Tampilkan postingan dengan label Sembahyang Islam Yahudi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sembahyang Islam Yahudi. Tampilkan semua postingan

Sembahyang Islam Yahudi

 



Sembahyang  Islam dan Yahudi 

 

 


Dalam sejarah disebutkan bahwa memahami Yahudi harus dibedakan batas 

antara agama dan bangsa, sebagai agama Yahudi merupakan  salah satu agama 

samawi yang hingga kini masih tetap eksis keberadaannya. Sebagai bangsa -

pun Yahudi masih memiliki  Kekuatan kultur yang masih tetap mengakar kuat 

sebagai satu kesatuan bangsa Yahudi yang besar. Ke unikan dan karakter 

bangsa Yahudi  dalam sejarah masih tetap mempertahankan jati dirinya 

sebagai bangsa. Pada sisi teologis   agama Yahudi  juga memiliki ajaran-ajaran 

yang masih dapat dijadikan sebagai bagian kekuatan yang menujukkan 

indicator ke-eksisan Yahudi dalam agama. Salah satunya yaitu  masalah 

Sembahyangnya. 

 

Islam dan Yahudi tercatat di sejarah  

sebagai agama besar yang diakui dan di 

kelompokkan dalam agama samawi. 

keberagaman manusia di muka bumi ini 

merupakan sebuah keniscayaan. Islam 

sebagai agama yang dibawa oleh Nabi 

Muhammad SAW.  Suatu agama penutup 

agama-agama sebelumnya. Allah telah 

menyempurnakan agama ini bagi hamba-

hambaNya. Agama Islam yaitu  agama 

yang benar, sebuah agama yang telah 

mendapatkan jaminan pertolongan dan 

kemenangan dari Allah ta’ala bagi siapa 

saja yang berpegang teguh dengannya 

dengan sebenar-benarnya (Manaf, 2010). 

Yahudi yaitu  sebuah kata yang di 

nisbahkan kepada para pengikut Syariat 

Taurat, kitab suci yang di bawa Nabi Musa 

AS, Baik sebelum maupun setelah syariat 

tersebut mengalami penyimpangan. kita 

tidak meragukan bahwasannya Kaum 

Yahudi pertama (sebagai sebuah bangsa 

dan satu generasi yang Mayoritas darinya 

sudah Punah memang tersambung hingga 

kepada Nabi Yak’kub (Israel ) bin Ishaq 

bin Ibrahim. hal itu terjadi sebelum nasab 

mereka bercampur dan menyatu dengan 


 

 

suku-suku atau dengan ras-ras yang 

lainnya (as-Suwaidan, 2015). 

Kehidupan manusia di dunia 

merupakan anugerah dari Allah SWT. 

Dengan segala pemberian-Nya manusia 

dapat mengecap segala kenikmatan yang 

bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi dengan 

anugerah tersebut kadang kala manusia 

lupa akan zat Allah SWT yang telah 

memberikannya. Untuk hal tersebut 

manusia harus mendapatkan suatu 

bimbingan sehingga di dalam 

kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan 

bimbingan Allah SWT. Hidup yang 

dibimbing syariah akan melahirkan 

kesadaran untuk berprilaku yang sesuai 

dengan tuntutan dan tuntunan Allah dan 

Rasulnya yang tergambar dalam hukum 

Allah yang Normatif dan Deskriptif. 

Setiap agama memiliki berbagai 

ajaran pokok, baik yang terkait dengan 

Tuhan (Vertikal), dan juga sesama masalah 

(Horizontal), diantara yang Vertikal yaitu  

Shalat. Shalat merupakan ibadah yang 

paling utama di antara banyak ibadah-

ibadah lain yang diajarkan oleh Nabi 

Muhammad  SAW, berada pada  posisi ke 

2 dari 5 (lima) pilar ajaran islam yang 

utama atau yang disebut dengan rukun 

Islam. Shalat dikerjakan 5 kali/waktu 

setiap harinya, yaitu; subuh, zuhur, ashar, 

maghrib dan isya (Sabiq, 1988). 

Dalam agama Yahudi hubungan 

Vertikal dengan Tuhan di lakukan ajaran 

sembahyang ada dua Macam, yaitu 

personal (Fardi), dan berkelompok 

(Jama’i). Sembahyang Personal yaitu  

beberapa jenis ritual yang di lakukan 

secara perseorangan. Sembahyang jenis ini 

di lakukan dengan keadaan dan kebutuhan 

masing-masing Pribadi. Sedangkan 

Sembahyang  berkelompok yaitu  jenis 

Sembahyang  yang dilakukan oleh 

beberapa orang secara terang-terangan dan 

bersifat umum (Boleh diikuti siapa saja), di 

tempat dan waktu yang khusus pula. 

Sembahyang  jenis ini di lakukan menurut 

peraturan adat dan hukum-hukum yang di 

tetapkan oleh para imam dan rabi. 

Setiap agama menentukan bentuk 

Khusus Ritual Shalat yang sesuai konsep 

agama masing-masing dan kaidah-kaidah 

yang memanifestasikan pengagungan 

kepada Tuhan. Sebagian agama 

menetapkan tata cara Shalat berupa diam 

berkontemplasi dan menghadap kepada 

Tuhan. Sebagian agama menetapkan tata 

cara berupa gerakan kemudian diam 

dengan tenang diringi bacaan-bacaan 

khusus yang di hafal. Diam dengan tenang 

ketika berkomunikasi dengan Tuhan 

hampir menjadi tiang pokok ritual 

kebanyakan agama, kemudian diteruskan 

dengan gerakan ruku dan sujud. 

Beberapa riset yang berkaitan 

dengan topik ini, diantaranya yaitu  

penelitian yang dilakukan Oleh Sabbih 

(2015) dengan Judul “Sifat Shalat Manusia 

dalam Al-Qur’an ( Tinjauan Tafsir Rahmah 

Min Al Rahmah Min KalamSyaikh Ibnu 

Arabi Karya Mahmud Ghurab). Disini 

saudara Sabbih mengatakan dalam sifat 

Shalat Manusia dalam Al- Qur’an di 

sebab kan beragamnya pendapat ulama 


 

 

 

untuk memaknai sifat Shalat tersebut 

sehingga membuahkan dampak dalam 

pelakunnya. 

Penelitian yang dilakukan Netty 

Fitriyani (2002) yang mengangkat judul 

tentang “kedudukan Yerussalem menurut 

Agama Yahudi dan Islam”. Dalam kajian 

penelitian ini menjabarkan bahwa letak 

keterkaitannya berada pada realitas 

keberagaman agama-agama itu, dan 

Implikasi yang muncul dari Plularitasnya. 

munculnya perbedaaan dan pemahaman 

teologis masing-masing Agama dan 

mempertahankan haknya menimbulkan 

masalah yang sampai sekarang tak kunjung 

berakhir.  Letak kedudukan Yerussalem 

agama Yahudi dan Islam sama-sama 

Mengklaim sakralnya kota Suci ini. 

rumitnya Klaim Sakralitas tersebut sering 

tidak mirip atau malah saling berjauhan 

sehingga menimbulkan Konflik antara 

Mereka. bagi Agama yahudi menganggap 

Yerussalem (Masjidil Aqsa) sebagai kota 

suci, sedangkan menurut Agama Islam 

Yerussalem Merupakan tempat yang 

cukup penting di sebab kan salah satunya 

yaitu  tempat perjalanan Isra’ dan Mi’raj 

nabi Muhammad Saw. 

 

Sinagog; Tempat Ibadah Yahudi  

Sinagoga  (bahasa Inggris:  Synago-

gue) yaitu  nama tempat beribadah 

orang Yahudi. Di dalam bahasa aslinya 

(bahasa Yunani: synagogÄ“ atau sunagogÄ“, 

berarti “perkumpulan”; bahasa 

Perancis/bahasa Inggris: synagogue) terdiri 

dari kata Yunani (syn, = bersama), dan 

 agogé, belajar atau pendidikan, sinagoga 

memiliki arti “belajar bersama” 

selain berkumpul bersama. Kata tersebut 

merupakan terjemahan dari kata Ibrani,  

eda, yang berarti jemaah, sehingga 

pengertian sinagoga yang sebenarnya 

bukanlah suatu tempat atau gedung 

tertentu melainkan persekutuan.   

Sinagoga, bersama gerakan  

yudaisme rabinik, memiliki peran penting 

dalam membentuk pola keagamaan 

Yahudi hingga kini, khususnya setelah Bait 

Suci yang menjadi pusat peribadah umat 

Yahudi hancur pada tahun 70 M. Selain 

itu, sinagoga juga diduga membawa 

pengaruh besar terhadap pola ibadah umat 

Kristen dan Islam melalui 

penggunaan gereja dan masjid. fungsi 

utama sinagoge yaitu  dalam hal 

peribadahan.  

Ibadah-ibadah dilangsungkan di situ 

pada hari Sabat dan hari-hari besar 

lainnya. Pusat ibadah yaitu  pembacaan 

Taurat, dan seluruh desain dan suasana 

ruangannya diarahkan kepada pembacaan 

tersebut. Selain itu, sinagoge juga 

berfungsi sebagai tempat doa pada jam-

jam doa Yahudi, dan dengan berkiblat ke 

arah Yerusalem.Selain fungsi pendidikan 

dan peribadahan, sinagoga juga berfungsi 

sebagai tempat pertemuan-pertemuan 

masyarakat untuk membicarakan masalah-

masalah sosial, politik, maupun 

keagamaan. sebab  itu, sinagoge juga 

dapat menjadi tempat pengadilan. Pada 

masa pasca-Pembuangan, institusi Bait 

Suci dikembangkan kembali dan menjadi 


 

 

pusat keagamaan orang-orang Yahudi. 

Akan tetapi, peran sinagoga-sinagoga tetap 

penting sebagai tempat persekutuan 

orang-orang Yahudi di perantauan. 

sebab  itulah, orang-orang Yahudi di luar 

Palestina biasa mengumpulkan 

persembahan tahunan untuk mendukung 

peribadahan di Bait Suci, terlebih bagi 

mereka yang tidak dapat datang ke Bait 

Suci untuk mengikuti ritus tahunan. Selain 

itu, sinagoge juga berperan untuk 

mempertahankan identitas Yahudi di 

perantauan melalui pembacaan Kitab Suci, 

doa-doa, dan perayaan hari besar Yahudi. 

Perkembangan sinagoga juga amat 

dipengaruhi oleh perkembangan kaum 

Farisi pada abad ke-2 SM. Pada waktu itu, 

orang-orang yang dapat membaca serta 

menafsirkan Taurat yaitu  kaum Farisi, 

sehingga mereka berperan besar di dalam 

persekutuan-persekutuan lokal di kalangan 

rakyat Yahudi. Hal yang sama terjadi 

ketika Bait Suci dihancurkan tahun 70 M 

dan umat Yahudi tersebar ke tempat-

tempat lain. Kelangsungan identitas 

Yahudi menjadi tergantung pada kaum 

Farisi, yang disebut juga rabi sebab hanya 

mereka yang dapat membaca dan 

menafsirkan Taurat. Mereka berperan 

penting di dalam sinagoga-sinagoga lokal 

di tempat-tempat orang Yahudi tinggal. 

Pada masa itulah, studi terhadap Taurat, 

doa-doa, dan perbuatan baik 

menggantikan ritus Bait Suci dan 

persembahan kurban. Peran penting 

sinagoge dan rabi masih berlangsung 

hingga masa kini. 

Sepanjang sejarah Yahudi, 

sinagoga-sinagoga dibangun oleh 

bermacam-macam orang, seperti para 

orang-orang raya maupun kaum-kaum 

tertentu. Misalnya, sinagoga-sinagoga 

Sephardi yang didirikan oleh kaum 

Sephardi yang mengungsi ke kota-kota 

besar, di mana sudah terdapat jemaah-

jemaah Yahudi.  

Sembahyang dan Doa dalam Yahudi 

Orang yahudi melakukan 

sembahyang 3 kali sehari setiap jam 9, 11, 

dan 3 sore, sedangkan dalam kitab Talmud 

di tetapkan 3 sembahyang dalam sehari 

semalam dengan sembahyang pagi, siang 

dan malam. Pada waktu tegak berdiri 

mereka mengawali dengan “tefillah” atau 

“amidah” dan mengucapkan selawat 19 

kali. Amidah sering di dahului  dengan 

“shema” atau Syahadah pertama Yahudi, 

di lanjutkan dengan pujian terhadap 

Tuhan, dan di akhiri dengan “alenu wajib” 

atau doa wajib. Sembahyang  mereka bias 

di lakukan sendirian maupun bersama 

(berjamaah) yang biasanya di lakukan di 

tempat yang di sebut Sinagon, serta 

kiblatnya ke Baitul Maqdis. 

Doa yang mereka lakukan yaitu  

mengangkat kedua tanggan ke arah langit 

sambil beriri, ada juga yang sambil duduk 

berlutut.Tempat senmbahyang mereka 

ketika berada di mesir, sebelum kitab 

Taurat, orang israel bersembahyang di 

rumah-rumah mereka masinh-masing atau 

di suatu tempat khusus untuk 

bersama.Setelah berada di gurun sinai, 


 

turun kitab Taurat, kemudian mereka 

bersembahyang di dalam khaimah besar 

yang khusus untuk bersembahyang, 

luasnya kira-kira 100x50 hasta (32x16 

mater).  

Khaimah ini mereka bawa kemana 

saja mereka pindah.Di zaman Nabi 

Sulaiman memerintah, setelah baitul 

maqdis selesai didirikan, maka tempat 

sembahyang mereka berpindak ke baitul 

maqdis (rumah suci), dan tidak lagi 

mengunakan khaimah. Di kampung-

kampung yang jauh dari kota, bangsa 

Yahudi mendirikan Sinagon-sinagon, yaitu 

mushalla-mushalla untuk tempat 

mengajarkan agama, dalam sembahyang 

mereka menghadapkan wajahnya kebaitul 

maaddas di palistina, sebagai kiblat 

mereka, dan yang di di tunjuk selamanya 

menjadi imam yaitu  keturunan Lewi 

(Hakim, 1989). 

Selain itu, ada puasa. Ada beberapa 

jenis puasa yang mereka lakukan, seperti 

puasa untuk penganti kejadian-kejadian 

bersejarah yang mereka sebut “puasa 

kecil” ada juga puasa “Sembilan hari” atau 

puasa berduka cita, tidak boleh minum 

anggur dan makan daging, “puasa tiga 

minggu” yang di dalam waktu itu tidak 

boleh melaksanakan pesta perkawinan. 

Tujuan pesta  yaitu  untuk menghapuskan 

dosa dan mensucikan diri, di sampiung 

untuk menyatakan rasa keprihatinan atau 

duka cita. Waktu puasa mereka mulai 

dengan menyingsing sampai kelihatan tiga 

buah bintang pada senja hari.Di buku lain 

mengatakan bahwa orang yahudi di 

wajibkan berpuasa pada hari ke sepuluh 

setiap bulan ketujuh, disamping itu puasa 

di lakukan secara suka rela, dan di lakukan 

biasanya pada waktu-waktu mendapat 

musibah atau bencana (Manaf, 1996). 

Yahudi juga mengenal ibdah Haji. 

Bagi kaum Yahudi, yang dimaksud Ziarah 

atau Hajj yaitu  dengan mendatangi baitul 

Maqdis  ( Yerussalem ). Dan diwajibkan 

kaum Yahudi dari kalagan laki-laki untuk 

berziarah ke Baitul Maqdis tiga kali dalam 

setahun dan semua laki-laki harus muncul 

dihadapan Tuhan, Tuhannya bani Israel. 

sebab  hingga ssat ini Haikal suci belum 

berdiri di Yerussalem, maka kaum Yahudi 

mengganti ibadah mereka dengan 

mendatangi tembok Ratapan. Masa kini 

semua orang Yahudi termasuk kaum 

perempuan ikut mendatangi Tembok 

Ratapan untuk melakukan ibadah ziarah. 

Sembahyang dalam Islam  

Sesungguhnya  Shalat dalam Islam  

bermula itu tidak dengan tiba-tiba 

melainkan sudah lama di lakukan oleh 

para nabi-nabi terdahulu. Shalat juga di 

lakukan sebelum  Islam datang, artinya 

Shalat di kerjakan oleh orang-orang 

terdahulu. para nabi juga di perintahkan 

oleh Allah SWT untuk mendirikan Shalat 

merupakan sesuatu kewajiban atas diri 

mereka sendiri. didalam Al- Qur’an 

terdapat keterangan bahwa para Nabi dan 

Rasul yang diutus oleh Allah semuanya 

melaksanakan ibadah, termasuk Shalat. Di 

mulai dari Nabi Adam Shalat, nuh , Idris, 

Hud, Saleh, Ibrahim, Ismail, Ishak, Musa, 


 

 

 

Isa, hingga Rasullah Muhammad SAW  

semuanya mendirikan Shalat. hanya saja  

bagaimana cara Shalat para nabi dan rasul 

tak di ketahui dengan pasti, kecuali Shalat 

umat Islam yang di ajarkan Rasullah SAW. 

Dalam berbagai kitab tarikh tasyri dan 

sirah nabawiyah.di sebutkan bahwa Shalat 

5 waktu (El Fikri, 2014). 

Kewajiban Shalat bermula ketika 

nabi melakukan Mi’raj. tatkala Nabi 

berada di Sidrarah al- Mumtaha, nabi 

dengan perantaraan Malaikat Jibril 

mendapatkan “ Wahyu “ dari Allah berupa 

Shalat yang semula konon Lima Puluh 

Waktu. Shalat ini lah yang di jadikan nabi 

kepada umatnya sebagai kendaraan untuk 

melakukan Mi’raj Ruhani. mendorong 

seseorang dapat menggapai Makom  

terpuji (Makam Mahmuda), mewarisi 

keluhuran pekerti dan kebeningan hati 

sebagaimana di isyaratkan dalam QS.Al-

Isra ayat 79 (Muhyidin dan Salahuddin, 

2006).  

Beberapa ayat yang dijadikan dalil 

tetang kewajiban Shalat yaitu  al-Qur’an 

surat al- Bayyinah ayat 8 dan hadits Nabi 

"Pokok urusan yaitu  Islam, tiangnya itu 

shalat, sedangkan puncaknya yaitu  jihad." 

(HR. Al-Tirmidzi). 

Menurut  Harun Nasution, bahwa  

shalat mendidik manusia untuk selalu 

merasakan kehadiran Allah  bersamanya. 

Dalam shalat seseorang dianjurkan untuk 

selalu mengingat Allah dalam shalatnya, 

atau sekurang-kurangnya mengerti dan 

memahami arti dari perkataan yang 

diucapkan dalam shalatnya tersebut. 

Sedangkan menurut  Nurcholis Madjid 

menerangkan bahwa shalat mempunyai 

makna intrinsik dan instrumental. Intrinsik 

(makna dalam dirinya sendiri) sebab  

shalat merupakan tujuan pada dirinya 

sendiri, khususnya Shalat sebagai  

peristiwa menghadap Allah dan 

berkomunikasi dengan-Nya, baik  melalui 

bacaan, maupun grakan-gerakan shalat, 

khusyusnya ruku’ dan sujud ketika dalam 

shalat. Sedangkan bermakna instrumental 

sebab  shalat dapat dijadikan sebagai 

sarana  untuk mencapai sesuatu  dari luar 

dirinya sendiri (Pasha, 2003). 

Shalat merupakan perbuatan yang 

paling penting diantara rukun Islam yang 

lain sebab ia mempunyai pengaruh yang 

baik bagi kondisi akhlak manusia. shalat 

didirikan sebanyak lima kali setiap hari, 

dengan ini akan mendapatkan  pengaruh 

yang baik bagi manusia dalam suatu 

masyarakat yang merupakan sebab 

tumbuhnya rasa persaudaraan dan 

kecintaan diantara kaum muslimin ketika 

berkumpul untuk menunaikan ibadah 

yang satu di salah satu dari sekian rumah 

ibadah  milik Allah yaitu Masjid (al-Jazairi, 

2011). 

Shalat merupakan inti (kunci) dari 

segala ibadah juga merupakan tiang agama, 

Shalat mempunyai dua unsur yaitu 

dzohiriyah dan batiniyah. Unsur 

dzohiriyah yaitu  yang menyangkut 

perilaku berdasar pada gerakan shalat itu 

sendiri, sedangkan unsur yang bersifat 

batiniyah yaitu  sifatnya tersembunyi 

dalam hati sebab  hanya Allah-lah yang 


dapat menilainya. Shalat banyak  

macamnya ada shalat sunnah, ada juga 

shalat fardhu yang telah ditentukan 

waktunya. Khilafiyyah kaum muslimin 

tentang shalat yaitu  hal yang biasa sebab  

rujukan dan pengkajiannya semuanya 

bersumber dari Al-Qur’an dan hadis, 

hendaknya perbedaan tersebut menjadi 

hikmah keberagaman umat islam. Shalat 

banyak macamnya ada shalat sunnah, ada 

juga shalat fardhu yang telah ditentukan 

waktunya.  

Kesepakatan para Ulama tata cara 

Shalat yaitu  : Pertama, Berdiri ketika 

shalat wajib, bagi yang mampu. Tidak sah 

shalat fardhu seorang hamba yang 

dikerjakan sambil duduk dalam kondisi 

mampu berdiri.  

Kedua, Niat. Niat secara etimologi 

bermakna kehendak dan tekad.  Secara 

terminologi syar’i niat yaitu  tekad  dalam 

hati untuk melakukan ibadah dengan 

tujuan mendekatkan diri kepada Allah, 

Yaitu ketetapan hati untuk melaksanakan 

shalat tertentu. Berdasarkan sabda 

Rasulullah: Sesungguhnya segala amalan itu 

(tergantung) dengan niat. 

Ketiga, Takbiratul Ihram sambil 

mengangkat kedua  tangan. Disebut 

demikian sebab  mengharamkan segala 

jenis perbuatan mubah dari makan, 

minum, berbicara, dalam shalat. 

Hendaknya seseorang yang akan shalat 

berdiri dan bertakbir Yaitu mengucapkan 

lafadz “Allahu Akbar” dan mengangkat 

tangan. Cara mengangkat kedua tangan 

boleh ke ujung-ujung telinga, atau sejajar 

dengan dua bahu, sebab  kedua-duanya 

diterima oleh rasul. Hal ini didasarkan 

pada sabda Rasulullah: “Kuncinya shalat 

yaitu  bersuci, pembukaannya yaitu  takbir 

(mengucapkan Allahu Akbar), dan penutupnya 

yaitu  taslim (mengucapkan salam),” (HR 

Abu Daud: dan At-Tirmidzi ). 

Keempat, Membaca Surat Al-Fatihah. 

Berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw. 

“Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca 

surat Al-Fatihah”, (HR Bukhari). Membaca 

Surat Al-Fatihah merupakan rukun sahnya 

Shalat, artinnya orang yang Shalat tidak 

membaca Al-Fatihah maka tidak sah 

Shalatnaya. Menurut  sunnah basmallah 

yaitu  di-siir-kan, sesekali kita jaharkan 

untuk memberi pengertian bahwa kita 

membacanya. Namun, membaca Al-

Fatihah itu  tidak berlaku bagi seorang 

makmum di balakang imam yang 

membaca Al-Fatihah dengan jahr (keras, 

nyaring), sebab  kewajibannya yaitu  

mendengarkan bacaan imam (Hasyim, 

1988).  

Kelima, Ruku’. Ruku’ secara 

etimologi berasal dari kata ﺎﻋﻮﻛﺭ ﻊﻛﺮﻳ ﻊﻛﺭ 

yang berarti menundukkan atau 

membungkukkan kepalanya. Secara 

terminologi fiqih rukuk berarti 

menundukkan kepalanya dengan 

membungkukkan punggungnya, kedua 

telapak tangannya memegang kedua 

lututnya dan meluruskan punggungnya 

serta merenggangkan jari jemari.  Ini 

yaitu   ukuran minimal.  Sedang ruku’ 

yang paling sempurna ialah menunduk 


 


 

sehingga punggung menjadi rata. sepakat 

akan kewajiban rukuk. 

Keenam, Bangun dari rukuk (I’tidal). 

I’tidal ialah berdiri tegal yang memisahkan 

antara ruku’ dan sujud,  Berdasarkan sabda 

Nabi Muhammad saw: “Kemudian rukuklah 

sampai kamu tuma’ninah dalam rukuk, 

kemudian bangunlah dari rukuk sampai kamu 

berdiri tegak lurus”, (HR Bukhari). 

Ketujuh, Sujud. Sujud secara 

etimologi yaitu  tunduk, merendahkan 

diri, condong, meletakkan dahi ke bumi. 

Adapun secara terminologi sujud yaitu  

meletakkan dahi atau bagian sekitarnya di 

tempat sujud yang tetap dengan gerakan 

gerakan tertentu. Setiap rukuk dan sujud 

ada gerakan turun. Tapi sujud lebih turun 

dari rukuk. 

Kedelapan, Bangun dari Sujud atau 

Duduk diantara dua sujud. Duduk 

diantara dua sujud beserta thuma’ninah 

merupakan rukun menurut jumhur ulama. 

Kesempbilan, Duduk Yang Terakhir.  

Yang dimaksud ialah duduk pada akhir 

rakaat yang terakhir dari shalat itu, yang 

dipungkasi dengan salam (Rifa’i, 1976). 

Kesepuluh, Tuman’ninah. ketika 

Rukuk, Sujud, Berdiri, dan Duduk 

Berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw. 

kepada orang yang shalatnya tidak benar. 

Beliau menyebutkan hal itu kepadanya 

dalam hal rukuk, sujud, dan duduk di 

antara dua sujud, sedangkan beliau 

menyebutkan i’tidal (tegak lurus) 

kepadanya dalam hal berdiri. Atau bisa 

diperjelas dengan menegakkan punggung 

ketika mengangkat kepala dari keduanya. 

Seseorang yang rukuk itu sejak ia 

menundukkan diri sampai tegak. Sujudnya 

yaitu  sejak ia turun dari berdiri,atau dari 

duduk, hingga sampai kembali tegak. 

Kesebelas, Tasyahud Pada Duduk 

Terakhir. Tasyahud termasuk rukun shalat, 

sebab  ada sebuah hadits riwayat al-

Bukhari (5806), dan Muslim (402) dan 

lainnya dari Ibnu Mas’ud RA, dia berkata: 

“Dulu, apabila kamu shalat bersama Nabi 

SAW, kami mengucapkan –sedang 

menurut al-Baihaqi (2/138), dan ad-

Daruquthni (1/350), kami mengucapkan 

sebelum kami diwajibkan membaca 

tasyahud. Dan pada rakaat terakhir 

menurut jumhur ulama’ disunnahkan 

membaca ta’awudz. 

Keduabelas,  Salam. Seseorang 

dianggap selesai mengerjakan shalat 

setelah mengucapkan salam dan dia tidak 

mengucapkan salam kecuali dalam kondisi 

duduk. Berdasarkan sabda Nabi 

Muhammad saw. “Dan penutupnya yaitu  

taslim (mengucapkan salam). 

Ketigabelas, Tertib sesuai urutan 

rukun shalat. Tidak boleh membaca Al-

Fatihah sebelum melakukan takbiratul 

ihram, dan tidak boleh bersujud sebelum 

melakukan rukuk sebab  gerakan shalat 

telah ditentukan Rasulullah dan telah 

diajarkan kepada para sahabat.  

 

Perintah Sembahyang  Yahudi 

Kitab Kejadian menyebutkan 

beberapa jenis Shalat dan peribadatan 

yang begitu banyak macam ragamnya, 

Shalat di dalam Agama  Yahudi tidak 


 

 

memiliki aturan tertentu melainkan dapat 

di lakukan sesuai dengan kondisi dan 

kebutuhan yang di inginkan setiap 

Individu maupun Komunitas tertentu. 

Di Alkitab di jelaskan tentang Shalat 

sebagai berikut : “ Lalu  berlututlah orang itu 

dan sujud menyembah Tuhan”. (Kejadian 

24:26);  

”Kemudian berlututlah aku dan sujud 

menyembah Tuhan, serta memuji Tuhan, Allah 

tuanku Abraham, yang telah menuntun aku di 

jalan yang benar untuk mengambil anak 

perempuan saudara tuanku ini bagi anaknya”. 

(Kejadian 24:48)   

“Ketika hamba Abraham itu mendengar 

perkataan mereka, sujudlah ia sampai ke 

tanah menyembah Tuhan”. (Kejadian 24:52 ). 

“Lalu percayalah bangsa itu, dan ketika 

mereka mendengar, bahwa TUHAN telah 

mengindahkan orang Israel dan telah melihat 

kesengsaraan mereka, maka berlututlah mereka 

dan sujud menyembah”. ( Keluaran  4:31  ). 

“maka haruslah kamu berkata: Itulah 

korban Paskah bagi TUHAN yang melewati 

rumah-rumah orang Israel di Mesir, ketika Ia 

menulahi orang Mesir, tetapi menyelamatkan 

rumah-rumah kita." Lalu berlututlah bangsa itu 

dan sujud menyembah”. (Keluaran  12:27 )  

“Berfirmanlah Ia kepada Musa: 

"Naiklah menghadap TUHAN, engkau dan 

Harun, Nadab dan Abihu dan tujuh puluh 

orang dari para tua-tua Israel dan sujudlah 

kamu menyembah dari jauh”. (Keluaran 24:1 ) 

Seiring dengan banyaknya bangsa 

yang datang ke negeri Palestina ada bangsa 

Romawi, namun meskipun demikian 

orang Yahudi tetap menjalankan Ibadah 

Sembahyang sesuai yang dikitab kejadian 

meskipun dipengaruhi oleh banyaknya 

Bangsa yang datang ke negeri Palestina.  

Terlepas dari penjelasan nama Ibri, Israel, 

dan Yahudi di atas orang-orang Ibrani 

mempuyai karakter nomaden (berpindah-

pindah). Namun sejarah mencatat ketika 

sudah mulai mengenal peradabandan 

pembangunan. Akan tetapi sekelompok 

mereka ada juga yang pergi dan 

berpindah-pindah menuju utara Babilonia, 

ketika di Babilonia kawasan ini dalam 

kekuasaan orang-orang samenia dan 

Akadina. Sampai berapa waktu orang-

orang Ibri pindah lagi kearah utara dan 

juga ada yang keselatan (Khotimah, 2015). 

Bagi kalagan Israel, Shalat rutin 

hanya dapat ditetapkan setelah 

dibangunnya sebuah tempat Ibadah 

Khusus baik berupa kemah besar maupun 

berbentuk kuil ( sinagoge ), dahulu seiring 

terjadinya peristiwa pengasingan 

Babilonia, semua bentuk Ibadah orang 

Yahudi berupa Kurban dan menyembelih 

Hewan di hapuskan sejak abad 5 SM. dan 

di ganti dengan bentuk sembahyang di 

dalam Agama Yahudi. Di kalangan 

agamawan Yahudi memulai membuat 

Hukum-hukum dan aturan Baru. namun  

semua itu tidak berjalan lancar di 

sebab kan terjadinya penghancuran 

Haikal, dan menghilangnya semua bentuk 

Ibadah berupa persembahan Kurban 

secara berkelompok dengan cara 

mempersembahkan jenis hewan dengan 

hasil bumi untuk kemudian digantikan 


 

dengan ibadah berupa sembahyang. semua 

ini memakan waktu lama.  

Namun ibadah baru ini ini tidak 

benar-benar diakui penuh apalagi didalam 

praktik-praktik Sembahyang dan 

kemudian mengalami koreksi pada abad 

ke 18 M.  Jadi sembahyang di dalam 

Agama Yahudi akan terus berubah sesuai 

dengan perubahan kondisi Politik dan 

Alur Sejarah. Kaum Yahudi mempuyai 

sebuah kitab yang di sebut ”Kitab Shalat” 

(Siddur), dengan membaca kitab ini di 

Sinagong dapat menjadi pengganti ritual 

Kurban yang sejak dahulu mereka 

persembahkan, Sebalum di gantikan Shalat 

kitab ini mencakup semua doa yang di 

panjatkan pada tiga kali Shalat harian 

mereka. 

Shalat yaitu  ibadah agama Yahudi 

yang amat penting, dan biasa mereka 

lakukan dengan berjama’ah. Sembahyang 

mereka lakukan tiga kali sehari. Pertama di 

pagi hari sekitar jam sembilan, kedua pada 

tengah hari, dan ketiga di sore hari kira-

kira jam tiga. Tempat Shalat  Ketika 

berada di negeri Mesir, sebelum turun 

kitab Taurat, orang-orang Israil 

Sembahyang di rumah mereka masing-

masing atau di suatu tempat yang khusus 

untuk bersama. Setelah berada di Gurun 

Sinai, setelah turunnya kitab Taurat, 

mereka Sembahyang  di dalam khaimah 

besar yang khusus untuk Shalat, luasnya 

kira-kira 100 x 50 hasta (32 x 16 meter). 

Khaimah itu mereka bawa kemana saja 

mereka pergi.  

Di zaman Nabi Sulaiman 

memerintah, setelah Baitul Maqdis selesai 

didirikan oleh beliau, tempat Sembahyang  

sudah di tukar dengan Baitul Muqdis  

(rumah suci), tidak lagi mempergunakan 

khaimah untuk tempat Shalat. Di 

perkampungan-perkampungan yang jauh 

dari kota, bangsa Yahudi mendirikan 

sinagoge-sinagoge, yaitu mushalla-

mushalla untuk tempat mengjarkan agama. 

Dalam Shalat mereka menghadapkan 

wajah ke Baitul Muqaddas di Palestina, itu 

sebagai kiblat mereka. 

Agama Yahudi lebih mengutamakan 

amalan di bandingkan keimanan, dan pada 

dasarnya agama itu yaitu  cara hidup dan 

bukan merupakan akidah atau 

kepercayaan. Menurut pemikiran Yahudi 

menetapkan bahwa tiap-tiap ganjaran itu 

menurut amalan (perbuatan) dan bukan 

menurut keyakinan atau kepercayaan, dan 

bahwasanya manusia itu sama saja, yang 

membedakan yaitu  amalan mereka.  

Sembahyang  yaitu  salah satu 

Syariat Yahudi yang terpenting dilakukan 

dirumah-rumah Ibadah agama Yahudi (El 

Fikri, 2014). Sembahyang yaitu  ibadah 

agama Yahudi yang sangat penting dan 

biasa mereka lakukan dengan berjamaah. 

mereka melakukan sembahyang biasanya 

tiga kali sehari. Di dalam Shalat mereka 

terdapat juga ruku dan Sujud ( hingga saat  

kaum Yahudi Ortodok,  masih melakukan 

ini pada saat Sembahyang), akan tetapi 

Yahudi sekarang ini melakukan 

sembahyang dengan duduk diatas kursi. 

Hanya ketika doa Shomana isriya 


dibacakan merka berdiri sambil 

merapalkan doa didalam Hati. Yahudi 

pada masa sekarang ini tidak diharuskan 

melepaskan alas kaki ketika sedang 

Sembahyang. Hanya kelompok Yahudi 

Felesyah dan Samiri, saja yang melepaskan 

alas kaki ketika sedang sembahyang.  

pemeluk agama Yahudi yang terlihat 

paling banyak melakukan sembahyang 

yaitu  dari kalagan Reformis dan 

konservatif.  

Walaupun sebenarnya menurut 

ajaran Yahudi kaum perempuan tidak 

diharuskan mendatangi tempat-tempat 

Ibadah, sebab  memang tidak boleh 

merapalkan doa kecuali hanya pada 

bagian-bagian doa tertentu yang 

dikhususkan untuk mereka.  mereka 

melakukan Sembahyang berjamaah di 

dalam Baitul Maqdis atau di Masjid-Masjid 

(Synagoge) dan berkiblat ke Baitul Maqdis 

dan di mana saja terdapat perkampungan 

Yahudi mereka mendirikan Synagoge-

Synagoge untuk tempat beribadah 

(Ahmadi, 1991). 

Oleh sebab itu, Shalat Agama 

Yahudi yaitu  ibadah ritual yang sangat 

Sakral Didalam Yahudi tujuan 

Sembahyang  yaitu  untuk mengigat 

Tuhan sebab  mengigat Tuhan yaitu  

ibadah pengganti bagi ibadah kurban yang 

harus di persembahkan para pemeluknya. 

kepada tuhan. 

Disebutkan tentang macam-macam 

sembahyang di  Agama Yahudi ada tiga  

macam sembahyang yaitu : pertama, 

Sembahyang personal yaitu  beberapa 

ritual yang di lakukan secara 

perseorangan.Sembahyang ini di lakukan 

sesuai dengan keadaan dan kebutuhan 

masing-masing Pribadi. contohnya 

sembahyang Ibrahim untuk 

mengmenghindari bencana di Sodom,  

Shalat Ya’kub untuk menghindari 

kejahatan Saudaranya, sembahyang Musa 

untuk keselamatan Bani Israel. 

Kedua, Sembahyang berkelompok 

yaitu  jenis Sembahyang yang di lakukan 

oleh beberapa orang secara terang-

terangan dan bersifat Umum ( boleh di 

ikuti siapa saja di tempat dan waktu yang 

Khusus pula. Sembahyang ini di lakukan 

menurut peraturan adat dan hukum-

hukum yang di tetapkan oleh para Imam 

dan Rabi. 

Ketiga, Sembahyang Wajib yaitu  

Sembahyang  yang harus di lakukan umat 

Yahudi setiap harinya sebanyak 3 kali. 

Sembahyang Pagi (Shacharit), di lakukan 

sejak terbit Fajar sampai sekitar jam 9 

Sepertiga Siang. Sembahyang pagi yaitu  

Shalat yang paling khusyu’ dilakukan 

diantara tiga sembahyang itu. sebab  

sembahyang ini dilakukan pada waktu 

seseorang belum makan minum sesuatu 

pekerjaan. Diwaktu Sembahyang pagi 

setiap orang Yahudi harus bersyukur 

kepada tuhan sebab  dia tidak diciptakan 

non Yahudi ( Goyim ).  

Sembahyang Tengah Hari atau 

Sembahyang Kurban ( Mincha), di lakukan 

sejak Matahari Condong kebarat sektar 

jam 11, dan Sembahyang Sore (Ma’ariv), 


yaitu sejak tenggelam Matahari sampai 

terbitnya Bulan. 

Dua sembahyang terakhir ( Mincha 

dan Ma’ariv), selalu dikerjakan dengan cara 

disatukan. Sembahyang Yahudi dimulai 

dengan pembacaan doa-doa dan 

permohonan kepada Tuhan.kemudian 

dilanjutkan dengan pembacaan lima kitab 

Musa (Pantateuch). dalam Shalat Yahudi 

sama sekali tidak harus mengikuti bacaan 

tertentu yang disusun khusus sebagai 

bacaan Sembahyang.   

Untuk sembahyang harian 

diutamakan agar dapaat dilaksanakan 

secara berjama’ah paling sedikit sepuluh 

orang laki-laki yang telah berusia lebih dari 

tiga belas tahun. cara ibadah Yahudi di 

kenal dengan cara berdiri atau di lakukan 

densgan beramai-ramai, dan di pimpin 

oleh "Chazzan".  

Chazzan merupakan pemimpin 

dalam ibadah tersebut. Dimana chazzan 

akan membacakan doa dengan suara yang 

keras,  kemudian diikuti dengan jemaat 

dengan kata "amen" sembahyang Yahudi 

terdiri dari beberapa bagian sebagai 

berikut : 

1. Pembacaan kesaksian atau ketunggalan 

Tuhan atau bisa disebut dengan “ 

Shema”  

2. Pembacaan delapan belas doa Khusus 

yang disebut “ shmona isriya”.  

Rangkaian doa yang pada mulanya 

terdiri dari delapan belas doa. 

3. Pembacaan doa “ Kanddis”. 

Agama Yahudi juga mengajarkan 

tentang syarat-syarat sahnya orang 

melakukan sembahyang . syarat-syarat 

tersebut yaitu  : 

1. Sebelum sembahyang orang Yahudi 

harus Mencuci Tangan. 

2. Menggunakan semacam Selendang 

yang di Sebut “Tallit”. diselendangkan 

ke pundah atau kepala mereka. 

 

Talliat atau yang di sebut selendang  

3. Memakai pernak-pernik sembahyang 

yang di sebut “tefillin”. Tefillin hanya di 

gunakan untuk pagi hari, tefillin di 

pakai di kening dan ujung tefillin di 

lilitkan di tangan Kiri sebab  Tangan 

Kiri lebih dekat dengann Jantung. 

Tefillin ini terbagi dua, satu untuk 

tangan dan satu lagi untuk kepala. 

Tefillin untuk tangan dipakai dengan 

cara melilitkan tali Tefillin ke tangan 

kiri mereka sampai ke jari dan 

menempatkan posisi kotak Tefillin-nya 

berada di atas lengan. Dan untuk 

Tefillin kepala, mereka 

mengalungkannya di kepala mereka 

dengan posisi kotak Tefillin di letakkan 

di atas kening atau jidat mereka. Perlu 

diketahui bahwa Tefillin yaitu  kotak 

kecil yang terbuat dari kulit yang mirip 

jimat yang berisi lembaran ayat-ayat 

Alkitab di dalamnya. Tujuan dari 

mengikatkan tefillin ini di kepala dan 

lengan mereka yaitu  agar orang-orang 


Yahudi selalu ingat akan tugas-tugas 

dan tanggung jawab mereka Dalam 

melakukan proses ibadah, 

 

Tefillin yang dililitkan di tangan kiri  

 

Tefillin yang dipakai di kening 

 

4. Memakai penutup Kepala yang di sebut 

Kippa atau Yarmulika. 

 

Penutup kepala atau di sebut Kippa  

5. Kaum Perempuan Yahudi di bolehkan 

pula menggenakan sebagian atau semua 

pakaian sembahyang Tersebut. 

Tata Cara Sembahyang Yahudi 

Berikut ini akan di jelasakan 

tentang tata cara Sembahyang Yahudi 

a. Berdiri tegak (disebut ‘amidah’)  

b. Mengucapkan ‘Shema’ yaitu syahadat 

agama Yahudi. Ini berisi tentang pujian 

kepada Tuhan yang telah memberikan 

terang benderang (pada sembahyang  

pagi) dan pujian bagi Tuhan 

(sembahyang  malam). 

Shema atau  Syahadat Yahudi “ Adonai 

Eloheinu Adonai Ehad." Artinya  

Dengarlah hai orang Israel! Yahweh  itu 

Allah kita! Yahweh maha esa!" dan  

"Dengarlah hai orang Israel! Yahweh itu 

Allah kita! – hanya Yahweh. 

Ungkapan ini merupakan  syahadat 

Yahudi yang harus diimani dan 

dipercayai bawa Tuhan yaitu  Yang 

Maha Esa. sebab  Tuhan yaitu  Maha 

Tunggal, Tuhan seluruh alam, pencipta 

dan pemberi rezki, pengasih dan 

Penyayang (Shalaby, 1996). 

c. Mengucapkan selawat 19 kali : tiga kali 

pertama pujian atas keperkasaaan-Nya 

dan Kesucian-Nya. doa itu  berisi 

tentang puji-pujian pada tuhan, 

permohonan ampunan pada tuhan , 

permohonan agar diberikan petunjuk 

dalam hidup hingga ditutup dengan 

doa  yang merupakan akhir dari ibadah 

tersebut. 

d. Tiga belas kali di tengah-tengah 

sembahyang, tiga kali selawat terakhir 

dengan menyatakan terimakasih 

(alenu). 

Dalam Sembahyang  pagi dan 

malam, amiddah di dahului oleh sema, 

syahadat pertama orang Yahudi. Sema 

ditandai dengan 2 macam yaitu pujian 

kepada Tuhan yang telah menciptakan 

terang menderang pada waktu 

sembahyang  pagi dan yang mengatur 

perjalanan hari dan malam pada 

sembahyang malam, dan pujian kepada 


 

 

Tuhan sebab  kecintaan-Nya kepada 

Israel sesuai dengan wahyu-Nya. Setiap 

sembahyang  selalu diakhiri dengan 

alenu wajib atau doa wajib (Romdhon, 

1988). 

Dalam agama Yahudi juga diajarkan 

tentantang bacaan-bacaan sembahyang, 

Secara umum  dikatakan bahawa 

Yahudi mempunyai dua jenis bacaan 

ketika sembahyang. Pertama 

dinamakan syuma. dan kedua 

dinamakan  syamunah asyrah .  Syuma’ 

yaitu  bacaan yang diambil daripada 

sifr Tasniah dan Adad di dalam kitab 

Taurat. Manakala Syamunah Asyrah 

yaitu  bacaan yang dinisbahkan kepada  

Izra dan 120 daripada nabi-nabi dan 

pendeta Yahudi yang dinamakan Rijal 

Kanisah Kubra. Sebenarnya syamunah 

ini terdiri daripada 18 bacaan 

tasbih,kemudian ditambah oleh 

pendeta Yahudi  menjadikannya 19 

bacaan tasbih. 18 bacaan syamunah itu 

terdiri daripada bacaan tasbih, syukur 

dan tawasul terhadap Tuhan. 

Sembahyang disudahi dengan 

bacaan doa dan munajat kepada Tuhan 

dengan penuh keikhlasan. Sembahyang 

jemaah hanya dilakukan apabila 

mencukupi 10 orang yang akil baligh 

sebagai ahli jemaah. Sembahyang 

jemaah dilakukan di sebuah tempat 

dinamakan Bayt Taurat  dan ia 

mempunyai beberapa jenis  alat 

keagamaan : 

a. Tabut ahd qadim yaitu helaian-

helaian naskah Taurat yang masih 

kekal dan disimpan di dalam kotak 

khas. 

b. Lampu-lampu yang sentiasa 

menyala. 

c. Penunjuk bacaan : ia yaitu  

penunjuk bacaan yang digunakan 

tatkala membaca Ahd Qdim ( 

Taurat ). 

Dengan demikian, 

sesungguhnya dulu agama Yahudi juga 

melalui tata cara sembahyang yang 

mempuyai rukun dan syarat  sahnya 

sembahyang. 

  

 

 

Gambar Yahudi Samiritas  

Sembahyang 

Sembahyang kaum Samaritas ini 

terdiri dari gerakan Sujud, Ruku, di 

samping itu diawali dengan Wudhu. 

Dan kaum samaritas juga menjaga 

betul tentang keesaan Allah pada saat 

konsep  tauhid ini terus diabaikan 

sebelum akhirnya lemyap secara total 

dalam agama Yahudi, secara umum. 

 

 


 

Yahudi reformis ketika 

sembahyang yang menghapuskan 

kewajiban memakai Syal atau 

selendang ketika sembahyang, Yahudi 

Reformis Juga melarang meneutup 

kepala pada saat sembahyang atau 

menggunakan Jimat, Tefillan, mereka 

terpengaruh dengan tata cara 

sembahyang umat Kristen Protestan.  

Kesimpulan 

Berdasarkan penjelasan di atas 

maka dapat diambil suatu kesimpulan 

bahwa agama Islam dan  Yahudi secara 

Historis melalui hubungan titik temu 

agama dunia nabi Ibrahim AS. Yang pada 

awalnya yaitu  agama Tauhid. Akan tetapi 

seiring berjalannya waktu banyak ajaran-

ajaran yang berbeda perbedaan tersebut 

teletak pada persamaanya dan 

perbedaannya. Yahudi dan Islam yaitu  

agama yang disebut agama Wahyu oleh 

sebab  itu kedua agama tersebut memiliki 

visi-visi ajaran yang dapat dikatakan relatif 

sama secara teologis.  Sembahyang orang 

Yahudi mereka hampir mirip dengan 

sembahyang umat Islam. Mereka 

mengangkat kedua tangan, kemudian 

bersedekap, lalu rukuk dan sujud. Hanya 

saja, sujudnya mereka ada perbedaan. 

sebab  itu walaupun sembahyang 

merupakan ajaran agama-agama dahulu, 

bukan berarti Islam meng-copy paste 

praktik sembahyang itu secara mentah-

mentah. Oleh sebab itulah maka tidak 

aneh bila cara beribadah kedua  agama 

samawi ini yakni Yahudi dan Islam hampir 

mirip antara satu dengan yang lainnya, 

walaupun tidak persis sama.