Sankhya Yoga memiliki pandanagn
filsafat yang berbeda dengan Sankhya Darsana.
Maswinara, (1999:6) menyebutkan, Mimamsa
dan SāEkhya-Yoga tidak mempercayai adanya
Tuhan sebagai pencipta dunia ini, namun kedua
aliran filsafat ini disebut ortodoks(āstika)n
karena mereka mengakui otoritas kitab-kitab
Veda. SāEkhya-Yoga adalah salah satu aliran
filsafat Darsana yang menerima otoritas Veda
namun menyakal akan hadirnya Tuhan dalam
proses penciptaan yang menyatakan bahwa
dunia ini ada karena zat-zat material yang
mengalami pengembangan dan penyusutan
seperti apa yang dipopulerkan oleh pemahaman
filsafat barat dengan teori Big-Bang. Dalam
ajaran SāEkhya-Yoga menyatakan adanya 25
unsur dalam proses penciptaan, yaitu 5 Panca
karmendriya, 5 Panca Budhindriya, 5 Panca
MahaBhuta, 5 Panca Tan Matra, Budhi,
Ahamkara, Manah, citta, dan kala. Kosmologi
Hindu melihat penciptaan alam semesta atau
jagat raya ini bermula dari Tuhan. Dari dalam
badan atau kandungan Tuhan (hiranya garbha)
alam semesta ini dilahirkan, dan kemudian ke
dalam kandungan Tuhan (hiranya garbha) pula
alam semesta ini akan dikembalikan. 25 unsur
ini juga mengungkap proses penciptaan bhuana
alit atau badan mahkluk hidup salah satu
contohnya adalah manusia.
Sehingga, tidak salah kalau Prof. Carl
Sagan dalam Donder (2007: xi) seorang
Kosmolog besar dunia dari Cornel University
mengatakan bahwa “tidak ada Kosmologi yang
sedemikian hebatnya dan demikian
mendalamnya kecuali Kosmologi Hindu”.
Newton dalam Singh (2004:71) yang hukum
gerak dan gravitasinya melahirkan era sains
menyatakan “Susunan matahari, planet-planet
dan komet-komet yang indah ini, hanya dapat
berjalan atas perintah dan kuasa dari suatu
Mahluk yang cerdas dan perkasa”. Sehingga
Singh (2004:89) mengatakan asal mula jugat
raya bukan akibat dari Big Bang melainkan
karena hembusan nafas dari pori-pori Tuhan
Yang Maha Esa.
II. PEMBAHASAN
2.1 Penciptaan Alam Semesta dalam
Sānkhya-Yoga
Jauh sebelum terciptanya Brahmānda
atau telur alam semesta keadaan alam semesta
masih berada dalam Mahat-tattva yang bersifat
avyakta yakni tidak berbentuk materi di luar
persepsi indera-indera. Sumber awal
penciptaan disebut Mahat-tattva adalah seluruh
sebab manifestasi alam semesta yang teridir
dari 24 unsur materi (5 unsur halus (Panca Tan
Matra), 5 unsur kasar (Panca Maha Bhuta), 5
indera pencerapan (Panca Buddhindriya), 5
indria pengerak (Panca Karmendriya), manah,
buddhi, ahankara, dan citta ). Dari Maha-tattva
muncullah citta yang merupakan kesadaran
manifestasi penciptaan merupakan perwujudan
Tuhan yang dikenal dengan nama Vasudeva.
Lalu setelah muncul citta atau kesadaran
muncullah ego atau ahankara atau keakuaan,
dari Ahankara yang bergabung dengan tiga sifat
alam membentuk 3 kategori sesuai degan
interaksi yang dihasilakan. Ketika katogeri
yang berinteraksi dengan sifat alam semua
kategori ini berwujud kasar atau disebut dengan
vyakta, dan ketika saat inilah Tuhan
menghamili alam semesta memberikan ating
yang jīva yang disebut Purusha.
Ego yang berinteraksi dengan sifat
kebaikan atau Satvika Ahankara akan
menghasilakan pikiran atau manah atau
manifestasi Tuhan yang disebut Anirudha.
Anirudha adalah manifestasi Tuhan yang
mengendalikan pemikiran penciptaan baik
macrocosmos atau microcosmos. Ego yang
berinteraksi dengan Rajasika Ahankara atau
sifat alam material yang penuh nafsu
mengahsilkan Buddhi atau kecerdasan yang
akan melahirkan 5 indera pencerapan dan 5
indera penggerak. Ego yang berinteraksi
dengan sifat Tamasika Ahankara menghasilkan
ating halus (Panca Tanmatra) dan dari ating
halus tercipta ating kasar (Panca Maha bhuta).
Ego dalam sifat kebodohan mulai
menghasilkan ating-unsur halus. Unsur yang
pertama tercipta adalah suara. Hal ini senada
dengan yang disebutkan oleh Donder
(2007:123) bunyi Om yang juga disebut
Pranava Sabda ini diyakini sebagai bunyi yang
paling awal di alam semesta, sehingga bunyi
Om itu dipercaya sebagai suara penciptaan.
Dari sini pula munculnya banyak keyakinan
yang mem-percayai bahwa alam semesta ini
diciptakan dari Vak, atau Vicara, Sabda,
Firman, Logos, kata-kata, bunyi, atau suara.
Dari ating suara muncullah eter dan indra
pendengar. Seperti halnya disampaikan oleh
Kapila dalam Bhāgavata PurāGa 3.26.32:
tāmasāc ca vikurvānād
bhagavad-vīrya-coditāt
śabda-mātram abhūt tasmān
nabhah śrotram tu śabdagam
Terjemahan:
Ketika egoisme dalam sifat kebodohan
digoyahkan oleh energi seks dari Tuhan, unsur
halus yakni suara termanifestasi, dan dari suara
muncul eter dan indera pendengaran
(Prabhupada, 2008: 398).
Pernyataan śloka di atas menunjukkan
bahwa dari suara adalah penyebab terbentuknya
angkasa dan angkasa menyebabkan terciptanya
ating kasar pendengaran atau śrotam (telinga).
Makna atingn dari śloka ini adalah suara adalah
asal mula dari kepemilikian objek material dan
dengan suara seseorang juga dapat
menyingkirkan keberadaan material. Seperti
halnya mantra yang berwujud suara dapat
membuat pikiran menjadi jernih dan
mengantarkan pada keinsyfan diri. Śruti adalah
pengetahuan yang didapat dari cara mendengar,
pengetahuan pertama yang disampaikan kepada
Dewa Brahmā. Maka dari itu Veda bersifatApaurusa yang berarti bukan disabdakan oleh
seseorang yang diciptakan secara material.
Karena Veda pengetahuan yang sejati
disabdakan oleh Tuhan kepada para Maha Rsi
yang hati dan pikirannya telah tersucikan.
Setelah tercipta ating suara terciptalah ating
sentuhan terciptalah ating halus dari cahaya
yang disebut Rupa Tanmatrayang merupakan
cikal bakal dari indera penglihatan. Sparsa
Tanmatra, setelah tercipta ating sentuhan maka
terciptalah ating rasa yakni Rasa Tanmatra.
Melalui interaksi antara udara dan sensasi
sentuhan maka berkembanglah ating halus bau
atau Gandha Tanmatra dari ating halus ini
terciptalah ating tanah perthivi.
Indera yang objek persepsinya adalah
suara disebut indera pendengar, dan indera yang
objek persepsinya adalah sentuhan disebut
indera sentuhan. Indera yang objek persepsinya
adalah wujud, yang merupakan karakteristik
khusus dari api, adalah indera penglihatan.
Indera yang objek persepsinya adalah rasa,
karakteristik khusus dari air, dikenal sebagai
indera pengecap. Akhirnya, indera yang objek
persepsinya adalah bau, karakteristik khusus
dari tanah, disebut indera pembau. Oleh karena
penyebab juga ada dalam akibat, karakteristikkarakteristik dari yang disebutkan lebih dahulu
ditemukan dalam yang disebutkan kemudian.
Itulah sebabnya keanehan dari semua unsur
hanya ada di dalam tanah saja. Ketika semua
unsur ini tidak tercampur, Tuhan, sumber
penciptaan, beserta waktu, pekerjaan, dan
kualitas dari sifat-sifat alam material, masuk
ke dalam alam semesta bersama jumlah
keseluruhan energi material dalam tujuh
bagian. Dari tujuh prinsip ini, yang bangkit
beraktivitas dan disatukan oleh kehadiran
Tuhan, muncul sebutir telur, yang menjadi
sumber munculnya Makhluk Semesta viratpurusa. Perubahan dari ating halus Panca
Tanmatra ke ating kasar Panca Maha Bhuta
digambarkan dalam atin di bawah ini:
Setelah terciptanya Brahmanda atau
telur semesta maka terciptalah virām puruca
atau wujud semesta Tuhan lengkap degan
anggota badan-Nya, seperti yang disampaikan
oleh Rsi Kapila dalam bahagavata Purana
3.26.52
etad andam viśecākhyam
atin-vrddhair daśottraih
toyādibhih parovrtam
pradhānenāvrtair bahih
yatra loka-vitāno yam
rūpam bhagavato hareh
Terjemahan:
Telur semesta ini, atau alam semesta dalam
bentuk sebutir telur, disebut manifestasi energi
material. Lapisan-lapisannya yang berupa air,
udara, api, angkasa, ego dan mahat-tattva
bertambah tebal satu demi satu. Tiap-tiap
lapisan sepuluh kali lebih besar daripada
lapisan sebelumnya, dan lapisan luar terakhir
dibungkus oleh pradhāna. Di dalam telur ini
ada wujud semesta Sri Hari, di mana empat
belas susunan planet merupakan bagianbagian dari badan-Nya (Prabhupada, 2008:
158).
Setelah tercipta virām puruca Beliau
menempatkan diri-Nya di dalam telur emas
yang mengambang di atas air, dan Tuhan
membaginya menjadi banyak bagian. Setelah
tercipta planet-planet perluasaan dari Tuhan
selanjutnya para dewa muncul disetiap bagian
tubuh dari virām puruca. kemunculan dewadewa ini adalah manifestasi Tuhan dalam
mengatur alam semesta. Seperi halnya alam
semesta juga terwujud dalam tubuh manusia
maka fungsi para dewa di alam semestapun ada
dalam setiap badan.Svirām puruca
memanifestasikan kulit-Nya, dan kemudian
muncul rambut, kumis dan janggut. Setelah ini
semua tumbuhan obatan-obatan dan obat
menjadi termanifestasi, kemudian alat kelaminNya juga muncul. Setelah ini, muncul air mani
(kemampuan untuk berketurunan) dan dewa
yang berkuasa atas air. Berikutnya muncul
dubur dan kemudian organ-organ pengeluaran
lalu dewa kematian, yang ditakuti di seluruh
alam semesta. Kemudian dua tangan wujudsemesta Tuhan menjadi termanifestasi, beserta
daya untuk menggenggam dan menjatuhkan
benda, dan kemudian muncul Dewa Indra.
Berikutnya termanifestasi kaki, beserta proses
untuk bergerak, dan setelah itu muncul Śrī
VicGu.
Urat nadi wujud semesta menjadi
termanifestasi lalu sel hidup berwarna merah,
atau darah. Dengan bangkitnya urat nadi dan
darah muncul sungai (kepribadian yang
berkuasa atas urat nadi), lalu muncul perut.
Berikutnya muncul rasa lapar dan haus, dan
dengan bangkitnya rasa lapar dan haus muncul
manifestasi lautan. Kemudian jantung menjadi
termanifestasi, dan dengan bangkitnya jantung
muncul pikiran.Setelah pikiran, muncul bulan.
Berikutnya muncul kecerdasan, dan setelah
kecerdasan, muncul Dewa Brahmā. Kemudian
muncul ego palsu lalu Dewa Śiva, dan setelah
kemunculan Dewa Śiva muncul kesadaran dan
kepribadian yang berkuasa atas kesadaran.
Setelah semua anggota badan
termanifestasi oleh para dewa. Setiap para dewa
yang mendiami anggota badan tersebut
berusaha membanggunkan virām puruca
namun Beliau belum terbangunkan. Seperti
halnya Dewa Yama memasuki dubur-Nya untuk
membangunkan-Nya. Belau tetap tidak bangun.
Brahmā juga memasuki hati-Nya beserta
kecerdasan, tapi bahkan demikian Insan
Semesta tidak bisa dibujuk untuk bangkit.
Rudra juga memasuki hati-Nya beserta ego, tapi
bahkan demikian Insan Semesta tidak bergerak.
Namun ketika kepribadian Tuhan yang
berwujud kesadaran memasuki hati-Nya.
Mahkluk semesta virām puruca bangkit dari
air penyebab.
2.2 Pemeliharaan dan Skala-waktu Jagat
Raya
Singh (2005 : 75) menjelaskan
kosmologi Vedanta bahwa jagat raya dipelihara
selama periode tertentu sebelum ia dilebur.
Awal dari setiap siklus penciptaan jagat raya,
lahirlah Dewa Brahmā, mahkluk hidup kosmik
yang tercipta pertama kali. Satu saing hari
Brahmā disebut satu kalpa dan satu kalpa
terdiri dari seribu putaran empat yuga, atau
jaman, yang dikenal sebagai Satya, Tretā,
Dvāpara dan Kali. Rentang waktuyang sama
membentuk malam hari Brahmā dan dia hidup
selama seratus tahun seperti itu dan kemudian
meninggal. Satyayuga berlangsung selama
1.728.000 tahun; Tretāyuga selama 1.296.000
tahu; Dvāparayuga selama 864.000 tahun; dan
kaliyuga selama 432.000 tahun. Dengan
demikian seratus tahun tahun Dewa Brahmā
sama dengan 311 triliun 40 milir tahun bumi.
Jagat raya mulai diciptakan sekitar
155.522 triliun (155.522 x ) tahun yang
lalu dan akan berakhir dalam 155.518 triliun
(155.518 x ) tahun dan segera setelah itu siklus
penciptaan yang baru akan dimulai lagi.
Menurut para ahli kosmologi modern, jagat
raya kita ini tercipta sekitar tiga belas atau lima
belas miliar tahun yang lalu. Dengan demikian
dalam skala waktu Veda, jagat raya ini terhitung
kali lebih tua daripada yang dinyatakan oleh
para ahli kosmologi modern.
Selama masih adanya jagat raya ini,
sesuai dengan karma dari para mahkluk hidup
yang memiliki kesadaran, beberapa bentuk
kehidupan akan terwujud dalam periode
tertentu dari berbagai kalpa dan beberapa
mungkin tidak terwujud. Juga, pada akhir dari
setiap satu hari Brahmā terjadi peleburan
sebagian dari jagat raya ini, yang menimbulkan
bencana alam besar yang mana kelompok
keseluruhan bentuk kehidupan ati lenyap. Pada
saat usia Brahmā berakhir , yaitu pada akhir
setiap 311.040 miliar tahun, terjadilah
peleburan total atau keseluruhan. Setelah itu,
penciptaan dimulai lagi.
2.3 Peleburan Alam Semesta
Menurut Veda, seluruh manifestasi material
mempunyai awal dan akhir. Inilah atin dari alam
material. Seperti halnya badan material kita
mempunyai awal dan akhir, perwujudankosmik ini juga mempunyai awal dan akhir.
Jagat raya mengalami dua macam peleburan
utama. Peleburan-peleburan tersebut adalah:
1) Peleburan parsial: setelah siang hari
Brahmā berakhir, peleburan terjadi pada
malam hari Brahmā, yang lamanya sama
dengan siang hari Brahmā. Pada periode
tersebut para mahkluk hidup dari jagat raya
tersebut, yang berada di bawah Planet
Brahmāloka, bersama samudera-samudera
yang luas, dan lain sebagainya, semuanya
dilebur. Pada akhir malam hari Brahmā,
penciptaan dimulai lagi, dan para mahkluk
hidup dilepaskan kembali untukmemainkan
peran mreka masing-masing seakan baru
bangu dar tidur nyenyak yang lama.oleh
karena para mahkluk hidup, para jiwa yang
bersifat rohani tidak pernah hancur,
peleburan dunia material tidak
membinasaan keberadaan dari para mahkluk
hidup, namun mareka harus menerima
badan-badan material satu demi satu,
berulang kali hingga mereka mencpai
pembebasan.
2) Peleburan Universal : setelah dua paruh
usia Brahmā berakhir maka ating-unsur
dasar dari ciptaan akan dilebur secara
keseluruhan. Jadi menurut Veda jagat raya
kita kan berakhir dalam 155.518 triliun
tahun yang akan ating. (Singh, 2002:70)
SāEkhya-Yoga menyajikan gambaran
yang berurutan dari peleburan ating-unsur
kosmik. Mahat-tattva mempengaruhi ego
(keakuaan) palsu beserta berbagai fungsinya,
dan mahat-tattva tersbut dipengaruhi oleh tiga
sifat dasar alam material kebaikan, nafsu, dan
kebodohan. Sifat-sifat ini selanjutnya dikuasai
oleh bentuk alam yang tidak terwujud yang asli,
pradhāna yang dikendalikan oleh waktu. Alam
material yang tidak terwujud tidak dipengaruhi
oleh enam macam transformasi yang
disebabkan oleh pengaruh waktu. Dengan
demikian selama peleburan universal atau
peleburan keseluruhan, ating-energi Tuhan dan
alam matrial-Nya yang tidak terwujud,
dibongkar oleh kekuatan waktu, potensipotensi mereka dicabut dan dilebur menjadi
satu secara total (Wikana, 2016: 20).
Seperti halnya awan di angkasa
terwujud dan kemudian menjadi bubar akibat
penggabungan dan peleburan ating-unsur
dasarnya, alam semesta material ini diciptakan
dan dilebur dalam Kebenaran Mutlak akibat
penggabungan dan peleburan bagian-bagian
ating dasarnya. Dengan demikian transformasi
bahkan satu atom saja alam material ini tidak
aka nada artinya sama sekali tanpa kuasa dai
jiwa Utama.
Veda juga menjelaskan dua jenis
peleburan lain: peleburan terakhir dan terus
menerus. Peleburan terakhir dari kehidupan
material suatu mahkluk hidup terjadi pada saat
ego (keakuaan) palsu yang mengkhayalkan
yang mengikat sang jiwa kepada sifat-sifat alam
material telah dipotong dengan pedang
pengetahuan yang dapat membedakan dan ia
telah mengembangkan keinsyafan terhadap
Tuhan Yang Mahaesa. Selanjutnya, semua
mahkluk material mengalami transformasi dan
selalu dihanyutkan atau diseret dengan cepat
oleh arus waktu yang ganas. Inilah yang
dinamakan dengan peleburan terus-menerus.
2.4 Proses kosmologi Buana Alit dalam
Sankhya Yoga
Maswinara (1998:13) perpindahan sang
roh dari satu badan ke badan yang lainnya
disebut kelahiran. Ia meninggalkan badanbadan kasar yang baru, sesuai dengan gambaran
mental yang sudah dipersiapkan dalam
kehidupan sebelumnya, berupa kesan-kesan
pikiran SaAkāra atau kesan-kesan kemelekatan
vasana. Dengan badan yang baru, ia
dipersamakan untuk menikmati alam material
ini sepuas-puasnya, sampai ia menyadari akan
keberadaan dirinya, yang sesungguhnya
bukanlah badan itu sendiri. Dalam Manu Smrti
Bab 1 sloka 43-46 dijelaskan tentang
bermacam-macam cara kelahiran dari mahkluk
hidup yaitu:Jārajuya: kelarang melalui kandungan
sepertihalnya, manusia, hewan mamalia, dan
para raksasa.
Andaja: kelahiran melali telur, sepertihalya,
bagsa burung, reptile, dan amfibi.
Svedaja: kelahiran karena adanya panas
sepertihalnya kutu-kutu.
Udbhija: kelahiran melalui binih seperti halnya
tumubuhan.
Proses terjadi mahkluk hidup baru di
dalam kandungan, diawali dengan pertemuan
anatara sukla (sperma) dari laki-laki, dengan
svanita (ovum) dari wanita, yang masingmasing netral tanpa kekuatan. Pengaruh dari
masing-masing benih tersebut mendominasi
pertemuan tersebut akan menentukan jenis
kelamin dari sang janin. Keadaan mental dari
kedua orang tuanya akan menentukan keadaan
fisik serta mental si anak nantinya, dan sang
roh yang memasukinya cenderung
menginginkan kondisi yang sama dengan pola
mental tersebut, karena paksaan dari karmanya
yang menyebabkan ia memasuki badan-badan
yang sesuai dengan hal itu. Hal ini juga
disampaikan oleh Rsi Kapila dalam ajaran
Sānkhya-Yoga khusunya dalam bab yang
berjudul pergerakan mahkluk hidup dalam
Bhāgavata Purāna 3.31.1:
śrī-bhagavān uvāca
karmanā daiva-ntrena
jantur dehopapattaye
striyāh pravista udaram
pumso retah-kanāśrayah
Terjemahan:
Tuhan berkata: Di bawah pengawasan Tuhan
dan sesuai dengan hasil kegiatannya, makhluk
hidup, atau sang roh, dimasukkan ke dalam
rahim seorang perempuan melalui partikel air
mani laki-laki untuk menerima jenis badan
tertentu (Prabhupada, 2008: 425 )
Di sini kata retah-kanāśrayah sangat
penting sebab kata tersebut mengisyaratkan
bahwa bukanlah air mani laki-laki yang
menciptakan kehidupan di dalam rahim seorang
perempuan; melainkan, makhluk hidup, sang
roh, berlindung di dalam partikel air mani dan
kemudian didorong masuk ke dalam rahim
seorang perempuan, kemudian badan
berkembang. Tidak ada kemungkinan untuk
menciptakan makhluk hidup tanpa kehadiran
sang roh, hanya melalui hubungan seks. Teori
yang menyebutkan bahwa roh itu tidak ada dan
bahwa seorang anak lahir hanya melalui
gabungan material antara sperma dan ovum
tidaklah masuk akal. Teori itu tidaklah benar.
Disebutkan dalam Bhāgavata Purana 3.31.2:
kalalam tv eka-rātrna
pañca-rātrena budhbudam
daśena tu karkandhūh
peśy amdam tatah param
Terjemahan:
Pada malam pertama, sperma dan ovum
bergabung, dan pada malam kelima gabungan
itu meragi menjadi sebuah gelembung. Pada
malam kesepuluh gelembung itu berkembang
menjadi sebuah wujud seperti buah plum, dan
setelah itu, berangsur-angsur berubah menjadi
segumpal daging atau sebutir telur, sesuai
keadaan (Prabhupada, 2008, 427)
māsena tu śiro dvābhyām
bāhv-anghry-ādy-anga-vigrahah
nakha-lomāsti-carmāni
linga-ccidrodbhavas tribhih
(Bhāgavata Purāna 3.31.3)
Terjemahan:
Dalam tempo satu bulan, terbentuk kepala, dan
pada akhir bulan kedua tangan, kaki dan
bagian-bagian badan lainnya terbentuk. Pada
akhir bulan ketiga, kuku, jari tangan, jari kaki,
rambut di badan, tulang dan kulit muncul,
demik ian pula organ untuk berketurunan dan
lubang-lubang lain di badan, yakni mata,
lubang hidung, telinga, mulut dan dubur
(Prabhupada, 2008: 428).
Caturbhir dhātavah sapta
pañcabhih kshut-trd-udbhavah
sadbhir jarāyunā vītah
kuksau bhrāmyati dakcine
(Bhāgavata Purāna 3.31.4)
Terjemahan:Dalam waktu empat bulan dari hari
pembuahan, muncul tujuh unsur penting
badan, yakni empedu, darah, daging, lemak,
tulang, sumsum dan air mani. Pada akhir bulan
kelima, lapar dan haus menjadi terasa, dan
pada akhir bulan keenam, janin tersebut,
dibungkus oleh air ketuban, mulai bergerak
menuju sisi kanan perut (Prabhupada, 2008:
429).
Ketika badan sang anak terbentuk secara
lengkap pada akhir bulan keenam, sang anak,
jika ia laki-laki, mulai bergerak menuju sisi
kanan, dan jika perempuan, ia berusaha
bergerak ke sisi kiri. Di dalam Mārkandeya
Purāna disebutkan bahwa di dalam usus sang
ibu, tali pusar, yang dikenal sebagai āpayānanī
menyambungkan sang ibu dengan perut sang
anak, dan melalui saluran ini sang anak di
dalam rahim menerima makanan yang dicerna
sang ibu. Dengan cara demikian, sang anak
diberi makan oleh usus sang ibu di dalam rahim
dan bertumbuh dari hari ke hari.
Keadaan penuh penderitaan dalam
kehidupan material tidak hanya dirasakan
setelah kita keluar dari rahim ibu, tapi juga
dirasakan di dalam rahim. Kehidupan yang
penuh penderitaan dimulai sejak saat makhluk
hidup mulai berhubungan dengan badan
materialnya.
Di tempatkan di dalam air ketuban dan
dibungkus di bagian luar oleh usus, sang anak
terus berbaring di satu sisi perut, di mana
kepalanya mengarah ke perutnya dan punggung
serta lehernya melengkung seperti busur panah.
Di dalam kandungan ibu sang bayi bagaikan
burung yang terkurung dalam sangkar, dan jika
ia berutung ia dapat mengingat segala masalah
dari seratus kelahiran sebelumya, dan ia
menjadi sangat sedih sehingga kedamaian
pikirapun tidak dimilikinya. Di usia kandungan
menginjak bulan keenam dan ketujuh bayi
memiliki kesadaran dan kecerdasan sehingga
ia merasakan sakit didalam kandungan dan
merespon apa yang ia rasakan lewat gerak dan
tendanagan yang juga dirasakan oleh ibunya.
Orang suci yang menyerahkan seluruh pikiran
dan hidupnya dalam pertapaan untuk
menginsyafi jalan kebenaran adalah cara yang
benar, karena kelahiran dan kematian adalah
keadaan yang sangat menderita. Para orang suci
yang memilih untuk tidak dilahirkan lagi,
karena dari kelahiran hingga hidup megalami
pederitaan dan saat kematiaanpun rasa sakit
yang dialami membawa penderitaan yang
sangat menyakitkan.
Udara yang ada di rahim ibu
mendorong pergerakan sang bayi, dan hingga
bulan ke atingn dorongan udara semakin kuat
dan berusaha mendorong bayi ke luar dari
rahim ibunya. Di dalam kandungan sang bayi
menginsyafi diriya dan berdoa kepada Tuhan,
namun setelah ia keluar dari rahim ibuya
dengan kesulitan yang besar, tanpa nafas dan
kehilangan ingatan akibat rasa sakit yang
dideritanya. Begitu bayi ke luar dari kandungan
ia langsung berinteraksi dengan tri guna yang
membuat ia merasa bahwa dirinya adalah
badanya dan sesuatu yang berada didekatnya
baik keluarga, benda danl ain sebagainya adalah
diriya. Hal ini membuat manusia tersebut lupa
bahwa kelahirannya adalah untuk memperbaiki
karma nya agar ia tidak menderita lagi akibat
kelahiran dan kematian.
Manusia hendaknya dapat mengontrol
dirinya dari jalan adharma tidak sibuk
memuaskan indria agar tidak terjerat dalam
kehidupan yang menyengsarankan. Hawa nafsu
bagaikan kobaran api dan keinginan bagaikan
bensin, jika hawa nafsu selalu dipenuhi dengan
keinginan jelas akan membakar kecerdasan
sang jīva dan membawa roh semakin terpuruk
dalam lingkaran samsara. Pikiran yang terjerat
pada ilusi kepuasan idria-indria akan melempar
sang roh ke dalam badan baru dan kembali lagi
ia menderita dari awal kelahiran, kehidupan,
dan kematiaan. Maswinara (19918: 10)
menyebutkan jalan reinkarnasi tidak selalu
menuju ke atas, tidak terjamin bahwa manusiaakan lahir sebagai manusia dalam
penjelmaannya yang akan datang.
III. PENUTUP
Kosmologi Hindu dalam Sankhya Yoga
yang termuat dalam Bhagavata Purana yang
termasuk salah satu dari Maha Purana
menjelaskan bahwa proses penciptaan alam
semesta terdiri dari 25 unsur yakni 5 Panca
karmendriya, 5 Panca Budhindriya, 5 Panca
MahaBhuta, 5 Panca Tan Matra, Budhi,
Ahamkara, Manah, citta, dan kala. Kosmologi
Hindu melihat penciptaan alam semesta atau
jagat raya ini bermula dari Tuhan. Dari dalam
badan atau kandungan Tuhan (hiranya garbha)
alam semesta ini dilahirkan, dan kemudian ke
dalam kandungan Tuhan (hiranya garbha) pula
alam semesta ini akan dikembalikan. 25 unsur
ini juga mengungkap proses penciptaan bhuana
alit atau badan mahkluk hidup salah satu
contohnya adalah manusia. Tuhan memiliki
posisi yang sangat penting dalam proses
penciptaan sebagai Mahat yang merupakan
wujud kosmis memiliki kesadaran dan
memberikan daya hidup pada setiap unsur baik
yang berupa zat atau non zat. Dimulai dari
unsur yang paling halus seperti Manah, citta,
dan ahamkara lalu menjadi benih-benih Panca
Tan Matra lalu terciptalah unsur-unsur kasar
sepert Panca Maha Bhuta dan Dasa indroiya.
Selain proses penciptaan Kosmologi Hindu
juga mengenal proses pemeliharaan dan
peleburan. Proses pemeliharaan dalam
Kosmologi Sankhya Yoga ditandai dengan
adanya pengaruh waktu yang membagi mejadi
4 zaman yaitu, Satya-Yuga, Tretha-Yuga,
Dvapara-Yuga, dan Kali Yuga dimensi waktu
ini berkacampur dengan Tri Guna atau Tiga
sifat alam yang membuat disetiap zaman
memiliki karakterstik nya tersendiri.Sementara
peleburan semesta dalam Kosmologi Hindu
khusuya ajaran Sankhya Yoga adalah peleburan
parsial atau setengah yang terjadi hanya saat
malam hari bagi Dewa Brahma sementara
peleburan universal adalah peleburan penuhsaat usia Dewa Brahma sudah usai, dan semua
ciptaan kembali lagi dalam wujud Mahat
masuk dlam nafas semesta yang Maha Kuasa.
.jpeg)
.jpeg)





