Kisah Para Rasul 1:8 merupakan suatu master plan misi Allah yang Kristus
amanatkan kepada para murid. Melalui pertolongan dan kuasa Roh Kudus yang
telah dicurahkan para peristiwa Pentakosta, seluruh master plan misi Allah
tersebut tergenapi secara progresif. Itulah yang hendak Lukas perlihatkan
melalui kitabnya yang kedua, Kisah Para Rasul. Kebenaran ini menjadi landasan
pemahaman teologis bahwa bermisi adalah melaksanakan master plan misi
Allah. Kisah Para Rasul 1:8 juga mengingatkan bahwa menjadi saksi Kristus
merupakan panggilan bagi semua orang percaya tanpa terkecuali. Atas dasar
kebenaran ini, maka tidak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak bermisi
atau bersaksi bagi Kristus. Bahkan kebenaran ini mengingatkan bahwa bermisi
bukan tergantung kepada hebatnya program tetapi seberapa efektif program-
program tersebut dalam memperkenalkan Kristus. Kisah Para Rasul mem-
berikan suatu dasar kebenaran bahwa pelayanan misi yang dilakukan gereja-
gereja sekarang sesungguhnya merupakan kelanjutan dari fase “ujung bumi.”
Misi yang dilakukan oleh gereja-gereja masa kini adalah bagian dari fase
memperkenalkan Kristus sampai ke seluruh permukaan bumi secara geografis
hingga Kristus kembali untuk kedua kalinya pada akhir zaman.
Kitab Kisah Para Rasul merupakan jilid kedua dari tulisan Lukas.1
Secara ekplisit dalam bagian prolog (1:1) Lukas menegaskan bahwa
tulisannya tersebut merupakan kelanjutan dari karyanya yang pertama
(Injil Lukas). Kedua volume karya Lukas tersebut terlihat memiliki satu
kesatuan fokus berita yang sama – keselamatan di dalam Yesus Kristus
kepada segala bangsa – serta berkesinambungan.2 Injil Lukas dalam narasi
kelahiran Kristus melalui seruan malaikat – “Jangan takut, sebab
sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk
seluruh bangsa” (Luk. 2:10)3 –menekankan siapakah Yesus Kristus yang
kisah-Nya dicatat oleh Lukas, yakni Yesus Kristus adalah Juruselamat
segala bangsa. Penggenapan dan realisasi berita tersebut ditunjukkan oleh
Lukas melalui bukunya yang kedua, Kisah Para Rasul.4
Narasi Kisah Para Rasul sendiri dimulai Lukas dengan peristiwa
kenaikan Yesus Kristus kembali ke sorga. Yang menarik, peristiwa ini
dicatat Lukas di dalam kedua bukunya tersebut (lihat Luk. 24:44-53 dan
1 Tradisi Kristen mula-mula mengatakan bahwa Injil ketiga dan Kitab Kisah Para
Rasul ditulis oleh Lukas (Yuhani Loukas) yang merupakan seorang non-Yahudi yang
berbahasa Yunani – yang kemungkinan berasal dari Antiokhia. Lukas diyakini memiliki
latar belakang pendidikan medis, yakni seorang dokter. Jelas dia seorang yang
berpendidikan. Dan Lukas merupakan kawan seperjalanan dalam perjalanan misi Paulus.
Tidak heran ada banyak kata ganti orang pertama jamak (“kami” dalam 16:10-17; 20:5;
21:18; 27:1-28:16) yang dipakai dalam karyanya yang kedua tersebut yang menunjukkan
dia terlibat langsung dan menjadi saksi mata, khususnya dalam perjanan misi Paulus.
(bandingkan dengan J. N. Geldenhuys, “Lukas, Penulis Injil,” dalam Ensiklopedia Alkitab
Masa Kini, jilid I (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2004), 654.
2 Witherington III menegaskan, bahwa secara linguistik, gramatikal, tematik, dan
teologis tidak terbantahkan Lukas dan Kisah Para Rasul datang dari tangan sama. Lihat
Ben Witherington III, The Acts of the Apostles: A Socio-Rhetorical Commentary (Grand Rapids,
MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1998), 5. Bandingkan juga dengan John
B. Polhill, “Interpreting the Book of Acts,” in Interpreting the New Testament: Essays on Methods
and Issues, ed. David Alan Black and David S Dockery (Nashville, Tennessee: Broadman &
Holman Publishers, 2001), 404.
3
Catatan ini hanya ditemukan dalam Injil Lukas.
4 Dalam pengamatan Bock, subjek utama Lukas dalam kedua volume tulisannya
tersebut bukan hanya tertuju kepada sejarah Yesus Kristus dan gereja-Nya. Beban utama
Lukas jauh lebih dalam. Perhatian Lukas kepada rencana Allah yang sedang menggenapi
janji-Nya. Awal dari penggenapan tersebut datang melalui Yesus dan Gereja, yang terdiri
dari bangsa Yahudi dan bangsa-bangsa lain. Dan akhir dari penggenapan tersebut akan
tiba ketika Yesus Kristus datang kembali (Kis. 3:18-26). Lihat Darrell L. Bock, “Teologi
Lukas – Kisah Para Rasul,” A Biblical Theology of The New Testament (Malang: Gandum Mas,
2011), 95.
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 65
Kis. 1:4-11).5 Walau terkesan tumpang tindih, dicatatnya peristiwa
kenaikan Yesus Kristus kembali ke Surga di dalam kedua bukunya oleh
Lukas menunjukkan adanya nilai penting di balik kisah tersebut,
khususnya bagi bukunya yang kedua, Kisah Para Rasul. Peristiwa
kenaikan Yesus Kristus dalam bagian prolog Kisah Para Rasul jelas
terlihat memiliki kaitan signifikan dengan narasi sepanjang kitab
tersebut. Lukas sepertinya hendak menekankan satu pesan, bahwa
kembalinya Kristus ke Surga merupakan saatnya bagi para murid
melanjutkan misi Yesus dan bergerak untuk memperkenalkan kepada
segala bangsa akan Sang Juruselamat dunia. Tekanan misiologis tersebut
terlihat dari catatan Lukas tentang amanat Yesus Kristus kepada para
murid dalam Kisah Para Rasul 1:8. Secara teologis, amanat Kristus dalam
Kisah Para Rasul 1:8 dapat dikatakan sebagai dasar alasanbagi Lukas
dalam menghasilkan karya literaturnya yang kedua tersebut. Oleh sebab
itu, amanat Yesus Kristus dalam 1:8 dalam kisah kenaikan Yesus Kristus
kembali ke Surga memiliki makna penting bagi keseluhuran tulisan Lukas
dalam Kisah Para Rasal. Polhill melihat 1:8 yang “sets the theme of the
entire book.”6 Lebih dari itu bahkan Lukas menjadikan pasal 1:8 tersebut
sebagai dasar dalam membangun struktur kitab Kisah Para Rasul secara
keseluruhan.7 Melalui pemaparan sebuah perjalanan narasi yang natural
Lukas memperlihatkan bagaimana para murid bersaksi tentang Kristus
sebagai Juruselamat dunia digenapi secara progresif, mulai dari
Yerusalem, menyebar ke daerah Yudea dan Samaria dan akhirnya sampai
ke “ujung bumi”. Oleh sebab itu, tujuan penulisan ini adalah untuk
menunjukkan bagaimana Kisah Para Rasul 1:8 digenapi secara progresif di
dalam seluruh kitab Kisah Para Rasul. Selanjutnya, penulis menujukkan
beberapa implikasi teologis sebagai implementasi- nya bagi pelayanan
misi gereja masa kini.
5 Paralelisme perikop peristiwa kenaikan Yesus Kristus kembali ke sorga dalam
kedua kitab penginjil Lukas hanya akan terlihat ketika pembagian perikopnya keduanya
– berbeda dengan pembagian LAI – dimulai dari ayat-ayat yang lebih awal dalam
pasalnya masing-masing. Injil Lukas harus dimulai dari ayat 44 (24:44-53) sementara
dalam Kisah Para Rasul dimulai dari ayat 4 (1:4-11). Demikian paralelisme pesan utama
kedua perikop akan terlihat lebih jelas. Dalam hal ini, ada pun pesan paralel dari kisah
kenaikan Yesus Kristus kembali ke sorga dalam kedua kitab tersebut adalah amanat
Yesus Kristus kepada para murid sebelum terangkat ke sorga agar mereka pergi menjadi
saksi-Nya bagi bangsa-bangsa.
Analisis Biblika terhadap Kisah Para Rasul 1:8 dan Penggenapannya
Kisah Para Rasul 1:8 memiliki peranan penting dalam membentuk
struktur dan alur pikiran Lukas dalam seluruh kitab Kisah Para Rasul.
Ayat ini menjadi dasar berpijak Lukas dalam menyampaikan pesan dari
kitab ini bahwa sejarah gereja mula-mula membuktikan apa yang
diamatkan Kristus kepada para murid-Nya telah terlaksanakan dan
tergenapi secara progresif.
Analisis Konteks Kisah Para Rasul 1:8
Literatur Helenistik menunjukkan karya atau tulisan dengan genre
“Acts” umumnya mencatat perbuatan-perbuatan dari satu peribadi yang
terkenal, seperti Aleksander Agung, Augustus dan tokoh-tokoh besar
lainnya. Namun adakalanya juga berupa catatan tentang sekelompok
orang terkenal, seperti The Acts of Early Kings.8 Dalam hal ini, dalam
perspektif genre Acts atau Kisah Para Rasul dapat dikatakan sebagai
sebuah catatan tentang perbuatan satu pribadi tertentu atau mungkin
catatan yang berisi perbuatan dari sekelompok orang atau bahkan
keduanya.
Pada abad ke-2 dan ke-3, Bapa-bapa gereja mulai coba memberi judul
bagi buku Lukas yang kedua tersebut, karena Lukas sendiri tidak
memberikan judul baginya. Beberapa judul yang pernah diusulkan seperti,
The Memorandum of Luke oleh Tertullianus, The Acts of All the Apostles oleh
kanon Muratorian. Dan yang paling terkenal The Acts of the Apostles, yang
pertama kali dipakai dalam pengantar kepada Lukas oleh anti- Marcionite
dan juga oleh Irenius9–akhirnya judul ini juga yang dipakai dalam
terjemahan LAI yang diterjemahkan sebagai Kisah Para Rasul.
Jikalau memerhatikan isi dari pada kitab ini, maka sesungguhnya
yang hendak ditunjukkan oleh Lukas bukanlah keberhasilan para rasul
dalam melaksanakan amanat Kristus. Dengan kata lain bukan kehebatan
para murid yang hendak diperlihatkan, melainkan karya dan kuasa Roh
Kudus dalam menuntun dan memampukan sehingga misi Kristus yang
dititipkan kepada murid-murid-Nya terlaksana dengan sempurna. Roh
Kudus di dalam kuasa-Nyalah yang memimpin para murid untuk bersaksi
sampai akhirnya secara bertahap menggenapkan amanat Kristus
tersebut. Dalam hal ini, Witherington III memberikan satu kesimpulan
yang sangat baik, “If there is any dominant actor in the book of Acts,
it is God in the person of the Holy Spirit who guides and directs the words and deeds
especially of the main protagonists in the narrative.”10 Oleh sebab itu, sebenarnya
judul yang tepat diberikan bagi buku kedua dari Lukas ini adalah “The Acts
of the Holy Spirit”.11 Bruce (1990:21-22) sebagaimana dikutip Bock
menyebutnya sebagai Gospel of the Holy Spirit.12 Klein bersama koleganya,
Blomberg dan Hubbard, Jr. dalam Introduction to Biblical Interpretation
melihat judul ini lebih deskriptif karena sejalan dengan pemaparan Lukas
tentang turunnya Roh Kudus di hari Pentakosta dan dilanjutkan dengan
pemenuhan-Nya atas diri orang-orang percaya sebagai kunci dari
kelahiran dan pertumbuhan komunitas Kristen yang baru.13
Sebaliknya, ada kesan kurang tepat kalau kitab ini diberi judul The
Acts of the Apostles karena Kisah Para Rasul sendiri tidak mengisahkan
seluruh rasul yaitu duabelas rasul. Hanya dua orang yang menonjol dari
kelompok ini dalam tulisan Lukas, yakni Petrus dan Yohanes. Selanjut-
nya orang-orang kunci lainnya yang dicatat Lukas dalam kitab ini justru
bukan dari kelompok ini. Stefanus, Filipus,14 Paulus dan Yakobus (saudara
Tuhan Yesus)15 serta Barnabas merupakan tokoh-tokoh di luar
dua belas murid yang ikut ditonjolkan oleh Lukas dalam Kisah Para
Rasul.16 Kalaupun judul The Acts of the Apostles tetap dipakai, sebagaimana
dijelaskan Bock,
…was intended to highlight that the characters God uses in Acts are to be seen as sent
from God. Acts, however, is less focused on individuals than it is on the selective
presentation of the growth of the community and its message…. In fact, the key
character in Acts is God, his activity, and his plan.17
Dalam konteks Kisah Para Rasul, amanat Yesus Kristus dalam 1:8
sendiri merupakan bagian dari pernyataan-Nya sebagai respons kepada
pertanyaan para murid dalam 1:6: “Lord, are you at this time going to restore the
kingdom to Israel?” (NIV).18 Namun pertanyaan para murid sendiri muncul
karena pernyataan Yesus dalam ayat 5 yang menegaskan bahwa mereka
tidak lama lagi19 akan dibaptis dengan Roh Kudus. Kata chronō, dari kata
chronos yang secara literar dapat diartikan “time” dalam pertanyaan para
murid merujuk kepada a specific interval of time, yakni the specific interval of time
of the restoration of Israel’s Kingdom. Dalam literatur Yahudi termasuk yang di
luar Perjanjian Lama, harapan bahwa Israel akan dipulihkan kembali
menjadi “a place of great blessing” mendapat perhatian penting terkhusus
sejak pembuangan (bdg. Yer. 16:15; 23:8; 31:27–34; Yeh. 34–37;
Yes. 2:2–4; 49:6; Amos 9:11–15; Sirakh 48:10; Kebijaksanaan Salomo 17–18;
1 Henokh 24–25; Tobit 13–14).20 Sementara pencurahan Roh Allah ke atas
umat-Nya dalam konteks literatur Yahudi (khususnya Perjanjian
dalam catatan sejarah, menyebutnya sebagai seorang yang saleh dan jujur (Eus., EH. 2.
23). Bahkan tradisi mengatakan bahwa Tuhan Yesus sendirilah yang menunjuknya
menjadi uskup pertama di Yerusalem (Eus., EH. 7. 19). Lihat Marshall, The Acts of The
Apostles, 210-211; bandingkan dengan R. V. G. Tasker, “Yakobus,” dalam Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini, jilid II (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2004), 546.
16 Bock, Acts, 2.
17 Bock, Acts, 1.
18 Terjemahan LAI – “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan
bagi Israel?” mengindikasikan bahwa para murid sedang mengajukan permintaan bukan
pertanyaan. Sementara melihat respons Yesus dalam pada 1:7, maka seharusnya apa yang
diajukan para murid adalah pertanyaan bukan permintaan/permohonan. Dalam hal ini
beberapa terjemahan Inggris menerjemahkannya dengan lebih tepat, seperti NIV (yang
dikutip di atas), NET Bible “Lord, is this the time when you are restoring the kingdom to
Israel?”, KJV “Lord, wilt thou at this time restore again the kingdom to Israel?”, NAS
“Lord, is it at this time You are restoring the kingdom to Israel?”.
19 NET Bible menerjemahkan frasa “tidak lama lagi” dengan “not many days from
now”.
20 Lihat Bock, Acts, 61.
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 69
Lama) diyakini sebagai tanda datangnya zaman baru tersebut, yakni
dimulainya chronos restorasi Israel (Yoel 2:28; bdg. 2:18; 3:1).21 Tentu ini
menjadi peluang naiknya ekspektasi mereka akan tibanya chronos restorasi
Israel.
Selanjutnya jika mundur lagi pada ayat 4, akan ditemukan catatan
Lukas tentang nasihat Yesus kepada para murid-Nya supaya tidak
meninggalkan Yerusalem. Yesus secara tegas menyarankan para murid
untuk tidak meninggalkan Yerusalem karena janji pencurahan Roh Kudus
akan segera terjadi di sana. Dan tentu tidak diragukan bahwa para murid
memiliki dasar pengetahuan akan pengajaran Perjanjian Lama bahwa
harapan restorasi Israel akan dimulai di Yerusalem.22 Pada kesempatan
yang sama, keyakinan para murid akan kemesiasan Yesus Kristus juga
pasti tidak terbantahkan. Dalam hal ini yang diyakini telah diteguhkan
oleh kebangkitan Yesus Kristus sendiri. Maka tidak heran, dengan dasar
harapan mesianik yang tinggi kepada Yesus Kristus yang mereka miliki,
ketika para murid mendengar Yesus berbicara tentang kedatangan Roh
Kudus yang tidak lama lagi akan terjadi di Yerusalem, maka fokus mereka
langsung tertuju kepada restori kerajaan Israel.23 Peterson menegaskan,
“The apostles were expecting Jesus, as God’s anointed king, to usher in the restoration
to which many Jews looked forward, and of which Jesus himself had spoken.”24 Ini
memperlihatkan harapan politis akan restorasi Israel masih sangat kental
dalam pemikiran para murid. Bruce mengatakan, “The apostles evidently
maintained their interest in the hope of seeing the kingdom of God realized in the
restoration of Israel’s national independence.”25
Tanggapan Yesus dalam ayat 7 menunjukkan bahwa Dia memang
tidak menyanggah secara langsung ekspektasi politis akan restorasi
kerajaan Israel dari para murid tersebut. Yesus justru mengakui bahwa
memang masa itu akan terjadi. Namun, dengan terkesan sedikit
spekulatif, Yesus menjelaskan bahwa masa itu merupakan sebuah “rahasia
ilahi”. Jawaban Yesus tersebut secara tidak langsung menegas- kan bahwa
waktu atau masa itu masih menjadirahasia eskatologis yang ada dalam
kedaulatan Bapa tentang waktu penggenapannya. Bahkan Anak sendiri
pun tidak tahu mengenai kapan waktunya tersebut akan tiba (bdg. Mrk.
13:32).26 Jawaban Yesus sebenarnya sedang merujuk “waktu” atau “masa”
kepada final restotarion of Israel. Yang menarik kata “waktu” atau “masa”
(chronous ē kairous)27 dalam jawaban Yesus dalam bentuk jamak.
Menanggapi hal ini, Bock menegaskan, “The question about the specific
time in verse 6 is answered with respect to all times and seasons in verse
7.”28 Yesus sedang membawa para murid kepada suatu pemahaman bahwa
mengenai “waktu” atau “masa” memang tidak dapat ditebak. Hal ini tentu
sejalan dengan penegasan Yesus bahwa itu adalah sebuah rahasia Ilahi.
Marshall menjelaskan, kalau itu merupakan rahasia Allah, maka tidak ada
tempat bagi manusia untuk berspekulasi.29 Inti jawaban Yesus tentang
penggenapan “waktu” atau “masa” – secara tidak langsung– adalah bahwa
waktu itu memang belum tiba. Dengan kata lain, jawaban Yesus atas
pertanyaan para murid dalam ayat 6 adalah “bukan”. Hanya saja,
sebagaimana pandangan Bruce, “Jesus’ answer did not take the form of a direct
“No.””30
Namun pada sisi lain, penekanan Yesus tentang kedatangan Roh
Kudus yang tidak lama lagi memberi indikasi kuat akan ada sesuatu yang
baru yang akan segera terjadi. Dalam pengajaran-Nya sebagaimana yang
Lukas coba perlihatkan dalam ayat 3 bahwa kebenaran tentang Kerajaan
Allah (tēs basileias tou theou)31 menjadi berita utama Yesus. Fokus berita
tulisan Lukas sendiri – baik Injil Lukas maupun Kisah Para Rasul –
tentang keselamatan di dalam Yesus Kristus bagi segala bangsa tidak bisa
dilepas dari penekanan teologisnya tentang Kerajaan Allah. Dalam
26 Bruce, The Book of the Acts, 35.
27 Pertanyaan para murid dalam ayat 6 hanya menggunakan kata “χρόνος” untuk
merujuk kepada datangnya masa pengharapan Israel, sementara Yesus dalam ayat 7
menggunakan kata “χρόνος” dan “καιρός” untuk menjelaskan tentang masa atau waktu
tersebut. Namun kata “ἤ” yang digunakan dalam jawaban Yesus, sepertinya
mensejajarkan kedua kata tersebut. Dalam pengamatan Bock, “It is possible, however,
that the first refers to a specific time period and the second to a broader time frame.”
Lihat Bock, Acts, 63.
28 Bock, Acts, 63; Tulisan Bock berdasarkan pemahaman Jervell (1998:115).
29 I. Howard Marshall, The Acts of The Apostles: An Introduction and Commentary, Tyndale
New Testament Commentaries (Nottingham & Surabaya: Inter-Varsity Press &
Momentum, 2007), 60.
30 Bruce, The Book of the Acts, 35.
31 Dalam Kisah Para Rasul, kata “Kerajaan Allah” (tēs basileias tou theou) muncul
sebanyak enam kali (1:3; 8:12; 14:22; 19:8; 28:23, 31).
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 71
bukunya yang pertama Lukas memulai narasi kelahiran Yesus dengan
memberi penekanan akan kedatangan Yesus Kristus sebagai Raja dari
keturunan Daud (bdk. Luk. 1:27, 32-33, 68-69; 2:4, 11). Dan di dalam
bukunya yang kedua, seperti yang dikatakan Goldsworthy, “…Luke’s
account of how the kingdom comes by the preaching of the gospel in all the world (Acts
1:6-8; 2:22-36).”32 Lukas memulai Kisah Para Rasul dalam 1:3 dengan catatan
bahwa berita utama Yesus setelah kebangkitan-Nya sampai menjelang
kenaikan-Nya adalah tentang Kerajaan Allah, serta menutup kitab
keduanya tersebut dengan catatan tentang pemberitaan rasul Paulus
ketika dia berada di Roma juga tentang Kerajaan Allah (28:30- 31).33 Lukas
ingin menunjukkan bahwa berita tentang Kerajaan Allah memiliki
signifikansi teologis yang penting atas kesaksian para murid dalam Kisah
Para Rasul.
Bock melihat, “God’s Kingdom… refers to God’s promised rule that comes with
Jesus’s messianic program and activity.”34 Yesus Kristus membangun Kerajaan
Allah tersebut melalui diri-Nya dan dengan diri-Nya sendiri bertindak
sebagai Raja di dalam-Nya (bdg. Luk. 1:33; Yes. 9:5-6). Di dalam
pelayanan-Nya, Yesus menunjukkan tanda-tanda bahwa Kerajaan
tersebut telah datang (bdg. Luk. 11:20; 17:21). Kerajaan Allah itu sendiri
telah hadir bersama dengan kedatangan Yesus Kristus, Sang Mesias.
Namun kehadiran Roh Kudus diperlukan untuk meneguhkan akan
datangnya Kerajaan tersebut, dan sekaligus untuk memetraikan umat-
Nya yang akan masuk ke dalamnya. Di samping itu pencurahan Roh
Kudus merupakan penanda titik balik yang krusial dari zaman perjanjian
Musa (Kovenan Lama) menuju zaman perjanjian baru (Kovenan Baru)
yang dihasilkan melalui kematian Yesus Kristus yang memberi landasan,
dengan kebangkitan-Nya yang membenarkan dan meneguhkan, serta
kenaikan-Nya ke surga untuk duduk di sebelah kanan Bapa bertakhta
sebagai Raja (1:1-11).35 Baptisan dan didiaminya semua orang percaya oleh
Roh Kudus (2:38-39; bdg. 1 Kor. 12:13) dan fenomena bahasa-bahasa asing
(2:5-12;10:44-46;19:4-7) menandai sebuah pemisahan yang signifikan dari
masa-masa Perjanjian Lama.36
Yesus sedang memproklamirkan Kerajaan-Nya, Kerajaan Allah. Dan
kehadiran Roh Kudus yang tidak lama lagi akan segera meneguhkannya.
Namun Kerajaan yang Dia bawa memiliki pemahaman yang berbeda
dengan apa yang diharapkan para murid atas-Nya. Jawaban Yesus dalam
1:8 yang sekaligus sebagai amanat-Nya kepada para murid-Nya sedang
mengarahkan para murid-Nya kepada pemahaman baru terhadap konsep
Kerajaan-Nya. Seperti yang dijelaskan Peterson, Yesus “…interpreted it in
terms of the gift of the Spirit and the fulfillment of prophecies about the restoration of
Israel as a servant community, called to be God’s ‘witnesses’ to the nations (Is. 43:10, 12
and 44:8).”37
Masa restorasi itu memang akan dimulai melalui hadirnya Roh Kudus
ke tengah-tengah umat-Nya. Sebagaimana kelanjutan penjelasan
Perterson, “The end-time restoration would begin with the pouring out of the promised
Spirit and the bringing of God’s salvation, first to Israel and then ‘to the ends of the
earth’ (Is. 49:6; cf. Is. 42:6–7). It would be consummated when Jesus returned (cf. 1:11;
3:20–21).”38 Namun restorasi yang terjadi sejak hadir-nya Roh Kudus
bersifat telah terjadi tetapi masih menanti penyempurnaannya pada saat
kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali kembali pada akhir zaman.
Peterson menambahkan, “Through the witness of Jesus’ apostles, ‘the
kingdom’ would be restored to Israel, but not in nationalistic or political
terms, nor immediately in the full and final sense outlined in biblical
prophecy (cf. 3:19–26).”39 Itulah Kerajaan yang Kristus bangun, bukan
dalam pengertian politis apalagi geografis. Dengan kata lain, restorasi
Kerajaan Israel yang dimulai dan dipimpin Yesus Kristus adalah secara
rohani. Suatu kerajaan yang menuntut orang-orang yang hidup di dalam
pimpinan Roh Kudus40 dan bersaksi bagi Kristus untuk membawa jiwa-
jiwa (bangsa-bangsda) masuk ke dalam Kerajaan-Nya tersebut. Marshall
menjelaskan, hal yang perlu dilakukan oleh para murid adalah
menyelesaikan tugas mereka sebagai saksi Kristus, bukan terfokus pada
apocalyptic speculation.41
Janji Kuasa untuk Bersaksi dari Roh Kudus
“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas
kamu.” Jawaban Yesus dalam ayat 8 dapat dikatakan sebagai suatu
37 Peterson, The Acts of the Apostles, 109. 38 Peterson, The Acts of the Apostles, 109. 39
Peterson, The Acts of the Apostles, 109.
40Kerajaan Allah dalam pengajaran Yesus oleh mayoritas ahli Perjanjian Baru
dewasa ini lebih dipahami sebagai pemerintahan Allah dari pada wilayah kekuasaan-
Nya, tepatnya pemerintahan Allah atas hidup umat-Nya. Lihat John Drane, Memahami
Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologis (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 128-129.
41 I. Howard Marshall, The Acts of The Apostles: An Introduction and Commentary, Tyndale
New Testament Commentaries (Nottingham & Surabaya: Inter-Varsity Press &
Momentum, 2007), 60.
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 73
pengalihan fokus dari hal yang kurang penting kepada hal yang lebih
penting. Hal ini dipertegas oleh penggunaan kata konjungsi “tetapi”
(ἀλλὰ, alla). Kata “tetapi” mengarahkan perhatian para murid kepada
kuasa Roh Kudus yang akan turun untuk memampukan mereka untuk
menjadi saksi-saksi Kristus. Sebelum masa penyempurnaan restorasi
“Israel” tiba, sebagaimana dijelaskan di atas, tugas utama yang perlu
dilakukan dan diselesaikan oleh murid-murid Tuhan adalah menjadi saksi
bagi-Nya.42 Namun sebelum mereka menjalankan mandat Yesus tersebut,
mereka harus menerima kuasa melalui pencurahan Roh Kudus yang akan
terjadi tidak lama lagi.
Kata “kuasa” berasal dari kata dunamin dari akar kata dunamis yang
secara literal berarti, power, might, strength, force (Mat. 14:2; 22:29; Kis. 1:8;
Rom. 1:4; Kol. 1:11; 2 Tim. 3:5; Ibr. 7:16; 2 Pet. 1:3). Secara sederhana dunamis
dapat diartikan suatu kekuatan, kuasa, kemampuan yang memungkin
sesuatu untuk dilakukan atau diselesaikan. Dalam konteks ini, berarti
dengan dunamis dari Roh Kudus para murid akan dimampukan,
diperlengkapi untuk bersaksi. Peterson menjelaskan, “the power that is
promised in 1:8 is essentially related to the task of being Christ’s witnesses, though this
is not all that Acts teaches about the role of the Spirit in believers.”43 Bahkan dunamis
dari Roh Kudus akan menjadi kekuatan bagi para murid Kristus untuk
mendobrak segala halangan dan rintangan dalam bersaksi.
Kata dunamis digunakan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul sebanyak
sepuluh kali dengan beberapa konteks pemakaian.44 Tiga kali (2:22; 8:13;
19:11) yang merujuk kepada kuasa dalam mukjizat-mukjizat; tiga kali
untuk menjelaskan tentang kuasa yang menyebabkan terjadinya
mukjizat-mukjizat (3:12; 4:7; 10:38). Dua kali merujuk kepada kuasa yang
menyertai perbuatan para rasul (4:33) dan Stefanus (6:8) seperti dalam
perkataan mereka dan juga termasuk perbuatan mukjizat yang mereka
lakukan. Sementara 8:10 merujuk kepada kuasa di balik perbuatan sihir
seorang yang bernama Simon si tukang sihir. Dan yang terakhir, yang
dapat dikatakan yang terpenting – yang kelihatannya Lukas hendak
merujuk semua pemakaian dunamis dalam Kisah Para Rasul pada bagian
ini adalah 1:8. Barrett menegaskan, “This last reference contributes nothing, but
42 Ben Witherington III, The Acts of the Apostles: A Socio-Rhetorical Commentary (Grand
Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1998), 110.
43 Peterson, The Acts of the Apostles, 110.
44 Lihat Bock, Acts, 63. Bandingkan dengan C. K. Barrett, A Critical and Exegetical
Commentary on the Acts of the Apostles (Edinburgh: T&T Clark International - The
International critical commentary on the Holy Scriptures of the Old and New Testament,
2004) 78.
74 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017
the others may be added up to give the sense of δύναμις in 1:8.”45 Dan kata dunamis
itu sendiri hanya akan didapatkan kalau Roh Kudus turun ke atas mereka.
Oleh sebab itu, Yesus sebagaimana dicatat Lukas dalam ayat 4 telah
mengingatkan mereka supaya tidak meninggal-kan Yerusalem untuk
menanti kedatangan Roh Kudus (1:5 bdg. Luk. 24:49). Dalam ayat 4,
Lukas menghubungkan Roh Kudus sebagai Pribadi yang dijanjikan oleh
Bapa yang akan memberikan kuasa bagi orang percaya (bdg. Luk. 24:29;
Kis. 2:17-21; dan perhatikan Yoel 2:28-32). Dan di dalam Kisah Para Rasul,
Lukas secara historis membuktikan bagaimana Pribadi tersebut berkarya
membangun gereja-gereja-Nya melalui para penginjil. Barrett
mengeaskan, “The Holy Spirit is one of the major themes of Acts; some would say the
central and most important theme.”46 Ini menjadi alasan kuat mengapa Lukas
menggunakan bagian prolog ini untuk memperkenalkan Roh Kudus yang
secara profetik telah dijanjikan Bapa akan segera datang. Pasal 2 mencatat
secara detail bagaimana janji Bapa tersebut digenapi secara supernatural
melaui peristiwa Pentakosta – pencurahan Roh Kudus (2:1-13).47 Sejak itu
secara tidak langsung, Lukas memperlihatkan bagaimana Roh Kudus
bekerja di balik pribadi-pribadi yang diurapi-Nya pasal demi pasal yang
dimulai dari rasul Petrus di dalam khotbahnya yang telah
mempertobatkan kira-kira tiga ribu orang (2:14-41). Kuasa Roh Kudus
juga diperlihatkan bekerja di dalam kehidupan komunitas orang percaya.
Inilah signifikansi peran dan karya Roh Kudus dalam pembangunan
Kerajaan Allah yang hendak diperlihatkan Lukas dalam Kisah Para Rasul.
Kuasa (δύναμις) dari Roh Kudus ketika dikaitkan dengan bersaksi
(μάρτυρες, martures) bagi Bock mempunyai pengertian “to being empowered
to speak boldly by testifying to the message of God’s work through Jesus.”48 Kuasa Roh
Kudus dalam bersaksi bukan hanya berbicara tentang keberanian, namun
juga harus dipahami sebagai pemberian hikmat oleh Roh Kudus kepada
para penginjil dalam bersaksi misalnya Stefanus dengan penuh
45 Barrett, A Critical and Exegetical Commentary on the Acts of the Apostles; The Acts of the
Apostles, 78.
46 Barrett, A Critical and Exegetical Commentary on the Acts of the Apostles; The Acts of the
Apostles, 111.
47 Terkait dengan peristiwa pencurahan Roh Kudus dalam 2:1-13, Peterson
menegaskan, “The Holy Spirit’s ‘coming’ is not continuous, but definitive (the context so
delimits the aorist participle epelthontos to show that the meaning is temporal and
punctiliar here), though clearly the Spirit is available at any time after Pentecost for those
who repent and are ‘baptized in the name of Jesus Christ’ (2:38). In the light of v. 5, this
coming of the Spirit upon the apostles must be equivalent to being baptized with the Holy
Spirit (cf. 2:4 note).” Lihat Peterson, The Acts of the Apostles, 110.
48 Bock, Acts, 63.
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 75
hikmat dari Roh Kudus melakukan pembelaan di hadapan imam besar
(7:1-53). Kuasa Roh Kudus dalam Kisah Para Rasul juga berkaitan erat
dengan karunia Allah, yakni kemampuan dalam melakukan tanda-tanda
dan mukjizat sebagai bukti peneguhan datangnya zaman baru atau
kovenan baru, lebih tepatnya Kerajaan Allah.
“Bersaksi” (μάρτυρες, martures)49 sebenarnya bukan konsep baru
dalam era kovenan baru. Konsep ini memiliki akar dalam Perjanjian Lama
(Bil. 35:30; Ul. 17:6–7; Yes. 43:10–12; 44:8).50 Pentateukh merujuk kata
“saksi” (Ibrani êd) ke dalam konteks yustisi, yakni saksi dalam sebuah
pengadilan. Sementara dalam Yesaya merujuk kepada saksi Allah. Catatan
dalam Yesaya 43:10-1251 sekalipun bagian ini mengandung makna profetik
– memberi bukti bahwa bangsa Israel sebenarnya telah diamanatkan oleh
Allah akan panggilan untuk menjadi saksi Allah, bahkan dari sejak
panggilan pertama kali datang kepada Abraham (bdk. Kej. 12:2-3). Namun
umat kovenan lama gagal menjalankan panggilan Allah tersebut,
khususnya mereka gagal untuk menjadi saksi Allah bagi bangsa-bangsa
lain. Dan panggilan ini dialamatkan kembali kepada umat kovenan baru.
Bahkan Kisah Para Rasul 1:8 memperlihatkan, menjadi saksi Kristus
merupakan panggilan utama umat kovenan baru.
Para murid dipanggil untuk menjadi saksi bagi Kristus, berarti modal
mereka dalam bersaksi adalah pengalaman mereka tentang kebersamaan
dengan Yesus Kristus. Lukas menegaskan bahwa modal utama para murid
dalam bersaksi adalah apa yang mereka saksikan dengan mata mereka
tentang Yesus Kristus, khususnya tentang kebangkitan-Nya (bdg. Luk.
24:48; 1:22).52 Bahkan dapat dipastikan bahwa inilah tujuan utama dari
Lukas lewat bukunya, Kisah Para Rasul, sebagai kesaksian tertulis
tentang siapakah Yesus Kristus, Sang Mesias yang hidup, dan bagaimana
kesaksian itu secara dinamis diteruskan para penginjil sampai ke ujung
bumi.
Roh Kudus yang memberi mereka kapabilitas untuk dapat bersaksi
dengan berani dan penuh kuasa. Secara tidak langsung Lukas dalam pasal
2 memperlihatkan bagaimana Petrus seorang yang pernah menyangkal
Yesus sebanyak tiga kali diubahkan dan dimampukan
49 Kata “Bersaksi” (μάρτυρες, martures) muncul sebanyak tiga belas kali dalam
Kisah Para Rasul dari tiga puluh lima kali pemunculan dalam seluruh Perjanjian Baru.
Lihat Bock, Acts, S. 64.
50 Bock, Acts, 63.
51 Frasa ‘you will be my witnesses’ (esesthe mou martyres) paralel dengan Yesaya 43:10 (bdk.
43:12, hymeis emoi martyres; 44:8). Peterson menjelaskan, “Isaiah envisages that the
renewed people of God will be witnesses to the nations of the salvation of God when the
new age arrives.” Lihat Peterson, The Acts of the Apostles, 111.
52 Bandingkan dengan Bock, Acts, 64.
76 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017
menjadi seorang saksi Kristus yang efektif yang berhasil mempertobat-
kan kira-kira tiga ribu jiwa dalam sekali berkotbah.53
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan Paulus, Stefanus,
Filipus dan yang lainnya yang bukan berasal dari dua belas murid?54
Apakah mereka memiliki kualifikasi sebagai saksi-saksi Kristus? Melalui
Kisah Para Rasul, Lukas justru memperlihatkan mereka sebagai saksi-
saksi Kristus yang hebat. Sekalipun mereka tidak menjadi saksi mata
langsung, namun bisa saja mereka juga pernah menjadi saksi mata
langsung tentang Yesus selama Dia masih bersama para murid dalam
kesempatan tertentu maka dapat dipastikan mereka memperoleh ke-
saksian itu dari para murid yang pernah menjadi saksi mata langsung. Dan
tentu pengalaman spiritual bersama Yesus Kristus yang akan menjadi
modal berharga bagi kesaksian mereka. Sebagai contoh, Paulus yang
memiliki pengalaman spiritual bersama Yesus dalam perjalanannya ke
Damsyik (9:1-19). Dan yang terpenting adalah kuasa Roh Kudus yang
memberi kualifikasi dan kapabilitas bagi mereka dalam bersaksi adalah
modal terbesar dan yang terutama.
Tanpa peristiwa Pentakosta, maka dapat dipastikan gereja tidak akan
memiliki “kuasa” untuk bersaksi. Oleh sebab itu, para saksi dapat bersaksi
bagi Kristus sehingga Kerajaan Allah diberitakan dengan sempurna, maka
gereja-Nya harus diberikan kuasa Roh Kudus terlebih dahulu.55 Inilah
pesan yang hendak Lukas tegaskan sebagai pendahuluan dari tulisannya
yang hendak mengisahkan tentang sejarah per- kembangan Kerajaan
Allah melalui para saksi-Nya di dalam pimpinan dan kuasa Roh Kudus.
Menjadi Saksi Kristus dari Yerusalem sampai “ke Ujung Bumi”
Secara garis besar Yesus dalam amanat-Nya sebagaimana tercatat
dalam Kisah Para Rasul 1:8 menginstruksikan bahwa kesaksian para
penginjil akan dimulai dari Yerusalem, dan kemudian akan menyebar ke
daerah Yudea dan Samaria, sampai ke “ujung bumi”.
Bock menjelaskan demikian:
53 Bock, Acts, 64.
54 Matias yang terpilih sebagai pengganti Yudas Iskariot untuk melengkapi dua
belas murid adalah saksi langsung dari kehidupan Yesus Kristus. Karena dia dipilih dari
kriteria mereka yang selalu bersama Yesus selama Dia masih bersama para murid, yakni
mulai dari baptisan Yohanes sampai Yesus terangkat ke Surga (bdg. 1:21-22) – yang
waktu itu terseleksi dua orang, yakni Yusuf yang disebut Barsabas dan Matias yang
akhirnya terpilih (1:23-26).
55 Andrew Brake, Menjalankan Misi Bersama Yesus: Pesan-pesan bagi Gereja dari Kisah Para
Rasul (Bandung: Kalam Hidup, 2016), 4.
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 77
Jerusalem will be important in Acts 1–7. Judea and Samaria will become a concern in Acts
8–10. After a brief return to Jerusalem in Acts 11–12, the gospel will spread, primarily
focused on the mission from Antioch, eventually reaching Rome through Paul. In this sense,
1:8 introduces the book by showing a concern for the geographical expansion that Luke loves
to note.56
Kisah Para Rasul 1:8 ini disejajarkan dengan nubuatan Yesaya dalam
Yesaya 49:6.57 Peterson melihatnya sebagai programmatic statement dalam 1:8
tidak dapat dipahami hanya sebatas pemahaman physical geography
melainkan juga dalam pemahaman theopolitical sebagaimana dalam
nubuatan Yesaya tersebut dapat ditemukan tiga tahap “the new exodus”
yang akan terjadi: yang pertama bahwa keselamatan pertama-tama akan
turun di Yerusalem, selanjut pada tahap yang kedua akan terjadi
reconstitution and reunification of Israel yang mencakup wilayah Yudea dan
Samaria, dan yang terakhir bahwa keselamatan akan sampai ke “ujung
bumi” sehingga bangsa-bangsa (gentiles) akan disambut ke dalam umat
Allah.58
Sementara Marshall melihat programmatic statement dalam 1:8 ini
sebagai sebuah cultural spread. Injil keselamatan pertama-tama akan
menjangkau the Aramic-speaking Jews dan juga kelompok the Greek-speaking
Hellenists di Yerusalem, dan kemudian akan meluas kepada non-Jews, yang
dimulai dengan the Samaritans and the Ethiopian traveler, dan yang terakhir
mejangkau bangsa-bangsa (Gentiles) yang meluas dari Kaesarea sampai
ke Antiokhia, ke Siprus dan Galatia, ke Asia, ke Makedonia dan Akhaya,
dan yang terakhir sampai ke Roma.59 Dengan perspektif pendekatan yang
hampir sama, yakni dari sudut political-cultural, Ellis melihat 1:8, “… presents
the expansion of the Christian witness from the center of Judaism to the center
56Bock, Acts, 64. Ellis membagi narasi Kisah Para Rasul berdasarkan perkembangan
ekspansi penyebaran Injil secara geografis sebagai berikut: 1:1-7:60 (Yerusalem); 8:1-11:18
(Yudea and Samaria); 11:19-12:25 (Siria); 13:1-16:10 (Siprus and Asia Kecil); 16:11-19:22
(Yunani); 27:1-28:31 (Roma). Lihat Earle Ellis, “‘The End of the Earth’ (Acts 1:8),” Bulletin
for Biblical Research 1 (1991): 121.
57“Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan
suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara.
Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya
keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi” (Yes. 49:6).
58 Peterson, The Acts of the Apostles, 112. Peterson mengutip pernyataan Pao dan
menyetujui pernyataannya mengenai nubuatan Yesaya.
59 I. Howard Marshall, New Testament Theology: Many Witnesses, One Gospel (Downers
Grove, Illinois: IVP, 2004), 157-158.
78 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017
of the Roman Empire, from the mission to Palestinian Jews to the mission to Jews and
Gentiles of the diaspora.”60
Dari beberapa pemahaman di atas, maka pemahaman Bock lebih
sesuai dengan konteks Kisah Para Rasul. Dari catatan sejarah penyebaran
Injil dalam Kisah Para Rasul, ekspansi wilayah dari 1:8 lebih berkaitan
dengan pemahaman geografis, yakni dimulai dari kota Yerusalem, yang
merupakan kota penting secara teologis, meluas ke seluruh Yudea dan
Samaria yang berbicara tentang wilayah geografis Israel secara
keseluruhan, dan sampai ke “ujung bumi” dalam arti cakupan geografis
bangsa-bangsa lain. Namun yang terpenting bagi Lukas catatan dalam
Kisah Para Rasul 1:8 ini merupakan “a prediction and promise of the way this
divine plan will be fulfilled, rather than a command.”61
Di Yerusalem (Pasal 2-7)
Yang menjadi pertanyaan, mengapa kesaksian harus dimulai dari
Yerusalem? Secara politis dan historis, Yerusalem merupakan pusat
pemerintahankerajaan Israel. Di samping itu, secara kultural-religius,
kota Yerusalem merupakan kota terpenting sebagai pusat kebudayaan
dan religi Yudaisme. Namun alasan utama kesaksian harus dimulai dari
Yerusalem ada pada alasan teologis. Secara teologis pemberian amanat
untuk menjadi saksi Kristus tidak dapat dipisahkan dengan peristiwa
pencurahan Roh Kudus yang akan segera terjadi di Yerusalem (1:4-5).
Sebagaimana dalam pemaparan sebelumnya, para murid hanya dapat
memiliki kuasa dalam bersaksi, kalau mereka telah menerima Roh Kudus.
Di samping itu, pencurahan Roh Kudus dalam harapan profetik Perjanjian
Lama diyakini hanya akan terjadi di Yerusalem (bdg. Yoel 2:28-32) sebagai
bagian dari janji restorasi Israel (bdg. Yes. 2:2–4; Mi. 4:1–8; Zak. 8:20–23).
Panggilan untuk menjadi saksi merupakan bagian dari kehidupan umat
baru ketika penggenapan janji restorasi dimulai. Di Yerusalem-lah janji
restorasi akan digenapi melalui pencurahan Roh Kudus. Dari sana umat
lama yang mengalami restorasi menjadi umat yang baru akan menyebar
untuk menyaksikan kebenaran baru tersebut serta memanggil bangsa-
bangsa lain untuk masuk ke dalam umat yang baru tersebut.
Sebenarnya bagian ini mencakup pasal 1, tepatnya mulai 1:12. Hal ini
karena pasal 1:12-26 memberi informasi bahwa para murid sudah berada
di Yerusalem sesuai dengan permintaan Yesus untuk menantikan pen-
curahan Roh Kudus. Catatan narasi tentang bagaimana para murid tetap
berada di Yerusalem ini kelihatannya secara sengaja disisipkan untuk
60 Ellis, “‘The End of the Earth’ (Acts 1:8),” Bulletin for Biblical Research 1 (1991): 121.
61 Peterson, The Acts of the Apostles, 112.
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 79
menunjukkan ketaatan para murid akan perintah Yesus agar mereka tetap
berada di sana sampai pencurahan Roh Kudus terjadi (1:4-5). Bahkan
Lukas memperlihatkan bahwa hampir semua pengikut Yesus Kristus ada
di sana, baik sebelas murid, beberapa perempuan pengikut Yesus yang
setia bersama Maria ibu Yesus, juga saudara-saudara Yesus ada di sana
(bdg. 1:13-14). Di samping itu juga ada dua murid lain yang sempat
disebutkan nama mereka oleh Lukasseperti Yusuf yang disebut Barsabas
yang juga bernama Yustus, dan Matias rasul pengganti Yudas Iskariot
(1:23). Walaupun tidak disebutkan secara eksplisit sebagaimana dalam
1:13-14 dan ayat 23, dapat dipastikan di sana juga hadir para pengikut
Yesus Kristus yang setia lainnya, karana dalam 1:15 Lukas dengan jelas
mencatat bahwa yang berkumpul di sana ada sekitar setarus dua puluh
orang, yang oleh Lukas disebut sebagai “saudara-saudara”-nya dan Petrus
(bdg. 1:15-16).
Namun, secara resmi bagian ini baru dimulai sejak terjadinya
peristiwa Pentakosta (2:1-13). Peristiwa Pentakosta memiliki peran
signifikan bagi teologi Lukas dalam Kisah Para Rasul. Selain sebagai
catatan tentang digenapinya janji pencurahan Roh Kudus kepada orang
percaya, peristiwa Pentakosta menjadi peristiwa momentum di mana
tugas menjadi saksi bagi Kristus secara “resmi” di mulai. Kehadiran Roh
Kudus secara supernatural ke atas rasul-rasul yang membuat mereka
“berbahasa lain” (ἑτέραις γλώσσαις, heterais glōssais). “Bahasa-bahasa
lain” di sini merujuk kepada bahasa negeri asal dari orang-orang Yahudi
yang hadir pada peristiwa Pentakosta (bdg. 2:5), baik Yahudi diaspora
maupun proselit, yang datang dari berbagai tempat (bdg. 2:8-12)
menunjukkan penggenapan janji Yesus dalam pasal 1:8 bahwa Roh Kudus
yang dijanjikan yang akan memberi kuasa bagi para murid untuk bersaksi
telah datang. Dengan demikian janji Bapa yang dikatakan Yesus Kristus
dalam pasal 1:4-5 telah tergenapi.
Lukas memang tidak mencatat secara spesifik apakah isi dari
perkataan para murid yang diucapkan dalam “bahasa-bahasa lain” yang
dapat dimengerti oleh mereka yang hadir dalam masing-masing bahasa
negeri asal mereka tersebut. Namun dalam ayat 11, Lukas memberikan
informasi berupa sebuah pernyataan kesimpulan bahwa apa yang
dikatakan oleh para murid dalam “bahasa-bahasa lain” tersebut adalah
tentang “perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah.” Sekali lagi
tidak ada informasi lebih detail dari Lukas, “perbuatan-perbuatan besar
yang dilakukan Allah” yang bagaimana yang disaksikan oleh para rasul
waktu itu. Tetapi kuasa kehadiran Roh Kudus tersebut jelas membuat
sebagian dari mereka takjub (2:7-8, 12). Memang dalam ayat 12 ada kesan
bahwa kehadiran kuasa dari Roh Kudus tersebut tidak sedang membuat
mereka takjub kepada Allah, sebaliknya justru membuat mereka bingung,
sehingga akhirnya mereka berkata kepada yang lain: “Apakah
80 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017
artinya ini?” Tidak heran ada yang berprasangka negatif akan kejadian
tersebut, bahwa “Mereka [para rasul] sedang mabuk oleh anggur manis”
(2:13). Peterson memberi penjelasan yang cukup baik menanggapi
permasalahan ini, “This is a reminder that ‘the miraculous is not self- authenticating,
nor does it inevitably and uniformly convince. There must also be the preparation of the
heart and the proclamation of the message if miracles are to accomplish their full
purpose. This was true even for the miracle of the Spirit’s coming at Pentecost.’”62
Respons atas kehadiran kuasa Roh Kudus melalui perkataan para rasul
dan tentu juga tanda-tanda supranatural lain yang tampak pada peristiwa
Pentakosta belum dapat dinilai sampai pada ayat 13 saja. Dengan kata lain,
apakah mereka sedang takjub kepada Allah atau justru kebingungan
karena kejadian supranatural tersebut belum dapat ditentukan sampai
pada batas ini. Peristiwa kehadiran Roh Kudus dengan tanda-tanda
supranatural tersebut belumlah akhir dari pada dari tujuan kehadiran
kuasa Roh Kudus untuk memberi kuasa bagi para rasul dalam bersaksi.
Tanda-tanda supernatural termasuk diucapkannya “bahasa-bahasa lain”
oleh para rasul lebih kepada sebuah persiapan hati mereka yang mereka
yang akan menerima kesaksian para rasul. Peterson melanjutkan, “Such
puzzlement and misunderstanding cried out for explanation, pointing to the need for
Peter’s sermon.”63 Khotbah Petruslah (2:14-40) yang menjadi inti dari tugas
bersaksi seorang saksi Kristus setelah menerima kuasa Roh Kudus.
Tanda-tanda supernatural yang terjadi sebelumnya lebih kepada
jembatan sekaligus persiapan hati bahwa Roh Kudus sedang membuka
hati mereka untuk dipersiapkan dalam menerima kesaksian atau
kebenaran Allah bagi mereka yang akan menerima kesaksian. Oleh sebab
itu Petrus menggunakan kondisi kebingungan mereka sebagai jembatan
untuk memulai khotbah/kesaksiannya (2:15). Setelah Petrus
menyelesaikan kesaksiannya, sekitar tiga ribu orang ber- tobat dan
memberi diri dibaptis (2:41). Walau demikian, Lukas kelihatannya
mempunyai tujuan atas terjadinya “bahasa-bahasa lain” dalam peristiwa
Pentakosta. Dari ayat 11 – bahwa kesimpulan dari isi perkataan para rasul
yang diucapkan dalam “bahasa-bahasa lain” tersebut adalah “tentang
perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah” dapat dikatakan
bahwa penekanan “bahasa-bahasa lain” memiliki kaitan erat yang tidak
terpisahkan dengan peranan para murid dalam bersaksi, yakni
menyaksikan perbuatan-perbuatan besar Allah.
Yang menjadi pertanyaan berikut: “Mengapa para rasul harus
Menggunakan “bahasa-bahasa lain” (ἑτέραις γλώσσαις, heterais glōssais)?
62 Peterson, The Acts of the Apostles, 138. Peterson mengutip pernyataan dari
Longenecker (1981: 273).
63 Peterson, The Acts of the Apostles, 138.
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 81
Bukankah para murid dapat menggunakan bahasa Aram atau Yunani yang
merupakan dua bahasa yang cukup dikenal baik secara nasional bahkan
internasional?64 Selanjutnya yang menjadi pertanyaan lagi, apakah para
murid menggunakan berbagai bahasa? Ayat 6 dan 8 mem- beri bukti
bahwa kemungkinan para murid hanya menggunakan satu bahasa, namun
akhirnya oleh kuasa Roh Kudus didengar mereka yang mendengarnya
dalam bahasa negeri asal mereka masing-masing. Lalu bahasa apa dan
yang bagaimana yang keluar dari mulut para murid sesungguhnya? Ayat 4
sepertinya memberikan indikasi bahwa bahasa yang ucapkan para rasul
adalah suatu bahasa yang bukan pada umumnya, sehingga tidak heran
muncul sindiran: “Mereka sedang mabuk oleh anggur manis” (2:13).
Namun di sini sulit untuk dibuktikan jenis bahasa yang bagaimana yang
keluar dari mulut para rasul yang pada akhirnya didengar oleh mereka
yang mendengar dalam bahasa negeri asal masing-masing. Bagaimana
proses tersebut terjadi sulit untuk dijelaskan. Yang jelas itu merupakan
bahasa yang diberikan oleh Roh Kudus kepada mereka untuk dikatakan
(2:4). Satu-satunya jawaban yang dapat diberi- kan, sebagaimana
dikatakan Bock, “God is at work.”65 Kuasa Roh Kuduslah yang menjadi
sebab peristiwa supranatural tersebut terjadi. Dan inilah yang dimaksud
dengan tanda datangnya zaman baru atau kovenan baru. Peterson
menyebutnya, “a sign that God’s end-time restoration has begun.”66
Terkait dengan tugas sebagai saksi ada beberapa tokoh yang
disebutkan Lukas dalam fase ini. Seperti rasul Petrus dan Yohanes, serta
Stefanus yang merupakan satu dari tujuh diaken yang terpilih (6:1-7).
Dalam 5:12-16 Lukas juga menyinggung tentang para rasul secara jamak
yang melakukan banyak mukjizat dan tanda. Kelihatannya Lukas hendak
memperlihatkan bahwa rasul-rasul di luar Petrus juga me- lakukan
banyak mukjizat dan tanda.67
Lukas juga mencatat Petrus dan Yohanes ditangkap karena kesaksian
mereka tentang kebangkitan Yesus (4:1-22). Bahkan juga dicatat narasi
kamatian Stefanus karena kesaksiannya tentang Kristus (7:54-8:1a). Ini
menunjukkan bagaimana serangan dan ancaman tidak mematikan
semangat dan keberanian mereka untuk bersaksi bagi Kristus. Mereka
tetap dengan berani dan bersemangat untuk bersaksi bagi Kristus. Tentu
melalui semua itu Lukas hendak membuktikan
64 Bandingkan dengan Bock, Acts, 102; dan Marshall, Acts, 70.
65 Bock, Acts, 101.
66 Peterson, The Acts of the Apostles, 111.
67 Marshall menjelaskan, “Luke is now thinking of the healing ministry exercised not only by
Peter (3:1–10) but also by the other apostles; unfortunately we have no details of the activities of the
latter.” Lihat I. Howard Marshall, Acts: An Introduction and Commentary, Tyndale New Testament
Commentaries 5 (Nottingham, England: Inter-Varsity Press, 1980), 121.
82 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017
bahwa semua itu terjadi oleh kuasa Roh Kudus yang menyertai mereka
dalam bersaksi.
Dalam bagian ini, Lukas juga menunjukkan bagaimana orang-orang
percaya yang telah menerima atau telah dibaptis dengan Roh Kudus itu
hidup dalam suatu gaya hidup yang penuh kasih (2:41-47; 4:32-37).
Mereka saling memerhatikan satu sama lain, menjual dan membagi-
bagikan harta mereka untuk membantu yang lain, bertekun dalam
pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan, serta bertekun dalam doa
dan memecahkan roti. Sekalipun Lukas tidak mencatat bahwa mereka
juga turut bersaksi bagi Kristus, namun dapat dipastikan mereka juga
turut mengambil bagian dalam panggilan yang telah diamanat Kristus
tersebut. Sebagaimana ditegaskan Lukas bahwa mereka disukai semua
orang sehingga setiap hari Tuhan menambahkan jumlah mereka (2:47).
Tentu ini sebagai hasil dari kesaksian hidup mereka yang penuh kasih, dan
juga karena berkat keberanian bersaksi para “penginjil”. Gaya hidup
jemaat mula-mula ini merupakan suatu dampak dari hidup mereka yang
dipimpin Roh Kudus. Gaya hidup demikian merupakan gambaran
kehidupan komunitas umat yang baru yang tentu secara tidak langsung
akan menyaksikan Yesus yang hidup dalam mereka.
Di samping itu Lukas juga memberi catatan tentang kisah Roh Tuhan
menghukum mati Ananias dan Safira sebagai akibat ketidak- jujuran
mereka dalam bagian ini (5:1-11). Di sini Lukas terlihat hendak
menunjukkan sisi lain dari peranan Roh Kudus, sebagai Roh yang
mendisiplin, yang tidak pernah kompromi dengan dosa. Secara teologis,
peristiwa matinya Ananias dan Safira yang dihukum langsung oleh Roh
Tuhan sesungguhnya merupakan special case. Peristiwa tersebut tidak
dapat ditarik suatu kebenaran teologis yang dapat digeneralkan bagi
gereja sepanjang masa. Dengan kata lain, setiap orang yang melakukan hal
sama sebagaimana Ananias dan Safira akan mengalami hal yang sama,
yakni langsung dihukum mati oleh Roh Tuhan. Walau demikian, memang
tidak dipungkiri bahwa kasus yang sama bisa terjadi, termasuk dalam
konteks gereja sekarang, yakni gereja-gereja atau zaman setelah periode
Perjanjian Baru. Tetapi, sekali lagi, secara teologis, atas kasus ini tidak
dapat dibangun suatu kebenaran mutlak untuk diberlakukan secara
umum bagi gereja sepanjang masa sampai akhir zaman. Namun satu-
satunya kebenaran teologis yang dapat ditarik dari peristiwa ini adalah
bahwa setiap perbuatan dosa ada konsekuensinya. Artinya Tuhan pasti
akan memberi pendisiplinan bagi setiap orang yang melanggar
kekudusan-Nya, termasuk orang-orang percaya. Anugerah Tuhan tidak
meniadakan pendisiplinan-Nya bagi pelanggaran atau dosa. Dalam hal ini
tentu sulit untuk membuat suatu daftar tentang bentuk pendisiplin- an
Tuhan atas pelanggaran anak-anak-Nya. Tuhan dapat memakai segala
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 83
secara di dalam kedaulatan-Nya untuk mendatangkan pendisiplinan,
termasuk kematian seperti yang terjadi pada kasus Ananias dan Safira.
Fase ini ditutup dengan kematian Stefanus (7:54-8:1a). Kamatian
Stefanus merupakan martir pertama yang mati dalam mempertahankan
imannya kepada Kristus. Dengan dicatatnya narasi kematian Stefanus
oleh Lukas di dalam Kisah Para Rasul yang sesungguhnya mempunyai
fokus kepada memperlihatkan karya dan kuasa Roh Kudus melalui para
saksi-Nya dalam menggenapi master plan Allah terkesan dilematis.
Bagaimana sebagai saksi Allah yang jelas-jelas dipenuhi Roh Kudus (bdk.
6:5, 8, 10; 7:55) dapat mati dengan “tragis”? Tanpa ada pembelaan dan
pertolongan Roh Kudus? Padahal sebagaimana catatan Lukas 7:55, Roh
Kudus tidak meninggalkannya sampai saat dia meninggal. Kebenaran
yang hendak Lukas perlihatkan melalui peristiwa ini adalah kuasa Roh
Kudus yang menyertai para murid yang bersaksi lebih berfokus kepada
penggenapan master plan misi Allah. Kuasa Roh Kudus berbicara tentang
kedaulatan Allah dalam membuat rencana-Nya berhasil. Sehingga setiap
manifestasi kuasa Roh Kudus atas para saksi-Nya selalu berkaitan dengan
progres penggenapan rencana misi-Nya. Dalam hal ini, disertai kuasa Roh
Kudus tidak meniadakan kemungkinan ancaman kematian bagi para
saksi-Nya jikalau itu terjadi atas seizin kedaulatan-Nya dan selagi tidak
menghambat progres penggenapan rencana misi-Nya. Sebaliknya,
kematian Stefanus juga merupakan bagian dari rencana-Nya agar
kesaksian meluas kepada fase berikutnya, yakni Yudea dan Samaria (bdg.
8:1b). Di samping itu, peristiwa kematian juga memperlihatkan keteguhan
iman dan kesetiaan para saksi-Nya yang telah dikuasai oleh Roh Kudus
tidak tergoyahkan bahkan oleh maut sekalipun. Bahkan 7:60
membuktikan bagaimana Stefanus memberikan satu teladan dalam
meneladani Kristus secara sempurna, yakni mengampuni orang-orang
yang menganiayanya sebagaimana Kristus (bdg. Luk. 23:34).68
Memang Lukas tidak memberikan gambaran cakupan rentang waktu
berapa lama para “penginjil” bersaksi di Yerusalem sampai akhirnya
mereka menyebar ke daerah Yudea dan Samaria seperti yang tercatat
dalam 8:1b. Ancaman penganiayaan yang didahului oleh kematian
Stefanus (bdg. 6:8-8:1) yang akhirnya memaksa mereka menyebar keluar
dari Yerusalem. Dan tentu dapat dipastikan ini terjadi di dalam rencana
Allah melalui pemimpinan Roh Kudus. Yang jelas penekanan Lukas
melalui 8:1b adalah bahwa fase pertama dari panggilan untuk menjadi
saksi Kristus tergenapi.
68 Bandingkan dengan Andrew Brake, Menjalankan Misi Bersama Yesus, 164.
84 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017
Di Yudea dan Samaria (Pasal 8-12)
Yudea sesungguhnya merupakan sebuah sebutan orang Yunani dan
Roma untuk tanah Yehuda.69 Sementara Samaria merupakan ibu kota
Israel utara.70 Penyebutan ekspansi pemberitaan Injil secara geografis ke
seluruh Yudea dan Samaria sesungguhnya memiliki nuansa politis.
Seluruh Yudea secara politis merupakan sebutan kepada seluruh kerajaan
Yehuda. Sementara Samaria mewakili seluruh kerajaan utama (Israel).71
Dalam hal ini, ketika dikatakan kesaksian tersebar ke seluruh Yudea dan
Samaria, berarti secara politis itu merujuk kepada cakupan geografis
seluruh kerajaan Israel dalam satu kesatuan yang mencakup kerajaan
utara dan selatan. Ini juga menjadi bukti bahwa janji restorasi Israel telah
terjadi, walaupun bukan dalam arti politis, melainkan spiritual, yakni
Kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus.
Lukas memperlihatkan dalam 8:1b bahwa akibat timbulnya
penganiayaan yang hebat di Yerusalem, maka orang-orang percaya mulai
menyebar ke seluruh Yudea dan Samaria. Seperti yang telah ditegaskan
sebelumnya, bahwa melalui bagian ini secara eksplisit sepertinya Lukas
hendak menunjukkan bahwa fase pertama dalam tugas bersaksi para
murid telah tergenapi. Dan sekarang memasuki fase yang kedua, bersaksi
di seluruh Yudea dan Samaria. Bagi Peterson ini merupakan, “A new
narrative begins with a dramatic time reference.”72
Penganiayaan yang terjadi sebagai sebab perluasaan wilayah pem-
beritaan Injil ke seluruh Yudea dan Samaria terkesan absennya intervensi
Allah melalui kehadiran Roh Kudus. Bahkan juga ada kesan orang-orang
percaya mengungsi karena takut kepada penganiayaan. Lukas kelihatan-
nya sengaja memperlihatkan bagaimana sejarah penyebaran Injil itu
mengalir secara natural. Lukas sendiri tidak melaporkan adanya inter-
vensi Roh Kudus yang secara langsung yang mengarahkan atau yang
meminta orang-orang percaya untuk menyebar ke seluruh Yudea dan
Samaria. Sementara di tempat lain, catatan Lukas memperlihatkan bahwa
Roh Kudus dapat berintervensi mengarahkan kehidupan para saksi-Nya,
misalnya ketika Paulus mendapat panggilan dari Roh Kudus yang secara
dramatis mengarahkannya untuk menyeberamg ke Makedonia (16:4-12).
Dengan jelasnya pimpinan dan penyertaan Roh
69 J. D. Douglas, “Yudea,” dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, jilid II (Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2004), 636.
70 D. J. Wiseman, “Samaria,” dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, jilid II (Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2004), 350.
71 Kerajaan Israel setelah kematian raja Salomo terpecah menjadi dua (bdg. 1 Raj.
12:1-24), yakni kerajaan utara (Kerajaan Israel) yang dipimpim oleh Yerobeam dan
kerajaan selatan (Kerajaan Yehuda) yang dipimpin oleh Rehabeam.
72 Peterson, The Acts of the Apostles, 275.
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 85
Kudus di dalam pelayanan para “penginjil” dan orang-orang percaya
sebagaimana yang dipaparkan oleh Lukas dalam seluruh narasi Kisah Para
Rasul, sekalipun tidak dicatat secara eksplisit, dapat dipastikan
intervensi Roh Kudus ada dalam peristiwa menyebarnya orang-orang
percaya ke seluruh Yudea dan Samaria, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Apalagi hal ini merupakan bagian dari master plan misi
Allah seperti yang tercatat dalam 1:8, maka Roh Kudus dengan kuasa
dunamis-Nya pasti mengintervensi dalam menggenapi setiap tahapan misi
yang telah direncanakan Allah sendiri. Dalam hal ini dapat dikatakan,
menyebarnya orang percaya keluar Yerusalem bukan karena kebetulan
apalagi karena takut kepada penganiayaan yang hebat. Tetapi semuaitu
merupakan progres penggenapan rencana Allah agar mereka menjadi
saksi di seluruh Yudea dan Samaria. Di samping itu tentu agar mereka
tetap terpelihara dari penganiayaan yang ada demi kepentingan pekerjaan
Allah.
Catatan Lukas dalam 8:1b disebutkan bahwa ternyata tidak semua
orang percaya keluar dari Yerusalem. Lukas dengan jelas menyebutkan
bahwa para rasul masih tetap bertahan di Yerusalem. Yang menjadi
pertanyaan, apakah dari sekian ribu bahkan mungkin puluhan ribu orang
percaya di luar rasul-rasul semuanya keluar dari Yerusalem? Apa yang
dimaksud dengan “mereka semua” dalam 8:1b? Dalam hal ini kelihatannya
lebih logis kalau dikatakan tidak semua orang percaya di luar rasul-rasul
yang keluar dari Yerusalem. Bock melihat bahwa “mereka semua” yang
dimaksudkan di dalam bagian ini adalah orang Kristen Yunani, karena
penganiayaan tersebut lebih terfokus kepada orang Kristen Yunani.73
Dalam hal ini ada tiga alasan yang dipakai dalam membangun penafsiran
yang demikian: Pertama tetap tinggalnya para rasul (Kristen Yahudi) di
Yerusalem membuktikan penganiayaan ke- mungkinan tidak terlalu
mengancam orang Kristen Yahudi, walaupun ada namun mungkin tidak
seberat yang dialami orang Kristen Yunani; kedua martir pertama dari
penganiayaan tersebut adalah Stefanus yang adalah seorang Kristen
Yunani; ketiga Filipus yang adalah seorang Kristen Yunani yang ikut keluar
dari Yerusalem. Peterson dengan mengutip Witherington menambahkan,
There is enough evidence to conclude that the persecution was particularly directed
against the Hellenists…that the apostles were exempted from the general attack on
the Christians in Jerusalem ‘since Acts 1–6 has stressed the great respect for these
early Jewish Christian leaders among the populace of Jerusalem and the fear of them
by the authorities.”74
73 Bock, Acts, 318; Bock juga setuju dengan pandangan Bruse (1988a:162); Schneider
(1980: 479).
74 Peterson, The Acts of the Apostles, 276.
86 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017
Terkait dengan pelayanan bersaksi bagi Kristus, dalam fase ini Lukas
lebih terfokus kepada Filipus (8:4-40), Petrus (9:32-11:18; 12:1-19), serta
Paulus (9:1-31; 11:19-30; 12:25) dan Barnabas (11:19-30; 12:25). Juga
disinggung tentang Ananias75 yang mendapat panggilan Allah untuk
mendoakan Saulus (9:10-17). Dalam bagian ini Lukas juga mencatat
tentang kematian Yakobus, saudara Yohanes yang dibunuh oleh Herodes
(12:1-2). Hampir sama dengan fase sebelumnya, Lukas kembali mem-
perlihatkan bahwa perjalanan narasi dari pekerjaan bersaksi para murid
tetap terlihat mengalir secara natural. Seperti yang ditegaskan sebelum-
nya, termasuk kematiaan juga dapat terjadi atas para saksi-Nya yang telah
diperlengkapi dengan kuasa Roh Kudus, karena fokus utama karya Roh
Kudus bukan kepada pribadi-pribadi yang dipakai-Nya, melainkan
penggenapan master plan misi Bapa.
Melalui bagian ini Lukas memperlihatkan bagaimana Roh Kudus
berkarya di dalam pelayanan kesaksian para “penginjil”. Memimpin
Filipus dalam mengadakan banyak mukjizat dan tanda (8:6-7), memimpin
Filipus untuk menjelaskan teks Yesaya 53:7-8 kepada sida- sida dari
Etiopia (8:35), serta melarikannya secara supranatural dari hadapan sida-
sida Etiopia (8:38). Dan yang luar biasa, Lukas menunjuk- kan bagaimana
Yesus sendiri menyatakan diri kepada Saulus yang adalah musuh besar
bagi orang percaya waktu itu dan mengubahnya dari seorang penganiaya
menjadi saksi Kristus yang efektif (9:1-19a). Dicatat juga bagaimana Roh
Kudus memberi kuasa kepada Petrus menyembuh- kan Eneas dan
membangkitkan Dorkas (9:32-43), memimpinnya melalui suatu
penglihatan supranatural (10:9-17) untuk melayani Kornelius dan
keluarganya serta membaptis mereka dengan Roh Kudus (10:44-46). Di
sana Petrus mendapat pemahaman dari Tuhan bahwa pintu keselamatan
telah dibuka Allah bagi bangsa-bangsa lain (gentiles). Inti dari catatan-
catatan tentang para saksi dalam bagian ini adalah bagaimana kuasa dan
pemimpin Roh Kudus terus bekerja dalam menggenapi master plan misi
Allah. Bahkan tantangan dan kematian yang dihadapi beberapa saksi
Kristus tidak melemahkan iman dan semangat para saksi yang masih
berkesempatan untuk bersaksi.
Lukas juga mencatat bagaimana Herodes dihukum Tuhan karena
perbuatannya yang tidak menghormati Allah (12:20-23). Ini menjadi bukti
bahwa tidak ada yang dapat menghalangi kuasa Roh Kudus
75 Dalam Kisah Para Rasul nama Ananias muncul dua kali dalam konteks yang
berbeda, yakni dalam 5:1-6 dan 9:10-17. Ananias yang dicatat Lukas dalam 5:1-6 jelas telah
meninggal karena dihukum mati oleh Roh Tuhan. Jadi, dapat dipastikan bahwa Ananias
dalam 9:10-17 yang merupakan kisah dari fase Yudea dan Samaria adalah orang yang
berbeda.
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 87
bekerja dalam menggenapi rencana misi Allah, termasuk seorang yang
paling berkuasa di dalam dunia ini sekalipun.
Dan yang menarik Lukas menutup fase ini dengan pernyataan, “Maka
firman Tuhan makin tersebar dan makin banyak didengar orang” (12:24).
Pernyataan Lukas ini secara tidak langsung hendak menegaskan bahwa
misi Allah dalam fase ini telah tergenapi, dan siap untuk memasuki fase
yang terakhir, “ujung bumi”.
Ujung Bumi (Pasal 13-28)
Fase ini memang tidak dimulai Lukas dengan menggunakan istilah
“ujung bumi” yang merujuk kepada amanat Yesus dalam 1:8 sebagaimana
fase-fase sebelumnya. Untuk itu perlu didefinikan terlebih dahulu istilah
“ujung bumi”. Istilah “ujung bumi” (ἐσχάτου τῆς γῆς, eschatou tēs gēs)
memiliki akar dalam Perjanjian Lama (bdg. Yes. 48:20; 49:6; Yer. 10:13).
Namun yang menjadi pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan “ujung
bumi”? Apakah itu merujuk kepada satu lokasi tertentu secara geografis?
Ataukah dalam pengertian etnik?76
Bock menjelaskan, end of the earth, ” … is geographic and ethnic in scope,
inclusive of all people and locales.”77 Bagi Bock, misi utama dalam fase ini
memang terfokus kepada gentiles, dan Roma sendiri diyakininya sebagai its
center or to the world. Namun hal ini tidak berarti misi kepada Yahudi telah
berakhir sama sekali.78 Dalam menjelaskan 1:8 tentang “ujung bumi”,
Witherington menambahkan,
Yet it is possible to see this verse as programmatic without identifying Rome with
the ends of the earth, since Acts 28 is an intentionally open-ended conclusion. It is
programmatic in the sense that it alludes to a worldwide mission, and probably also
to a mission to both Jew and Gentile in the Diaspora, not that it alludes to Rome.79
76 Bock memperlihatkan berbagai pendekatan yang dimunculkan para ahli: “… it
refers here to Spain (as in 1 Clem. 5.7) and thus cover the earth (Witherington 1998: 110–11),
…to Rome (of Pompey’s roots in Ps. Sol. 8:15, lihat Conzelmann 1987: 7), … Moore (1997:
389–99) has a full discussion of the issue and notes that Palestine and Ethiopia have also been suggested
as options... Pao (2000: 93) also presents a full list of options, either geographic or ethnic: Is the “end of
the earth” Ethiopia, Israel, Diaspora Jews, Rome, Spain, the whole world, Gentiles, or the farthest end of
the earth?” Lihat Bock, Acts, 64.
77 Bock, Acts, 65.
78 Bock, Acts, 65.
79 Witherington III, The Acts of the Apostles, 110.
88 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017
Istilah “ujung bumi” diakui tidak sedang merujuk kepada Roma.80
Lukas memang mengakhiri narasi perjalanan misi para “penginjil”,
khususnya Paulus di kota Roma. Namun hal ini tidak berarti misi
sebagaimana diamanatkan Kristus telah selesai. Marshall melihatnya ini
lebih tepat dikatakan sebagai selesainya misi dunia tahap pertama.81 Misi
tahap pertama yang dimaksudkan di sini adalah misi di luar lingkup
geografis Israel, yang mana Yerusalem sebagai pusat misi itu bergerak
menyebar, sementara Yudea dan Samaria berfokus pada cakupan geo-
grafis Israel secara keseluruhan. Peterson juga memberikan komentar
dengan nada pemahaman yang sama, “Rome is not the ultimate goal of this
mission, even though Acts finishes with Paul’s ministry in that city.”82 Artinya misi
dunia akan terus berkesinambungan berlanjut dari generasi ke generasi,
dengan cakupan geografis semakin meluas sampai memenuhi seluruh
bumi dalam cakupan secara geografis. Ketika itu terjadi, maka Kristus
akan datang kembali untuk kedua kalinya, yang merupakan restorasi final
kerajaan “Israel” (bdg. Mat. 24:14).
Oleh sebab itu, fase ini tidak dapat hanya dipahami dalam lingkup
etnik. Pintu keselamatan bagi gentiles sudah dibuka sejak pelayanan Petrus
di Lida dan Yope, daerah Yudea (9:32-43) di mana Kornelius menjadi
percaya. Tetapi lebih tepat dalam lingkup pemahaman geografis (di luar
Israel, dalam pengertian mencakup wilayah jangkauan lebih luas di luar
geografis Israel) dan etnik (dengan fokus kepada gentiles, namun tidak
meniadakan lagi misi kepada Yahudi). Oleh sebab itu, dapat dikatakan
secara geografis fase pertama dan kedua telah selesai penggenapannya,
namun secara etnik-kultural terkait dengan misi kepada bangsa Yahudi
masih akan terus berlanjut secara progresif penggenapannya sampai akhir
zaman.
80 Dengan menekankan kesejajaran dengan “Yerusalem” dan “Yudea dan Samaria”
yang merujuk kepada suatu tempat spesifik secara geografis, Ellis melihat “the end of the
earth” juga merujuk kepada suatu tempat spesifik secara geografis. Namun Ellis tidak
melihat the end of the earth merujuk kepada Roma (sebagaimana narasi Kisah Para Rasul
yang diakhiri dengan pelayanan Paulus di Roma), melainkan kepada Spanyol,
sebagaimana kota tujuan akhir dari perjalanan misi Paulus (bdk. Rom. 15:24, 28). Karena
diperkirakan Kisah Para Rasul ditulis Lukas pada masa penganiayaan Nero (65-
68 AD.), maka demi menjaga keselamatan Paulus dan juga hakim Roma yang
membebaskan Paulus, maka Lukas tidak menyebut secara spesifik kota Spanyol yang
merupakan kota tujuan akhir dari perjalanan misi Paulus. Bagi Ellis catatan Lukas 26:32
memberi indikasi optimis bahwa Paulus dibebaskan, sehingga dapat melanjutkan
perjalanan misinya sampai ke Spanyol. Lihat Ellis, “‘The End of the Earth’ (Acts 1:8),”
Bulletin for Biblical Research 1 (1991):131-132.
81 Marshall, TheActs of The Apostles, 61.
82 Peterson, The Acts of the Apostles, 112.
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 89
Perintah Roh Kudus dalam 13:2 agar mengkhususkan Barnabas dan
Saulus bagi tugas yang telah ditentukan Tuhan bagi mereka menjadi bukti
penanda dari Tuhan bahwa kesaksian para murid telah memasuki fase
baru. Di samping itu penyebutan beberapa nama tempat seperti
Antiokhia, Seleukia, Siprus, secara geografis merujuk kepada wilayah di
luar teritorial Israel.83 Dengan demikian secara geografis, mulai pasal 13
kesaksian para murid telah memasuki fase terakhir, “ujung bumi.”
Fase ini Lukas mulai dengan perjalanan misi Paulus bersama Barnabas
(13:4). Di sini fokus Lukas kelihatannya mulai beralih dari Petrus kepada
Paulus. Paulus penting bagi Lukas karena dia dipakai oleh Allah sebagai
pioner bagi pelayanan yang meluas kepada gentiles. Pelayanan Petrus
kepada Kornelius dan keluarga memang menunjukkan bahwa Petrus juga
dipakai Tuhan untuk bersaksi kepada gentiles (10:1- 48), namun Petrus
tidak dipanggil secara spesifik ke dalam pelayanan tersebut. Panggilan
kepada Petrus untuk melayani Kornelius dan keluarganya lebih kepada
penegasan Allah bahwa keselamatan juga dibutuhkan oleh bangsa-bangsa
lain (gentiles), misi penebusan Allah juga tertuju kepada bangsa-bangsa di
luar Israel (10:45; 11:1-18). Hal ini diteguhkan melalui penglihatan yang
Petrus dapatkan dari Tuhan (10:10- 17; bdg. 11:5-10). Berbeda dengan
Paulus, dalam 9:15 sebagaimana dicatat Lukas, Tuhan secara khusus
menegaskan bahwa Paulus adalah alat pilihan Tuhan untuk “bangsa-
bangsa lain”. Sekalipun Tuhan juga katakan bahwa Paulus juga dipakai
untuk memberitakan nama Tuhan kepada raja-raja dan orang-orang
Israel. Namun tugas pertama Paulus adalah membawa Injil kepada
“bangsa-bangsa lain”. Dalam hal ini, dengan menyoroti pelayanan Paulus,
khususnya melalui perjalanan misi Paulus, Lukas membuktikan bahwa
kesaksian tentang Kristus telah memasuki fase “ujung bumi”.84 Yang
akhirnya Paulus akhiri perjalanannya di kota Roma, yang merupakan
kota yang menjadi pusat berkumpulnya bangsa-bangsa pada waktu itu,
yang oleh Bock disebut sebagai “center or to the world.”85
Selain Paulus, dalam fase ini Lukas juga mencatat pelayanan beberapa
tokoh “penginjil” lainnya, seperti Barnabas, Timotius, Yohanes Markus,
Silas, Apolos, termasuk sang penulis sendiri, Lukas, disebutkan sebagai
rekan perjalanan misi Paulus. Namun pelayanan tokoh-tokoh yang lain
tidak terlalu menonjol dalam catatan Lukas. Perhatian utama Lukas
adalah perjalanan misi Paulus.
83Lihat Bock, Acts, 64. Bandingkan dengan Marshall, New testament Theology, 157.
84 Carson dan Moo, An Introduction to the New Testament, 288.
85 Bandingkan dengan Bock, Acts, 65.
90 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017
Sekalipun berfokus kepada pelayanan misi Paulus, perhatian Lukas
kepada peranan Roh Kudus tetap sangat terlihat. Bahkan Lukas secara
eksplisit menunjukkan bahwa perjalanan misi yang Paulus lakukan
merupakan perintah Roh Kudus (bdg. 13:2, 4). Hal ini menjadi dasar
pemahaman bahwa Roh Kuduslah yang memimpin langkah perjalanan
misi Paulus. Pengalaman Paulus dalam panggilan pelayanannya ke
Makedonia menjadi bukti bahwa intervensi Roh Kudus ada dalam
perjalanan pelayanan Paulus (bdg. 16:4-12). Di dalam kekuatan kuasa Roh
Kudus, Paulus terlihat bersaksi dengan penuh keberanian, sekalipun
harus berhadapan dengan ancaman penjara bahkan kematian.
Implementasi Teologis Kisah Para Rasul 1:8 dan Penggenapannya
dalam Pelayanan Misi Gereja Masa Kini
Kisah Para Rasul 1:8 dan penggenapan progresifnya di atas dapat
dibangun beberapa kebenaran teologis sebagai implementasi ke dalam
pelayanan misi gereja masa kini:
Misi adalah Master Plan Karya Penebusan Allah
Kisah Para Rasul 1:8 membuktikan pekerjaan misi sebenarnya
berbicara tentang master planAllah dalam menyelamatkan umat manusia
dari kebinasaan yang merupakan akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa
(bdg. Rom. 3:23; 6:23). Witherington melihat 1:8 berisi “God’s salvation
plan.”86 Bahkan Alkitab secara keseluruhan memberikan suatu gambaran
akan sebuah narasi besar dari sejarah karya penyelamatan Allah sepanjang
sejarah umat manusia hingga akhir zaman. Dalam Per- janjian Lama sejak
kejatuhan Adam dan Hawa, Allah telah mem- proklamirkan master plan
misi penebusan-Nya bagi manusia yang telah jatuh ke dalam dosa
tersebut (bdg. Kej. 3:15).87 Sejak itu Allah mulai
86 Bandingkan dengan Witherington III, The Acts of the Apostles, 111.
87 Kejadian 3:15 dikenal sebagai protevangelium (Injil pertama), yakni kabar baik
tentang kemenangan yang akan terjadi bagi keturunan Adam dan Hawa atas si ular
(Setan) – bandingkan dengan Derek Kidner, Genesis: An Introduction and Commentary,
Tyndale Old Testament Commentaries 1 (Nottingham, England: Inter-Varsity Press, 1967), 75.
Ayat ini mengandung nilai profetik yang merujuk kepada kedatangan Mesias. Hamilton,
walaupun tidak terlalu setuju melihat ayat hanya semata sebuah messianic prophecy – lihat
Victor P. Hamilton, The Book of Genesis. Chapters 1-17, The New International Commentary
on the Old Testament (Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1990), 199
– namun dia tidak memungkiri messianic prophecy yang terkandung di dalamnya. Hal ini
terlihat dari pengakuan Hamilton, “Would this individual, or these individuals, be among the kings
of Israel and Judah who are the “offspring” of their father (2 Sam. 7:12; Ps. 89:5 [Eng. 4]), who “crush”
their enemies (Ps. 89:24 [Eng. 23]) “under their feet”
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 91
menjalankan misi penebusan-Nya, termasuk kepada Adam dan Hawa
yang baru saja jatuh ke dalam dosa waktu itu. Hal ini terlihat dari
tindakan Allah membuatkan pakaian dari kulit binatang kepada mereka
(bdg. Kej. 3:20). Penggunaan kulit sebagai sebagai pakaian mengandung
makna simbolik tentang penebusan.88 Sementara narasi Perjanjian Baru
berfokus pada realisasi janji mesianik dari PL tersebut, yakni narasi
tentang kedatangan Mesias (terfokus dalam empat Injil dan juga dalam
beberapa bagian dari kitab-kitab lain dalam PB) dan pasca kedatangan
Mesias (mulai dari Kisah Para Rasul sampai Yudas, termasuk Wahyu),
serta realisasi final dari karya penebusan Allah pada akhir zaman nanti
(terfokus pada Wahyu juga beberapa bagian dari kitab-kitab PB lainnya).
Secara konklusif, dapat disimpulkan bahwa seluruh narasi Alkitab mulai
dari Kejadian sampai dengan Wahyu memperlihat sebuah metanarasi dari
karya penebusan Allah yang merupakan master plan misi Allah. Narasi
Alkitab membuktikan, Allah sendirilah yang menjadi Perancang sekaligus
Pemilik dari master plan misi yang akan dijalankan oleh para saksi-Nya di
dunia.
Hal ini mengingatkan gereja dalam merancang suatu program
pelayanan misi bahwa langkah pertama yang harus dilakukan oleh gereja
adalah mencari master plan misi Allah. Master plan yang dimaksudkan di sini
adalah rencana atau kehendak Tuhan sendiri atas suatu misi yang akan
dijalankan oleh gereja-gereja-Nya. Di mata Tuhan, belum tentu segala
yang baik adalah kehendak atau rencana Tuhan. Para murid dapat saja
melakukan tugas mereka sebagai saksi di luar master plan Allah dari Kisah
Para Rasul 1:8, misalnya dengan langsung berangkat ke Mesir untuk
bersaksi di sana. Di mata manusia hal itu kelihatannya tidak bertolak
belakang dengan kehendak Tuhan. Namun sesungguhnya di mata Tuhan
itu tidak sesuai dengan apa yang menjadi master plan Allah. Kalau itu tidak
sesuai dengan master plan Allah, berarti gereja sedang menjalankan master
plan-nya sendiri. Kalau yang dijalankan adalah master plan sendiri, maka
gereja sedang tidak melakukan kehendak Allah. Narasi sejarah
penyelamatan Allah dalam Alkitab termasuk narasi para saksi dalam
Kisah Para Rasul membuktikan, tidak ada saksi-Nya yang tidak
(2 Sam. 22:39), so that these enemies “lick the dust” (Ps. 72:9)? Later revelations will state that it is Jesus
who reigns until he puts all his enemies under his feet (1 Cor. 15:25). – lihat Hamilton, The Book of
Genesis. Chapters 1-17, 200.
88 Tindakan Allah yang memberikan pakaian sebagai penutup ketelanjangan
mengambarkan tindakan Allah memberikan keselamatan kepada Adam dan Hawa yang
telah jatuh ke dalam dosa. Di samping itu penggunaan kulit binatang melambangkan
sebuah tindakan pengorbanan yang berdarah yaitu menggunakan binatang dan darah.
Diyakini ini yang akhirnya menjadi sistem kurban dalam Perjanjian Lama. Bandingkan
dengan Hamilton, The Book of Genesis. Chapters 1-17, 207.
92 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017
dipanggil dan diutus oleh Allah sendiri. Panggilan dan pengutusan oleh
Allah merupakan tindakan pendelegasian master plan misi Allah kepada
para saksi-Nya untuk dilaksanakan. Gereja yang menjalankan misi masa
kini juga harus mendapatkan master plan misi Allah, karena dengan
demikian membuktikan gereja tersebut dipanggil dan diutus secara
khusus oleh Allah untuk melakukan suatu misi khusus.
Alasan utama mengapa gereja perlu menyesuaikan program misi
dengan master plan misi Allah adalah karena Allah di dalam Kemaha-
tahuan-Nya mengetahui tempat yang paling membutuhkan Injil-Nya;
siapakah orang-orang yang telah dipilih dalam kekekalan-Nya untuk
diselamatkan; dan cara yang paling tepat supaya Injil-Nya dapat
disaksikan secara efektif. Dengan demikian pada akhirnya, misi yang
dikerjakan suatu gereja akan memberikan hasil yang maksimal, karena
yang dilakukan bukan master plan pribadi, melainkan Allah.
Dasar yang diperlukan supaya gereja (pribadi) dapat menangkap
master plan Allah adalah: 89
1. Kedekatan relasi dengan Allah.
2. Kemurnian dan ketulusan hati dalam mencari kehendak-Nya.
3. Ketekunan dalam mencari kehendak-Nya.
4. Jadikan firman Tuhan dasar dalam memberi pertimbangan.
5. Juga diperlukan hikmat Tuhan dalam memberi pertimbangan.
Roh Kudus sebagai Suksesor Misi Allah
Lukas melalui Kisah Para Rasul membuktikan bagaimana seluruh
master planmisi Allah yang diamanatkan kepada para murid-Nya sukses
terlaksana secara progresif. Namun, sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, Lukas menunjukkan kesuksesan terlaksananya program misi
Allah itu bukan karena kehebatan para saksi, tetapi Roh Kuduslah
suksesor dibalik semua kesuksesan tersebut. Karena misi yang dilakukan
gereja adalah master plan Allah, maka yang paling mengerti bagaimana
menyukseskan master plan misi Allah adalah Allah sendiri melalui Roh
Kudus. Melalui narasi Kisah Para Rasul, Lukas memperlihatkan
bagaimana “Roh Kudus mengarahkan karya misi gereja mula-mula, seperti
dalam tindakan gereja Antiokhia (13:2) dan larangan yang menghalangi
Paulus dan para rekannya memasuki Bitinia (16:7).”90 Hal ini
membuktikan intervensi karya atau peran Roh Kudus penting dalam
suatu program misi Allah. Sebagaimana telah ditegaskan sebelumnya,
89 Dalam hal ini masing-masing pribadi sebagai tim perumus program misi gereja
harus memiliki dasar ini.
90 Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Lama, vol. 1 (Surabaya: Momentum, 2010),
324.
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 93
penggenapan ketiga fase rencana misi Allah secara progresif, sekalipun
terlihat mengalir atau berjalan secara natural, namun aktor utama dibalik
semua itu adalah Roh Kudus.
Oleh sebab itu, sebagaimana para saksi Kristus yang pertama, hal
pertama yang perlu dimiliki oleh gereja – orang-orang yang akan pergi
bermisi – harus dipastikan benar-benar telah “dibaptis” oleh Roh Kudus.
Dengan kata lain, sungguh-sungguh telah percaya dan menerima Yesus
Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, sehingga memungkinkan Roh
Kudus ada dan bekerja di dalam diri mereka. Ketika seorang pelaksana
misi mengandalkan Roh Kudus dalam menjalankan misi: dia akan
dipimpin oleh Roh Kudus ke jalan dan cara yang tepat – yang sesuai
rencana Allah – dalam menjalankan misi Allah.
Misi adalah Menjadi Saksi Kristus
Kisah Para Rasul 1:8 mengingatkan bahwa bermisi adalah menjadi
saksi bagi Kristus. Dengan kata lain, setiap program misi yang dijalankan
gereja harus berujung pada memperkenalkan Kristus. Misi yang sejati
hanyalah menjadi saksi bagi Kristus. Dengan demikian tidak alasan bagi
gereja atau orang Kristen tertentu secara pribadi untuk tidak menjadi
saksi Kristus. Dengan kata lain, seluruh gereja Tuhan baik secara pribadi
maupun komunal atau organisasi, harus bermisi bagi Allah. Dalam hal ini
modal yang diperlukan gereja dalam bermisi bukanlah masalah dana atau
uang atau materi penunjang misi lainnya, tetapi hati yang rela untuk taat
kepada tuntunan Roh Kudus untuk pergi menjadi saksi Kristus.
Misi Gereja adalah Lanjutan dari Fase “Ujung Bumi”
Pola tahapan bersaksi dalam Kisah Para Rasul 1:8 ini seringkali
dipakai sebagai pola bagi gereja dalam bermisi. Mereka mengalegoriskan
tahapan tersebut sebagai suatu pola dalam bermisi masa kini dalam
konteks yang berbeda-beda. Dengan kata lain, misi harus dimulai dari
lingkungan terdekat kita (Yerusalem), setelah itu baru meluas kepada
lingkup yang lebih jauh, seperti keluarga besar kita (Yudea dan Samaria),
setelah itu baru kepada orang-orang di luar keluarga kita, orang lain
(ujung bumi). Yang menjadi pertanyaan, apakah secara teologis pola ini
masih berlaku dalam pelayanan misi sekarang?
Secara teologis tahapan-tahapan master plan misi Allah dalam Kisah
Para Rasul 1:8 tidak dapat lagi diaplikasikan kepada konteks misi gereja
masa kini. Ada dua alasan mengapa tahapan-tahapan tersebut tidak dapat
dipakai secara literar bagi konteks misi sekarang adalah bahwa apa yang
telah amanatkan oleh Yesus Kristus kepada pada murid tersebut
merupakan peristiwa momentum pergerakan misi dari umat kovenan
lama yang telah direstorasi menjadi umat kovenan baru. Yang secara
teologis – sebagaimana dalam penjelasan sebelumnya – memang
94 JURNAL JAFFRAY, Vol. 15, No. 1, April 2017
hanya akan dimulai dari Yerusalem, yang merupakan pusat ibadah umat
Israel kepada Allah – karena Bait Allah ada di sana – menyebar ke seluruh
Yudea dan Samaria – dalam cakupan wilayah Israel secara keseluruhan –
dan yang terakhir baru menjangkau wilayah geografis bangsa-bangsa lain.
Secara geografis fase pertama dan kedua telah selesai penggenapannya,
namun secara etnik-kultural khususnya dalam konteks misi kepada orang
Yahudi dapat dikatakan akan terus berlanjut secara progresif hingga saat
ini bahkan sampai kepada kedatangan Kristus kedua kali pada akhir
zaman.
Sementara tahap “ujung bumi” seperti yang dicatat Lukas dalam
Kisah Para Rasul penggenapannya belum bersifat final. Dan misi dunia ini
akan terus meluas secara berkesinambungan berlanjut dari masa ke masa,
dengan cakupan geografis semakin meluas sampai memenuhi seluruh
bumi dalam cakupan secara geografis. Pelayanan misi yang dijalankan
gereja atau anak Tuhan secara pribadi masa kini adalah lanjutan progresif
dari fase “ujung bumi” tersebut. Tugas misi gereja sekarang adalah fasa
dari membawa Injil agar sampai ke seluruh bumi, yang mencakup
dunia/bangsa keseluruhan secara geografis dan etnis.
Kisah Para Rasul 1:8 merupakan suatu master plan misi Allah yang
Kristus amanatkan kepada para murid. Melalui pertolongan dan kuasa
Roh Kudus yang telah dicurahkan para peristiwa Pentakosta, seluruh
master plan misi Allah tersebut tergenapi secara progresif. Itulah yang
hendak Lukas perlihatkan melalui kitabnya yang kedua, Kisah Para
Rasul.Kebenaran ini menjadi landasan pemahaman teologis bahwa
bermisi adalah melaksanakan master plan misi Allah.
Secara keseluruhan kitab Kisah Para Rasul memperlihatkan
bagaimana Roh Kudus berkarya mengenapi seluruh master plan misi Allah
dalam 1:8 melalui para saksi-Nya secara progresif. Dalam hal ini Roh
Kudus memimpin mereka, memampukan mereka, serta memperlengkapi
mereka dengan kuasa agar para saksi dapat menjalankan tugas mereka
secara efektif. Kebenaran ini memberikan suatu prinsip dasar dalam
bermisi, yakni menjadikan Roh Kudus sebagai Suksesor keberhasilan
suatu program misi. Dengan kata lain mengandalkan pimpinan dan
kekuatan Roh Kudus dalam bermisi atau bersaksi.
Kisah Para Rasul memberikan suatu dasar kebenaran bahwa
pelayanan misi yang dilakukan gereja-gereja sekarang sesungguhnya
merupakan kelanjutan dari fase “ujung bumi.” Misi yang dilakukan oleh
gereja-gereja masa kini adalah bagian dari fase memperkenalkan Kristus
sampai ke seluruh permukaan bumi secara geografis hingga Kristus
kembali untuk kedua kalinya pada akhir zaman.
Penggenapan Progresif Misi Allah… (Heryanto) 95











