sumber daya manusia 8,



  ganjaran 

yang cenderung paling banyak dipergunakan. Dalam 

rangka memotivasi para pekerja, setidak-tidaknya ada  

3 tanggung jawab utama seorang manajer. Ketiga 

tanggung jawab itu adalah: 

a. Merumuskan batasan pelaksanaan pekerjaan 

bawahannya. 

Dalam rumusan ini  harus jelas jenis/jumlah 

(kuantitatif) dan bobot (kualitatif) tugas-tugas yang 

menjadi wewenang dan tanggung jawah setiap 

bawahannya. 

b. Menyediakan dan melengkapi fasilitas untuk 

pclaksanaan pekerjaannya, agar bagi pekerja yang 

memiliki motivasi kerja tinggi tidak menjadi hambatan 

untuk melaksanakannya secara maksimal. 

c. Memilih dan melaksanakan cara terbaik dalam 

mendorong atau memotivasi pelaksanaan pekerjaan 

para bawahannya. 

Ketiga tanggung jawah dapat digambarkan sebagai 

berikut: 

Pembatasan atau mendefinisikan pekerjaan 

Setiap manajer harus mampu merumuskan batasan 

atau mendeskripsikan mengenai apa yang diharapkannya 

dari para pekerja dalam melaksanakan tugas masing-

masing. Deskripsi itu harus diorientasikan pada 

pelaksanaan pekerjaan yang efektif secara berkelanjutan 

untuk semua pekerja. Deskripsi volume dan beban kerja 

secara inelividual, itu, sumbernya dapat diperoleh dari 

Deskripsi Pekerjaan/Jabatan sebagai hasil Analisa  

Pekerjaan/Jabatan dan dari Standar Pekerjaan sebagai 

Tolok Ukur datum Penilaian Karya. Di dalam kedua 

sumber ini  selalu ada  tiga elemen berupa 

 


Rumusan Tujuan Pekerjaan/Jabatan. Cara 

mengukur/menilai pelaksanaan pekerjaan dan Beban 

tugas (kuantitatif dan kualitatif) suatu pekerjaan/jabatan. 

Untuk kepentingan memberi  motivasi, tujuan 

pekerjaan hanya dapat dimanfaatkan jika jelas kaitannya 

dengan keuntungan yang hendak di capai, 

pelanggan/konsumen yang menjadi obyek pemasaran, 

bidang bisnis yang dilaksanakan, pertumbuhan bidang 

bisnis yang diprediksi, kondisi pekerja, manajemen yang 

dijalankan dan kondisi warga  serta bangsa dan 

Negara yang dihadapi. Semua komponen itu merupakan 

kerangka dasar yang mempengaruhi bisnis yang 

berorientasi pada tujuan. Perumusan tujuan harus bersifat 

operasional, agar dapat membedakan pekerja yang 

sukes/berhasil atau gagal dalam melaksanakan pekerajan, 

sebelum dan sesudah mendapat motivasi tertentu. Dengan 

tugas, terutama berupa tugas-tugas regular. Kondisi itu 

dapat berarti sebaliknya bahwa motivasi akan dating 

diberikan bila  tugas-tugas para pekerja terarah pada 

pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. Dengan kata 

lain perumusan tujuan pekerjaan yang memenuhi syarat-

syarat seperti disebutkan diatas, akan mampu memotivasi 

pekerja dalam meningkatkan kemampuan dalam 

melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung 

jawabnya.  

 

Fasilitas Pelaksanaan Pekerjaan   

Fasilitas tidak sekedar berarti peralatan kerja yang 

menjadi tanggung jawab manajer untuk pengadaannya. 

Fasilitas yang menjadi tanggung jawab manajer terscbut, 

yang terpenting di antaranya adalah usaha dalam menge-

liminasi hambatan-hambatan yang menganggu kelancaran 

pekerjaan. Di samping itu fasilitas juga berarti tersedianya 

pekerja yang berkualitas, yang tergantung pada 

kemampuan melakukan seleksi pada waktu penerimaan 

pekerja. Ketiga aspek sebagai fasilitas kerja ini  di atas 

secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :  

a. Menghindari dan mencegah atau mengeliminir 

hambatan-hambatan. 

Beberapa hambatan pelaksanaan pekerjaan 

yang harus dieliminasi oleh manajer sehagai fasilitas 

kerja antara lain berupa ketidakmampuan memelihara 

peralatan secara layak, menunda-nunda memberi  

pembiayaan untuk melaksanakan pekerjaan, desain 

ruangan/tempat kerja yang buruk sehingga 

mengganggu pelaksanaan pekerjaan, dan pemakaian  

metode kerja yang tidak efisien. Dengan mencegah 

perilaku ini  akan dapat diciptakan 

lingkungan/kondisi kerja yang mendukung 

pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan 

organisasi/perusahaan. Sehubungan dengan itu berarti 

motivasi kerja akan menurun atau mengalami kemun-

duran secara meyakinkan, bila  para manajer tidak 

menaruh perhatian secara sungguh-sungguh terhadap 

fasilitas kerja, baik yang bersifat non material maupun 

material sehagaimana disebutkan di atas. 

b. Peralatan dan sumber-sumber kerja yang adekuat. 

Dalam kenyataannya aspek ini menunjukkan 

bahwa motivasi kerja akan menurun/mundur bila  

manajer huruk dalam menyediakan dan memberi  

sumber finansial, material dan dalam mengatasi 

kekurangan SDM, untuk dapat melaksanakan 

pekerjaan secara tepat, baik dan benar (efektif dan 

efisien). .

c. Ketelitian dalam seleksi pekerja. 

Aspek ini sangat esensial dalam memotivasi 

pekerja, karena efisiensi dan efektivitas kerja sangat 

dipengaruhi oleh kualitas para pekerja. Pekerja yang 

berkualitas sangat tergantung pada ketelitian dalam 

melakukan seleksi penerimaan tenaga kerja. Dengan 

kata lain prosedur pengaturan staf yang buruk 

(misalnya menerima dan menempatkan pekerja yang 

rendah kcmampuan hisnisnya), secara pasti akan 

rendah pula motivasi kerjanya. 

 

Mendorong Pelaksanaa Pekerjaan  

Tanggung jawab berikutnya bagi seorang manajer 

adalah memberi  dorongan (motivasi) kerja bagi para 

pekerja di lingkungan unit kerja masingmasing. 

Sehubungan dengan itu motivasi yang dominan 

dipergunakan adalah dengan memberi  ganjaran 

(ekstrinsik). Dalam kenyataannya para manajer pada 

umumnya mengetahui bahwa pemberian ganjaran 

khususnya dalam bentuk insentif, kurang berfungsi 

sebagai motivasi untuk jangka waktu lama/panjang. Akan 

tetapi karena cara ini lah yang paling mudah 

dilakukan, maka akan dibahas tersendiri dalam uraian-

uraian berikut ini. 

 

B. GANJARAN SEBAGAI MOTIVASI 

Pemberian ganjaran merupakan salah satu bentuk 

dari kompensasi tidak langsung, yang banyak jenisnya. 

Ganjaran yang diberikan dalam bentuk uang, terutama 

berupa insentif, pada dasarnya merupakan tambahan 

penghasilan di luar upah/gaji dasar bulanan atau 

mingguan. Oleh karena itu nilainya sangat penting bagi 

para pekerja, karena akan berpengaruh langsung bagi 

peningkatan kesejahteraan atau perbaikan kondisi sosial 

ekonomisnya. 

Ganjaran berupa uang atau barang yang disebut 

insentif biasanya diberikan pada pekerja secara individual, 

di antaranya berbentuk komisi penjualan, pemberian 

bonus dan lain-lain. Ganjaran seperti itu hanya akan efektif 

sebagai motivasi, bila  layak/wajar dilihat dari prestasi 

dalam pelaksanaan pekerjaan. Oleh karena itu 

pengaruhnya dalam memotivasi menjadi sangat kecil, bila 

mana sekedar dihubungkan dengan pekerjaan rutin sehari-

hari, yang biasanya telah dan tetap dikerjakan meskipun 

tidak diberi insentif (ganjaran). Pemberian ganjaran pada 

pekerjaan rutin, justru berakibat kurang menguntungkan, 

karena dapat berakibat pekerja memiliki ketergantungan 

dalam melaksanakan tugas-tugasnya, yang cenderung 

diahaikan jika tidak diberikan insentif. Namun harus 

diakui hahwa sistem pemberian ganjaran yang disebut 

insentif, akan mampu mengurangi pekerja yang keluar 

(berhenti) dan mampu pula meningkatkan loyalitas dan 

dedikasi para pekerja pada organisasi/perusahaan. 

Ganjaran yang efektif sebagai motivasi kerja, harus 

memenuhi persyaratan sebagai berikut: 

1. Ganjaran berharga bagi pekerja. 

2. Ganjaran diberikan dalam jumlah yang memadai. 

3. Ganjaran diberikan pada waktu yang tepat. 

4. Ganjaran diberikan dalam berbagai jenis yang disukai. 

5. Ganjaran harus diberikan secara adil/wajar dan fair. 

Kelima persyaratan ganjaran yang efektif dalam 

mernotivasi para pekerja ini  di atas, akan dijelaskan 

dalam 3 kelompok scbagai berikut 

1. Ganjaran yang Berharga dan Memadai 

Dalam memberi  ganjaran, seorang manajer 

harus mampu memilih hentuk atau jenisnya yang berguna 

atau berharga bagai para pekerja. Dengan kata lain 

ganjaran yang diherikan secara pribadi harus dirasakan 

sebagai sesuatu yang berharga bagi para pekerja yang 

tidak sama kehutuhannya. Ganjaran yang berharga itu 

mungkin saja bukan berbentuk finansial atau material. 

Pekerja tingkat bawah pada umumnya berpendapat bahwa 

ganjaran yang berharga, bila  diberikan dalam bentuk 

uang atau barang. Sedang para pekerja tingkat atas, 

ganjaran yang berharga mungkin saja berupa sebuah 

ruangan kerja yang bonafied. Ganjaran yang memadai 

adalah sesuatu yang mampu memotivasi agar pekerja 

secara terus menerus bekerja sebaik mungkin. Sesuatu itu 

dilihat oleh para pekerja sebagai syarat untuk memperoleh 

ganjaran ini . Persoalannya bagi seorang manajer 

adalah kesulitan dalam menentukan besarnya (jumlah) 

ganjaran yang dianggap cukup atau memadai. Salah satu 

bentuknya adalah ganjaran pada prestasi (produktivitas), 

dengan menetapkan sejumlah insentif bagi yang 

berprestasi atau produktivitasnya melampaui target tugas 

pokoknya. Untuk itu dalam menetapkan jumlahnya, pada 

umumnya disepakati adanya perbedaan persentase 

insentif antara jabatan secara vertikal. Di samping itu pada 

umumnya para manajer juga sependapat, untuk 

memberi  ganjaran dengan sekurangkurangnya 

membedakan antara pekerja yang baik (mencapai target) 

dengan yang buruk (tidak mencapai target) dalam 

melaksanakan pekerjaannya. 

2. Ganjaran yang Tepat Waktu dan yang Disukai 

Ketepatan waktu sangat fundamental dalam sistem 

ganjaran untuk memotivasi pelaksanaan pekerjaan. 

Ketepatan waktu akan berpengaruh dan menentukan 

tingkat efektivitas, dalam memotivasi pekerja. Ganjaran 

yang tidak tepat waktunya akan kehilangan atau 

berkurang energinya dalam memotivasi para pekerja, yang 

berarti tidak boleh ditunda-tunda memberi nya. Di 

samping itu ganjaran juga sebaiknya tidak diberikan 

sebelum waktuuya. Waktu yang tepat sangat tergantung 

pada kemampuan melaksanakan pekerjaan secara prima 

dan hasil terbaik yang dapat dicapai seorang pekerja. Di 

antaranya berupa pemberian insentif yang tidak efektif 

dalam memotivasi jika diberikan bersamaan dengan 

pembayaran upah/gaji. Insentif akan lebih tepat waktunya 

dan mampu memotivasi setelah beberapa lama dari 

pembayaran gaji/upah tetap. Waktunya akan lebih tepat 

bila diberikan setelah pekerja melaksanakan tugas-

tugasnya, dan bukan sebelum dilaksanakan. Demikian 

juga jika ganjaran akan diberikan berupa promosi ke 

jenjang jabatan yang lebih tinggi atau pemberian surat 

penghargaan. Waktu yang tepat memberi  ganjaran 

ini  agar memotivasi dalam bekerja adalah pada saat 

pekerja berhasil memenuhi persyaratan untuk 

memperolehnya. Dengan memenuhi ketepatan waktu 

berarti ganjaran akan berfungsi sebagai motivasi yang 

potensial, untuk terus melaksanakan pekerjaan secara 

maksimal. 

Kondisi pemberian ganjaran seperti disebutkan di 

atas berarti juga seorang manajer harus mampu menilai 

jenis ganjaran apa yang paling disenangi para pekerja 

secara individual. Di antara para pekerja mungkin saja 

promosi tidak terlalu disukainya, karena bukan 

merupakan jabatan yang ideal baginya. Pekerja ini  

munakin lebih menyukai pemindahan horizontal pada 

jabatan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. 

dengan karier masa depan yang ideal untuk jangka 

panjang di bidangnya. 

 

3. Ganjaran yang Adil dan Fair 

Ganjaran ini berhubungan dengan rasa kepuasan, 

baik dalam perbandingan antara jumlahnya yang 

diharapkan sehingga dirasakan wajar atau adil, maupun 

jika dibandingkan antara pekerja yang menerima ganjaran 

dari pelaksanaan pekerjaan atau hasilnya yang cenderung 

memiliki kesamaan, sehingga dirasakan fair. Beherapa 

aspek yang herpengaruh pada dirasakannya ganjaran 

sebagai sesuatu yang adil dan fair, berkaitan dengan aspek 

perasaan sebagai seseorang yang berhak menerimanya 

atau tidak. Misalnya seseorang yang dipromosikan karena 

huhungan keluaroa, akan dirasakan tidak adil dan tidak 

fair oleh para pekerja yang merasakan dirinya lebih 

memenuhi persyaratan untuk mendapatkan promosi 

ini . Aspek lain berhuhungan kepuasan yang tidak 

bernilai ekonomis. Misalnya kepuasan instrinsik karcna 

ditempatkan pada bidang kerja yang sesuai dengan 

keniampuan yang dimiliki. 

Uraian-uraian di atas menunjukkan bahwa 

motivasi hagi para pekerja, tidak dapat dilepaskan 

kaitannya dengan desain pckerjaan yang harus 

dilaksanakannya. Dengan desain pekerjaan yang baik, 

para pekerja dapat mengelahui apa yang diharapkan 

perusahaan dari para pekerja dalam 

melaksanakan pekerjaannya. Pada gilirannya dengan 

pengetahuan dan pengertian tentang pekerjaannya sesuai 

harapan organ isasi/perusahaan, maka terbuka peluang 

untuk dapat melaksanakannya secara baik, dan hahkan 

akan terdorong untuk melampaui harapan ini , yang 

hanya mungkin terjadi jika diiringi pemberian ganjaran 

yang memenuhi persyaratan seperti ini  di atas. 

 

B. HUBUNGAN DESAIN PEKERJAAN DENGAN 

MOTIVASI 

Di lingkungan suatu perusahaan diperlukan 

kegiatan manajemen sebagai upaya mendayagunakan 

sumber daya manusia (SDM) untuk mencapai tujuannya. 

Untuk melaksanakan kegiatan ini  agar berlangsung 

efektif ada  3 aspek penting yang besar pengaruhnya, 

karena ikut menentukan keberhasilan pencapaian tujuan 

organisasi/perusahaan. Ketiga aspek itu terdiri dari 

kemampuan memanfaatkan informasi, kemampuan 

mempergunakan kekuasaan (kewenangan) dan 

kemampuan memberi  ganjaran dalam mendorong agar 

SDM sebagai tenaga kerja melaksanakan tugas-tugasnya 

secara efektif dan efisien. Berkenaan dengan ketiga aspek 

ini  segera dapat terlihat dua kemungkinan 

pelaksanaan manajemen SDM. Gejala pertama 

menunjukkan manajemen tradisional, yang terjadi bila  

ketiga aspek ini  terpusat pada manajer tertinggi (top 

manager), yang pelaksanaannya terpusat pada kontrol 

sebagai unsur manajernen. Gejala yang kedua menun-

jukkan manajemen partisipatif, yang tejadi bila  ketiga 

aspek ini  didelegasikan (dilimpahkan) 

pelaksanaannya pada bawahan (mengikutsertakan pekerja 

bawahan sebagai pelaksana). Dalam menghadapi 

lingkungan bisnis yang semakin kompetitif, maka semakin 

diperlukan kemampuan inovatif dari para pekerja sebagai 

usaha meningkatkan produktivitas, yang berarti meng-

haruskan dipergunakannya manajemen partisipatif. 

Kondisi itu sejalan juga dengan perkembangan yang 

mengarah pada ekonomi global, sehingga setiap sektor 

ekonomi memiliki saling ketergantungan, yang semakin 

mengharuskan perusahaan/organisasi mempraktekkan 

strategi pengikutsertaan pekerja secara maksimal. 

Untuk mewujudkan partisipasi pekerja yang efektif 

dan efisien, sangat diperlukan usaha mendesain atau 

mendesain ulang pekerjaan yang harus dilaksanakan di 

lingkungan organ isasi/perusahaan, terutama yang 

berhubungan langsung dengan pencapaian tujuannya. 

Desain pekerjaan penting artinya karena: 

a. Memberikan batas-batas tentang kegiatan yang harus 

dan tidak perlu dilakukan dalam melaksanakan 

pekerjaan, karena tidak ada perusahaan 

yang bekerja tanpa batas. 

b. Memberikan nilai-nilai yang dapat meyakinkan pekerja 

tentang perlunya berpartisipasi dalam bekerja untuk 

mewujudkan eksistensi perusahaan yang 

kompetitif. 

c. Memberikan petunjuk mengenai apa yang sedang 

dikerjakan oleh perusahaan sekarang, 

sehingga memudahkan para pekerja dalam memilih 

partisipasi yang akan dilaksanakannya. 

berdasar  ketiga alasan ini  berarti desain 

pekerjaan berguna bagi pekerja untuk memahami tugas-

tugasnya yang dapat memberi  motivasi untuk 

melaksanakannya secara efektif dan efisien. 

1. Desain Pekerjaan Tim (Team) 

Banyak pekerjaan yang harus dikerjakan oleh tim 

kerja agar berlangsung secara efektif. Pekerjaan itu 

memerlukan kerja sama antar sejumlah pekerja sebagai 

sebuah tim, karena saling mempengaruhi satu dengan 

yang lain, meskipun dilaksanakan secara terpisah. 

Untuk itu perlu dipcrjelas lebih dahulu pengertian 

tim (team) di lingkungan sebuah organisasi/perusahaan, 

agar dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam upaya 

mencapai tujuan bisnisnya. Sebuah tim kerja memiliki 

salah satu karakteristik sebagai berikut:  

a. Wujudnya nyata (real) dari kebersamaan sebagai satu 

kesatuan utuh dan memiliki identitas sistem sosial 

yang kompak. Anggota tim jumlahnya biasanya kecil 

dan bersifat tcmporer (sewaktu-waktu) karena 

dibentuk untuk suatu keperluan tertentu. 

b. Anggotanya mengerjakan pekerjaan tim berupa 

pekerjaan khusus, untuk menghasilkan sesuatu yang 

herhubungan dengan produk (barang atau jasa) yang 

diproduksi oleh organisasi/perusahaan. Di samping 

produk berupa barang atau jasa (pelayanan), tim juga 

dapat dibentuk untuk melaksanakan pekerjaan 

pengambilan keputusan mcngenai suatu masalah 

penting bagi organisasi/perusahaan. Keputusan tim 

yang diterima dan dilaksanakan, harus dapat dinilai 

(diukur) hasilnya setelah dilaksanakan.  

c. Menyelenggarakan manajemen tim sendiri sebagai 

pelimpahan manajemen organisasi/perusahaan. Oleh 

karena itu setiap anggotanya memiliki kewenangan 

mengelola tugas-tugas tim, tanpa ikatan dengan unit-

unit kerja yang ada. Pelaksanaan pekerjaan 

berlangsung melalui proses hubungan kerja antara 

personil, tidak dikerjakan sendiri-sendiri. 

Tim yang memiliki karakteristik seperti ini  di 

atas, di sebut dengan berbagai nama, seperti "kelompok 

kerja (pokja)" atau "satuan tugas (satgas)" atau "Tim Kerja" 

atau "Komite Pembuat Keputusan." Di belakang sebutan 

itu boleh saja dicantumkan perkataan otonom, misalnya 

menjadi "Pokja Otonom," atau perkataan manajemen 

sendiri, misalnya disebut "Tim Kerja Dengan Manajemen 

Sendiri," atau perkataan temporer sehingga disebut 

"Satuan Tugas Temporer." Meskipun tim berwewenang 

melakukan manajemen sendiri, namun tetap merupakan 

bagian dari sistem sosial yang besar berupa organ 

isasi/perusahaan. Dengan kata lain harus tetap bekerja 

sesuai dengan kebijaksanaan pokok pucuk pimpinan (Top 

Manager). 

Dalam kenyataannya untuk dapat bekerja secara 

efektif dan efisien, setiap anggota tim harus memenuhi 

persyaratan sebagai berikut: 

a. Seseorang yang selalu memiliki idea (gagasan) bisnis. 

b. Seseorang yang memiliki sifat bersedia dan suka 

membantu tanpa diminta dalam melaksanakan 

pekerjaan tim. 

c. Seseorang yang memiliki sifat keterbukaan, dalam arti 

mampu menerima saran-saran atau pendapat orang 

lain. 

d. Seseorang yang mampu mempertimbangkan 

kebutuhan, motivasi dan keterampilan anggota tim, 

jika meminta hantuan atau dalam memberi  advis. 

Dengan kemampuan seperti itu akan terhindar dari 

sikap memaktiakan sesuatu di luar kemampuan 

anggota timnya. 

e. Seseorang yang memiliki kemampuan bekerjasama 

dalam memecahkan masalah. 

f. Seseorang yang mampu menghargai, menerima dan 

mempertimhangkar pendapat dan gagasan orang lain. 

Selanjutnya dalam membentuk sebuah tim, perlu disadari 

bahwa tidak semua pekerjaan memerlukan tim dalam 

melaksanakannya. Untuk itu sebelum membentuk sebuah 

tim, sebaiknya dipertrimbangkan beberapa faktor sebagai 

berikut: 

a. Tim hanya wajar dan tepat dibentuk untuk 

melaksanakan pekerjaan yang memerlukan sejumlah 

pekerja, agar berlangsung lebihe efektif dan efisien 

daripada dikerjakan secara perseorangan. 

b. Tim hanya dibentuk untuk menghasilkan sesuatu 

yang menunjang, pencapaian tujuan bisnis 

organisasi/perusahaan. 

c. Tim hanya dibentuk untuk melaksanakan pekerjaan 

yang hasilnya dapat diukur/dinilai dalam 

hubungannya dengan tujuan organisasi/perusahaan. 

a. Tim dapat dibentuk jika dapat dilakukan pelatihan 

tertentu secara cepat agar anggotanya memenuhi 

persyaratan spesialisasi atau persyaratarr tertentu 

secara fleksibel, yang diperlukan untuk menyelesaikan 

pekerjaan yang diserahkan pada tim. 

b. Tim dapat dibentuk apahila dapat ditentukan secara 

jelas batas kewenangannya dengan kewenangan 

manajer yang bidang kerjanya berhubungan dengan 

pekerjaan yang discrahkan kepada tim. 

Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa desain atau 

desain ulang Pekerjaan Tim bcrarti menetapkan tugas-

tugas yang harus dikerjakan melalui proses kerjasama, 

yang diperkirakan akan memberi  hasil yang lebih baik 

daripada jika dikerjakan sendiri oleh seorang pekerja. 

Bentuknya dapat seperti yang telah dikemukakan di atas 

berupa tim (team) kerja yang jwnlah anggotanya tidak 

terlalu banyak, yang berasal dari para pekerja berbagai 

unit kerja, yang tugas pokoknya berhubungan dengan 

tugas yang dipercayakan pada tim. Dalam pengertian yang 

lebih luas, tim kerja dapat berarti jaringan kerja antara para 

pekerja pada unit kerja yang satu dengan yang lain dalam 

melaksanaan pekerjaan, yang merupakan tugas dan 

tanggung jawab bersama sesuai porsi masing-masing. 

Jaringan kerja ini  harus didesain, agar setiap pekerja 

mengetahui dan menjalankan peranan dan fungsinya, 

sehingga tidak menjadi penghambat pelaksanaan 

pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawab pekerja 

lainnya. 

Pembentukan tim dan/atau jaringan kerja seperti 

diuraikan di atas, sebenarnya tidaklah besar pengaruhnya 

pada motivasi pekerja, namun berpengaruh langsung pada 

kepuasan kerja (QWL), yang muaranya juga pada 

memperkuat motivasi kerja bagi para pekerja.  

 

2. Desain Pekerjaan Individu  

Pelaksanaan penempatan pekerja (staffing) 

sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu, dari 

segi Manajemen SDM pada dasarnya berarti pembagian 

tugas dan tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan secara 

individual. Dalam upaya meningkatkan efisiensi dan 

efektivitas pelaksanaannya, pekerjaan yang bersifat 

individual ini  perlu didesain. Salah satu pendekatan 

dalam mendesain pekerjaan individu terlihat dalam 

diagaram (Gambar 34). 

Desain Pekerjaan Individual dimulai dari teori 

perilaku yang (implementasikan menjadi konsep-konsep 

tentang pekerjaan. Di dalam setiap konsep yang 

diimplementasikan ada  dimensi-dimensi pekerjaan 

inti (tugas pokok). Pekerjaan itu harus dilaksanakan dalam 

kondisi psikologis tertentu sebagai persyaratan penting 

untuk memberi  hasil kerja yang diinginkan, sebagai 

hasil kerja personil (pekerja secara individual). 

Teori perilaku yang diimplementasikan dalam 

kegiatan yang disebut bekerja, harus dijabarkan menjadi 

tugas-tugas yang dikombinasikan dalam pembidangan 

kerja. Pembidangan kerja yang mengemban kombinasi 

tugas-tugas sejenis, diwujudkan menjadi unit-unit kerja 

sebagai bentuk dasar pekerjaan di dalam struktur 

organisasi/perusahaan. Pelaksanaan pekerjaan pada setiap 

unit kerja dalam perwujudannya harus diatur dengan 

menetapkan hubungannya dengan konsumen sebagai 

klien. Berikutnya setelah tugas-tugas dikerjakan, setiap 

pekerja berkewajiban mempertanggungjawabkannya 

terutama mengenai beban kerja vertikal yang diterima dari 

manajer atasan masingmasing. Dalam pelaksanaannya, 

baik manajer maupun pekerja harus memiliki keterbukaan, 

sehingga setiap informasi dalam pelaksanaan pekerjaan, 

akan menjadi umpan balik yang berharga untuk 

peningkatan pelaksanaan pekerjaan secara kualitatif dan 

kuantitatif dalam kurun waktu berikutnya. 

yang berhubungan secara signifikan dengan tujuan 

organisasi/perusahaan. Selanjutnya agar tugas yang 

signifikan itu dapat dilaksanakan. diperlukan pengaturan 

kekuasaan atau wewenang dalam mengambil keputusan 

dan memerintahkan pelaksanaannya. Pada giliran 

berikutnya dari pelaksanaan keputusan dan perintah 

melalui kegiatan yang disebut bekerja akan diperoleh 

umpan balik, yang berguna bagi pengambilan keputusan 

baru.  

Pelaksanaan pekerjaan dengan memper-unakan 

keterampilan tertentu, sesuai dengan identitas tugas suatu 

unit kerja dan dibatasi pada pelaksanaan tugas yang 

signifikan hubungannya dengan tujuan organisasi/ 

perusahaan, dalam kenyataannya tidak dapat dilepaskan 

hubungannya dengan pengalarnan kerja yang relevan dari 

pekerja yang bertugas melaksanakannya. Di samping itu 

dalam pelaksanaannya diperlukan pula pengalaman 

dalam mempertanggungjawabkan hasil yang dicapai. 

Dengan melaksanakan pekerjaan secara bertanggung 

jawab, para pekerja sebagai pelaksana akan memperoleh 

berbagai pengetahuan empiris, yang berpengaruh pada 

perkembangan kebutuhan untuk mencapai keberhasilan 

dalam pelaksanaan pekerjaan berikutnya. Perkembangan 

kebutuhan itu harus dijadikan umpan balik untuk 

mendesain kembali pekerjaan di masa mendatang. 

Keberhasilan dalam melaksanakan desain 

pekerjaan individual seperti diuraikan di atas, sangat 

mcmerlukan motivasi kerja yang tinggi. Dengan demikian 

akan berlangsung pelaksanaan pekerjaan yang berkualitas 

tinggi. Sedang sebagai akibatnya akan diperoleh kepuasan 

kerja yang tinggi pula. Di samping itu akan diperoleh 

dampak yang lain, dalam bentuk terhindar atau 

berkurangnya pekerja yang tidak masuk (absen) dan 

semakin berkurang atau dapat dihindari kegiatan 

pergantian tenaga kerja dari satu unit kerja ke unit kerja 

yang lain, termasuk yang berhenti dan perlu diganti 

dengan tenaga kerja baru. 

Desain pekerjaan individual seperti diuraikan di 

atas, secara sederhana dapat diringkas sebagai berikut: 

a. Organisasi/perusahaan harus mampu membagi 

pekerjaan dan mengelompokan pekerjaan sejenis 

menjadi unit kerja. Di dalam setiap unit kerja harus 

jelas tugas-tugas pokoknya. 

b. Organisasi/perusahaan harus mampu menctapkan 

persyaratan keterampilan dan pengalaman kerja untuk 

dapat melaksanakan tugas pokok unit kerja yang 

menunjang pencapaian tujuan hisnisnya. 

c. Organisasi/perusahaan harus mampu merekrut dan 

menempatkan tenaga kerja sesuai dengan tugas-tugas 

pokok setiap unit kerja. 

d. Dalam pelaksanaan pekerjaan oleh setiap pekerja yang 

telah memenuhi persyaratan ini , diperlukan 

kemampuan para manajer untuk memberi  motivasi 

kerja, agar pekerjaan berlangsung secara herkualitas. 

e. Dari pelaksanaan pekerjaan yang dapat memberi  

kepuasan kerja, akan diperoleh berbagai informasi 

scbagai umpan balik untuk perhaikan dan 

penyempurnaan desain ulang pekerjaan individual. 

 

D. HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN SISTEM UPAII 

Dalam uraian terdahulu tentang ganjaran sebagai 

motivasi, telah diketengahkan bahwa ganjaran merupakan 

cara mcmherikan motivasi kerja yang paling 

banyak/dominan dipergunakan. Uraian hcrikut ini tidak 

hcrmaksud mengulangi uraian-uraian di dalam bab 

terdahulu, tetapi untuk nicmberikan uraian yang lebih 

rinci, karena sifatnya yang sangat dominan di lingkungan 

organisasi/perusahaan. 

Dari satu sisi Sistem Upah telah disepakati sebagai 

faktor yang sangat penting dalam mewujudkan 

penampilan kcrja yang terhaik. Di ncgara industri seperti 

Amerika Serikat diperkirakan antara 70% sampai dengan 

80% perusahaan/organisasi mempergunakan sistem ini 

untuk mendorong/memotivasi pekerjaannya. Dengan kata 

lain pemberian upah merupakan motivasi kerja yang 

penting, dalam mewujudkan pekerjaan yang produklif dan 

herkualitas (efektif dan efisien) bagi para pekerja di bidang 

kerja masing-masing. 

Dari sisi lain sulit untuk mewujudkan sislem upah 

yang dapat memotivasi pekerja. Salah satu sebabnya 

sebagaimana telah diketengahkan dalam uraian tentang 

kompensasi, ternyata banyak ditemui kenyataan para 

manajer berupaya menekan pemhiayaan (cost) seminimal 

mungkin melalui pembayaran upah. Sebaliknya para 

pekerja mengharapkan pemherian upah dalam jumlah 

maksimal, atau sekurang-kurangnya memenuhi unsur 

kewajaran (kelayakan) dan keadilan. Berikuinya dihadapi 

pula kesulitan dalam menetapkan besarnya upah yang 

dapat memotivasi kerja. Kesulitan terutama sekali 

dipicu oleh adanya berbagai perbedaan secara 

individual, kelompok/tim (team) dan berdasar  pangkat 

dan jabatan dalam keseluruhan organisasi/perusahaan. 

       Sehubungan dengan uraian-uraian di atas, ternyata 

dalam sistem pcngupahan, yang hanyak dipersoalkan para 

pekerja sebagai motivasi kerja adalah pemberian insentif, 

dengan tidak mengurangi arti dan peranan upah yang juga 

dapat dipcrgunnkan untuk memotivasi keria. Upah dasar 

sebagai motivasi terkait dengan pangkat dan 

jabatan/posisi. Satu di antaranya bahwa ada para pekerja 

yang menilni dirinya memiliki peluang untuk memperoleh 

pangkat atau jabatan yang lebih tinggi, yang tidak menjadi 

motivasi bagi pekerja yang tidak memiliki peluang 

tersehut. Sedang yang lainnya jika pekerja merasa 

terancam kehilangan pekerjaan atau jabatannya, bilamana 

tidak berprestasi tugas-tugas pokoknya Upah/gaji yang 

telah stabil tidak atau kurang berfungsi sebagai motivasi, 

karena sifatnya yang rutin dan lebih dirasakan sebagai 

hak, yang pasti diterima pada saarnya (bulanan atau 

mingguan).  

berdasar  uraian-uraian ini  di atas, maka 

perlu ditegaskan kembali bahwa dalam memotivasi para 

pekerja, yang banyak dipersoalkan adalah mengenai 

kompensasi tidak langsung, khususnya dalam bentuk 

yang disebut insentif. Tujuan system pemberian insentif 

pada dasarnya adalah :  

1. Sistem insentif didesain dalam hubungannya dengan 

system balas jasa (merit system), sehingga berfungsi 

dalam memotivasi pekerja agar terus menerus 

herusaha memperbaiki dan meningkatkan 

kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas 

yang menjadi kewajiban/tanggung jawabnya.  

2. Sistem insentif merupakan tambahan bagi upah/gaji 

dasar yang diberikan sewaktu-waktu, dengan 

membedakan antara pekerja yang berprestasi dengan 

yang tidak/kurang berprestasi dalam melaksanakan 

pekerjaan/tugas-tugasnya. Dengan demikian akan 

berlangsung kompetisi sehat dalam berprestasi, yang 

merupakan motivasi kerja berdasar  pemberian 

insentif. 

berdasar  tujuan sistem pemberian insentif 

ini  di atas, dapat dibedakan dua bentuknya terdiri 

dari: 

a. Diberikan secara tetap yang disebut tunjangan, seperti 

tunjangan istri/suami, anak (keluarga), tunjangan 

fungsional dan tunjangan struktural/jabatan. 

b. Diberikan sewaktu-waktu atau tidak tetap, seperti 

komisi penjualan, bonus dan kompensasi tidak 

langsung lainnya. 

Sistem insentif dimaksud harus memenuhi beberapa 

persyaratan, agar menjadi efektif sebagai motivasi kerja. 

Persyaratan itu terkait dengan prinsip psikologis sebagai 

berikut: 

a. Berfungsi dan bersifat sebagai penghargaan, yang 

dinilai sebagai faktor penting dalam kegiatan 

memotivasi pekerja. 

b. Dirasakan sebagai hasil dari upaya meningkatkan dan 

memperbaiki pelaksanaan pekerjaan. 

Dengan demikian berarti juga 

perusahaan harus menghindari pemberian 

insentif tanpa alasan atau dengan alasan yang tidak 

berhubungan dengan upaya memotivasi pekerja agar 

bekerja secara efektif dan efisien. Untuk itu perlu diketahui 

sebab-sebab pemberian insentif tidak berfungsi sebagai 

motivasi. Sebab-sehab dimaksud adalah sebagai berikut :  

a. Nilai finansial/materialnya sebagai 

ganjaran/penghargaan terlalu rendah, sehinaga 

berakibat tidak dirasakan manfaamya oleh para 

pekerja. 

b. Tidak ada  huhungan antara insentif sebagai 

ganjaran dengan pekerjaan yang dilaksanakan. Insentif 

seperti itu tidak akan berfungsi sehagai motivasi 

karena pekerja tidak mcngtahui untuk apa ganjaran itu 

diberikan kepadanya. 

c. Tidak didasarkan pada hasil Penilaian Karya karena 

tidak pernah atau selalu dihindari pelaksanaannya oleh 

supervisor. Dengan kata lain tanpa Penilaian Karva 

para pekerja tidak mengetahui tentang kelebihannya 

dalam bekerja yang layak menerima ganjaran atau 

patut dihargai, karena berbeda dari pekerja lainnya. 

Kecenderungan memberi  ganjaran/insentif secara 

sama tanpa membedakannya berdasar  prestasi 

kerja, tidak akan berfungsi sehagai motivasi. 

d. bila  para pekerja terikat kontrak/perjanjian dengan 

serikat sekerja. yang mengharuskan sebagian insentif 

yang diterima diserahkan untuk jangka waktu yang 

cukup lama. Jumlahnya yang cukup besar cenderung 

menimbulkan perselisihan dengan serikat sckerja, yang 

bcrakibat merugikan organ isasi/perusahaan. Kerugian 

itu dapat berbcntuk insentif yang diberikan tidak 

berfungsi sebagai motivasi, bahkan dapat mendorong 

pekerja untuk memilih lebih baik berhcnti. 

e. Insentif sebagai tunjangan tidak akan berfungsi 

sebagai motivasi untuk peningkatan prestasi jangka 

waktu lama, karena lebih dirasakan sebagai hak, 

yang tetap akan diterima meskipun tidak 

berprestasi. 

berdasar  kenyataan itu dalam memberi  

insentif untuk memotivasi, perlu diikuti prinsip pokok 

sehagai berikut: 

a. Berikan insentif hanya untuk pekerja yang produktif. 

b. Promosikan pekerja sebagai insentif non finansial/non 

material, atas dasar produktivitasnya dalam bekerja. 

Kedua prinsip pokok ini  di atas dapat 

dijabarkan secara lebih rinci sebagai berikut: 

1) Sistem insentif harus bersifat sederhana, dalam arti 

diatur secara jelas, dapat  dipahami, ringkas, dan 

sesuai dengan kepentingannya masing-masing. 

2) Pemberian insentif harus bersifat khusus, dalam arti 

pekerja mengetahui secara tepat apa yang diharapkan 

perusahaan dari dirinya dalam bekerja, yang dapat 

dikategorikan berhak memperoleh insentif. 

3) Dampak pemberian insentif dapat dinilai/diukur, 

dalam arti jumlah uang yang dikeluarkan untuk 

insentif dapat dihitung melalui perbandingannya 

dengan hasil yang dicapai, yang bila menunjukkan 

peningkatan, dapat diartikan berfungsi sebagai 

motivasi kerja. 

4) Perbaikan dan peningkatan mungkin diwujudkan, 

dalam arti insentif yang diberikan dapat mendorong 

pekerja untuk melaksanakan sesuatu secara baik yang 

memang mungkin dilaksanakannya. Apahila sesuatu 

yang diharapkan dalam bekerja tidak mungkin 

dilaksanakan, maka insentif ticlak akan berfungsi 

untuk motivasi kerja. 

 

E. SISTEM BALAS JASA YANG EFEKTIF UNTUK 

MEMOTIVASI PEKERJA 

Balas jasa sebagai ganjaran harus dikaitkan dengan 

motivasi kerja. Untuk mewujudkan sistem balas jasa yang 

efektif perlu ditempuh langkahlangkah sebagai pedoman 

bagi seorang manajer. Langkah-langkah dimaksud adalah 

sebagai berikut: 

1. Merumuskan Standar Pekerjaan. 

Rumuskanlah standar pekerjaan yang tinggi, yang 

menggambarkan volume dan beban kerja yang harus 

dilaksanakan secara efektif dan efisien. Standar pekerjaan 

secara relatif juga merupakan tujuan pekerjaan/jabatan. 

Semua sistem pemberian insentif sangat tergantung pada 

standar pekerjaan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain 

standar pekerjaan sebagai tujuan pekerjaan merupakan 

target bagi para pekerja dalam melaksanakan tugas-

tugasnya. 

Dari sisi lain standar pekerjaan akan 

mempermudah seorang supervisor dalam membagi dan 

memberi  tugas-tugas yang wajar/layak bagi setiap 

pekerja. 

Dalam kenyataannya tidaklah mudah merumuskan 

standar pekerjaan, karena sangat sulit untuk menetapkan 

kategori efektif atau tidak pelaksanaan suatu pekerjaan. 

Namun harus diusahakan agar standar pekerjaan 

dirumuskan secara akurat dengan menetapkan volume 

dan beban kerja yang dikategorikan sebagai pekerjaan 

yang produktif, jika dikerjakan secara efektif dan efisien. 

Di samping itu tetapkan juga cara melaksanakannya atau 

cara bekerja yang juga paling ideal. Dalam hubungannya 

dcngan insentif untuk motivasi kerja. standar pekerjaan 

harus jelas menyatakan tingkat pengulangan pekerjaan 

yang mungkin memperberat pelaksanaannya, demikian 

pula siklus (perputarannya) berjangka pendek dan jelas 

pula hasil yang akan dicapai. Kejelasan itu akan 

mempermudah penetapan hesarnya insentif yang akan 

diberikan, melalui usaha membandingkannya dengan 

standar pekerjaan lain, yang mungkin lebih ringan atau 

sebaliknya lebih berat. 

Pemberian insentif akan lebih akurat jika standar 

pekerjaan perumusannya dihubungkan pula dengan aspek 

keamanan/keselamatan dan kesehatan kerja, ukuran 

efisiensi kerja dan kualitas kerja serta hasilnya yang 

diinginkan. 

Akhirnya jika standar pckcrjaan telah ditetapkan, 

para pekerja harus diheri peluang untuk memperoleh 

insentif antara 20% sampai dengan 25% atau lebih dari 

gaji/upah dasarnya, tcrutama hagi yang tclah bekerja 

keras dan bijaksana bagi perusahaan/organisasi. 

       Untuk Iebih mengarahkan perumusan standar 

pekerjaan (yang diperlukan juga untuk Penilaian Karya), 

para manajer perlu memperhatikan aspek-aspek sebagai 

berikut: 

a. Analisa  Pekerjaan yang menghasilkan Deskripsi 

Pekerjaan/Jabatan, harus dibuat secara cermat karena 

merupakan sumber utama bagi perumusan standar 

pekerjaan. 

b. Di dalam Deskripsi Pekerjaan/Jabatan harus 

dirumuskan juga tentang cara/metode kerja (studi 

kcgiatan/gerak), di samping isi pokoknya tentang 

volume (jenis dan jumlah) pekerjaan yang harus 

dilaksanakan. 

c. Menetapkan juga deskripsi waktu yang dipergunakan 

(kecepatan kerja) yang seharusnya dalam 

melaksanakan tugas-tugas (studi waktu). 

Dengan mempergunakan standar pekerjaan 

sebagaimana telah dikemukakan terdahulu dapat 

ditetapkan pemberian insentif untuk memotivasi pekerja. 

Sehubungan dengan itu perencanaan insentif untuk 

pekerja tingkat bawah scbagaimana dikatakan di atas, 

bergerak antara 20% sampai dengan 25% dari upah/gaji 

dasar, yang perlu diatur dalam dua dimensi sebagai 

berikut: 

a. Menetapkan insentif rata-rata/dasar yang jumlahnya 

sama untuk semua pekerja, bagi yang telah bekerja 

keras dan bijaksana. 

b. Menetapkan insentif ekstra, untuk pekerja yang 

berprestasi. Insentif ini termasuk juga untuk pekerja 

kunci/utama dalam produk lini, yang dapat dibedakan 

sekitar 10% sampai dengan 25% dari insentif rata-

rata/dasar ini  di atas. 

bila  perusahaan memberi  

insentif yang cukup tinggi, pada para pekerja dapat timbul 

tiga kekhawatiran, yang dapat dikategorikan sebagai 

konflik dalam bekerja. Ketiga kekhawatiran ini  

adalah: 

a. Insentif ekstra karena berprestasi dalam jumlah yang 

cukup besar, dikhawatirkan para pekerja akan 

dikurangi manajer dengan insentif rata-rata, atau jika 

tidak dikurangi dikhawatirkan manajer akan 

meningkatkan standar pekerjaan dengan menambah 

volume/beban kerjanya. 

b. Pekerja juga sering mengkhawatirkan insentif ckstra 

sebagai tambahan penghasilan yang berlebih-lebihan, 

oleh manajer kemudian ditetapkan keharusan bekerja 

di luar tugas pokok sebagai usaha mengimbanginya. 

c. Insentif yang tidak membedakan jenjang/herarchi 

jabatan/status pekerja dalam kerja kelompok (tim) 

pada umuinnya disenangi oleh para pekerja, namun 

menimbulkan kesulitan dalam mempadukan pekerja 

yang tinggi dengan yang rendah statusnya. Untuk itu 

insentif sebaiknya dibedakan secara bertingkat 

berdasar  jabatan/status pekerja, agar yang lebih 

tinggi jabatannya merasa layak/wajar sesuai statusnya. 

d. Setelah memiliki Standar Pekerjaan seperti 

discbutkan dalam uraian-uraian di atas, selanjutnya 

kembangkan Sistem Penilaian Karya (Performance 

Appraisal) yang akurat. Laksanakan Penilaian 

Karya secara obyektif dan pergunakan hasilnya 

untuk menctapkan insentif terutama berupa 

insentif ekstra. Dengan demikian hcrarti Penilaian 

Karva harus difokuskan pada spesifikasi pekerjaan 

dan hasilnya, di samping mengenai pelaksanaan 

(perilaku) dalam bekerja. Selanjutnya tetapkan 

sistem pemberian ganjaran, terutama berupa 

pemberian insentif, berdasar  perbedaan hasil 

Penilaian Karya yang menggambarkan prestasi 

setiap pekerja. 

2. Selenggarakan pelatihan supervisor dalam 

pelaksanaan Penilaian Karya dan dalam kemampuan 

menyampaikan umpan balik pada para manajer dan 

hawahan. Dengan demikian setiap pekerja akan 

merasakan kesamaan perlakuan dalam Penilaian 

Karya, yang akan dijadikan dasar pemberian insentif 

ekstra. Di samping itu dengan umpan balik yang 

obyektif diharapkan pekerja (bawahan) akan berusaha 

memperbaiki pelaksanaan pekerjaannya, agar 

memperoleh kesempatan mendapatkan insentif ekstra. 

Sedang bagi para manajer umpan balik dapat 

digunakan dalam memberi  motivasi kerja bagi 

para bawahan, agar memperoleh insentif yang 

diharapkannya. Dengan kata lain umpan balik bagi 

manajer akan berguna dalam memperbaiki keputusan-

keputusan dan kebijaksanaannya dengan 

mengembangkan manajemen pekerjaan yang 

konstruktif, dalam rangka memotivasi para pekerja 

bawahannya. 

3. Lakukanlah Penilaian Karya sccara kontinyu, tidak 

sekedar sekali setahun, agar sistem ganjaran terutama 

pemberian insentif dapat dikaitkan secara ketat dengan 

pelaksanaan pekerjaan atau prestasi kerja. Dengan kata 

lain sistem ganjaran tidak boleh didasarkan pada hasil 

Penilaian Karya yang hanya dilakukan satu kali, 

karena setiap saat mungkin saja terjadi peningkatan 

dan perhaikan pelaksanaan pekeijaan oleh seorang 

pekerja. Dalam keadaan itu seorang pekerja yang 

kurang berprestasi, mungkin saja sudah melakukan 

peruhahan dan perhaikan yang layak mendapat 

insentif ekstra. Demikian Pula seorang pekerja lainnya 

yang dalam Penilaian Karya dinyatakan berprestasi, 

karena berbagai kendala berubah menjadi kurang 

berprestasi, sehingga sebenarnya tidak layak lagi 

memperoleh insentif ekstra. 

4. Dalam melaksanakan sistem ganjaran, sebaiknya tidak 

terpaku hanya pada pemberian inentif. Usahakan 

mengembangkan pemberian ganjaran sehagai 

kompensasi tidak langsung, yang banyak merupakan 

ganjaran yang berharga bagi para pekerja.  

Dari uraian-uraian di atas semakin jelas peranan 

insentif dalam memotivasi para pekerja, terutama yang 

diberikan secara priodik dan yang diwujudkan sebagai 

system balas jasa berdasar  prestasi kerja setiap pekerja. 

Untuk keperluan ini  dibedakan pemberian insentif 

para eksekutif, pekerja tingkat bawah yang sifatnya 

perseorangan dan insentif untuk pekerja dalam sebuah tim 

(team) kerja. 

1. Insentif untuk Para Eksekutif 

Setiap perusahaan sebagai organisasi kerja 

bertujuan mencapai keuntungan sebagai tujuan bisnisnya. 

Berhasilnya pencapaian keuntungan sesuai Rencana 

Strategis bisnis, merupakan wujud dari eksistensi 

perusahaan yang kompentitif, dalam 

menghadapi pesaing yang terdiri dari 

perusahaan sejenis. Eksistensi seperti itu sangat 

tergantung pada pembayaran upah/gaji dan insentif 

lainnya yang sesuai atau layak dengan pekerjaan yang 

dilakukan oleh tenaga kerja di lingkungannya. bukan pada 

pekerjaan yang diperintahkan untuk dikerjakannya 

Pekerjaan yang diperintahkan belum tentu dikerjakan, 

bilamana motivasi untuk mengerjakannya rendah. Salah 

satu faktor yang sangat besar pengaruhnya pada motivasi 

kerja sebagaimana telah berulang kali dikatakan adalah 

faktor upah/gaji dan insentif lainnya. Faktor ini  

berlaku juga bagi para eksekutif, yang dalam kegiatannya 

mewujudkan dan mempertahankan eksistensi organisasi 

seperti disebutkan di atas harus mampu memenangkan 

pasar dari perusahaan pesaingnya. 

berdasar  identifikasi seperti itu berarti setiap 

perusahaan perlu memiliki eksekutif dengan 

karakteristik sebagai berikut 

a. Kelompok eksekutif yang stabil dan kompak untuk 

jangka panjang.  

b. Strategi eksekutif yang mantap untuk jangka waktu 

panjang. 

Untuk memiliki kelompok eksekutif dcngan 

karakteristik seperti disebutkan di atas, yang berarti juga 

merupakan tim eksekutif yang memiliki motivasi kerja 

yang tinggi, perusahaan harus mampu

mengambangkan Sistem Kompensasi Total secara integral. 

Sistcm ini  yang mencakup upah/gaji dasar, insentif 

dan kompensasi lidak langsung lainnya, harus 

diintegrasikan berdasar  strategi pencapaian tujuan 

jangka panjang. Insentif untuk para eksekutif scbaiknya 

ditetapkan berupa tunjangan yang dibayarkan bersama 

upah/gaji (jangka pendek) dan insentif jangka panjang. 

Kedua insentif itu, biasanya ditetapkan berdasar  

persentasenya dari gaji/upah dasar. Dalam kenyataannya 

insentif jangka panjang lebih berfungsi sebagai motivasi, 

dari pada insentif jangka pendek yang bersifat rutin dan 

cenderung dipandang sebagai hak. 

1) Insentif Jangka Pendek  

Dalam merencanakan insentif ini seharusnya 

ditetapkan di luar aset organisasi/perusahaan. Dengan 

demikian penetapannya harus didasarkan pada 

indikator seperti keberhasilan perusahaan yang 

menyangkut faktor pendapatan bersih dan keuntungan 

total yang diperoleh, setelah dipisahkan dari beberapa 

penerimaan khusus untuk investasi. Bentuknya selain 

tunjangan, dapat berupa pcmberian bonus, dengan 

persentase sebesar 35% untuk manajer senior dan 22% 

bagi manajer menengah dari gaji/upah dasarnya 

masing-masing. Pembcrian bonus yang dilakukan 

secara berkala, lebih berfungsi sebagai motivasi 

daripada insentif berbentuk tunjangan yang diberikan 

secara tetap. 

2) Insentif Jangka Panjang. 

Insentif ini sebaiknya didesain berupa strategi 

pemberian ganjaran berdasar  keuntungan, yang 

besarnya disesuaikan dengan kontribusi masing-

masing dalam meraih keuntungan secara berkala.

Besarnya kontribusi berarti persaingan dalam prestasi, 

sehingga sangat penting peranannya dalam 

memotivasi para manajer. Strategi ini antara lain akan 

selalu membuka peluang bagi diciptakannya suatu 

proses baru dalam memproduksi barang atau jasa, 

dihasilkannya rencana dan produk baru, terbukanya 

pasar baru atau berkembangnya pasar yang lama 

dalam pemasaran produk organisasi/perusahaan. 

Dengan kata lain strategi ini berpengaruh pada 

pelaksanaan pekerjaan yang bersifat kualitatif, bukan 

pekerjaan yang bersifat kuantitatif, sesuai dengan 

volume dan beban tugas para manajer. Dengan strategi 

ini para manajer menyadari bahwa gagasan, 

kreativitas, intuisi,  kecepatan dan ketetapan waktu 

serta keberanian dalam berbisnis, menjanjikan insentif 

yang lebih besar melalui keuntungan atau sukses 

maksimal yang dicapai oleh organisasi/perusahaan. 

 

2. Insentif untuk Pekerja Tingkat Bawah 

Insentif ini sebenarnya telah banyak dibahas dalam 

uraian-uraian terdahulu, yang sifatnya adalah pemberian 

tambahan penghasilan di samping upah/gaji dasar yang 

diterima oleh para pekerja. Dalam mewujudkan insentif ini 

selalu dikaitkan dengan kemampuan pelaksanaan 

pekerjaan, yang diukur dari standar pekerjaan. Oleh 

karena itu insentif ini tidak akan dibahas ulang, karena 

dapat diimplementasikan dengan menggunakan uraian-

uraian terdahulu. khususnya tentang standar pekerjaan 

dalam sub bab ini juga. 

3. Insentif Tim (Team) 

Insentif dapat juga diberikan pada tim/kelompok 

kerja, dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas 

dan memperbaiki moral kerja, sehingga berarti berfungsi 

sebagai motivasi. Di samping itu motivasi kerja biasanya 

telah lebih dahulu muncul, karena merasa ikut dipercayai 

untuk berpartisipasi melaksanakan tugas-tugas atau 

memecahkan masalah perusahaan melalui 

kerja dalam kelompok. Dalam kondisi seperti itu, maka 

pemberian insentif akan semakin memperkuat motivasi 

kerja. 

Insentif tim pada dasarnya merupakan insentif 

individual, yang diperoleh karena menjadi anggota tim 

atau yang diperoleh berdasar  hasil kerja 

tim/kelompok. Misalnya berupa bonus karena 

keberhasilan tim meningkatkan produktivitas atau 

memperluas pasar. 

Tim dapat dibedakan antara Tim Kecil dengan 

anggotanya terdiri dari 4 sampai dengan 7 orang pekerja, 

dan Tim Besar dengan 30 sampai dengan 40 orang pekerja 

sebagai anggotanya. Dalam pengertian yang lebih luas, 

bahkan suatu unit kerja (Bagian, atau biro, atau 

departemen), dapat dipandang/ ditempatkan sebagai 

sebuah tim kerja. Dengan demikian Tim Kerja dapat 

diartikan sebagai penugasan sejumlah pekerja untuk 

bekerjasama dalam melaksanakan suatu pekerjaan, karena 

memikul tugas dan tanggung jawab atau jabatannya 

memiliki saling keterkaitan dengan pekerjaan yang harus 

diselesaikan. Sedang insentif tim berarti insentif yang 

diberikan pada anggota suatu tim yang sebagai satu 

kesatuan hekerjasama melaksanakan tugas-tugas yang 

sama, pada waktu yang sama pula. 

Insentif Tim sebagaimana diuraikan di atas 

memiliki kebaikan sebagai berikut: 

a. Memungkinkan memberi ganjaran kepada pekerja 

yang tidak langsung berperan dalam proses produk 

lini, di antaranya yang bertugas memberi  

pelayanan sebagai tugas yang sangat esensial bagi 

sebuah organisasi/perusahaan. Dengan kata lain 

memungkinkan memberi  insentif pada pekerja di 

luar produk lini dan pemasaran, yang sebelumnya 

hanya menerima upah/gaji dasar sebagai reguler. 

b. Mendorong terwujudnya kerjasama dalam 

melaksanakan pekerjaan dalam rangka mencapai 

tujuan bisnis organisasi, bukan persaingan yang 

bersifat saling menghalangi yang dapat merugikan 

organisasi/perusahaan. 

Di samping itu insentif tim juga memiliki beberapa 

kelemahan sebagai berikut: 

a. Dikhawatirkan manajer akan mengurangi insentif 

secara merata, terutama jika hasil kerja tim 

melampaui target dan tidak dapat dipasarkan. 

b. Dapat terjadi persaingan tidak sehat antara tim 

(team) kerja. 

c. Tidak memungkinkan pekerja mengetahui 

kontribusinya secara individual, karena yang 

dicapai adalah hasil kerja bersama atau hasil kerja 

tim. Dengan demikian berarti pekerja sebagai 

individu tidak mengetahui hubungan antara 

usahanya (kelebihan atau kekurangannya) dengan 

ganjaran yang diterimanya. Di antaranya akan ada 

pekerja yang merasa pemberian insentif kurang 

wajar/adil, karena telah bekerja keras dengan 

mendapat insentif yang sama dengan pekerja lain 

yang santai. Kondisi seperti itu justru dapat 

memperlemah atau mengurang motivasi kerjanya 

untuk lebih produktif. 

 

E. PENGEMBANGAN INSENTIF DALAM 

MEMOTIVASI PEKERJA 

Dalam uraian tentang Kompensasi Tidak Langsung 

telah dikemukakan beberapa bentuk/jenisnya, yang dalam 

kenyataannya ikut berpengaruh terhadap motivasi kerja. 

Tiga jenisnya yang besar pengaruhnya terhadap motivasi 

kerja adalah sebagai berikut: 

1. Pemberian/berbagi manfaat (profit) bagi pekerja. 

2. Pemberian/berbagi keuntungan (gain) organisasi/ 

perusahaan. 

3. Saham milik pekerja. 

Ketiga bentuk kompensasi tidak langsung ini  

di atas sebagai pengembangan sistern pemberian inscntif, 

dimaksudkan untuk meningkatkan kontribusi pekerja 

melalui peningkatan produktivitas masing-masing, karena 

memiliki motivasi kerja yang tinggi. 

1. Pemberian/Berbagi Manfaat (Profit) 

Cara ini dilakukan dengan memhcrikan bonus 

secara normal atau bcrdasarkan persentase (10% sampai 

dengan 30%) dari keuntungan organisasi/perusahaan. 

Pembagiannya dilakukan dengan menetapkan batas bonus 

terendah (minimum). bila  organisasi/pcrusahaan 

hanya mampu mcmberikan manfaat ini, 

jumlah/persentase dapat dibuat menjadi insentif fleksibel 

dengan beberapa variabel, sehingga tidak sekedar 

berbcntuk insentif finansial. Variabel terscbut sebaiknya

dipilih yang menggambarkan kebijaksanaan manajer 

dalam mengelola hubungan yang harmonis dengan 

pekerja. Misalnya berupa bantuan kesehatan, melahirkan. 

Tunjangan Hari Raya, Tunjangan Hari Natal dan lain-lain. 

Insentif ini untuk meningkatkan motivasi kerja sangat 

umum dipergunakan. Sehubungan dengan itu perlu 

diketengahkan beberapa alasan pemberian ganjaran 

dengan cara ini. Alasan dimaksud adalah: 

a. Insentif ini sebagai satu paket dapat saling menunjang 

dalam meningkatkan motivasi yang berdampak pada 

peningkatan produktivitas pekerja. 

b. Insentif ini dapat dilembagakan menjadi suatu 

struktur ganjaran yang fleksibel, yang 

diselenggarakan untuk merefleksikan posisi/kekuatan 

nyata perusahaan/organisasi secara ekonomis. 

Dengan demikian dalam kondisi/posisi ekonomis 

perusahaan cukup, maka seluruh unsur di dalam 

paket ganjaran dapat dilaksanakan. Sebaliknya jika 

posisi ini  melemah, salah satu atau beberapa 

unsur di dalam paket ganjaran dapat ditunda atau 

dikurangi. 

c. Insentif ini dapat meningkatkan jaminan kesejahteraan 

bagi para pekerja. 

d. Insentif ini berfungsi untuk memudahkan penarikan 

(rekrutmen) dan mempertahankan pekerja yang 

potensial. 

e. Insentif ini dapat mendidik pekerja secara individual 

untuk memahami kedudukannya dalam memberi  

kontribusi sebagai faktor yang menentukan sukses 

organisasi/perusahaan. Dengan demikian pekerja akan 

memahami pula bahwa ganjaran yang diterimanya 

merupakan bagian dari sistem permodalan (capitalistic 

system), yang berpengaruh pada keuntungan 

organisasi/perusahaan. 

 

2. Pemberian/Berbagi Keuntungan (Gain) 

Insentif ini merupakan sistem formal dalam 

pemberian ganjaran dengan menetapkan bcsarnya bonus 

dalam terbentuk uang (finansial) berdasar  perhitungan 

selisih antara hesarnya pembiayaan (cost) yang ditargetkan 

dengan yang dipergunakan secara nyata, selama satu 

periode pemberian bonus. Dengan demikian berarti 

besarnya bonus tergantung pada kemampuan mereduksi 

pembiayaan (cost), yang dapat terjadi jika pekerja mampu 

meningkatkan produktivitas. 

berdasar  uraian-uraian ini  di atas, berarti 

ada  tiga unsur (elemen), yang berpengaruh terhadap 

pemberian keuntungan dengan sistem ini. Ketiga unsur 

ini  adalah: 

a. Didasarkan pada Filsafat Kerjasama. 

Insentif ini biasanya hanya dilaksanakan oleh 

perusahaan yang menempatkan pekerja 

sebagai partner dengan mengembangkan huhungan 

kerjasama dalam pelaksanaan pekerjaan. Iklim yang 

dikembangkan dalam organisasi berkarakteristik saling 

mempercayai, dengan membangun komunikasi dua 

arah, dan mendorong partisipasi pekerja melalui 

hubungan industrialis yang harmonis dan bersifat 

manusiawi. Dengan filsafat seperti itu, maka para 

manajer selalu mampu menghargai pekcrja sebagai 

subyek, yang akan tinggi motivasi kerjanya bila  

memperoleh rasa aman dan puas dalam bekerja, antara 

lain melalui pemberian insentif yang memadai. 

b. Mengutamakan Sistem Pengikutsertaan Pekerja. 

Bertolak dari filsafat seperti ini  di atas, 

pelaksanaan pekerjaan akan didesain dan berlangsung 

dalam proses kerjasama yang terarah pada usaha 

memperbaiki dan meningkatkan produktivitas. Untuk 

itu cara utama yang dapat ditempuh adalah dengan 

sistem pengikutsertaan pekerja dalam melaksanakan 

pekerjaan atau memecahkan masalah-masalah 

organisasi/ perusahaan. Implementasinya antara lain 

dengan mewujudkan staf pembantu manajer sebagai 

komite yang diambil dari para pekerja yang potensial, 

kerja dalam tim (team), dan yang paling sederhana 

adalah manajer yang bersifat terbuka terhadap saran-

saran para pekerja. Dengan implementasi seperti itu, 

pemberian insentif akan dilakukan dengan 

menggunakan prestasi atau tingkat produktivitas 

sebagai ukuran dalam keikutsertaan pekerja dalam 

melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang 

dipercayakan organisasi/perusahaan. 

c. Berfokus pada bonus berupa uang. 

Insentif utama untuk memolivasi keikutsertaan dalam 

pelaksanaan pekerjaan ditetapkan dalam bentuk uang 

(finansial), yang dipandang layak/memadai. Periode 

pemberian bonus berjangka waktu pendek, yang 

dibayarkan dari keuntungan berjangka waktu pendek 

pula. 


3. Saham Milik Pekerja 

Insentif dapat diberikan dalam bentuk Rancangan 

Saham Milik Pekerja (Employee Stock Ownership Plans 

disingkat ESOPs), yang berpengaruh langsung pada 

motivasi kerja. Insentif ini merupakan perluasan sistem 

ganjaran berupa penyerahan sejumlah saham perusahaan 

pada pekerja. Di samping itu dapat juga dilakukan dengan 

memberi  kcsempatan kepada pekerja untuk membeli 

saham perusahaan di bawah harga pasar, sehingga akan 

membawa dampak yang menguntungkannya. Cara ini 

dapat digunakan oleh perusahaan besar atau 

kecil, yang akan memberi  motivasi kerja, karena 

pekerja merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab pada 

keberhasilan organisasi/perusahaan. Dengan kata lain 

kegagalan berupa kerugian perusahaan, berakibat 

kerugian pula bagi pekerja sebagai pemilik saham 

perusahaan, sehingga tidak ada pilihan lain selain harus 

bekerja dengan motivasi yang tinggi.