Kosmologi Hindu 9

 



Sankhya  Yoga  memiliki  pandanagn

filsafat yang berbeda dengan Sankhya Darsana.

Maswinara, (1999:6) menyebutkan, Mimamsa

dan  SāEkhya-Yoga tidak mempercayai adanya

Tuhan sebagai pencipta dunia ini, namun kedua

aliran  filsafat  ini  disebut  ortodoks(āstika)n

karena mereka mengakui  otoritas  kitab-kitab

Veda.  SāEkhya-Yoga adalah salah satu aliran

filsafat Darsana  yang menerima otoritas Veda

namun menyakal akan hadirnya Tuhan dalam

proses  penciptaan  yang  menyatakan  bahwa

dunia  ini  ada  karena  zat-zat  material  yang

mengalami  pengembangan  dan  penyusutan

seperti apa yang dipopulerkan oleh pemahaman

filsafat  barat dengan  teori Big-Bang. Dalam

ajaran SāEkhya-Yoga  menyatakan  adanya  25

unsur dalam proses penciptaan,  yaitu 5 Panca

karmendriya, 5 Panca Budhindriya, 5 Panca

MahaBhuta,  5  Panca  Tan  Matra,  Budhi,

Ahamkara, Manah, citta, dan kala. Kosmologi

Hindu melihat penciptaan alam semesta atau

jagat raya ini bermula dari Tuhan. Dari dalam

badan atau kandungan Tuhan (hiranya garbha)

alam semesta ini dilahirkan, dan kemudian ke

dalam kandungan Tuhan (hiranya garbha) pula

alam semesta ini akan dikembalikan. 25 unsur

ini juga mengungkap proses penciptaan bhuana

alit  atau  badan  mahkluk  hidup  salah  satu

contohnya adalah manusia.

Sehingga, tidak salah kalau Prof. Carl

Sagan  dalam  Donder  (2007:  xi)  seorang

Kosmolog besar dunia dari Cornel University

mengatakan bahwa  “tidak ada Kosmologi yang

sedemikian  hebatnya  dan  demikian

mendalamnya  kecuali  Kosmologi  Hindu”.

Newton  dalam Singh  (2004:71) yang  hukum

gerak  dan  gravitasinya  melahirkan  era  sains

menyatakan “Susunan matahari, planet-planet


dan komet-komet yang indah ini, hanya dapat

berjalan  atas  perintah  dan  kuasa  dari  suatu

Mahluk  yang  cerdas  dan  perkasa”.  Sehingga

Singh  (2004:89) mengatakan asal mula jugat

raya  bukan  akibat  dari Big  Bang melainkan

karena  hembusan  nafas  dari  pori-pori Tuhan

Yang Maha Esa.

II. PEMBAHASAN

2.1  Penciptaan  Alam  Semesta  dalam

Sānkhya-Yoga

Jauh  sebelum terciptanya Brahmānda

atau telur alam semesta keadaan alam semesta

masih berada dalam Mahat-tattva yang bersifat

avyakta yakni tidak  berbentuk materi  di luar

persepsi  indera-indera.  Sumber  awal

penciptaan disebut Mahat-tattva adalah seluruh

sebab  manifestasi  alam  semesta  yang  teridir

dari 24 unsur materi (5 unsur halus (Panca Tan

Matra), 5 unsur kasar (Panca Maha Bhuta), 5

indera  pencerapan  (Panca  Buddhindriya),    5

indria pengerak (Panca Karmendriya), manah,

buddhi, ahankara, dan citta ).  Dari Maha-tattva

muncullah  citta  yang  merupakan  kesadaran

manifestasi penciptaan merupakan perwujudan

Tuhan  yang  dikenal  dengan  nama Vasudeva.

Lalu  setelah  muncul  citta  atau  kesadaran

muncullah ego atau ahankara atau keakuaan,

dari Ahankara yang bergabung dengan tiga sifat

alam    membentuk  3  kategori  sesuai  degan

interaksi  yang  dihasilakan.    Ketika  katogeri

yang  berinteraksi  dengan  sifat  alam  semua

kategori ini berwujud kasar atau disebut dengan

vyakta,  dan  ketika  saat  inilah  Tuhan

menghamili  alam  semesta memberikan  ating

yang jīva yang disebut Purusha.

Ego  yang  berinteraksi  dengan  sifat

kebaikan  atau  Satvika  Ahankara  akan

menghasilakan  pikiran  atau  manah  atau

manifestasi Tuhan  yang  disebut Anirudha.

Anirudha  adalah  manifestasi  Tuhan  yang

mengendalikan  pemikiran  penciptaan  baik

macrocosmos  atau  microcosmos.  Ego  yang

berinteraksi  dengan  Rajasika Ahankara  atau

sifat  alam  material  yang  penuh  nafsu

mengahsilkan Buddhi  atau  kecerdasan  yang

akan  melahirkan  5 indera  pencerapan  dan  5

indera  penggerak.  Ego  yang  berinteraksi

dengan sifat Tamasika Ahankara menghasilkan

ating  halus  (Panca Tanmatra)  dan  dari  ating

halus tercipta ating kasar (Panca Maha bhuta).

Ego  dalam  sifat  kebodohan  mulai

menghasilkan  ating-unsur  halus. Unsur  yang

pertama tercipta adalah suara.  Hal ini senada

dengan  yang  disebutkan  oleh  Donder

(2007:123)  bunyi  Om  yang  juga  disebut

Pranava Sabda ini diyakini sebagai bunyi yang

paling awal di alam semesta, sehingga bunyi

Om  itu  dipercaya  sebagai  suara  penciptaan.

Dari  sini  pula  munculnya  banyak  keyakinan

yang  mem-percayai  bahwa  alam  semesta ini

diciptakan  dari  Vak,  atau  Vicara,  Sabda,

Firman, Logos,  kata-kata,  bunyi,  atau  suara.

Dari  ating  suara  muncullah  eter  dan  indra

pendengar.  Seperti  halnya  disampaikan  oleh

Kapila dalam Bhāgavata PurāGa  3.26.32:

tāmasāc ca vikurvānād

bhagavad-vīrya-coditāt

śabda-mātram abhūt tasmān

nabhah śrotram tu śabdagam

Terjemahan:

Ketika  egoisme  dalam  sifat  kebodohan

digoyahkan oleh energi seks dari Tuhan, unsur

halus yakni suara termanifestasi, dan dari suara

muncul  eter  dan  indera  pendengaran

(Prabhupada, 2008: 398).

Pernyataan śloka di atas menunjukkan

bahwa dari suara adalah penyebab terbentuknya

angkasa dan angkasa menyebabkan terciptanya

ating kasar pendengaran atau śrotam (telinga).

Makna atingn dari śloka ini adalah suara adalah

asal mula dari kepemilikian objek material dan

dengan  suara  seseorang  juga  dapat

menyingkirkan  keberadaan  material.  Seperti

halnya  mantra  yang  berwujud  suara  dapat

membuat  pikiran  menjadi  jernih  dan

mengantarkan pada keinsyfan diri. Śruti adalah

pengetahuan yang didapat dari cara mendengar,

pengetahuan pertama yang disampaikan kepada

Dewa Brahmā.  Maka  dari  itu Veda  bersifatApaurusa yang berarti bukan disabdakan oleh

seseorang  yang  diciptakan  secara  material.

Karena  Veda  pengetahuan  yang  sejati

disabdakan oleh Tuhan kepada para Maha Rsi

yang hati dan pikirannya telah tersucikan.

Setelah tercipta ating  suara terciptalah ating

sentuhan  terciptalah  ating  halus  dari  cahaya

yang disebut  Rupa Tanmatrayang merupakan

cikal  bakal  dari  indera  penglihatan.  Sparsa

Tanmatra, setelah tercipta ating sentuhan maka

terciptalah  ating  rasa  yakni  Rasa  Tanmatra.

Melalui  interaksi  antara  udara  dan  sensasi

sentuhan maka berkembanglah ating halus bau

atau  Gandha  Tanmatra  dari  ating  halus  ini

terciptalah ating tanah perthivi.

Indera  yang  objek  persepsinya  adalah

suara disebut indera pendengar, dan indera yang

objek  persepsinya  adalah  sentuhan  disebut

indera sentuhan. Indera yang objek persepsinya

adalah  wujud,  yang merupakan  karakteristik

khusus  dari  api,  adalah  indera  penglihatan.

Indera  yang  objek  persepsinya  adalah  rasa,

karakteristik  khusus  dari  air,  dikenal  sebagai

indera pengecap. Akhirnya, indera yang objek

persepsinya  adalah  bau,  karakteristik  khusus

dari tanah, disebut indera pembau. Oleh karena

penyebab juga ada dalam akibat, karakteristik￾karakteristik dari yang disebutkan lebih dahulu

ditemukan dalam yang disebutkan kemudian.

Itulah  sebabnya  keanehan  dari  semua  unsur

hanya ada di dalam tanah saja. Ketika semua

unsur  ini  tidak  tercampur,  Tuhan,  sumber

penciptaan,  beserta  waktu,  pekerjaan,  dan

kualitas  dari  sifat-sifat  alam material, masuk

ke  dalam  alam  semesta  bersama  jumlah

keseluruhan  energi  material  dalam  tujuh

bagian.  Dari  tujuh  prinsip  ini,  yang  bangkit

beraktivitas  dan  disatukan  oleh  kehadiran

Tuhan,  muncul  sebutir  telur,  yang  menjadi

sumber  munculnya Makhluk  Semesta  virat￾purusa.  Perubahan  dari  ating  halus   Panca

Tanmatra ke ating  kasar Panca Maha Bhuta

digambarkan dalam atin di bawah ini:

Setelah terciptanya Brahmanda    atau

telur  semesta maka terciptalah virām  puruca

atau  wujud  semesta  Tuhan  lengkap  degan

anggota badan-Nya, seperti yang disampaikan

oleh  Rsi  Kapila  dalam  bahagavata  Purana

3.26.52

etad andam viśecākhyam

atin-vrddhair daśottraih

toyādibhih parovrtam

pradhānenāvrtair bahih

yatra loka-vitāno yam

rūpam bhagavato hareh

Terjemahan:

Telur semesta ini, atau alam  semesta dalam

bentuk sebutir telur, disebut manifestasi energi

material. Lapisan-lapisannya yang berupa air,

udara,  api,  angkasa,  ego  dan  mahat-tattva

bertambah  tebal  satu  demi  satu. Tiap-tiap

lapisan  sepuluh  kali  lebih  besar  daripada

lapisan sebelumnya, dan lapisan luar terakhir

dibungkus oleh pradhāna. Di dalam telur ini

ada wujud semesta Sri Hari, di mana empat

belas  susunan  planet  merupakan  bagian￾bagian  dari  badan-Nya  (Prabhupada,  2008:

158).

Setelah tercipta  virām  puruca Beliau

menempatkan  diri-Nya  di  dalam telur  emas

yang  mengambang  di  atas  air,  dan  Tuhan

membaginya menjadi banyak bagian. Setelah

tercipta  planet-planet  perluasaan  dari Tuhan

selanjutnya para dewa muncul disetiap bagian

tubuh  dari virām puruca. kemunculan  dewa￾dewa  ini  adalah  manifestasi  Tuhan  dalam

mengatur alam semesta.  Seperi halnya alam

semesta juga terwujud  dalam tubuh manusia

maka fungsi para dewa di alam semestapun ada

dalam  setiap  badan.Svirām  puruca

memanifestasikan  kulit-Nya,  dan  kemudian

muncul rambut, kumis dan janggut. Setelah ini

semua  tumbuhan  obatan-obatan  dan  obat

menjadi termanifestasi, kemudian alat kelamin￾Nya juga muncul. Setelah ini, muncul air mani

(kemampuan  untuk  berketurunan)  dan  dewa

yang  berkuasa  atas  air.  Berikutnya  muncul

dubur dan kemudian organ-organ pengeluaran

lalu  dewa  kematian,  yang  ditakuti  di  seluruh

alam  semesta.  Kemudian  dua tangan  wujudsemesta Tuhan menjadi termanifestasi, beserta

daya  untuk  menggenggam  dan  menjatuhkan

benda,  dan  kemudian  muncul  Dewa  Indra.

Berikutnya termanifestasi kaki, beserta proses

untuk  bergerak,  dan  setelah  itu  muncul  Śrī

VicGu.

Urat  nadi  wujud  semesta  menjadi

termanifestasi lalu sel hidup berwarna merah,

atau darah. Dengan bangkitnya urat nadi dan

darah  muncul  sungai  (kepribadian  yang

berkuasa  atas  urat  nadi), lalu  muncul  perut.

Berikutnya muncul  rasa lapar  dan  haus,  dan

dengan bangkitnya rasa lapar dan haus muncul

manifestasi lautan. Kemudian jantung menjadi

termanifestasi, dan dengan bangkitnya jantung

muncul pikiran.Setelah pikiran, muncul bulan.

Berikutnya  muncul  kecerdasan,  dan  setelah

kecerdasan, muncul Dewa Brahmā. Kemudian

muncul ego palsu lalu Dewa Śiva, dan setelah

kemunculan Dewa Śiva muncul kesadaran dan

kepribadian yang berkuasa atas kesadaran.

Setelah  semua  anggota  badan

termanifestasi oleh para dewa. Setiap para dewa

yang  mendiami  anggota  badan  tersebut

berusaha  membanggunkan  virām  puruca

namun  Beliau  belum terbangunkan.  Seperti

halnya Dewa Yama memasuki dubur-Nya untuk

membangunkan-Nya. Belau tetap tidak bangun.

Brahmā  juga  memasuki  hati-Nya  beserta

kecerdasan,  tapi  bahkan  demikian  Insan

Semesta  tidak  bisa  dibujuk  untuk  bangkit.

Rudra juga memasuki hati-Nya beserta ego, tapi

bahkan demikian Insan Semesta tidak bergerak.

Namun  ketika  kepribadian  Tuhan  yang

berwujud  kesadaran  memasuki  hati-Nya.

Mahkluk semesta  virām puruca bangkit dari

air penyebab.

2.2  Pemeliharaan  dan  Skala-waktu  Jagat

Raya

Singh  (2005  :  75)  menjelaskan

kosmologi Vedanta bahwa jagat raya dipelihara

selama  periode  tertentu  sebelum ia  dilebur.

Awal dari setiap siklus penciptaan jagat raya,

lahirlah Dewa Brahmā, mahkluk hidup kosmik

yang  tercipta  pertama  kali.  Satu  saing  hari

Brahmā  disebut  satu  kalpa    dan  satu    kalpa

terdiri  dari  seribu  putaran  empat  yuga,  atau

jaman,  yang  dikenal  sebagai  Satya,  Tretā,

Dvāpara  dan Kali. Rentang waktuyang sama

membentuk malam hari Brahmā dan dia hidup

selama seratus tahun seperti itu dan kemudian

meninggal.  Satyayuga  berlangsung  selama

1.728.000 tahun; Tretāyuga selama 1.296.000

tahu; Dvāparayuga selama 864.000 tahun; dan

kaliyuga  selama  432.000  tahun.  Dengan

demikian  seratus tahun tahun Dewa Brahmā

sama dengan 311 triliun 40 milir tahun bumi.

Jagat  raya  mulai  diciptakan  sekitar

155.522 triliun (155.522 x   ) tahun yang

lalu dan akan berakhir dalam 155.518 triliun

(155.518 x ) tahun dan segera setelah itu siklus

penciptaan  yang  baru  akan  dimulai  lagi.

Menurut  para  ahli  kosmologi  modern,  jagat

raya kita ini tercipta sekitar tiga belas atau lima

belas miliar tahun yang lalu. Dengan demikian

dalam skala waktu Veda, jagat raya ini terhitung

kali lebih tua  daripada  yang  dinyatakan  oleh

para ahli kosmologi modern.

Selama  masih  adanya  jagat  raya  ini,

sesuai dengan karma dari para mahkluk hidup

yang  memiliki  kesadaran,  beberapa  bentuk

kehidupan  akan  terwujud    dalam  periode

tertentu  dari  berbagai  kalpa  dan  beberapa

mungkin tidak terwujud. Juga, pada akhir dari

setiap  satu  hari  Brahmā  terjadi  peleburan

sebagian dari jagat raya ini, yang menimbulkan

bencana  alam  besar  yang  mana  kelompok

keseluruhan bentuk kehidupan ati lenyap. Pada

saat  usia Brahmā  berakhir ,  yaitu  pada akhir

setiap  311.040  miliar  tahun,  terjadilah

peleburan total atau keseluruhan. Setelah itu,

penciptaan dimulai lagi.

2.3 Peleburan Alam Semesta

Menurut Veda, seluruh manifestasi material

mempunyai awal dan akhir. Inilah atin dari alam

material.  Seperti  halnya  badan  material  kita

mempunyai  awal  dan  akhir,  perwujudankosmik ini juga mempunyai  awal  dan  akhir.

Jagat  raya mengalami  dua macam  peleburan

utama. Peleburan-peleburan tersebut adalah:

1) Peleburan  parsial: setelah  siang  hari

Brahmā  berakhir,  peleburan  terjadi  pada

malam  hari Brahmā,  yang lamanya  sama

dengan  siang  hari  Brahmā.  Pada  periode

tersebut para mahkluk hidup dari jagat raya

tersebut,  yang  berada  di  bawah  Planet

Brahmāloka, bersama samudera-samudera

yang luas,  dan lain  sebagainya,  semuanya

dilebur.  Pada  akhir  malam  hari  Brahmā,

penciptaan dimulai lagi, dan para mahkluk

hidup dilepaskan kembali untukmemainkan

peran  mreka  masing-masing  seakan  baru

bangu  dar tidur  nyenyak  yang  lama.oleh

karena para mahkluk hidup, para jiwa yang

bersifat  rohani  tidak  pernah  hancur,

peleburan  dunia  material  tidak

membinasaan keberadaan dari para mahkluk

hidup,  namun  mareka  harus  menerima

badan-badan  material  satu  demi  satu,

berulang  kali  hingga  mereka  mencpai

pembebasan.

2) Peleburan Universal :  setelah  dua  paruh

usia  Brahmā  berakhir  maka  ating-unsur

dasar  dari  ciptaan  akan  dilebur  secara

keseluruhan. Jadi menurut Veda jagat raya

kita  kan  berakhir  dalam  155.518  triliun

tahun yang akan ating. (Singh, 2002:70)

SāEkhya-Yoga  menyajikan gambaran

yang  berurutan  dari  peleburan  ating-unsur

kosmik.  Mahat-tattva  mempengaruhi  ego

(keakuaan)  palsu beserta berbagai  fungsinya,

dan mahat-tattva tersbut dipengaruhi oleh tiga

sifat dasar alam material kebaikan, nafsu, dan

kebodohan. Sifat-sifat ini selanjutnya dikuasai

oleh bentuk alam yang tidak terwujud yang asli,

pradhāna yang dikendalikan oleh waktu. Alam

material yang tidak terwujud tidak dipengaruhi

oleh  enam  macam  transformasi  yang

disebabkan  oleh  pengaruh  waktu.  Dengan

demikian  selama  peleburan  universal  atau

peleburan keseluruhan, ating-energi Tuhan dan

alam  matrial-Nya  yang  tidak  terwujud,

dibongkar  oleh  kekuatan  waktu,  potensi￾potensi  mereka  dicabut  dan  dilebur  menjadi

satu secara total (Wikana, 2016: 20).

Seperti  halnya  awan  di  angkasa

terwujud dan kemudian menjadi bubar akibat

penggabungan  dan  peleburan  ating-unsur

dasarnya, alam semesta material ini diciptakan

dan  dilebur  dalam  Kebenaran Mutlak  akibat

penggabungan  dan  peleburan  bagian-bagian

ating  dasarnya. Dengan demikian transformasi

bahkan satu atom saja alam material ini tidak

aka nada artinya sama sekali tanpa kuasa dai

jiwa Utama.

Veda  juga  menjelaskan  dua  jenis

peleburan  lain:  peleburan  terakhir  dan  terus

menerus.  Peleburan  terakhir  dari  kehidupan

material suatu mahkluk hidup terjadi pada saat

ego  (keakuaan)  palsu  yang  mengkhayalkan

yang mengikat sang jiwa kepada sifat-sifat alam

material  telah  dipotong  dengan  pedang

pengetahuan yang  dapat membedakan dan ia

telah  mengembangkan  keinsyafan  terhadap

Tuhan Yang  Mahaesa.  Selanjutnya,  semua

mahkluk material mengalami transformasi dan

selalu  dihanyutkan atau  diseret  dengan cepat

oleh  arus  waktu  yang  ganas.  Inilah  yang

dinamakan dengan peleburan terus-menerus.

2.4  Proses  kosmologi  Buana Alit  dalam

Sankhya Yoga

Maswinara (1998:13) perpindahan sang

roh  dari  satu  badan  ke  badan  yang  lainnya

disebut  kelahiran.  Ia  meninggalkan  badan￾badan kasar yang baru, sesuai dengan gambaran

mental  yang  sudah  dipersiapkan  dalam

kehidupan  sebelumnya,  berupa  kesan-kesan

pikiran SaAkāra atau kesan-kesan kemelekatan

vasana.  Dengan  badan  yang  baru,  ia

dipersamakan untuk menikmati alam material

ini sepuas-puasnya, sampai ia menyadari akan

keberadaan  dirinya,  yang  sesungguhnya

bukanlah badan itu sendiri. Dalam Manu Smrti

Bab  1  sloka  43-46  dijelaskan  tentang

bermacam-macam cara kelahiran dari mahkluk

hidup yaitu:Jārajuya:  kelarang  melalui  kandungan

sepertihalnya, manusia,  hewan mamalia,  dan

para raksasa.

Andaja:  kelahiran  melali telur,  sepertihalya,

bagsa burung, reptile, dan amfibi.

Svedaja:  kelahiran  karena  adanya  panas

sepertihalnya kutu-kutu.

Udbhija: kelahiran melalui binih seperti halnya

tumubuhan.

Proses terjadi mahkluk  hidup  baru  di

dalam kandungan, diawali dengan pertemuan

anatara sukla  (sperma)  dari laki-laki,  dengan

svanita  (ovum)  dari  wanita,  yang  masing￾masing  netral tanpa  kekuatan.  Pengaruh  dari

masing-masing  benih tersebut  mendominasi

pertemuan  tersebut  akan  menentukan  jenis

kelamin dari sang janin. Keadaan mental dari

kedua orang tuanya akan menentukan keadaan

fisik  serta mental  si  anak  nantinya, dan sang

roh  yang  memasukinya  cenderung

menginginkan kondisi yang sama dengan pola

mental tersebut, karena paksaan dari karmanya

yang menyebabkan ia memasuki badan-badan

yang  sesuai  dengan  hal  itu.  Hal  ini  juga

disampaikan  oleh  Rsi  Kapila  dalam  ajaran

Sānkhya-Yoga    khusunya  dalam  bab  yang

berjudul  pergerakan  mahkluk  hidup  dalam

Bhāgavata Purāna  3.31.1:

śrī-bhagavān uvāca

karmanā daiva-ntrena

jantur dehopapattaye

striyāh pravista udaram

pumso retah-kanāśrayah

Terjemahan:

Tuhan berkata: Di bawah pengawasan Tuhan

dan sesuai dengan hasil kegiatannya, makhluk

hidup, atau  sang  roh,  dimasukkan  ke dalam

rahim seorang perempuan melalui partikel air

mani  laki-laki  untuk  menerima jenis  badan

tertentu (Prabhupada, 2008: 425 )

Di  sini  kata retah-kanāśrayah  sangat

penting  sebab  kata tersebut  mengisyaratkan

bahwa  bukanlah  air  mani  laki-laki  yang

menciptakan kehidupan di dalam rahim seorang

perempuan; melainkan, makhluk hidup, sang

roh, berlindung di dalam partikel air mani dan

kemudian  didorong  masuk  ke  dalam  rahim

seorang  perempuan,  kemudian  badan

berkembang. Tidak  ada  kemungkinan  untuk

menciptakan makhluk hidup tanpa kehadiran

sang roh, hanya melalui hubungan seks. Teori

yang menyebutkan bahwa roh itu tidak ada dan

bahwa  seorang  anak  lahir  hanya  melalui

gabungan  material  antara  sperma  dan  ovum

tidaklah masuk akal. Teori itu tidaklah benar.

Disebutkan dalam Bhāgavata Purana 3.31.2:

kalalam tv eka-rātrna

pañca-rātrena budhbudam

daśena tu karkandhūh

peśy amdam tatah param

Terjemahan:

Pada  malam  pertama,  sperma  dan  ovum

bergabung, dan pada malam kelima gabungan

itu meragi menjadi sebuah gelembung. Pada

malam kesepuluh gelembung itu berkembang

menjadi sebuah wujud seperti buah plum, dan

setelah itu, berangsur-angsur berubah menjadi

segumpal  daging  atau  sebutir telur,  sesuai

keadaan (Prabhupada, 2008, 427)

māsena tu śiro dvābhyām

bāhv-anghry-ādy-anga-vigrahah

nakha-lomāsti-carmāni

linga-ccidrodbhavas tribhih

(Bhāgavata Purāna  3.31.3)

Terjemahan:

Dalam tempo satu bulan, terbentuk kepala, dan

pada  akhir  bulan  kedua  tangan,  kaki  dan

bagian-bagian badan lainnya terbentuk. Pada

akhir bulan ketiga, kuku, jari tangan, jari kaki,

rambut  di  badan, tulang  dan  kulit  muncul,

demik  ian pula organ untuk berketurunan dan

lubang-lubang  lain  di  badan,  yakni  mata,

lubang  hidung,  telinga,  mulut  dan  dubur

(Prabhupada, 2008: 428).

Caturbhir dhātavah sapta

pañcabhih kshut-trd-udbhavah

sadbhir jarāyunā vītah

kuksau bhrāmyati dakcine

(Bhāgavata Purāna  3.31.4)

Terjemahan:Dalam  waktu  empat  bulan  dari  hari

pembuahan,  muncul  tujuh  unsur  penting

badan, yakni empedu, darah, daging, lemak,

tulang, sumsum dan air mani. Pada akhir bulan

kelima, lapar  dan  haus  menjadi terasa,  dan

pada  akhir  bulan  keenam,  janin  tersebut,

dibungkus  oleh air  ketuban, mulai  bergerak

menuju sisi kanan perut (Prabhupada, 2008:

429).

Ketika  badan  sang anak terbentuk  secara

lengkap pada akhir bulan keenam, sang anak,

jika ia laki-laki, mulai  bergerak  menuju  sisi

kanan,  dan  jika  perempuan,  ia  berusaha

bergerak  ke  sisi  kiri.  Di  dalam  Mārkandeya

Purāna disebutkan bahwa di dalam usus sang

ibu, tali pusar, yang dikenal sebagai āpayānanī

menyambungkan sang ibu dengan perut sang

anak,  dan  melalui  saluran  ini  sang  anak  di

dalam rahim menerima makanan yang dicerna

sang ibu.  Dengan  cara  demikian,  sang  anak

diberi makan oleh usus sang ibu di dalam rahim

dan bertumbuh dari hari ke hari.

Keadaan  penuh  penderitaan  dalam

kehidupan  material  tidak  hanya  dirasakan

setelah  kita  keluar  dari  rahim  ibu, tapi  juga

dirasakan  di  dalam  rahim.  Kehidupan  yang

penuh penderitaan dimulai sejak saat makhluk

hidup  mulai  berhubungan  dengan  badan

materialnya.

 Di tempatkan di dalam air ketuban dan

dibungkus di bagian luar oleh usus, sang anak

terus  berbaring  di  satu  sisi  perut,  di  mana

kepalanya mengarah ke perutnya dan punggung

serta lehernya melengkung seperti busur panah.

Di  dalam  kandungan ibu  sang  bayi  bagaikan

burung yang terkurung dalam sangkar, dan jika

ia berutung ia dapat mengingat segala masalah

dari  seratus  kelahiran  sebelumya,  dan  ia

menjadi  sangat  sedih  sehingga  kedamaian

pikirapun tidak dimilikinya. Di usia kandungan

menginjak  bulan  keenam  dan  ketujuh  bayi

memiliki kesadaran dan kecerdasan sehingga

ia  merasakan  sakit  didalam  kandungan  dan

merespon apa yang ia rasakan lewat gerak dan

tendanagan yang juga dirasakan oleh ibunya.

Orang suci yang menyerahkan seluruh pikiran

dan  hidupnya  dalam  pertapaan  untuk

menginsyafi jalan kebenaran adalah cara yang

benar,  karena  kelahiran  dan  kematian  adalah

keadaan yang sangat menderita. Para orang suci

yang  memilih  untuk  tidak  dilahirkan  lagi,

karena dari kelahiran hingga hidup megalami

pederitaan  dan  saat  kematiaanpun  rasa  sakit

yang  dialami  membawa  penderitaan  yang

sangat menyakitkan.

Udara  yang  ada  di  rahim  ibu

mendorong pergerakan sang bayi, dan hingga

bulan ke atingn dorongan udara semakin kuat

dan  berusaha  mendorong  bayi  ke  luar  dari

rahim ibunya. Di dalam kandungan sang bayi

menginsyafi diriya dan berdoa kepada Tuhan,

namun  setelah  ia  keluar  dari  rahim  ibuya

dengan kesulitan yang besar, tanpa nafas dan

kehilangan  ingatan  akibat  rasa  sakit  yang

dideritanya. Begitu bayi ke luar dari kandungan

ia langsung berinteraksi dengan tri guna yang

membuat  ia  merasa  bahwa  dirinya  adalah

badanya dan sesuatu yang  berada  didekatnya

baik keluarga, benda danl ain sebagainya adalah

diriya. Hal ini membuat manusia tersebut lupa

bahwa kelahirannya adalah untuk memperbaiki

karma nya agar ia tidak menderita lagi akibat

kelahiran dan kematian.

Manusia hendaknya dapat mengontrol

dirinya  dari  jalan  adharma  tidak  sibuk

memuaskan  indria  agar  tidak terjerat  dalam

kehidupan yang menyengsarankan. Hawa nafsu

bagaikan kobaran api dan keinginan bagaikan

bensin, jika hawa nafsu selalu dipenuhi dengan

keinginan  jelas  akan  membakar  kecerdasan

sang jīva dan membawa roh semakin terpuruk

dalam lingkaran samsara. Pikiran yang terjerat

pada ilusi kepuasan idria-indria akan melempar

sang roh ke dalam badan baru dan kembali lagi

ia menderita  dari  awal  kelahiran,  kehidupan,

dan  kematiaan.  Maswinara  (19918:  10)

menyebutkan  jalan  reinkarnasi  tidak  selalu

menuju ke atas, tidak terjamin bahwa manusiaakan  lahir  sebagai  manusia  dalam

penjelmaannya yang akan datang.

III. PENUTUP

Kosmologi  Hindu  dalam  Sankhya Yoga

yang termuat  dalam  Bhagavata  Purana  yang

termasuk  salah  satu  dari  Maha  Purana

menjelaskan  bahwa  proses  penciptaan  alam

semesta terdiri  dari  25  unsur  yakni  5 Panca

karmendriya, 5 Panca Budhindriya, 5 Panca

MahaBhuta,  5  Panca  Tan  Matra,  Budhi,

Ahamkara, Manah, citta, dan kala. Kosmologi

Hindu melihat penciptaan alam semesta atau

jagat raya ini bermula dari Tuhan. Dari dalam

badan atau kandungan Tuhan (hiranya garbha)

alam semesta ini dilahirkan, dan kemudian ke

dalam kandungan Tuhan (hiranya garbha) pula

alam semesta ini akan dikembalikan. 25 unsur

ini juga mengungkap proses penciptaan bhuana

alit  atau  badan  mahkluk  hidup  salah  satu

contohnya  adalah manusia. Tuhan   memiliki

posisi  yang  sangat  penting  dalam  proses

penciptaan  sebagai  Mahat  yang  merupakan

wujud  kosmis  memiliki  kesadaran  dan

memberikan daya hidup pada setiap unsur baik

yang  berupa  zat  atau  non  zat.  Dimulai  dari

unsur yang paling halus seperti Manah, citta,

dan  ahamkara lalu menjadi benih-benih Panca

Tan Matra lalu terciptalah  unsur-unsur  kasar

sepert Panca Maha Bhuta  dan  Dasa indroiya.

Selain proses penciptaan Kosmologi Hindu

juga  mengenal  proses  pemeliharaan  dan

peleburan.  Proses  pemeliharaan  dalam

Kosmologi  Sankhya Yoga  ditandai  dengan

adanya pengaruh waktu yang membagi mejadi

4  zaman  yaitu,  Satya-Yuga,  Tretha-Yuga,

Dvapara-Yuga, dan Kali Yuga dimensi waktu

ini  berkacampur  dengan Tri Guna  atau Tiga

sifat  alam  yang  membuat  disetiap  zaman

memiliki karakterstik nya tersendiri.Sementara

peleburan  semesta  dalam Kosmologi  Hindu

khusuya ajaran Sankhya Yoga  adalah peleburan

parsial  atau  setengah  yang terjadi  hanya  saat

malam  hari  bagi  Dewa  Brahma  sementara

peleburan  universal  adalah  peleburan  penuhsaat usia Dewa Brahma sudah usai, dan semua

ciptaan  kembali  lagi  dalam  wujud  Mahat

masuk dlam nafas semesta yang Maha Kuasa.