Tampilkan postingan dengan label Kisah Para Rasul 1_8. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisah Para Rasul 1_8. Tampilkan semua postingan

Kisah Para Rasul 1_8

 



Kisah Para Rasul 1:8 merupakan suatu master plan misi Allah yang Kristus 

amanatkan kepada para murid. Melalui pertolongan dan kuasa Roh Kudus yang 

telah dicurahkan para peristiwa Pentakosta, seluruh master plan misi Allah 

tersebut tergenapi secara progresif. Itulah yang hendak Lukas perlihatkan 

melalui kitabnya yang kedua, Kisah Para Rasul. Kebenaran ini menjadi landasan 

pemahaman teologis bahwa bermisi adalah melaksanakan master plan misi 

Allah. Kisah Para Rasul 1:8 juga mengingatkan bahwa menjadi saksi Kristus 

merupakan panggilan bagi semua orang percaya tanpa terkecuali. Atas dasar 

kebenaran ini, maka tidak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak bermisi 

atau bersaksi bagi Kristus. Bahkan kebenaran ini mengingatkan bahwa bermisi 

bukan tergantung kepada hebatnya program tetapi seberapa efektif program- 

program tersebut dalam memperkenalkan Kristus. Kisah Para Rasul mem- 

berikan suatu dasar kebenaran bahwa pelayanan misi yang dilakukan gereja- 

gereja sekarang sesungguhnya merupakan kelanjutan dari fase “ujung bumi.” 

Misi yang dilakukan oleh gereja-gereja masa kini adalah bagian dari fase 

memperkenalkan Kristus sampai ke seluruh permukaan bumi secara geografis 

hingga Kristus kembali untuk kedua kalinya pada akhir zaman. 

Kitab Kisah Para Rasul merupakan jilid kedua dari tulisan Lukas.1 

Secara ekplisit dalam bagian prolog (1:1) Lukas menegaskan bahwa 

tulisannya tersebut merupakan kelanjutan dari karyanya yang pertama 

(Injil Lukas). Kedua volume karya Lukas tersebut terlihat memiliki satu 

kesatuan fokus berita yang sama – keselamatan di dalam Yesus Kristus 

kepada segala bangsa – serta berkesinambungan.2 Injil Lukas dalam narasi 

kelahiran Kristus melalui seruan malaikat – “Jangan takut, sebab 

sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk 

seluruh bangsa” (Luk. 2:10)3 –menekankan siapakah Yesus Kristus yang 

kisah-Nya dicatat oleh Lukas, yakni Yesus Kristus adalah Juruselamat 

segala bangsa. Penggenapan dan realisasi berita tersebut ditunjukkan oleh 

Lukas melalui bukunya yang kedua, Kisah Para Rasul.4 

Narasi Kisah Para Rasul sendiri dimulai Lukas dengan peristiwa 

kenaikan Yesus Kristus kembali ke sorga. Yang menarik, peristiwa ini 

dicatat Lukas di dalam kedua bukunya tersebut (lihat Luk. 24:44-53 dan 

 

 

 

1 Tradisi Kristen mula-mula mengatakan bahwa Injil ketiga dan Kitab Kisah Para 

Rasul ditulis oleh Lukas (Yuhani Loukas) yang merupakan seorang non-Yahudi yang 

berbahasa Yunani – yang kemungkinan berasal dari Antiokhia. Lukas diyakini memiliki 

latar belakang pendidikan medis, yakni seorang dokter. Jelas dia seorang yang 

berpendidikan. Dan Lukas merupakan kawan seperjalanan dalam perjalanan misi Paulus. 

Tidak heran ada banyak kata ganti orang pertama jamak (“kami” dalam 16:10-17; 20:5; 

21:18; 27:1-28:16) yang dipakai dalam karyanya yang kedua tersebut yang menunjukkan 

dia terlibat langsung dan menjadi saksi mata, khususnya dalam perjanan misi Paulus. 

(bandingkan dengan J. N. Geldenhuys, “Lukas, Penulis Injil,” dalam Ensiklopedia Alkitab 

Masa Kini, jilid I (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2004), 654. 

2 Witherington III menegaskan, bahwa secara linguistik, gramatikal, tematik, dan 

teologis tidak terbantahkan Lukas dan Kisah Para Rasul datang dari tangan sama. Lihat 

Ben Witherington III, The Acts of the Apostles: A Socio-Rhetorical Commentary (Grand Rapids, 

MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1998), 5. Bandingkan juga dengan John 

B. Polhill, “Interpreting the Book of Acts,” in Interpreting the New Testament: Essays on Methods 

and Issues, ed. David Alan Black and David S Dockery (Nashville, Tennessee: Broadman & 

Holman Publishers, 2001), 404. 

Catatan ini hanya ditemukan dalam Injil Lukas. 

4 Dalam pengamatan Bock, subjek utama Lukas dalam kedua volume tulisannya 

tersebut bukan hanya tertuju kepada sejarah Yesus Kristus dan gereja-Nya. Beban utama 

Lukas jauh lebih dalam. Perhatian Lukas kepada rencana Allah yang sedang menggenapi 

janji-Nya. Awal dari penggenapan tersebut datang melalui Yesus dan Gereja, yang terdiri 

dari bangsa Yahudi dan bangsa-bangsa lain. Dan akhir dari penggenapan tersebut akan 

tiba ketika Yesus Kristus datang kembali (Kis.  3:18-26). Lihat Darrell L. Bock, “Teologi 

Lukas – Kisah Para Rasul,” A Biblical Theology of The New Testament (Malang: Gandum Mas, 

2011), 95. 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 65 

 

Kis. 1:4-11).5 Walau terkesan tumpang tindih, dicatatnya peristiwa 

kenaikan Yesus Kristus kembali ke Surga di dalam kedua bukunya oleh 

Lukas menunjukkan adanya nilai penting di balik kisah tersebut, 

khususnya bagi bukunya yang kedua, Kisah Para Rasul. Peristiwa 

kenaikan Yesus Kristus dalam bagian prolog Kisah Para Rasul jelas 

terlihat memiliki kaitan signifikan dengan narasi sepanjang kitab 

tersebut. Lukas sepertinya hendak menekankan satu pesan, bahwa 

kembalinya Kristus ke Surga merupakan saatnya bagi para murid 

melanjutkan misi Yesus dan bergerak untuk memperkenalkan kepada 

segala bangsa akan Sang Juruselamat dunia. Tekanan misiologis tersebut 

terlihat dari catatan Lukas tentang amanat Yesus Kristus kepada para 

murid dalam Kisah Para Rasul 1:8. Secara teologis, amanat Kristus dalam 

Kisah Para Rasul 1:8 dapat dikatakan sebagai dasar alasanbagi Lukas 

dalam menghasilkan karya literaturnya yang kedua tersebut. Oleh sebab 

itu, amanat Yesus Kristus dalam 1:8 dalam kisah kenaikan Yesus Kristus 

kembali ke Surga memiliki makna penting bagi keseluhuran tulisan Lukas 

dalam Kisah Para Rasal. Polhill melihat 1:8 yang “sets the theme of the 

entire book.”6 Lebih dari itu bahkan Lukas menjadikan pasal 1:8 tersebut 

sebagai dasar dalam membangun struktur kitab Kisah Para Rasul secara 

keseluruhan.7 Melalui pemaparan sebuah perjalanan narasi yang natural 

Lukas memperlihatkan bagaimana para murid bersaksi tentang Kristus 

sebagai Juruselamat dunia digenapi secara progresif, mulai dari 

Yerusalem, menyebar ke daerah Yudea dan Samaria dan akhirnya sampai 

ke “ujung bumi”. Oleh sebab itu, tujuan penulisan ini adalah untuk 

menunjukkan bagaimana Kisah Para Rasul 1:8 digenapi secara progresif di 

dalam seluruh kitab Kisah Para Rasul. Selanjutnya, penulis menujukkan 

beberapa implikasi teologis sebagai implementasi- nya bagi pelayanan 

misi gereja masa kini. 

 

 

 

 

5 Paralelisme perikop peristiwa kenaikan Yesus Kristus kembali ke sorga dalam 

kedua kitab penginjil Lukas hanya akan terlihat ketika pembagian perikopnya keduanya 

– berbeda dengan pembagian LAI – dimulai dari ayat-ayat yang lebih awal dalam 

pasalnya masing-masing. Injil Lukas harus dimulai dari ayat 44 (24:44-53) sementara 

dalam Kisah Para Rasul dimulai dari ayat 4 (1:4-11). Demikian paralelisme pesan utama 

kedua perikop akan terlihat lebih jelas. Dalam hal ini, ada pun pesan paralel dari kisah 

kenaikan Yesus Kristus kembali ke sorga dalam kedua kitab tersebut adalah amanat 

Yesus Kristus kepada para murid sebelum terangkat ke sorga agar mereka pergi menjadi 

saksi-Nya bagi bangsa-bangsa. 

 

Analisis Biblika terhadap Kisah Para Rasul 1:8 dan Penggenapannya 

 

Kisah Para Rasul 1:8 memiliki peranan penting dalam membentuk 

struktur dan alur pikiran Lukas dalam seluruh kitab Kisah Para Rasul. 

Ayat ini menjadi dasar berpijak Lukas dalam menyampaikan pesan dari 

kitab ini bahwa sejarah gereja mula-mula membuktikan apa yang 

diamatkan Kristus kepada para murid-Nya telah terlaksanakan dan 

tergenapi secara progresif. 

 

Analisis Konteks Kisah Para Rasul 1:8 

Literatur Helenistik menunjukkan karya atau tulisan dengan genre 

“Acts” umumnya mencatat perbuatan-perbuatan dari satu peribadi yang 

terkenal, seperti Aleksander Agung, Augustus dan tokoh-tokoh besar 

lainnya. Namun adakalanya juga berupa catatan tentang sekelompok 

orang terkenal, seperti The Acts of Early Kings.8 Dalam hal ini, dalam 

perspektif genre Acts atau Kisah Para Rasul dapat dikatakan sebagai 

sebuah catatan tentang perbuatan satu pribadi tertentu atau mungkin 

catatan yang berisi perbuatan dari sekelompok orang atau bahkan 

keduanya. 

Pada abad ke-2 dan ke-3, Bapa-bapa gereja mulai coba memberi judul 

bagi buku Lukas yang kedua tersebut, karena Lukas sendiri tidak 

memberikan judul baginya. Beberapa judul yang pernah diusulkan seperti, 

The Memorandum of Luke oleh Tertullianus, The Acts of All the Apostles oleh 

kanon Muratorian. Dan yang paling terkenal The Acts of the Apostles, yang 

pertama kali dipakai dalam pengantar kepada Lukas oleh anti- Marcionite 

dan juga oleh Irenius9–akhirnya judul ini juga yang dipakai dalam 

terjemahan LAI yang diterjemahkan sebagai Kisah Para Rasul. 

Jikalau memerhatikan isi dari pada kitab ini, maka sesungguhnya 

yang hendak ditunjukkan oleh Lukas bukanlah keberhasilan para rasul 

dalam melaksanakan amanat Kristus. Dengan kata lain bukan kehebatan 

para murid yang hendak diperlihatkan, melainkan karya dan kuasa Roh 

Kudus dalam menuntun dan memampukan sehingga misi Kristus yang 

dititipkan kepada murid-murid-Nya terlaksana dengan sempurna. Roh 

Kudus di dalam kuasa-Nyalah yang memimpin para murid untuk bersaksi 

sampai akhirnya secara bertahap menggenapkan amanat  Kristus 

tersebut. Dalam hal ini, Witherington III memberikan satu kesimpulan 

yang sangat baik, “If there is any dominant actor in the book of Acts, 

 

 

it is God in the person of the Holy Spirit who guides and directs the words and deeds 

especially of the main protagonists in the narrative.”10 Oleh sebab itu, sebenarnya 

judul yang tepat diberikan bagi buku kedua dari Lukas ini adalah “The Acts 

of the Holy Spirit”.11 Bruce (1990:21-22) sebagaimana dikutip Bock 

menyebutnya sebagai Gospel of the Holy Spirit.12 Klein bersama koleganya, 

Blomberg dan Hubbard, Jr. dalam Introduction to Biblical Interpretation 

melihat judul ini lebih deskriptif karena sejalan dengan pemaparan  Lukas 

tentang turunnya Roh Kudus di hari Pentakosta dan dilanjutkan dengan 

pemenuhan-Nya atas diri orang-orang percaya sebagai kunci dari 

kelahiran dan pertumbuhan komunitas Kristen yang baru.13 

Sebaliknya, ada kesan kurang tepat kalau kitab ini diberi judul The 

Acts of the Apostles karena Kisah Para Rasul sendiri tidak mengisahkan 

seluruh rasul yaitu duabelas rasul. Hanya dua orang yang menonjol dari 

kelompok ini dalam tulisan Lukas, yakni Petrus dan Yohanes. Selanjut- 

nya orang-orang kunci lainnya yang dicatat Lukas dalam kitab ini justru 

bukan dari kelompok ini. Stefanus, Filipus,14 Paulus dan Yakobus (saudara 

Tuhan Yesus)15  serta Barnabas merupakan tokoh-tokoh di  luar 

 

dua belas murid yang ikut ditonjolkan oleh Lukas dalam Kisah Para 

Rasul.16 Kalaupun judul The Acts of the Apostles tetap dipakai, sebagaimana 

dijelaskan Bock, 

 

…was intended to highlight that the characters God uses in Acts are to be seen as sent 

from God. Acts, however, is less focused on individuals than it is on the  selective 

presentation of the growth of the community and its message…. In fact, the key 

character in Acts is God, his activity, and his plan.17 

 

Dalam konteks Kisah Para Rasul, amanat Yesus Kristus dalam 1:8 

sendiri merupakan bagian dari pernyataan-Nya sebagai respons kepada 

pertanyaan para murid dalam 1:6: “Lord, are you at this time going to restore the 

kingdom to Israel?” (NIV).18 Namun pertanyaan para murid sendiri muncul 

karena pernyataan Yesus dalam ayat 5 yang menegaskan bahwa mereka 

tidak lama lagi19 akan dibaptis dengan Roh Kudus. Kata chronō, dari kata 

chronos yang secara literar dapat diartikan “time” dalam pertanyaan para 

murid merujuk kepada a specific interval of time, yakni the specific interval of time 

of the restoration of Israel’s Kingdom. Dalam literatur Yahudi termasuk yang di 

luar Perjanjian Lama, harapan bahwa Israel akan dipulihkan kembali 

menjadi “a place of great blessing” mendapat perhatian penting terkhusus 

sejak pembuangan (bdg. Yer. 16:15; 23:8; 31:27–34; Yeh.   34–37; 

Yes. 2:2–4; 49:6; Amos 9:11–15; Sirakh 48:10; Kebijaksanaan Salomo 17–18; 

1 Henokh 24–25; Tobit 13–14).20 Sementara pencurahan Roh Allah  ke atas  

umat-Nya  dalam  konteks  literatur  Yahudi  (khususnya Perjanjian 

 

dalam catatan sejarah, menyebutnya sebagai seorang yang saleh dan jujur (Eus., EH. 2. 

23). Bahkan tradisi mengatakan bahwa Tuhan Yesus sendirilah yang menunjuknya 

menjadi uskup pertama di Yerusalem (Eus., EH. 7. 19). Lihat Marshall, The Acts of The 

Apostles, 210-211; bandingkan dengan R. V. G. Tasker, “Yakobus,” dalam Ensiklopedia 

Alkitab Masa Kini, jilid II (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2004), 546. 

16  Bock, Acts, 2. 

17  Bock, Acts, 1. 

18 Terjemahan LAI – “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan 

bagi Israel?” mengindikasikan bahwa para murid sedang mengajukan permintaan  bukan 

pertanyaan. Sementara melihat respons Yesus dalam pada 1:7, maka seharusnya apa yang 

diajukan para murid adalah pertanyaan bukan permintaan/permohonan. Dalam hal ini 

beberapa terjemahan Inggris menerjemahkannya dengan lebih tepat, seperti NIV (yang 

dikutip di atas), NET Bible “Lord, is this the time when you are restoring the kingdom to 

Israel?”, KJV “Lord, wilt thou at this time restore again the kingdom to Israel?”, NAS 

“Lord, is it at this time You are restoring the kingdom to Israel?”. 

19 NET Bible menerjemahkan frasa “tidak lama lagi” dengan “not many days from 

now”. 

20 Lihat Bock, Acts, 61. 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 69 

 

Lama) diyakini sebagai tanda datangnya zaman baru tersebut, yakni 

dimulainya chronos restorasi Israel (Yoel 2:28; bdg. 2:18; 3:1).21 Tentu ini 

menjadi peluang naiknya ekspektasi mereka akan tibanya chronos restorasi 

Israel. 

Selanjutnya jika mundur lagi pada ayat 4, akan ditemukan catatan 

Lukas tentang nasihat Yesus kepada para murid-Nya supaya tidak 

meninggalkan Yerusalem. Yesus secara tegas menyarankan para murid 

untuk tidak meninggalkan Yerusalem karena janji pencurahan Roh Kudus 

akan segera terjadi di sana. Dan tentu tidak diragukan bahwa  para murid 

memiliki dasar pengetahuan akan  pengajaran  Perjanjian Lama bahwa 

harapan restorasi Israel akan dimulai di Yerusalem.22 Pada kesempatan 

yang sama, keyakinan para murid akan kemesiasan Yesus Kristus juga 

pasti tidak terbantahkan. Dalam hal ini yang diyakini telah diteguhkan 

oleh kebangkitan Yesus Kristus sendiri. Maka tidak heran, dengan dasar 

harapan mesianik yang tinggi kepada Yesus Kristus yang mereka miliki, 

ketika para murid mendengar Yesus berbicara tentang kedatangan Roh 

Kudus yang tidak lama lagi akan terjadi di Yerusalem, maka fokus mereka 

langsung tertuju kepada restori kerajaan Israel.23 Peterson menegaskan, 

“The apostles were expecting Jesus, as God’s anointed king, to usher in the restoration 

to which many Jews looked forward, and of which Jesus himself had spoken.”24 Ini 

memperlihatkan harapan politis akan restorasi Israel masih sangat kental 

dalam pemikiran para murid. Bruce mengatakan, “The apostles evidently 

maintained their interest in the hope of seeing the kingdom of God realized in the 

restoration of Israel’s national independence.”25 

Tanggapan Yesus dalam ayat 7 menunjukkan bahwa Dia memang 

tidak menyanggah secara langsung ekspektasi politis akan restorasi 

kerajaan Israel dari para murid tersebut. Yesus justru mengakui bahwa 

memang   masa   itu   akan   terjadi.   Namun,   dengan   terkesan    sedikit 

 

 

 

spekulatif, Yesus menjelaskan bahwa masa itu merupakan sebuah “rahasia 

ilahi”. Jawaban Yesus tersebut secara tidak langsung menegas- kan bahwa 

waktu atau masa itu masih menjadirahasia eskatologis yang ada dalam 

kedaulatan Bapa tentang waktu penggenapannya. Bahkan Anak sendiri 

pun tidak tahu mengenai kapan waktunya tersebut akan tiba (bdg. Mrk. 

13:32).26 Jawaban Yesus sebenarnya sedang merujuk “waktu” atau “masa” 

kepada final restotarion of Israel. Yang menarik kata “waktu” atau “masa” 

(chronous ē kairous)27 dalam jawaban Yesus dalam bentuk jamak. 

Menanggapi hal ini, Bock menegaskan, “The question about the specific 

time in verse 6 is answered with respect to all times and seasons in verse 

7.”28 Yesus sedang membawa para murid kepada suatu pemahaman bahwa 

mengenai “waktu” atau “masa” memang tidak dapat ditebak. Hal ini tentu 

sejalan dengan penegasan Yesus bahwa itu adalah sebuah rahasia Ilahi. 

Marshall menjelaskan, kalau itu merupakan rahasia Allah, maka tidak ada 

tempat bagi manusia untuk berspekulasi.29 Inti jawaban Yesus tentang 

penggenapan “waktu” atau “masa” – secara tidak langsung– adalah bahwa 

waktu itu memang belum tiba. Dengan kata lain, jawaban Yesus atas 

pertanyaan para murid dalam ayat 6 adalah “bukan”. Hanya saja, 

sebagaimana pandangan Bruce, “Jesus’ answer did not take the form of a direct 

“No.””30 

Namun pada sisi lain, penekanan Yesus tentang kedatangan Roh 

Kudus yang tidak lama lagi memberi indikasi kuat akan ada sesuatu yang 

baru yang akan segera terjadi. Dalam pengajaran-Nya sebagaimana yang 

Lukas coba perlihatkan dalam ayat 3 bahwa kebenaran tentang Kerajaan 

Allah (tēs basileias tou theou)31 menjadi berita utama Yesus. Fokus berita 

tulisan Lukas sendiri – baik Injil Lukas maupun Kisah Para Rasul – 

tentang keselamatan di dalam Yesus Kristus bagi segala bangsa tidak  bisa 

dilepas     dari penekanan teologisnya tentang Kerajaan Allah. Dalam 

 

26 Bruce, The Book of the Acts, 35. 

27 Pertanyaan para murid dalam ayat 6 hanya menggunakan kata “χρόνος” untuk 

merujuk kepada datangnya masa pengharapan Israel, sementara Yesus dalam ayat 7 

menggunakan kata “χρόνος” dan “καιρός” untuk menjelaskan tentang masa atau waktu 

tersebut. Namun kata “ἤ” yang digunakan dalam jawaban Yesus, sepertinya 

mensejajarkan kedua kata tersebut. Dalam pengamatan Bock, “It is possible, however, 

that the first refers to a specific time period and the second to a broader time frame.” 

Lihat Bock, Acts, 63. 

28 Bock, Acts, 63; Tulisan Bock berdasarkan pemahaman Jervell (1998:115). 

29 I. Howard Marshall, The Acts of The Apostles: An Introduction and Commentary,  Tyndale 

New Testament Commentaries (Nottingham & Surabaya: Inter-Varsity Press & 

Momentum, 2007), 60. 

30 Bruce, The Book of the Acts, 35. 

31 Dalam Kisah Para Rasul, kata “Kerajaan Allah” (tēs basileias tou theou) muncul 

sebanyak enam kali (1:3; 8:12; 14:22; 19:8; 28:23, 31). 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 71 

 

bukunya yang pertama Lukas memulai narasi kelahiran Yesus dengan 

memberi penekanan akan kedatangan Yesus Kristus sebagai Raja dari 

keturunan Daud (bdk. Luk. 1:27, 32-33, 68-69; 2:4, 11). Dan di dalam 

bukunya yang kedua, seperti yang dikatakan Goldsworthy, “…Luke’s 

account of how the kingdom comes by the preaching of the gospel in all the world (Acts 

1:6-8; 2:22-36).”32 Lukas memulai Kisah Para Rasul dalam 1:3 dengan catatan 

bahwa berita utama Yesus setelah kebangkitan-Nya sampai menjelang 

kenaikan-Nya adalah tentang Kerajaan Allah, serta menutup kitab 

keduanya tersebut dengan catatan tentang pemberitaan rasul Paulus 

ketika dia berada di Roma juga tentang Kerajaan Allah (28:30- 31).33 Lukas 

ingin menunjukkan bahwa berita tentang Kerajaan Allah memiliki 

signifikansi teologis yang penting atas kesaksian para murid dalam Kisah 

Para Rasul. 

Bock melihat, “God’s Kingdom… refers to God’s promised rule that comes with 

Jesus’s messianic program and activity.”34 Yesus Kristus membangun Kerajaan 

Allah tersebut melalui diri-Nya dan dengan diri-Nya sendiri bertindak 

sebagai Raja di dalam-Nya (bdg. Luk. 1:33; Yes. 9:5-6). Di dalam 

pelayanan-Nya, Yesus menunjukkan tanda-tanda bahwa Kerajaan 

tersebut telah datang (bdg. Luk. 11:20; 17:21). Kerajaan Allah itu sendiri 

telah hadir bersama dengan kedatangan Yesus Kristus, Sang Mesias. 

Namun kehadiran Roh Kudus diperlukan untuk meneguhkan akan 

datangnya Kerajaan tersebut, dan sekaligus untuk memetraikan umat- 

Nya yang akan masuk ke dalamnya. Di samping itu pencurahan Roh 

Kudus merupakan penanda titik balik yang krusial dari zaman perjanjian 

Musa (Kovenan Lama) menuju zaman perjanjian baru (Kovenan Baru) 

yang dihasilkan melalui kematian Yesus Kristus yang memberi landasan, 

dengan kebangkitan-Nya yang membenarkan dan meneguhkan, serta 

kenaikan-Nya ke surga untuk duduk di sebelah kanan Bapa bertakhta 

sebagai Raja (1:1-11).35 Baptisan dan didiaminya semua orang  percaya oleh 

Roh Kudus (2:38-39; bdg. 1 Kor. 12:13) dan fenomena bahasa-bahasa asing 

(2:5-12;10:44-46;19:4-7) menandai sebuah pemisahan yang signifikan dari 

masa-masa Perjanjian Lama.36 

Yesus sedang memproklamirkan Kerajaan-Nya, Kerajaan Allah. Dan 

kehadiran Roh  Kudus yang tidak  lama  lagi  akan segera  meneguhkannya. 

 

 

Namun Kerajaan yang Dia bawa memiliki pemahaman yang berbeda 

dengan apa yang diharapkan para murid atas-Nya. Jawaban Yesus dalam 

1:8 yang sekaligus sebagai amanat-Nya kepada para murid-Nya sedang 

mengarahkan para murid-Nya kepada pemahaman baru terhadap konsep 

Kerajaan-Nya. Seperti yang dijelaskan Peterson, Yesus “…interpreted it in 

terms of the gift of the Spirit and the fulfillment of prophecies about the restoration of 

Israel as a servant community, called to be God’s ‘witnesses’ to the nations (Is. 43:10,  12 

and 44:8).”37 

Masa restorasi itu memang akan dimulai melalui hadirnya Roh Kudus 

ke tengah-tengah umat-Nya. Sebagaimana kelanjutan penjelasan 

Perterson, “The end-time restoration would begin with the pouring out of the promised 

Spirit and the bringing of God’s salvation, first to Israel and then ‘to the ends of the 

earth’ (Is. 49:6; cf. Is. 42:6–7). It would be consummated when Jesus returned (cf. 1:11; 

3:20–21).”38 Namun restorasi yang terjadi sejak hadir-nya Roh Kudus 

bersifat telah terjadi tetapi masih menanti penyempurnaannya pada saat 

kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali kembali pada akhir zaman. 

Peterson menambahkan, “Through the witness of Jesus’ apostles, ‘the 

kingdom’ would be restored to Israel, but not in nationalistic or political 

terms, nor immediately in the full and final sense outlined in biblical 

prophecy (cf. 3:19–26).”39 Itulah Kerajaan yang Kristus bangun, bukan 

dalam pengertian politis apalagi geografis. Dengan kata lain, restorasi 

Kerajaan Israel yang dimulai dan dipimpin Yesus Kristus adalah secara 

rohani. Suatu kerajaan yang menuntut orang-orang yang hidup di dalam 

pimpinan Roh Kudus40 dan bersaksi bagi Kristus untuk membawa jiwa- 

jiwa (bangsa-bangsda) masuk ke dalam Kerajaan-Nya tersebut. Marshall 

menjelaskan, hal yang perlu dilakukan oleh para murid adalah 

menyelesaikan tugas mereka sebagai saksi Kristus, bukan terfokus pada 

apocalyptic speculation.41 

 

Janji Kuasa untuk Bersaksi dari Roh Kudus 

“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas 

kamu.”   Jawaban Yesus dalam ayat 8   dapat   dikatakan  sebagai    suatu 

 

37 Peterson, The Acts of the Apostles, 109. 38 Peterson, The Acts of the Apostles, 109. 39 

Peterson, The Acts of the Apostles, 109. 

40Kerajaan Allah dalam pengajaran Yesus oleh mayoritas ahli Perjanjian Baru 

dewasa ini lebih dipahami sebagai pemerintahan Allah dari pada wilayah kekuasaan- 

Nya, tepatnya pemerintahan Allah atas hidup umat-Nya. Lihat John Drane, Memahami 

Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologis (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 128-129. 

41 I. Howard Marshall, The Acts of The Apostles: An Introduction and Commentary, Tyndale 

New Testament Commentaries (Nottingham & Surabaya: Inter-Varsity Press & 

Momentum, 2007), 60. 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 73 

 

pengalihan fokus dari hal yang kurang penting kepada hal yang lebih 

penting. Hal ini dipertegas oleh penggunaan kata konjungsi “tetapi” 

(ἀλλὰ, alla). Kata “tetapi” mengarahkan perhatian para murid kepada 

kuasa Roh Kudus yang akan turun untuk memampukan mereka untuk 

menjadi saksi-saksi Kristus. Sebelum masa penyempurnaan restorasi 

“Israel” tiba, sebagaimana dijelaskan di atas, tugas utama yang perlu 

dilakukan dan diselesaikan oleh murid-murid Tuhan adalah menjadi saksi 

bagi-Nya.42 Namun sebelum mereka menjalankan mandat Yesus tersebut, 

mereka harus menerima kuasa melalui pencurahan Roh Kudus yang akan 

terjadi tidak lama lagi. 

Kata “kuasa” berasal dari kata dunamin dari akar kata dunamis yang 

secara literal berarti, power, might, strength, force (Mat. 14:2; 22:29; Kis. 1:8; 

Rom. 1:4; Kol. 1:11; 2 Tim. 3:5; Ibr. 7:16; 2 Pet. 1:3). Secara sederhana dunamis 

dapat diartikan suatu kekuatan, kuasa, kemampuan yang memungkin 

sesuatu untuk dilakukan atau diselesaikan. Dalam konteks ini, berarti 

dengan dunamis dari Roh Kudus para murid akan dimampukan, 

diperlengkapi untuk bersaksi. Peterson menjelaskan, “the power that is 

promised in 1:8 is essentially related to the task of being Christ’s witnesses, though this 

is not all that Acts teaches about the role of the Spirit in believers.”43 Bahkan dunamis 

dari Roh Kudus akan menjadi kekuatan bagi para murid Kristus untuk 

mendobrak segala halangan dan rintangan dalam bersaksi. 

Kata dunamis digunakan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul  sebanyak 

sepuluh kali dengan beberapa konteks pemakaian.44 Tiga kali (2:22; 8:13; 

19:11) yang merujuk kepada kuasa dalam mukjizat-mukjizat; tiga kali 

untuk menjelaskan tentang kuasa yang menyebabkan terjadinya 

mukjizat-mukjizat (3:12; 4:7; 10:38). Dua kali merujuk kepada kuasa yang 

menyertai perbuatan para rasul (4:33) dan Stefanus (6:8) seperti dalam 

perkataan mereka dan juga termasuk perbuatan mukjizat yang mereka 

lakukan. Sementara 8:10 merujuk kepada kuasa di balik perbuatan sihir 

seorang yang bernama Simon si tukang sihir. Dan yang terakhir, yang 

dapat dikatakan yang terpenting – yang kelihatannya Lukas hendak 

merujuk semua pemakaian dunamis dalam Kisah Para Rasul pada bagian 

ini adalah 1:8. Barrett menegaskan, “This last reference contributes nothing,  but 

 

42 Ben Witherington III, The Acts of the Apostles: A Socio-Rhetorical Commentary (Grand 

Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1998), 110. 

43 Peterson, The Acts of the Apostles, 110. 

44 Lihat Bock, Acts, 63. Bandingkan dengan C. K. Barrett, A Critical and Exegetical 

Commentary on the Acts of the Apostles (Edinburgh: T&T Clark International - The 

International critical commentary on the Holy Scriptures of the Old and New Testament, 

2004) 78. 

74 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017 

 

the others may be added up to give the sense of δύναμις in 1:8.”45 Dan kata dunamis 

itu sendiri hanya akan didapatkan kalau Roh Kudus turun ke atas mereka. 

Oleh sebab itu, Yesus sebagaimana dicatat Lukas dalam ayat 4 telah 

mengingatkan mereka supaya tidak meninggal-kan Yerusalem untuk 

menanti kedatangan Roh Kudus (1:5 bdg. Luk. 24:49). Dalam ayat 4, 

Lukas menghubungkan Roh Kudus sebagai Pribadi yang dijanjikan oleh 

Bapa yang akan memberikan kuasa bagi orang percaya (bdg. Luk. 24:29; 

Kis. 2:17-21; dan perhatikan Yoel 2:28-32). Dan di dalam Kisah Para Rasul, 

Lukas secara historis membuktikan bagaimana Pribadi tersebut berkarya 

membangun gereja-gereja-Nya melalui para penginjil. Barrett 

mengeaskan, “The Holy Spirit is one of the major themes of Acts; some would say the 

central and most important theme.”46 Ini menjadi alasan kuat mengapa Lukas 

menggunakan bagian prolog ini untuk memperkenalkan Roh Kudus yang 

secara profetik telah dijanjikan Bapa akan segera datang. Pasal 2 mencatat 

secara detail bagaimana janji Bapa tersebut digenapi secara supernatural 

melaui peristiwa Pentakosta – pencurahan Roh Kudus (2:1-13).47 Sejak itu 

secara tidak langsung, Lukas memperlihatkan bagaimana Roh Kudus 

bekerja di balik pribadi-pribadi yang diurapi-Nya pasal demi pasal yang 

dimulai dari rasul Petrus di dalam khotbahnya yang telah 

mempertobatkan kira-kira tiga ribu orang (2:14-41). Kuasa Roh Kudus 

juga diperlihatkan bekerja di dalam kehidupan komunitas orang percaya. 

Inilah signifikansi peran dan karya Roh Kudus dalam pembangunan 

Kerajaan Allah yang hendak diperlihatkan Lukas dalam Kisah Para Rasul. 

Kuasa (δύναμις) dari Roh Kudus ketika dikaitkan dengan bersaksi 

(μάρτυρες, martures) bagi Bock mempunyai pengertian “to being empowered 

to speak boldly by testifying to the message of God’s work through Jesus.”48 Kuasa Roh 

Kudus dalam bersaksi bukan hanya berbicara tentang keberanian, namun 

juga harus dipahami sebagai pemberian hikmat oleh Roh Kudus kepada 

para penginjil  dalam bersaksi  misalnya  Stefanus  dengan penuh 

 

45 Barrett, A Critical and Exegetical Commentary on the Acts of the Apostles; The Acts of the 

Apostles, 78. 

46 Barrett, A Critical and Exegetical Commentary on the Acts of the Apostles; The Acts of the 

Apostles, 111. 

47 Terkait dengan peristiwa pencurahan Roh Kudus dalam 2:1-13, Peterson 

menegaskan, “The Holy Spirit’s ‘coming’ is not continuous, but definitive (the context so 

delimits the aorist participle epelthontos to show that the meaning is temporal and 

punctiliar here), though clearly the Spirit is available at any time after Pentecost for those 

who repent and are ‘baptized in the name of Jesus Christ’ (2:38). In the light of v. 5, this 

coming of the Spirit upon the apostles must be equivalent to being baptized with the Holy 

Spirit (cf. 2:4 note).” Lihat Peterson, The Acts of the Apostles, 110. 

48 Bock, Acts, 63. 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 75 

 

hikmat dari Roh Kudus melakukan pembelaan di hadapan imam besar 

(7:1-53). Kuasa Roh Kudus dalam Kisah Para Rasul juga berkaitan erat 

dengan karunia Allah, yakni kemampuan dalam melakukan tanda-tanda 

dan mukjizat sebagai bukti peneguhan datangnya zaman baru atau 

kovenan baru, lebih tepatnya Kerajaan Allah. 

“Bersaksi” (μάρτυρες, martures)49 sebenarnya bukan konsep baru 

dalam era kovenan baru. Konsep ini memiliki akar dalam Perjanjian Lama 

(Bil. 35:30; Ul. 17:6–7; Yes. 43:10–12; 44:8).50 Pentateukh merujuk kata 

“saksi” (Ibrani êd) ke dalam konteks yustisi, yakni saksi dalam sebuah 

pengadilan. Sementara dalam Yesaya merujuk kepada saksi Allah. Catatan 

dalam Yesaya 43:10-1251 sekalipun bagian ini mengandung makna profetik 

– memberi bukti bahwa bangsa Israel sebenarnya telah diamanatkan oleh 

Allah akan panggilan untuk menjadi saksi Allah, bahkan dari sejak 

panggilan pertama kali datang kepada Abraham (bdk. Kej. 12:2-3). Namun 

umat kovenan lama gagal menjalankan panggilan Allah tersebut, 

khususnya mereka gagal untuk menjadi saksi Allah bagi bangsa-bangsa 

lain. Dan panggilan ini dialamatkan kembali kepada umat kovenan baru. 

Bahkan Kisah Para Rasul 1:8 memperlihatkan, menjadi saksi Kristus 

merupakan panggilan utama umat kovenan baru. 

Para murid dipanggil untuk menjadi saksi bagi Kristus, berarti modal 

mereka dalam bersaksi adalah pengalaman mereka tentang kebersamaan 

dengan Yesus Kristus. Lukas menegaskan bahwa modal utama para murid 

dalam bersaksi adalah apa yang mereka saksikan dengan mata mereka 

tentang Yesus Kristus, khususnya tentang kebangkitan-Nya (bdg. Luk. 

24:48; 1:22).52 Bahkan dapat dipastikan bahwa inilah tujuan utama dari 

Lukas lewat bukunya, Kisah Para Rasul, sebagai kesaksian tertulis 

tentang siapakah Yesus Kristus, Sang Mesias yang hidup, dan bagaimana 

kesaksian itu secara dinamis diteruskan para penginjil sampai ke ujung 

bumi. 

Roh Kudus yang memberi mereka kapabilitas untuk dapat bersaksi 

dengan berani dan penuh kuasa. Secara tidak langsung Lukas dalam pasal 

2 memperlihatkan bagaimana Petrus seorang yang pernah menyangkal   

Yesus   sebanyak   tiga   kali   diubahkan   dan dimampukan 

 

49 Kata “Bersaksi” (μάρτυρες, martures) muncul sebanyak tiga belas kali dalam 

Kisah Para Rasul dari tiga puluh lima kali pemunculan dalam seluruh Perjanjian Baru. 

Lihat Bock, Acts, S. 64. 

50 Bock, Acts, 63. 

51 Frasa ‘you will be my witnesses’ (esesthe mou martyres) paralel dengan Yesaya 43:10 (bdk. 

43:12, hymeis emoi martyres; 44:8). Peterson menjelaskan, “Isaiah envisages that the 

renewed people of God will be witnesses to the nations of the salvation of God when the 

new age arrives.” Lihat Peterson, The Acts of the Apostles, 111. 

52 Bandingkan dengan Bock, Acts, 64. 

76 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017 

 

menjadi seorang saksi Kristus yang efektif yang berhasil mempertobat-

kan kira-kira tiga ribu jiwa dalam sekali berkotbah.53 

Yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan Paulus, Stefanus, 

Filipus dan yang lainnya yang bukan berasal dari dua belas murid?54 

Apakah mereka memiliki kualifikasi sebagai saksi-saksi Kristus? Melalui 

Kisah Para Rasul, Lukas justru memperlihatkan mereka sebagai saksi- 

saksi Kristus yang hebat. Sekalipun mereka tidak menjadi saksi mata 

langsung, namun bisa saja mereka juga pernah menjadi saksi mata 

langsung tentang Yesus selama Dia masih bersama para murid dalam 

kesempatan tertentu maka dapat dipastikan mereka memperoleh ke- 

saksian itu dari para murid yang pernah menjadi saksi mata langsung. Dan 

tentu pengalaman spiritual bersama Yesus Kristus yang akan menjadi 

modal berharga bagi kesaksian mereka. Sebagai contoh, Paulus yang 

memiliki pengalaman spiritual bersama Yesus dalam perjalanannya ke 

Damsyik (9:1-19). Dan yang terpenting adalah kuasa Roh Kudus yang 

memberi kualifikasi dan kapabilitas bagi mereka dalam bersaksi adalah 

modal terbesar dan yang terutama. 

Tanpa peristiwa Pentakosta, maka dapat dipastikan gereja tidak akan 

memiliki “kuasa” untuk bersaksi. Oleh sebab itu, para saksi dapat bersaksi 

bagi Kristus sehingga Kerajaan Allah diberitakan dengan sempurna, maka 

gereja-Nya harus diberikan kuasa Roh Kudus terlebih dahulu.55 Inilah 

pesan yang hendak Lukas tegaskan sebagai pendahuluan dari tulisannya 

yang hendak mengisahkan tentang sejarah per- kembangan Kerajaan 

Allah melalui para saksi-Nya di dalam pimpinan dan kuasa Roh Kudus. 

 

Menjadi Saksi Kristus dari Yerusalem sampai “ke Ujung Bumi” 

Secara garis besar Yesus dalam amanat-Nya sebagaimana tercatat 

dalam Kisah Para Rasul 1:8 menginstruksikan bahwa kesaksian para 

penginjil akan dimulai dari Yerusalem, dan kemudian akan menyebar ke 

daerah Yudea dan Samaria, sampai ke “ujung bumi”.   

Bock menjelaskan demikian: 

 

 

53 Bock, Acts, 64. 

54 Matias yang terpilih sebagai pengganti Yudas Iskariot untuk melengkapi dua 

belas murid adalah saksi langsung dari kehidupan Yesus Kristus. Karena dia dipilih dari 

kriteria mereka yang selalu bersama Yesus selama Dia masih bersama para murid, yakni 

mulai dari baptisan Yohanes sampai Yesus terangkat ke Surga (bdg. 1:21-22) – yang 

waktu itu terseleksi dua orang, yakni Yusuf yang disebut Barsabas dan Matias yang 

akhirnya terpilih (1:23-26). 

55 Andrew Brake, Menjalankan Misi Bersama Yesus: Pesan-pesan bagi Gereja dari Kisah Para 

Rasul (Bandung: Kalam Hidup, 2016), 4. 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 77 

 

Jerusalem will be important in Acts 1–7. Judea and Samaria will become a concern in Acts 

8–10. After a brief return to Jerusalem in Acts 11–12, the gospel will spread, primarily 

focused on the mission from Antioch, eventually reaching Rome through Paul. In this sense, 

1:8 introduces the book by showing a concern for the geographical expansion that Luke loves 

to note.56 

 

Kisah Para Rasul 1:8 ini disejajarkan dengan nubuatan Yesaya dalam 

Yesaya 49:6.57 Peterson melihatnya sebagai programmatic statement dalam  1:8 

tidak dapat dipahami hanya sebatas pemahaman physical geography 

melainkan juga dalam pemahaman theopolitical sebagaimana dalam 

nubuatan Yesaya tersebut dapat ditemukan tiga tahap “the new exodus” 

yang akan terjadi: yang pertama bahwa keselamatan pertama-tama akan 

turun di Yerusalem, selanjut pada tahap yang kedua akan terjadi 

reconstitution and reunification of Israel yang mencakup wilayah Yudea dan 

Samaria, dan yang terakhir bahwa keselamatan akan sampai ke “ujung 

bumi” sehingga bangsa-bangsa (gentiles) akan disambut ke dalam umat 

Allah.58 

Sementara Marshall melihat programmatic statement dalam 1:8 ini 

sebagai sebuah cultural spread. Injil keselamatan pertama-tama akan 

menjangkau the Aramic-speaking Jews dan juga kelompok the Greek-speaking 

Hellenists di Yerusalem, dan kemudian akan meluas kepada non-Jews, yang 

dimulai dengan the Samaritans and the Ethiopian traveler, dan yang terakhir 

mejangkau bangsa-bangsa (Gentiles) yang meluas dari Kaesarea sampai 

ke Antiokhia, ke Siprus dan Galatia, ke Asia, ke Makedonia dan Akhaya, 

dan yang terakhir sampai ke Roma.59 Dengan perspektif  pendekatan yang 

hampir sama, yakni dari sudut political-cultural, Ellis melihat 1:8, “… presents 

the expansion of the Christian witness from the center of Judaism to the center 

 

 

 

 

56Bock, Acts, 64. Ellis membagi narasi Kisah Para Rasul berdasarkan perkembangan 

ekspansi penyebaran Injil secara geografis sebagai berikut: 1:1-7:60 (Yerusalem); 8:1-11:18 

(Yudea and Samaria); 11:19-12:25 (Siria); 13:1-16:10 (Siprus and Asia Kecil); 16:11-19:22 

(Yunani); 27:1-28:31 (Roma). Lihat Earle Ellis, “‘The End of the Earth’ (Acts 1:8),” Bulletin 

for Biblical Research 1 (1991): 121. 

57“Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan 

suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. 

Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya 

keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi” (Yes. 49:6). 

58 Peterson, The Acts of the Apostles, 112. Peterson mengutip pernyataan Pao dan 

menyetujui pernyataannya mengenai nubuatan Yesaya. 

59 I. Howard Marshall, New Testament Theology: Many Witnesses, One Gospel (Downers 

Grove, Illinois: IVP, 2004), 157-158. 

78 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017 

 

of the Roman Empire, from the mission to Palestinian Jews to the mission to Jews and 

Gentiles of the diaspora.”60 

Dari beberapa pemahaman di atas, maka pemahaman Bock lebih 

sesuai dengan konteks Kisah Para Rasul. Dari catatan sejarah penyebaran 

Injil dalam Kisah Para Rasul, ekspansi wilayah dari 1:8 lebih berkaitan 

dengan pemahaman geografis, yakni dimulai dari kota Yerusalem, yang 

merupakan kota penting secara teologis, meluas ke seluruh Yudea dan 

Samaria yang berbicara tentang wilayah geografis Israel secara 

keseluruhan, dan sampai ke “ujung bumi” dalam arti cakupan geografis 

bangsa-bangsa lain. Namun yang terpenting bagi Lukas catatan dalam 

Kisah Para Rasul 1:8 ini merupakan “a prediction and promise of the way this 

divine plan will be fulfilled, rather than a command.”61 

 

Di Yerusalem (Pasal 2-7) 

Yang menjadi pertanyaan, mengapa kesaksian harus dimulai dari 

Yerusalem? Secara politis dan historis, Yerusalem merupakan pusat 

pemerintahankerajaan Israel. Di samping itu, secara kultural-religius, 

kota Yerusalem merupakan kota terpenting sebagai pusat kebudayaan 

dan religi Yudaisme. Namun alasan utama kesaksian harus dimulai dari 

Yerusalem ada pada alasan teologis. Secara teologis pemberian amanat 

untuk menjadi saksi Kristus tidak dapat dipisahkan dengan peristiwa 

pencurahan Roh Kudus yang akan segera terjadi di Yerusalem (1:4-5). 

Sebagaimana dalam pemaparan sebelumnya, para murid hanya dapat 

memiliki kuasa dalam bersaksi, kalau mereka telah menerima Roh Kudus. 

Di samping itu, pencurahan Roh Kudus dalam harapan profetik Perjanjian 

Lama diyakini hanya akan terjadi di Yerusalem (bdg. Yoel 2:28-32) sebagai 

bagian dari janji restorasi Israel (bdg. Yes. 2:2–4; Mi. 4:1–8; Zak. 8:20–23). 

Panggilan untuk menjadi saksi merupakan bagian dari kehidupan umat 

baru ketika penggenapan janji restorasi dimulai. Di Yerusalem-lah janji 

restorasi akan digenapi melalui pencurahan Roh Kudus. Dari sana umat 

lama yang mengalami restorasi menjadi umat yang baru akan menyebar 

untuk menyaksikan kebenaran baru tersebut serta memanggil bangsa-

bangsa lain untuk masuk ke dalam umat yang baru tersebut. 

Sebenarnya bagian ini mencakup pasal 1, tepatnya mulai 1:12. Hal ini 

karena pasal 1:12-26 memberi informasi bahwa para murid sudah berada 

di Yerusalem sesuai dengan permintaan Yesus untuk menantikan pen- 

curahan Roh Kudus. Catatan narasi tentang bagaimana para murid tetap 

berada di Yerusalem ini kelihatannya  secara  sengaja   disisipkan   untuk 

 

60 Ellis, “‘The End of the Earth’ (Acts 1:8),” Bulletin for Biblical Research 1 (1991): 121. 

61 Peterson, The Acts of the Apostles, 112. 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 79 

 

menunjukkan ketaatan para murid akan perintah Yesus agar mereka tetap 

berada di sana sampai pencurahan Roh Kudus terjadi (1:4-5). Bahkan 

Lukas memperlihatkan bahwa hampir semua pengikut Yesus Kristus ada 

di sana, baik sebelas murid, beberapa perempuan pengikut Yesus yang 

setia bersama Maria ibu Yesus, juga saudara-saudara Yesus ada di sana 

(bdg. 1:13-14). Di samping itu juga ada dua murid lain yang sempat 

disebutkan nama mereka oleh Lukasseperti Yusuf yang disebut Barsabas 

yang juga bernama Yustus, dan Matias rasul pengganti Yudas Iskariot 

(1:23). Walaupun tidak disebutkan secara eksplisit sebagaimana dalam 

1:13-14 dan ayat 23, dapat dipastikan di sana juga hadir para pengikut 

Yesus Kristus yang setia lainnya, karana dalam 1:15 Lukas dengan jelas 

mencatat bahwa yang berkumpul di sana ada sekitar setarus dua puluh 

orang, yang oleh Lukas disebut sebagai “saudara-saudara”-nya dan Petrus 

(bdg. 1:15-16). 

Namun, secara resmi bagian ini baru dimulai sejak terjadinya 

peristiwa Pentakosta (2:1-13). Peristiwa Pentakosta memiliki peran 

signifikan bagi teologi Lukas dalam Kisah Para Rasul. Selain sebagai 

catatan tentang digenapinya janji pencurahan Roh Kudus kepada orang 

percaya, peristiwa Pentakosta menjadi peristiwa momentum di mana 

tugas menjadi saksi bagi Kristus secara “resmi” di mulai. Kehadiran Roh 

Kudus secara supernatural ke atas rasul-rasul yang membuat mereka 

“berbahasa lain” (ἑτέραις γλώσσαις, heterais glōssais). “Bahasa-bahasa 

lain” di sini merujuk kepada bahasa negeri asal dari orang-orang Yahudi 

yang hadir pada peristiwa Pentakosta (bdg. 2:5), baik Yahudi diaspora 

maupun proselit, yang datang dari berbagai tempat (bdg. 2:8-12) 

menunjukkan penggenapan janji Yesus dalam pasal 1:8 bahwa Roh Kudus 

yang dijanjikan yang akan memberi kuasa bagi para murid untuk bersaksi 

telah datang. Dengan demikian janji Bapa yang dikatakan Yesus Kristus 

dalam pasal 1:4-5 telah tergenapi. 

Lukas memang tidak mencatat secara spesifik apakah isi dari 

perkataan para murid yang diucapkan dalam “bahasa-bahasa lain” yang 

dapat dimengerti oleh mereka yang hadir dalam masing-masing bahasa 

negeri asal mereka tersebut. Namun dalam ayat 11, Lukas memberikan 

informasi berupa sebuah pernyataan kesimpulan bahwa apa yang 

dikatakan oleh para murid dalam “bahasa-bahasa lain” tersebut adalah 

tentang “perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah.” Sekali lagi 

tidak ada informasi lebih detail dari Lukas, “perbuatan-perbuatan besar 

yang dilakukan Allah” yang bagaimana yang disaksikan oleh para rasul 

waktu itu. Tetapi kuasa kehadiran Roh Kudus tersebut jelas membuat 

sebagian dari mereka takjub (2:7-8, 12). Memang dalam ayat 12 ada kesan 

bahwa kehadiran kuasa dari Roh Kudus tersebut tidak sedang membuat 

mereka takjub kepada Allah, sebaliknya justru membuat mereka bingung,  

sehingga  akhirnya mereka berkata  kepada  yang lain: “Apakah 

80 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017 

 

artinya ini?” Tidak heran ada yang berprasangka negatif akan kejadian 

tersebut, bahwa “Mereka [para rasul] sedang mabuk oleh anggur manis” 

(2:13). Peterson memberi penjelasan yang cukup baik menanggapi 

permasalahan ini, “This is a reminder that ‘the miraculous is not self- authenticating, 

nor does it inevitably and uniformly convince. There must also be the preparation of the 

heart and the proclamation of the message if miracles are to accomplish their full 

purpose. This was true even for the miracle of the Spirit’s coming at Pentecost.’”62 

Respons atas kehadiran kuasa Roh Kudus melalui perkataan para rasul 

dan tentu juga tanda-tanda supranatural lain yang tampak pada peristiwa 

Pentakosta belum dapat dinilai sampai pada ayat 13 saja. Dengan kata lain, 

apakah mereka sedang takjub kepada Allah atau justru kebingungan 

karena kejadian supranatural tersebut belum dapat ditentukan sampai 

pada batas ini. Peristiwa kehadiran Roh Kudus dengan tanda-tanda 

supranatural tersebut belumlah akhir dari pada dari tujuan kehadiran 

kuasa Roh Kudus untuk memberi kuasa bagi para rasul dalam bersaksi. 

Tanda-tanda supernatural termasuk diucapkannya “bahasa-bahasa lain” 

oleh para rasul lebih kepada sebuah persiapan hati mereka yang mereka 

yang akan menerima kesaksian para rasul. Peterson melanjutkan, “Such 

puzzlement and misunderstanding cried out for explanation, pointing to the need for 

Peter’s sermon.”63 Khotbah Petruslah (2:14-40) yang menjadi inti dari tugas 

bersaksi seorang saksi Kristus setelah menerima kuasa Roh Kudus. 

Tanda-tanda supernatural yang terjadi sebelumnya lebih kepada 

jembatan sekaligus persiapan hati bahwa Roh Kudus sedang membuka 

hati mereka untuk dipersiapkan dalam menerima kesaksian atau 

kebenaran Allah bagi mereka yang akan menerima kesaksian. Oleh sebab 

itu Petrus menggunakan kondisi kebingungan mereka sebagai jembatan 

untuk memulai khotbah/kesaksiannya (2:15). Setelah Petrus 

menyelesaikan kesaksiannya, sekitar tiga ribu orang ber- tobat dan 

memberi diri dibaptis (2:41). Walau demikian, Lukas kelihatannya 

mempunyai tujuan atas terjadinya “bahasa-bahasa lain” dalam peristiwa 

Pentakosta. Dari ayat 11 – bahwa kesimpulan dari isi perkataan para rasul 

yang diucapkan dalam “bahasa-bahasa lain” tersebut adalah “tentang 

perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah” dapat dikatakan 

bahwa penekanan “bahasa-bahasa lain” memiliki kaitan erat yang tidak 

terpisahkan dengan peranan para murid dalam bersaksi, yakni 

menyaksikan perbuatan-perbuatan besar Allah. 

Yang   menjadi   pertanyaan   berikut:   “Mengapa   para   rasul  harus 

Menggunakan “bahasa-bahasa lain” (ἑτέραις γλώσσαις, heterais  glōssais)? 

 

62 Peterson, The Acts of the Apostles, 138. Peterson mengutip pernyataan dari 

Longenecker (1981: 273). 

63 Peterson, The Acts of the Apostles, 138. 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 81 

 

Bukankah para murid dapat menggunakan bahasa Aram atau Yunani yang 

merupakan dua bahasa yang cukup dikenal baik secara nasional bahkan 

internasional?64 Selanjutnya yang menjadi pertanyaan lagi, apakah para 

murid menggunakan berbagai bahasa? Ayat 6 dan 8 mem- beri bukti 

bahwa kemungkinan para murid hanya menggunakan satu bahasa, namun 

akhirnya oleh kuasa Roh Kudus didengar mereka yang mendengarnya 

dalam bahasa negeri asal mereka masing-masing. Lalu bahasa apa dan 

yang bagaimana yang keluar dari mulut para murid sesungguhnya? Ayat 4 

sepertinya memberikan indikasi bahwa bahasa yang ucapkan para rasul 

adalah suatu bahasa yang bukan pada umumnya, sehingga tidak heran 

muncul sindiran: “Mereka sedang  mabuk oleh anggur manis” (2:13). 

Namun di sini sulit untuk dibuktikan jenis bahasa yang bagaimana yang 

keluar dari mulut para rasul yang pada akhirnya didengar oleh mereka 

yang mendengar dalam bahasa negeri asal masing-masing. Bagaimana 

proses tersebut terjadi sulit untuk dijelaskan. Yang jelas itu merupakan 

bahasa yang diberikan oleh Roh Kudus kepada mereka untuk dikatakan 

(2:4). Satu-satunya jawaban yang dapat diberi- kan, sebagaimana 

dikatakan Bock, “God is at work.”65 Kuasa Roh Kuduslah yang menjadi 

sebab peristiwa supranatural tersebut terjadi. Dan inilah yang dimaksud 

dengan tanda datangnya zaman baru atau kovenan baru. Peterson 

menyebutnya, “a sign that God’s end-time restoration has begun.”66 

Terkait dengan tugas sebagai saksi ada beberapa tokoh yang 

disebutkan Lukas dalam fase ini. Seperti rasul Petrus dan Yohanes, serta 

Stefanus yang merupakan satu dari tujuh diaken yang terpilih (6:1-7). 

Dalam 5:12-16 Lukas juga menyinggung tentang para rasul secara jamak 

yang melakukan banyak mukjizat dan tanda. Kelihatannya  Lukas hendak 

memperlihatkan bahwa rasul-rasul di luar Petrus juga me- lakukan 

banyak mukjizat dan tanda.67 

Lukas juga mencatat Petrus dan Yohanes ditangkap karena kesaksian 

mereka tentang kebangkitan Yesus (4:1-22). Bahkan juga dicatat narasi 

kamatian Stefanus karena kesaksiannya tentang Kristus (7:54-8:1a). Ini 

menunjukkan bagaimana serangan dan ancaman tidak mematikan 

semangat dan keberanian mereka untuk bersaksi bagi Kristus. Mereka 

tetap dengan berani dan bersemangat untuk bersaksi bagi  Kristus.  Tentu  

melalui  semua  itu  Lukas  hendak     membuktikan 

 

64 Bandingkan dengan Bock, Acts, 102; dan Marshall, Acts, 70. 

65 Bock, Acts, 101. 

66 Peterson, The Acts of the Apostles, 111. 

67 Marshall menjelaskan, “Luke is now thinking of the healing ministry exercised not only by 

Peter (3:1–10) but also by the other apostles; unfortunately we have no details of the activities of the 

latter.” Lihat I. Howard Marshall, Acts: An Introduction and Commentary, Tyndale New Testament 

Commentaries 5 (Nottingham, England: Inter-Varsity Press, 1980), 121. 

82 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017 

 

bahwa semua itu terjadi oleh kuasa Roh Kudus yang menyertai mereka 

dalam bersaksi. 

Dalam bagian ini, Lukas juga menunjukkan bagaimana orang-orang 

percaya yang telah menerima atau telah dibaptis dengan Roh Kudus itu 

hidup dalam suatu gaya hidup yang penuh kasih (2:41-47; 4:32-37). 

Mereka saling memerhatikan satu sama lain, menjual dan membagi- 

bagikan harta mereka untuk membantu yang lain, bertekun dalam 

pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan, serta bertekun dalam doa 

dan memecahkan roti. Sekalipun Lukas tidak mencatat bahwa mereka 

juga turut bersaksi bagi Kristus, namun dapat dipastikan mereka juga 

turut mengambil bagian dalam panggilan yang telah diamanat Kristus 

tersebut. Sebagaimana ditegaskan Lukas bahwa mereka disukai semua 

orang sehingga setiap hari Tuhan menambahkan jumlah mereka (2:47). 

Tentu ini sebagai hasil dari kesaksian hidup mereka yang penuh kasih, dan 

juga karena berkat keberanian bersaksi para “penginjil”. Gaya hidup 

jemaat mula-mula ini merupakan suatu dampak dari hidup mereka yang 

dipimpin Roh Kudus. Gaya hidup demikian merupakan gambaran 

kehidupan komunitas umat yang baru yang tentu secara tidak langsung 

akan menyaksikan Yesus yang hidup dalam mereka. 

Di samping itu Lukas juga memberi catatan tentang kisah Roh Tuhan 

menghukum mati Ananias dan Safira sebagai akibat ketidak- jujuran 

mereka dalam bagian ini (5:1-11). Di sini Lukas terlihat hendak 

menunjukkan sisi lain dari peranan Roh Kudus, sebagai Roh yang 

mendisiplin, yang tidak pernah kompromi dengan dosa. Secara teologis, 

peristiwa matinya Ananias dan Safira yang dihukum langsung oleh Roh 

Tuhan sesungguhnya merupakan special case. Peristiwa tersebut tidak 

dapat ditarik suatu kebenaran teologis yang dapat digeneralkan bagi 

gereja sepanjang masa. Dengan kata lain, setiap orang yang melakukan hal 

sama sebagaimana Ananias dan Safira akan mengalami hal yang sama, 

yakni langsung dihukum mati oleh Roh Tuhan. Walau demikian, memang 

tidak dipungkiri bahwa kasus yang sama bisa terjadi, termasuk dalam 

konteks gereja sekarang, yakni gereja-gereja atau zaman setelah periode 

Perjanjian Baru. Tetapi, sekali lagi, secara teologis, atas kasus ini tidak 

dapat dibangun suatu kebenaran mutlak untuk diberlakukan secara 

umum bagi gereja sepanjang masa sampai akhir zaman. Namun satu-

satunya kebenaran teologis yang dapat ditarik dari peristiwa ini adalah 

bahwa setiap perbuatan dosa ada konsekuensinya. Artinya Tuhan pasti 

akan memberi pendisiplinan bagi setiap orang yang melanggar 

kekudusan-Nya, termasuk orang-orang percaya. Anugerah Tuhan tidak 

meniadakan pendisiplinan-Nya bagi pelanggaran atau dosa. Dalam hal  ini 

tentu sulit untuk membuat suatu daftar tentang bentuk pendisiplin- an 

Tuhan atas pelanggaran anak-anak-Nya. Tuhan dapat memakai segala 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 83 

 

secara di dalam kedaulatan-Nya untuk mendatangkan pendisiplinan, 

termasuk kematian seperti yang terjadi pada kasus Ananias dan Safira. 

Fase ini ditutup dengan kematian Stefanus (7:54-8:1a). Kamatian 

Stefanus merupakan martir pertama yang mati dalam mempertahankan 

imannya kepada Kristus. Dengan dicatatnya narasi kematian Stefanus 

oleh Lukas di dalam Kisah Para Rasul yang sesungguhnya mempunyai 

fokus kepada memperlihatkan karya dan kuasa Roh Kudus melalui para 

saksi-Nya dalam menggenapi master plan Allah terkesan dilematis. 

Bagaimana sebagai saksi Allah yang jelas-jelas dipenuhi Roh Kudus (bdk. 

6:5, 8, 10; 7:55) dapat mati dengan “tragis”? Tanpa ada pembelaan dan 

pertolongan Roh Kudus? Padahal sebagaimana catatan Lukas 7:55, Roh 

Kudus tidak meninggalkannya sampai saat dia meninggal. Kebenaran 

yang hendak Lukas perlihatkan melalui peristiwa ini adalah kuasa Roh 

Kudus yang menyertai para murid yang bersaksi lebih berfokus kepada 

penggenapan master plan misi Allah. Kuasa Roh Kudus berbicara tentang 

kedaulatan Allah dalam membuat rencana-Nya berhasil. Sehingga setiap 

manifestasi kuasa Roh Kudus atas para saksi-Nya selalu berkaitan dengan 

progres penggenapan rencana misi-Nya. Dalam hal ini, disertai kuasa Roh 

Kudus tidak meniadakan kemungkinan ancaman kematian bagi para 

saksi-Nya jikalau itu terjadi atas seizin kedaulatan-Nya dan selagi tidak 

menghambat progres penggenapan rencana misi-Nya. Sebaliknya, 

kematian Stefanus juga merupakan bagian dari rencana-Nya agar 

kesaksian meluas kepada fase berikutnya, yakni Yudea dan Samaria (bdg. 

8:1b). Di samping itu, peristiwa kematian juga memperlihatkan keteguhan 

iman dan kesetiaan para saksi-Nya yang telah dikuasai oleh Roh Kudus 

tidak tergoyahkan bahkan oleh maut sekalipun. Bahkan 7:60 

membuktikan bagaimana Stefanus memberikan satu teladan dalam 

meneladani Kristus secara sempurna, yakni mengampuni orang-orang 

yang menganiayanya sebagaimana Kristus (bdg. Luk. 23:34).68 

Memang Lukas tidak memberikan gambaran cakupan  rentang waktu 

berapa lama para “penginjil” bersaksi di Yerusalem sampai akhirnya 

mereka menyebar ke daerah Yudea dan Samaria seperti yang tercatat 

dalam 8:1b. Ancaman penganiayaan yang didahului oleh kematian 

Stefanus (bdg. 6:8-8:1) yang akhirnya memaksa mereka menyebar keluar 

dari Yerusalem. Dan tentu dapat dipastikan ini terjadi  di dalam rencana 

Allah melalui pemimpinan Roh Kudus. Yang jelas penekanan Lukas 

melalui 8:1b adalah bahwa fase pertama dari panggilan untuk menjadi 

saksi Kristus tergenapi. 

 

 

68 Bandingkan dengan Andrew Brake, Menjalankan Misi Bersama Yesus, 164. 

84 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017 

 

Di Yudea dan Samaria (Pasal 8-12) 

Yudea sesungguhnya merupakan sebuah sebutan orang Yunani dan 

Roma untuk tanah Yehuda.69 Sementara Samaria merupakan ibu kota 

Israel utara.70 Penyebutan ekspansi pemberitaan Injil secara geografis ke 

seluruh Yudea dan Samaria sesungguhnya memiliki nuansa politis. 

Seluruh Yudea secara politis merupakan sebutan kepada seluruh kerajaan 

Yehuda. Sementara Samaria mewakili seluruh kerajaan utama (Israel).71 

Dalam hal ini, ketika dikatakan kesaksian tersebar ke seluruh Yudea dan 

Samaria, berarti secara politis itu merujuk kepada cakupan geografis 

seluruh kerajaan Israel dalam satu kesatuan yang mencakup kerajaan 

utara dan selatan. Ini juga menjadi bukti bahwa janji restorasi Israel telah 

terjadi, walaupun bukan dalam arti politis, melainkan spiritual, yakni 

Kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus. 

Lukas memperlihatkan dalam 8:1b bahwa akibat timbulnya 

penganiayaan yang hebat di Yerusalem, maka orang-orang percaya mulai 

menyebar ke seluruh Yudea dan Samaria. Seperti yang telah ditegaskan 

sebelumnya, bahwa melalui bagian ini secara eksplisit sepertinya Lukas 

hendak menunjukkan bahwa fase pertama dalam tugas bersaksi para 

murid telah tergenapi. Dan sekarang memasuki fase yang kedua, bersaksi 

di seluruh Yudea dan Samaria. Bagi Peterson ini merupakan, “A new 

narrative begins with a dramatic time reference.”72 

Penganiayaan yang terjadi sebagai sebab perluasaan wilayah pem- 

beritaan Injil ke seluruh Yudea dan Samaria terkesan absennya intervensi 

Allah melalui kehadiran Roh Kudus. Bahkan juga ada kesan orang-orang 

percaya mengungsi karena takut kepada penganiayaan. Lukas kelihatan- 

nya sengaja memperlihatkan bagaimana sejarah penyebaran Injil itu 

mengalir secara natural. Lukas sendiri tidak melaporkan adanya inter- 

vensi Roh Kudus yang secara langsung yang mengarahkan atau yang 

meminta orang-orang percaya untuk menyebar ke seluruh Yudea dan 

Samaria. Sementara di tempat lain, catatan Lukas memperlihatkan bahwa 

Roh Kudus dapat berintervensi mengarahkan kehidupan para saksi-Nya, 

misalnya ketika Paulus mendapat panggilan dari Roh Kudus yang secara 

dramatis mengarahkannya untuk menyeberamg ke Makedonia  (16:4-12).  

Dengan  jelasnya  pimpinan  dan  penyertaan  Roh 

 

69 J. D. Douglas, “Yudea,” dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, jilid II (Jakarta: 

Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2004), 636. 

70 D. J. Wiseman, “Samaria,” dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, jilid II (Jakarta: 

Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2004), 350. 

71 Kerajaan Israel setelah kematian raja Salomo terpecah menjadi dua (bdg. 1 Raj. 

12:1-24), yakni kerajaan utara (Kerajaan Israel) yang dipimpim oleh Yerobeam dan 

kerajaan selatan (Kerajaan Yehuda) yang dipimpin oleh Rehabeam. 

72 Peterson, The Acts of the Apostles, 275. 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 85 

 

Kudus di dalam pelayanan para “penginjil” dan orang-orang percaya 

sebagaimana yang dipaparkan oleh Lukas dalam seluruh narasi Kisah Para 

Rasul, sekalipun tidak dicatat secara eksplisit, dapat dipastikan 

intervensi Roh Kudus ada dalam peristiwa menyebarnya orang-orang 

percaya ke seluruh Yudea dan Samaria, baik secara langsung maupun 

tidak langsung. Apalagi hal ini merupakan bagian dari master plan misi 

Allah seperti yang tercatat dalam 1:8, maka Roh Kudus dengan kuasa 

dunamis-Nya pasti mengintervensi dalam menggenapi setiap tahapan misi 

yang telah direncanakan Allah sendiri. Dalam hal ini dapat dikatakan, 

menyebarnya orang percaya keluar Yerusalem bukan karena kebetulan 

apalagi karena takut kepada penganiayaan yang hebat. Tetapi semuaitu 

merupakan progres penggenapan rencana Allah agar mereka menjadi 

saksi di seluruh Yudea dan Samaria. Di samping itu tentu agar mereka 

tetap terpelihara dari penganiayaan yang ada demi kepentingan pekerjaan 

Allah. 

Catatan Lukas dalam 8:1b disebutkan bahwa ternyata tidak semua 

orang percaya keluar dari Yerusalem. Lukas dengan jelas menyebutkan 

bahwa para rasul masih tetap bertahan di Yerusalem. Yang menjadi 

pertanyaan, apakah dari sekian ribu bahkan mungkin puluhan ribu  orang 

percaya di luar rasul-rasul semuanya keluar dari Yerusalem? Apa yang 

dimaksud dengan “mereka semua” dalam 8:1b? Dalam hal ini kelihatannya 

lebih logis kalau dikatakan tidak semua orang percaya di luar rasul-rasul 

yang keluar dari Yerusalem. Bock  melihat  bahwa “mereka semua” yang 

dimaksudkan di dalam bagian ini adalah orang Kristen Yunani, karena 

penganiayaan tersebut lebih terfokus kepada orang Kristen Yunani.73 

Dalam hal ini ada tiga alasan yang dipakai dalam membangun penafsiran 

yang demikian: Pertama tetap tinggalnya para rasul (Kristen Yahudi) di 

Yerusalem membuktikan penganiayaan ke- mungkinan tidak terlalu 

mengancam orang Kristen Yahudi, walaupun ada namun mungkin tidak 

seberat yang dialami orang Kristen Yunani; kedua martir pertama dari 

penganiayaan tersebut adalah Stefanus yang adalah seorang Kristen 

Yunani; ketiga Filipus yang adalah seorang Kristen Yunani yang ikut keluar 

dari Yerusalem. Peterson dengan mengutip Witherington menambahkan,  

There is enough evidence to conclude that the persecution was particularly directed 

against the Hellenists…that the apostles were exempted from the general attack on 

the Christians in Jerusalem ‘since Acts 1–6 has stressed the great respect for these 

early Jewish Christian leaders among the populace of Jerusalem and the fear of them 

by the authorities.”74 

 

73 Bock, Acts, 318; Bock juga setuju dengan pandangan Bruse (1988a:162); Schneider 

(1980: 479). 

74 Peterson, The Acts of the Apostles, 276. 

86 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017 

 

Terkait dengan pelayanan bersaksi bagi Kristus, dalam fase  ini Lukas 

lebih terfokus kepada Filipus (8:4-40), Petrus (9:32-11:18;  12:1-19), serta 

Paulus (9:1-31; 11:19-30; 12:25) dan Barnabas (11:19-30; 12:25). Juga 

disinggung tentang Ananias75 yang mendapat panggilan Allah untuk 

mendoakan Saulus (9:10-17). Dalam bagian ini Lukas juga mencatat 

tentang kematian Yakobus, saudara Yohanes yang dibunuh oleh Herodes 

(12:1-2). Hampir sama dengan fase sebelumnya, Lukas kembali mem- 

perlihatkan bahwa perjalanan narasi dari pekerjaan bersaksi para murid 

tetap terlihat mengalir secara natural. Seperti yang ditegaskan sebelum- 

nya, termasuk kematiaan juga dapat terjadi atas para saksi-Nya yang telah 

diperlengkapi dengan kuasa Roh Kudus, karena fokus utama karya Roh 

Kudus bukan kepada pribadi-pribadi yang dipakai-Nya, melainkan 

penggenapan master plan misi Bapa. 

Melalui bagian ini Lukas memperlihatkan bagaimana Roh Kudus 

berkarya di dalam pelayanan kesaksian para “penginjil”. Memimpin 

Filipus dalam mengadakan banyak mukjizat dan tanda (8:6-7), memimpin 

Filipus untuk menjelaskan teks Yesaya 53:7-8 kepada sida- sida dari 

Etiopia (8:35), serta melarikannya secara supranatural dari hadapan sida-

sida Etiopia (8:38). Dan yang luar biasa, Lukas menunjuk- kan bagaimana 

Yesus sendiri menyatakan diri kepada Saulus yang adalah musuh besar 

bagi orang percaya waktu itu dan mengubahnya dari seorang penganiaya 

menjadi saksi Kristus yang efektif (9:1-19a). Dicatat juga bagaimana Roh 

Kudus memberi kuasa kepada Petrus menyembuh- kan Eneas dan 

membangkitkan Dorkas (9:32-43), memimpinnya melalui suatu 

penglihatan supranatural (10:9-17) untuk melayani Kornelius dan 

keluarganya serta membaptis mereka dengan Roh Kudus (10:44-46). Di 

sana Petrus mendapat pemahaman dari Tuhan bahwa pintu keselamatan 

telah dibuka Allah bagi bangsa-bangsa lain (gentiles). Inti dari catatan- 

catatan tentang para saksi dalam bagian ini adalah bagaimana kuasa dan 

pemimpin Roh Kudus terus bekerja dalam menggenapi master plan misi 

Allah. Bahkan tantangan dan kematian yang dihadapi beberapa saksi 

Kristus tidak melemahkan iman dan semangat para saksi yang masih 

berkesempatan untuk bersaksi. 

Lukas juga mencatat bagaimana Herodes dihukum Tuhan karena 

perbuatannya yang tidak menghormati Allah (12:20-23). Ini menjadi bukti  

bahwa   tidak   ada   yang  dapat   menghalangi   kuasa  Roh Kudus 

 

 

75 Dalam Kisah Para Rasul nama Ananias muncul dua kali dalam konteks yang 

berbeda, yakni dalam 5:1-6 dan 9:10-17. Ananias yang dicatat Lukas dalam 5:1-6 jelas telah 

meninggal karena dihukum mati oleh Roh Tuhan. Jadi, dapat dipastikan bahwa Ananias 

dalam 9:10-17 yang merupakan kisah dari fase Yudea dan Samaria adalah orang yang 

berbeda. 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 87 

 

bekerja dalam menggenapi rencana misi Allah, termasuk seorang yang 

paling berkuasa di dalam dunia ini sekalipun. 

Dan yang menarik Lukas menutup fase ini dengan pernyataan, “Maka 

firman Tuhan makin tersebar dan makin banyak didengar orang” (12:24). 

Pernyataan Lukas ini secara tidak langsung hendak menegaskan bahwa 

misi Allah dalam fase ini telah tergenapi, dan siap untuk memasuki fase 

yang terakhir, “ujung bumi”. 

 

Ujung Bumi (Pasal 13-28) 

Fase ini memang tidak dimulai Lukas dengan menggunakan istilah 

“ujung bumi” yang merujuk kepada amanat Yesus dalam 1:8 sebagaimana 

fase-fase sebelumnya. Untuk itu perlu didefinikan terlebih dahulu istilah 

“ujung bumi”. Istilah “ujung bumi” (ἐσχάτου τῆς γῆς, eschatou tēs gēs) 

memiliki akar dalam Perjanjian Lama (bdg. Yes. 48:20; 49:6; Yer. 10:13). 

Namun yang menjadi pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan “ujung 

bumi”? Apakah itu merujuk kepada satu lokasi tertentu secara geografis? 

Ataukah dalam pengertian etnik?76 

Bock menjelaskan, end of the earth, ” … is geographic and ethnic in scope, 

inclusive of all people and locales.”77 Bagi Bock, misi utama dalam fase ini 

memang terfokus kepada gentiles, dan Roma sendiri diyakininya sebagai its 

center or to the world. Namun hal ini tidak berarti misi kepada Yahudi telah 

berakhir sama sekali.78 Dalam menjelaskan 1:8 tentang “ujung  bumi”, 

Witherington menambahkan, 

 

Yet it is possible to see this verse as programmatic without identifying Rome with 

the ends of the earth, since Acts 28 is an intentionally open-ended conclusion. It is 

programmatic in the sense that it alludes to a worldwide mission, and probably  also 

to a mission to both Jew and Gentile in the Diaspora, not that it alludes to Rome.79 

 

 

 

 

76 Bock memperlihatkan berbagai pendekatan yang dimunculkan para ahli: “… it 

refers here to Spain (as in 1 Clem. 5.7) and thus cover the earth (Witherington 1998: 110–11), 

…to Rome (of Pompey’s roots in Ps. Sol. 8:15, lihat Conzelmann 1987: 7), … Moore (1997: 

389–99) has a full discussion of the issue and notes that Palestine and Ethiopia have also been suggested 

as options... Pao (2000: 93) also presents a full list of options, either geographic or ethnic: Is the “end of 

the earth” Ethiopia, Israel, Diaspora Jews, Rome, Spain, the whole world, Gentiles, or the farthest end of 

the earth?” Lihat Bock, Acts, 64. 

77 Bock, Acts, 65. 

78 Bock, Acts, 65. 

79 Witherington III, The Acts of the Apostles, 110. 

88 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017 

 

Istilah “ujung bumi” diakui tidak sedang merujuk kepada Roma.80 

Lukas memang mengakhiri narasi perjalanan misi para “penginjil”, 

khususnya Paulus di kota Roma. Namun hal ini tidak berarti misi 

sebagaimana diamanatkan Kristus telah selesai. Marshall melihatnya ini 

lebih tepat dikatakan sebagai selesainya misi dunia tahap pertama.81 Misi 

tahap pertama yang dimaksudkan di sini adalah misi di luar lingkup 

geografis Israel, yang mana Yerusalem sebagai pusat misi itu bergerak 

menyebar, sementara Yudea dan Samaria berfokus pada cakupan geo- 

grafis Israel secara keseluruhan. Peterson juga memberikan komentar 

dengan nada pemahaman yang sama, “Rome is not the ultimate goal of this 

mission, even though Acts finishes with Paul’s ministry in that city.”82 Artinya misi 

dunia akan terus berkesinambungan berlanjut dari generasi ke generasi, 

dengan cakupan geografis semakin meluas sampai memenuhi seluruh 

bumi dalam cakupan secara geografis. Ketika itu terjadi, maka Kristus 

akan datang kembali untuk kedua kalinya, yang merupakan  restorasi final 

kerajaan “Israel” (bdg. Mat. 24:14). 

Oleh sebab itu, fase ini tidak dapat hanya dipahami dalam lingkup 

etnik. Pintu keselamatan bagi gentiles sudah dibuka sejak pelayanan Petrus 

di Lida dan Yope, daerah Yudea (9:32-43) di mana Kornelius menjadi 

percaya. Tetapi lebih tepat dalam lingkup pemahaman geografis (di luar 

Israel, dalam pengertian mencakup wilayah jangkauan lebih luas di luar 

geografis Israel) dan etnik (dengan fokus kepada gentiles, namun tidak 

meniadakan lagi misi kepada Yahudi). Oleh sebab itu, dapat dikatakan 

secara geografis fase pertama dan kedua telah selesai penggenapannya, 

namun secara etnik-kultural terkait dengan misi kepada bangsa Yahudi 

masih akan terus berlanjut secara progresif penggenapannya sampai akhir 

zaman. 

 

 

80 Dengan menekankan kesejajaran dengan “Yerusalem” dan “Yudea dan Samaria” 

yang merujuk kepada suatu tempat spesifik secara geografis, Ellis melihat “the end of the 

earth” juga merujuk kepada suatu tempat spesifik secara geografis. Namun Ellis tidak 

melihat the end of the earth merujuk kepada Roma (sebagaimana narasi Kisah Para Rasul 

yang diakhiri dengan pelayanan Paulus di Roma), melainkan kepada Spanyol, 

sebagaimana kota tujuan akhir dari perjalanan misi Paulus (bdk. Rom. 15:24, 28). Karena 

diperkirakan Kisah Para Rasul ditulis Lukas pada masa penganiayaan Nero (65- 

68 AD.), maka demi menjaga keselamatan Paulus dan juga hakim Roma yang 

membebaskan Paulus, maka Lukas tidak menyebut secara spesifik kota Spanyol yang 

merupakan kota tujuan akhir dari perjalanan misi Paulus. Bagi Ellis catatan Lukas 26:32 

memberi indikasi optimis bahwa Paulus dibebaskan, sehingga dapat melanjutkan 

perjalanan misinya sampai ke Spanyol. Lihat Ellis, “‘The End of the Earth’ (Acts 1:8),” 

Bulletin for Biblical Research 1 (1991):131-132. 

81  Marshall, TheActs of The Apostles, 61. 

82  Peterson, The Acts of the Apostles, 112. 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 89 

 

Perintah Roh Kudus dalam 13:2 agar mengkhususkan Barnabas dan 

Saulus bagi tugas yang telah ditentukan Tuhan bagi mereka menjadi bukti 

penanda dari Tuhan bahwa kesaksian para murid telah memasuki fase 

baru. Di samping itu penyebutan beberapa nama tempat seperti 

Antiokhia, Seleukia, Siprus, secara geografis merujuk kepada wilayah di 

luar teritorial Israel.83 Dengan demikian secara geografis, mulai pasal 13 

kesaksian para murid telah memasuki fase terakhir, “ujung bumi.” 

Fase ini Lukas mulai dengan perjalanan misi Paulus bersama Barnabas 

(13:4). Di sini fokus Lukas kelihatannya mulai beralih dari Petrus kepada 

Paulus. Paulus penting bagi Lukas karena dia dipakai oleh Allah sebagai 

pioner bagi pelayanan yang meluas kepada gentiles. Pelayanan Petrus 

kepada Kornelius dan keluarga memang menunjukkan bahwa Petrus juga 

dipakai Tuhan untuk bersaksi kepada gentiles (10:1- 48), namun Petrus 

tidak dipanggil secara spesifik ke dalam pelayanan tersebut. Panggilan 

kepada Petrus untuk melayani Kornelius dan keluarganya lebih kepada 

penegasan Allah bahwa keselamatan juga dibutuhkan oleh bangsa-bangsa 

lain (gentiles), misi penebusan Allah juga tertuju kepada bangsa-bangsa di 

luar Israel (10:45; 11:1-18). Hal ini diteguhkan melalui penglihatan yang 

Petrus dapatkan dari Tuhan (10:10- 17; bdg. 11:5-10). Berbeda dengan 

Paulus, dalam 9:15 sebagaimana dicatat Lukas, Tuhan secara khusus 

menegaskan bahwa Paulus adalah alat pilihan Tuhan untuk “bangsa-

bangsa lain”. Sekalipun Tuhan juga  katakan bahwa Paulus juga dipakai 

untuk memberitakan nama Tuhan kepada raja-raja dan orang-orang 

Israel. Namun tugas pertama Paulus adalah membawa Injil kepada 

“bangsa-bangsa lain”. Dalam hal ini, dengan menyoroti pelayanan Paulus, 

khususnya melalui perjalanan misi Paulus, Lukas membuktikan bahwa 

kesaksian tentang Kristus telah memasuki fase “ujung bumi”.84 Yang 

akhirnya Paulus akhiri  perjalanannya di kota Roma, yang merupakan 

kota yang menjadi pusat berkumpulnya bangsa-bangsa pada waktu itu, 

yang oleh Bock disebut sebagai “center or to the world.”85 

Selain Paulus, dalam fase ini Lukas juga mencatat pelayanan beberapa 

tokoh “penginjil” lainnya, seperti Barnabas, Timotius, Yohanes Markus, 

Silas, Apolos, termasuk sang penulis sendiri, Lukas, disebutkan sebagai 

rekan perjalanan misi Paulus. Namun pelayanan tokoh-tokoh yang lain 

tidak terlalu menonjol dalam catatan Lukas. Perhatian utama Lukas 

adalah perjalanan misi Paulus. 

 

 

 

83Lihat Bock, Acts, 64. Bandingkan dengan Marshall, New testament Theology, 157. 

84 Carson dan Moo, An Introduction to the New Testament, 288. 

85 Bandingkan dengan Bock, Acts, 65. 

90 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017 

 

Sekalipun berfokus kepada pelayanan misi Paulus, perhatian Lukas 

kepada peranan Roh Kudus tetap sangat terlihat. Bahkan Lukas secara 

eksplisit menunjukkan bahwa perjalanan misi yang Paulus lakukan 

merupakan perintah Roh Kudus (bdg. 13:2, 4). Hal ini menjadi dasar 

pemahaman bahwa Roh Kuduslah yang memimpin langkah perjalanan 

misi Paulus. Pengalaman Paulus dalam panggilan pelayanannya ke 

Makedonia menjadi bukti bahwa intervensi Roh Kudus ada dalam 

perjalanan pelayanan Paulus (bdg. 16:4-12). Di dalam kekuatan kuasa Roh 

Kudus, Paulus terlihat bersaksi dengan penuh keberanian, sekalipun 

harus berhadapan dengan ancaman penjara bahkan kematian. 

 

Implementasi Teologis Kisah Para Rasul 1:8 dan Penggenapannya 

dalam Pelayanan Misi Gereja Masa Kini 

 

Kisah Para Rasul 1:8 dan penggenapan progresifnya di atas dapat 

dibangun beberapa kebenaran teologis sebagai implementasi ke dalam 

pelayanan misi gereja masa kini: 

 

Misi adalah Master Plan Karya Penebusan Allah 

Kisah Para Rasul 1:8 membuktikan pekerjaan misi sebenarnya 

berbicara tentang master planAllah dalam menyelamatkan umat manusia 

dari kebinasaan yang merupakan akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa 

(bdg. Rom. 3:23; 6:23). Witherington melihat 1:8 berisi “God’s salvation 

plan.”86 Bahkan Alkitab secara keseluruhan memberikan suatu gambaran 

akan sebuah narasi besar dari sejarah karya penyelamatan Allah sepanjang 

sejarah umat manusia hingga akhir zaman. Dalam Per- janjian Lama sejak 

kejatuhan Adam dan Hawa, Allah telah mem- proklamirkan master plan 

misi penebusan-Nya bagi manusia yang telah jatuh  ke  dalam  dosa  

tersebut  (bdg.  Kej.  3:15).87   Sejak  itu  Allah mulai 

 

86 Bandingkan dengan Witherington III, The Acts of the Apostles, 111. 

87 Kejadian 3:15 dikenal sebagai protevangelium (Injil pertama), yakni kabar baik 

tentang kemenangan yang akan terjadi bagi keturunan Adam dan Hawa atas si ular 

(Setan) – bandingkan dengan Derek Kidner, Genesis: An Introduction and Commentary, 

Tyndale Old Testament Commentaries 1 (Nottingham, England: Inter-Varsity Press, 1967), 75. 

Ayat ini mengandung nilai profetik yang merujuk kepada kedatangan Mesias. Hamilton, 

walaupun tidak terlalu setuju melihat ayat hanya semata sebuah messianic prophecy – lihat 

Victor P. Hamilton, The Book of Genesis. Chapters 1-17, The New International Commentary 

on the Old Testament (Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1990), 199 

– namun dia tidak memungkiri messianic prophecy yang terkandung di dalamnya. Hal ini 

terlihat dari pengakuan Hamilton, “Would this individual, or these individuals, be among the kings 

of Israel and Judah who are the “offspring” of their father (2 Sam. 7:12; Ps. 89:5 [Eng. 4]), who “crush” 

their enemies (Ps. 89:24 [Eng. 23]) “under their feet” 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 91 

 

menjalankan misi penebusan-Nya, termasuk kepada Adam dan Hawa 

yang baru saja jatuh ke dalam dosa waktu itu. Hal ini terlihat dari 

tindakan Allah membuatkan pakaian dari kulit binatang kepada mereka 

(bdg. Kej. 3:20). Penggunaan kulit sebagai sebagai pakaian mengandung 

makna simbolik tentang penebusan.88 Sementara narasi Perjanjian Baru 

berfokus pada realisasi janji mesianik dari PL tersebut, yakni narasi 

tentang kedatangan Mesias (terfokus dalam empat Injil dan juga dalam 

beberapa bagian dari kitab-kitab lain dalam PB) dan pasca kedatangan 

Mesias (mulai dari Kisah Para Rasul sampai Yudas, termasuk Wahyu), 

serta realisasi final dari karya penebusan Allah pada akhir zaman nanti 

(terfokus pada Wahyu juga beberapa bagian dari kitab-kitab  PB lainnya). 

Secara konklusif, dapat disimpulkan bahwa seluruh narasi Alkitab mulai 

dari Kejadian sampai dengan Wahyu memperlihat sebuah metanarasi dari 

karya penebusan Allah yang merupakan master plan misi Allah. Narasi 

Alkitab membuktikan, Allah sendirilah yang menjadi Perancang sekaligus 

Pemilik dari master plan misi yang akan dijalankan oleh para saksi-Nya di 

dunia. 

Hal ini mengingatkan gereja dalam merancang suatu program 

pelayanan misi bahwa langkah pertama yang harus dilakukan oleh gereja 

adalah mencari master plan misi Allah. Master plan yang dimaksudkan di  sini 

adalah rencana atau kehendak Tuhan sendiri atas suatu misi yang akan 

dijalankan oleh gereja-gereja-Nya. Di mata Tuhan, belum tentu segala 

yang baik adalah kehendak atau rencana Tuhan. Para murid dapat saja 

melakukan tugas mereka sebagai saksi di luar master plan Allah dari Kisah 

Para Rasul 1:8, misalnya dengan langsung berangkat ke Mesir untuk 

bersaksi di sana. Di mata manusia hal itu kelihatannya tidak bertolak 

belakang dengan kehendak Tuhan. Namun sesungguhnya di mata Tuhan 

itu tidak sesuai dengan apa yang menjadi master plan Allah. Kalau itu tidak 

sesuai dengan master plan Allah, berarti gereja sedang menjalankan master 

plan-nya sendiri. Kalau yang dijalankan adalah master plan sendiri, maka 

gereja sedang tidak melakukan kehendak Allah. Narasi sejarah 

penyelamatan Allah dalam Alkitab termasuk narasi para saksi dalam 

Kisah Para Rasul  membuktikan, tidak ada saksi-Nya yang    tidak 

 

(2 Sam. 22:39), so that these enemies “lick the dust” (Ps. 72:9)? Later revelations will state that it is Jesus 

who reigns until he puts all his enemies under his feet (1 Cor. 15:25). – lihat Hamilton, The Book of 

Genesis. Chapters 1-17, 200. 

88 Tindakan Allah yang memberikan pakaian sebagai penutup ketelanjangan 

mengambarkan tindakan Allah memberikan keselamatan kepada Adam dan Hawa yang 

telah jatuh ke dalam dosa. Di samping itu penggunaan kulit binatang melambangkan 

sebuah tindakan pengorbanan yang berdarah yaitu menggunakan binatang dan darah. 

Diyakini ini yang akhirnya menjadi sistem kurban dalam Perjanjian Lama. Bandingkan 

dengan Hamilton, The Book of Genesis. Chapters 1-17, 207. 

92 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017 

 

dipanggil dan diutus oleh Allah sendiri. Panggilan dan pengutusan oleh 

Allah merupakan tindakan pendelegasian master plan misi Allah kepada 

para saksi-Nya untuk dilaksanakan. Gereja yang menjalankan misi masa 

kini juga harus mendapatkan master plan misi Allah, karena dengan 

demikian membuktikan gereja tersebut dipanggil dan diutus secara 

khusus oleh Allah untuk melakukan suatu misi khusus. 

Alasan utama mengapa gereja perlu menyesuaikan program misi 

dengan master plan misi Allah adalah karena Allah di dalam Kemaha- 

tahuan-Nya mengetahui tempat yang paling membutuhkan Injil-Nya; 

siapakah orang-orang yang telah dipilih dalam kekekalan-Nya untuk 

diselamatkan; dan cara yang paling tepat supaya Injil-Nya dapat 

disaksikan secara efektif. Dengan demikian pada akhirnya, misi yang 

dikerjakan suatu gereja akan memberikan hasil yang maksimal, karena 

yang dilakukan bukan master plan pribadi, melainkan Allah. 

 Dasar yang  diperlukan  supaya  gereja  (pribadi)  dapat menangkap 

master plan Allah adalah: 89 

1. Kedekatan relasi dengan Allah. 

2. Kemurnian dan ketulusan hati dalam mencari kehendak-Nya. 

3. Ketekunan dalam mencari kehendak-Nya. 

4. Jadikan firman Tuhan dasar dalam memberi pertimbangan. 

5. Juga diperlukan hikmat Tuhan dalam memberi pertimbangan. 

 

Roh Kudus sebagai Suksesor Misi Allah 

Lukas melalui Kisah Para Rasul membuktikan bagaimana seluruh 

master planmisi Allah yang diamanatkan kepada para murid-Nya sukses 

terlaksana secara progresif. Namun, sebagaimana telah dijelaskan 

sebelumnya, Lukas menunjukkan kesuksesan terlaksananya program misi 

Allah itu bukan karena kehebatan para saksi, tetapi Roh Kuduslah 

suksesor dibalik semua kesuksesan tersebut. Karena misi yang dilakukan 

gereja adalah master plan Allah, maka yang paling mengerti bagaimana 

menyukseskan master plan misi Allah adalah Allah sendiri melalui Roh 

Kudus. Melalui narasi Kisah Para Rasul, Lukas memperlihatkan 

bagaimana “Roh Kudus mengarahkan karya misi gereja mula-mula, seperti 

dalam tindakan gereja Antiokhia (13:2) dan larangan yang menghalangi 

Paulus dan para rekannya memasuki Bitinia (16:7).”90 Hal ini 

membuktikan intervensi karya atau peran Roh Kudus penting dalam 

suatu  program  misi  Allah.   Sebagaimana telah  ditegaskan sebelumnya, 

 

89 Dalam hal ini masing-masing pribadi sebagai tim perumus program misi gereja 

harus memiliki dasar ini. 

90 Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Lama, vol. 1 (Surabaya: Momentum, 2010), 

324. 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 93 

 

penggenapan ketiga fase rencana misi Allah secara progresif, sekalipun 

terlihat mengalir atau berjalan secara natural, namun aktor utama dibalik 

semua itu adalah Roh Kudus. 

Oleh sebab itu, sebagaimana para saksi Kristus yang pertama, hal 

pertama yang perlu dimiliki oleh gereja – orang-orang yang akan pergi 

bermisi – harus dipastikan benar-benar telah “dibaptis” oleh Roh Kudus. 

Dengan kata lain, sungguh-sungguh telah percaya dan menerima Yesus 

Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, sehingga memungkinkan Roh 

Kudus ada dan bekerja di dalam diri mereka. Ketika seorang pelaksana 

misi mengandalkan Roh Kudus dalam menjalankan misi: dia akan 

dipimpin oleh Roh Kudus ke jalan dan cara yang tepat – yang sesuai 

rencana Allah – dalam menjalankan misi Allah. 

 

Misi adalah Menjadi Saksi Kristus 

Kisah Para Rasul 1:8 mengingatkan bahwa bermisi adalah menjadi 

saksi bagi Kristus. Dengan kata lain, setiap program misi yang dijalankan 

gereja harus berujung pada memperkenalkan Kristus. Misi yang sejati 

hanyalah menjadi saksi bagi Kristus. Dengan demikian tidak alasan bagi 

gereja atau orang Kristen tertentu secara pribadi untuk tidak menjadi 

saksi Kristus. Dengan kata lain, seluruh gereja Tuhan baik secara pribadi 

maupun komunal atau organisasi, harus bermisi bagi Allah. Dalam hal ini 

modal yang diperlukan gereja dalam bermisi bukanlah masalah dana atau 

uang atau materi penunjang misi lainnya, tetapi hati yang rela untuk taat 

kepada tuntunan Roh Kudus untuk pergi menjadi saksi Kristus. 

 

Misi Gereja adalah Lanjutan dari Fase “Ujung Bumi” 

Pola tahapan bersaksi dalam Kisah Para Rasul 1:8 ini seringkali 

dipakai sebagai pola bagi gereja dalam bermisi. Mereka mengalegoriskan 

tahapan tersebut sebagai suatu pola dalam bermisi masa kini dalam 

konteks yang berbeda-beda. Dengan kata lain, misi harus dimulai dari 

lingkungan terdekat kita (Yerusalem), setelah itu baru meluas kepada 

lingkup yang lebih jauh, seperti keluarga besar kita (Yudea dan Samaria), 

setelah itu baru kepada orang-orang di luar keluarga kita, orang lain 

(ujung bumi). Yang menjadi pertanyaan, apakah secara teologis pola ini 

masih berlaku dalam pelayanan misi sekarang? 

Secara teologis tahapan-tahapan master plan misi Allah dalam Kisah 

Para Rasul 1:8 tidak dapat lagi diaplikasikan kepada konteks misi gereja 

masa kini. Ada dua alasan mengapa tahapan-tahapan tersebut tidak dapat 

dipakai secara literar bagi konteks misi sekarang adalah bahwa apa yang 

telah amanatkan oleh Yesus Kristus kepada pada murid tersebut 

merupakan peristiwa momentum pergerakan misi dari umat kovenan 

lama yang telah direstorasi menjadi umat kovenan baru. Yang secara  

teologis – sebagaimana  dalam penjelasan sebelumnya   – memang 

94 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017 

 

hanya akan dimulai dari Yerusalem, yang merupakan pusat ibadah umat 

Israel kepada Allah – karena Bait Allah ada di sana – menyebar ke seluruh 

Yudea dan Samaria – dalam cakupan wilayah Israel secara keseluruhan –

dan yang terakhir baru menjangkau wilayah geografis bangsa-bangsa lain. 

Secara geografis fase pertama dan kedua telah selesai penggenapannya, 

namun secara etnik-kultural khususnya dalam konteks misi kepada orang 

Yahudi dapat dikatakan akan terus berlanjut secara progresif hingga saat 

ini bahkan sampai kepada kedatangan Kristus kedua kali pada akhir 

zaman. 

Sementara tahap “ujung bumi” seperti yang dicatat Lukas dalam 

Kisah Para Rasul penggenapannya belum bersifat final. Dan misi dunia ini 

akan terus meluas secara berkesinambungan berlanjut dari masa ke masa, 

dengan cakupan geografis semakin meluas sampai memenuhi seluruh 

bumi dalam cakupan secara geografis. Pelayanan misi yang dijalankan 

gereja atau anak Tuhan secara pribadi masa kini adalah lanjutan progresif 

dari fase “ujung bumi” tersebut. Tugas misi gereja sekarang adalah fasa 

dari membawa Injil agar sampai ke seluruh bumi, yang mencakup 

dunia/bangsa keseluruhan secara geografis dan etnis. 

 

 

 

Kisah Para Rasul 1:8 merupakan suatu master plan misi Allah yang 

Kristus amanatkan kepada para murid. Melalui pertolongan dan kuasa 

Roh Kudus yang telah dicurahkan para peristiwa Pentakosta, seluruh 

master plan misi Allah tersebut tergenapi secara progresif. Itulah yang 

hendak Lukas perlihatkan melalui kitabnya yang kedua, Kisah Para 

Rasul.Kebenaran ini menjadi landasan pemahaman teologis bahwa 

bermisi adalah melaksanakan master plan misi Allah. 

Secara keseluruhan kitab Kisah Para Rasul memperlihatkan 

bagaimana Roh Kudus berkarya mengenapi seluruh master plan misi Allah 

dalam 1:8 melalui para saksi-Nya secara progresif. Dalam hal ini Roh 

Kudus memimpin mereka, memampukan mereka, serta memperlengkapi 

mereka dengan kuasa agar para saksi dapat menjalankan tugas mereka 

secara efektif. Kebenaran ini memberikan suatu prinsip dasar dalam 

bermisi, yakni menjadikan Roh Kudus sebagai Suksesor keberhasilan 

suatu program misi. Dengan kata lain mengandalkan pimpinan dan 

kekuatan Roh Kudus dalam bermisi atau bersaksi. 

Kisah Para Rasul memberikan suatu dasar kebenaran bahwa 

pelayanan misi yang dilakukan gereja-gereja sekarang sesungguhnya 

merupakan kelanjutan dari fase “ujung bumi.” Misi yang dilakukan oleh 

gereja-gereja masa kini adalah bagian dari fase memperkenalkan Kristus 

sampai ke seluruh permukaan bumi secara geografis hingga Kristus 

kembali untuk kedua kalinya pada akhir zaman. 

Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 95