Ghosaka itu melakukan rutinitas
kedermawanan mereka, bakal Khujjuttarà meninggal dunia dari
alam dewa dan dikandung dalam rahim seorang pelayan di rumah
Ghosaka si perumah tangga. Ia bongkok sejak lahir dan sebab itu
ia diberi nama Khujjuttarà .
Sà mà vati, Putri Si Perumah Tangga
Kira-kira pada waktu yang bersamaan, bakal Sà mà vatã meninggal
dunia dari alam dewa dan terlahir kembali sebagai putri Bhaddavatiya
si perumah tangga di Bhaddiya di Provinsi Bhaddiya. Ia diberi nama
Sà mà oleh orangtuanya. Pada suatu saat , Kota Bhaddiya dilanda
bencana kelaparan dan para warga nya pindah ke tempat lain
untuk bertahan hidup.
Bhaddiya si perumah tangga berkata kepada istrinya, “Istriku,
kita tidak tahu kapan bencana kelaparan ini berakhir. Kita juga
harus pindah. Teman kita Ghosaka si perumah tangga dari
Kosambã akan mengenali kita jika ia melihat kita. Marilah kita
pergi kepadanya.” Ia memberi tahu istrinya tentang rencana untuk
pergi ke rumah Ghosaka tetapi kedua perumah tangga itu hanya
saling mengenal nama masing-masing dan tidak pernah bertemu.
Mereka memutuskan untuk pergi, meninggalkan para pelayannya.
Tiga anggota keluarga (ayah, ibu, dan putri mereka) pergi menuju
Kosambã, melakukan perjalanan secara bertahap. sesudah melalui
berbagai kesulitan dalam perjalanan itu, akhirnya mereka tiba di
Kosambã dan bermalam di rumah peristirahatan umum di luar
kota.
Penderitaan Sà mà vatã
Ghosaka si perumah tangga sedang memberi dà na harian
kepada semua orang yang membutuhkan yang datang ke rumahnya.
Orang-orang miskin, para pengembara, dan pengemis memenuhi
3038
rumahnya setiap hari. Bhaddavatiya si perumah tangga dan
keluarganya terlihat kurus sesudah melakukan perjalanan yang
sulit ini . Mereka memutuskan untuk tidak mengunjungi
Ghosaka dalam kondisi mereka yang tidak sepantasnya. Mereka
harus beristirahat dan memulihkan diri terlebih dahulu. Maka
mereka tetap berdiam di rumah peristirahatan itu sedangkan Putri
Sà mà diutus untuk pergi meminta makanan di pos-pos dà na milik
Ghosaka.
Samà vatã sebagai seorang putri perumah tangga segan berdesak-
desakan dengan kerumunan penerima dà na yang kasar itu. Sewaktu
ia berdiri ragu-ragu agak jauh, sikapnya yang anggun terlihat oleh
orang yang bertanggung jawab membagikan dà na ini . Ia
berpikir, “Orang-orang lain berteriak dan berdesakan untuk berada
di depan seperti di tempat pembagian ikan, tetapi gadis muda ini
justru menjauhkan diri. Ia pasti berasal dari keluarga terhormat. Dan
ia memiliki kepribadian yang halus.” Ia berkata kepada Sà mà , “Gadis
kecil, mengapa engkau tidak maju dan meminta?” Sà mà menjawab,
“Bapak, bagaimana mungkin seorang gadis halus sepertiku saling
menyikut dalam kerumunan yang penuh sesak itu?”
“Berapa orang keluargamu (kelompok)?” “Ada tiga, Bapak.”
Orang itu memberi tiga bungkusan kepadanya.
Sà mà memberi makanan itu kepada orangtuanya. Ayahnya
yang belum makan selama beberapa waktu, memakannya dengan
rakus dan meninggal dunia sebab kekenyangan pada hari itu juga.
Keesokan harinya Sà mà vatã pergi ke tempat pembagian makanan
dan meminta dua bungkus makanan. Ibunya yang tidak terbiasa
dengan makanan yang tidak baik seperti itu dan yang juga masih
merasa kehilangan atas kematian suaminya, menjadi sakit pada
malam hari itu dan meninggal dunia saat lewat tengah malam.
lalu , keesokan harinya, Sà mà vatã pergi dan meminta hanya
satu bungkus makanan.
Si penanggung jawab dà na itu bertanya kepadanya, “Gadis kecil,
pada hari pertama engkau meminta makanan untuk tiga orang,
3039
Riwayat Para Siswi Awam
pada hari kedua engkau hanya meminta dua, dan sekarang pada
hari ketiga engkau hanya meminta satu. Ada apa?” Sà mà vatã
menceritakan kematian ayahnya pada hari pertama, dan kematian
ibunya pada hari kedua, dan sekarang hanya ia satu-satunya yang
bertahan hidup.
“Dari mana engkau berasal?” orang itu bertanya. Sà mà vatã
menceritakan kepadanya bagaimana ia sekeluarga melarikan diri
dari bencana kelaparan di Bhaddiya dan seterusnya. “Kalau begitu,”
orang itu berkata, “Engkau dapat dianggap sebagai Putri Ghosaka
si perumah tangga. Aku tidak memiliki putri. Maka mulai sekarang
engkau yaitu putriku.”
Sà mà vatã, si anak angkat penanggung jawab pembagian dà na
ini bertanya kepada ayahnya, “Ayah, mengapa terjadi hiruk-
pikuk seperti ini?”
“Jika ada kerumunan besar, maka juga ada keriuhan besar,” jawab
ayahnya.
“Tetapi, Ayah, aku punya akal!” “Katakanlah!” kata ayahnya.
“Ayah, pasang kawat duri di sekeliling tempat ini, sediakan hanya
satu pintu masuk. Orang-orang akan masuk untuk menerima
dà na, dan keluar lagi melalui pintu yang lain, satu-satunya pintu
keluar.”
Sang ayah menuruti nasihatnya, dan berkat nasihatnya, tempat itu
menjadi tenang dan tertib seperti kolam teratai.
Sà mà vatã Diadopsi Oleh Ghosaka Si Perumah Tangga
Ghosaka memerhatikan kesunyian yang terjadi di tempat pembagian
dà na itu yang biasanya ramai dengan suara hiruk-pikuk dan
bertanya kepada pengawasnya:
“Apakah engkau tidak membagikan dà na hari ini?”
3040
“Ya, ada, Tuan”
“Tetapi, mengapa begitu sunyi di tempat yang biasanya ramai?”
“Ah! Benar, Tuan. Aku memiliki seorang putri yang bijak. Aku
berhasil menertibkan tempat itu atas nasihat putriku.’
“Tetapi aku tidak pernah tahu engkau memiliki putri. Dari mana
engkau mendapatkannya?”
Pengawas itu mengakui dengan jujur. Ia menceritakan kepada
majikannya bagaimana Sà mà vatã menjadi putri angkatnya.
Selanjutnya Ghosaka berkata kepadanya, “O pengawas, mengapa
engkau melakukan hal itu? Engkau telah melakukan hal yang tidak
benar. Engkau merahasiakan tentang gadis yang seharusnya menjadi
putriku. Bawa dia ke rumahku segera.” Si pengawas terpaksa
mematuhi perintah majikannya. Sejak saat itu Sà mà vatã menjadi
putri angkat Ghosaka yang menyayanginya bagaikan anak kandung
sendiri dan mencarikan lima ratus teman untuknya yang sebaya
dengannya dan berasal dari keluarga terhormat.
Sà mà vatã Menjadi Ratu dari Raja Udena
Suatu hari Raja Udena dari Kosambã yang sedang berkeliling kota
melihat Sà mà vatã bersama lima ratus temannya sedang bermain-
main (di taman) dan jatuh cinta kepadanya. Saat menanyakan
siapa orangtuanya, ia diberitahu bahwa ia yaitu putri Ghosaka
si perumah tangga. Raja bertanya apakah ia sudah menikah atau
belum, dan mengetahui bahwa ia belum menikah, ia mengutus
para utusan kerajaan ke rumah Ghosaka untuk melamar Sà mà vatã
untuk menikah dengan Raja Udena. Ghosaka berpikir, “Sà mà vatã
yaitu putri kami satu-satunya. Kami tidak dapat mempertaruhkan
hidupnya di istana raja yang penuh dengan perempuan-perempuan
licik.” Maka ia menolak permohonan raja. Raja marah dan
memerintahkan agar Ghosaka si perumah tangga dan istrinya diusir
dari rumahnya dan rumahnya disegel.
saat Sà mà vatã dan teman-temannya kembali dari main-main
3041
Riwayat Para Siswi Awam
dan melihat orangtuanya duduk sedih di luar rumah, ia bertanya
kepada mereka apa yang telah terjadi. Mendengar cerita itu, ia
berkata kepada orangtuanya, “Orangtuaku, mengapa kalian tidak
mengatakan kepada utusan raja bahwa putrimu akan pergi dan
menetap di istana dengan syarat bahwa seluruh lima ratus temannya
diizinkan menetap di sana bersamanya. Sekarang, Orangtuaku,
sampaikanlah jawaban kalian kepada raja seperti anjuranku.”
Orangtuanya berkata, “Baiklah, Putriku, sekarang kami tahu
bagaimana engkau akan menerimanya (lamaran raja).”
Raja Udena gembira mendengar jawaban dari Ghosaka. Ia berkata,
“Biarlah semua temannya menetap bersama Sà mà vatã, bahkan
meskipun mereka berjumlah seribu orang!” Selanjutnya, pada suatu
hari baik, pada jam yang baik saat posisi planet-planet juga baik,
Sà mà vatã bersama lima ratus temannya, diantarkan ke istana Raja
Udena. Raja mengangkat seluruh lima ratus temannya itu menjadi
para pelayan istrinya, Sà mà vatã, saat ia mengangkat Sà mà vatã
menjadi ratu dalam suatu Ritual , dan menempatkannya di istana
emas miliknya.
Pada waktu itu, Ghosaka dan dua temannya, Kukkuña dan Pà và rika
dari Kosambã, mendengar berita kemunculan Buddha, dan bahwa
Beliau saat itu sedang berada di Sà vatthã. Mereka pergi ke sana, dan
sesudah mendengarkan khotbah yang disampaikan oleh Buddha,
mereka mencapai Pengetahuan Pemenang Arus. lalu mereka
kembali ke Kosambã sesudah memberi persembahan besar kepada
Buddha dan Saÿgha selama lima belas hari. Mereka mendapatkan
janji dari Buddha, bahwa Beliau akan datang ke Kosambã saat
mereka mengundang-Nya. Mereka masing-masing membangun
sebuah vihà ra, sesudah pembangunan selesai, mereka mengirim
pesan pemberitahuan kepada Buddha dan mengundang Beliau
untuk datang ke Kosambã. Buddha memulai perjalanan-Nya menuju
Kosambã, tetapi melihat matangnya jasa masa lampau sepasang
brahmana bernama Mà gaõóiya, ia melakukan perjalanan memutar
melewati Kammà sadamma, sebuah kota di Provinsi Kuru, dan
membantu Mà gaõóiya menembus Kebenaran Ariya dan lalu
melanjutkan perjalanan menuju Kosambã.
3042
Dengan melakukan perjalanan secara bertahap, Beliau tiba di Kosambã
dan menerima persembahan tiga vihà ra yang dipersembahkan oleh
tiga perumah tangga (Ariya). saat Beliau memasuki kota untuk
mengumpulkan dà na makanan, Beliau dan para bhikkhu dicaci oleh
sekelompok pemabuk suruhan Ratu Mà gaõóã yang mendendam
kepada Buddha. Yang Mulia ânanda menyarankan kepada Buddha
agar Buddha meninggalkan kota yang tidak ramah itu. Tetapi
Buddha membabarkan khotbah kepada Yang Mulia ânanda tentang
pentingnya menjinakkan diri sendiri, yang tercatat dalam Attadaõóa
Vatthu dalam Dhammapada (syair 320, 321, 322). Buddha menetap
selama beberapa waktu di Kosambã di tiga vihà ra itu.
(Penjelasan lengkap mengenai peristiwa ini, baca bab terdahulu.)
Khujjuttarà Mencapai Pengetahuan Pemenang Arus
Tiga perumah tangga dari Kosambã bergantian melayani Buddha
dan Saÿgha, memberi persembahan besar selama satu bulan.
lalu mereka memberi kesempatan memberi hormat
kepada Buddha dan Saÿgha kepada orang-orang lain di Kosambã
yang juga mempersiapkan persembahan besar sendiri-sendiri atau
berkelompok.
Suatu hari Buddha yang disertai oleh banyak bhikkhu berada di
rumah seorang penjual bunga, untuk menerima persembahan.
Pada saat itu, Khujjuttarà , pelayan pribadi Ratu Sà mà vatã, datang
untuk membeli bunga yang merupakan tugas rutinnya. Penjual
bunga itu berkata kepadanya, “Ah, Uttarà , aku tidak ada waktu
untuk melayanimu pagi ini. Aku sibuk melayani Buddha dan
Saÿgha, maukah engkau turut membantu kami dalam memberi
persembahan? Perbuatan baikmu ini akan membebaskan engkau
dari perbudakan.” Khujjuttarà menerima potongan makanan
yang diberika





.jpeg)
.jpeg)





