Tampilkan postingan dengan label kerajaan alah di bumi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kerajaan alah di bumi. Tampilkan semua postingan

kerajaan alah di bumi


 STUDI BIBLIKA TENTANG KERAJAAN ALAH DI BUMI


Georgia Harkness dalam bukunya Understanding the Kingdom of God mengatakan

bahwa “Jesus preached the kingdom of God. We preach Jesus. In him and through the power

of his message the kingdom is available to us. But can we preach Jesus or even understand

him without understanding God’s kingly rule, the central note in all his preaching?2 Kutipan ini

mempertegas tentang sulitnya untuk mengkhotbahkan Yesus atau memahami Yesus tanpa

mengerti Kerajaan Allah sebagai pusat dari pemberitaan Yesus sendiri. Dengan demikian,

maka pemahaman tentang Kerajaan Allah merupakan sesuatu yang sunguh-sungguh

diperlukan.

Banyak buku Teologi Biblika yang melihat kesatuan kitab Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru dalam tema utama Perjanjian (covenant). Beberapa buku lainnya melihat

kesatuan dari ke-dua kitab ini dalam tema ‘Anugerah Allah’. Berdasarkan pengamatan peneliti,

setelah melakukan upaya menemukan buku-buku Biblika berbahasa Indonesa, disimpulkan

jarang ditemukan buku-buku yang secara khusus melihat hubungan dua kitab perjanjian ini

dengan tema Kerajaan Allah di Bumi.

Cikal bakal keinginan Allah mendirikan pemerintahan yang ilahi di bumi sudah mulai

tampak dalam kepemimpinan Allah atas Israel umatNya, saat sedang dalam perjalanan dari

tanah Mesir menuju Kanaan. Allah menjadi pemimpin langsung atas Israel melalui tiang awan

dan tiang api, yang menentukan kapan mereka mulai berjalan dan kapan mereka mulai

berkemah (Bil. 9). Allah melindungi Israel dari segala upaya bangsa-bangsa yang menghalangi

perjalanan Israel menuju Kanaan. Dan dalam usaha merebut tanah Kanaan, Allah memimpin

peperangan dan memberikan Israel kemenangan besar. Allah menganugerahkan tanah Kanaan

kepada Israel sebagai tempat umat pemerintahanNya. Bentuk pemerintahan Allah setelah di

Kanaan terus nampak melalaui model kepemimpinan seorang Nabi atas Israel, dimana Nabi

sebagai wakil Allah dalam memimpin Israel.

Keinginan Allah dalam mendirikan Kerajaan-Nya yang ilahi di di bumi semakin tampak

jelas, ketika Israel mulai menginginkan raja seperti kerajaan-kerajaan yang ada di Kanaan,

maka Allah berkata kepada Nabi Samuel bahwa; “bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Aku”

(1Sam. 8:7). Jelas Allah tidak menolak model pemerintahan yang diinginkan Israel, tapi Allah

kecewa karena ide itu didasarkan pada keinginan menjadi serupa dengan kerajaan-kerajaan

yang ada di Kanaan. Allah ingin mendirikan kerajaan-Nya melalaui pemerintahan Israel yang

dipimpin oleh raja yang dipersiapkan Allah sendiri, yaitu Daud.

Dalam kitab Perjanjian Baru, Yesus memulai pelayanannya dengan pergi ke segala

tempat memberitakan bahwa Kerajaan Allah sudah datang. Pemberitaan ini secara terus

menerus diserukan dalam sepanjang perjalanan misi Tuhan Yesus di Bumi. Secara konkret

permasalahan kerajaan Allah di Bumi tampak, ketika Yesus menyampaikan salam perpisahan

kepada para muridNya. Para Murid meminta Yesus untuk mendirikan kembali kerajaan Israel

yang telah hancur dalam pembuangan. Namun Yesus menjawab; “engkau tidak perlu

mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya” (Kis. 1:7).

Asumsi dasar dari pernyataan ini adalah bahwa Tuhan Yesus tidak menolak konsep mendirikan

kembali kerajaan, yang dipermasalahkan adalah soal tempat dan waktu. Secara tempat, Tuhan

Yesus ingin mendirikan kerajaan Allah di Bumi atau bukan hanya di Yerusalem saja, melainkan

tempat kerajaan Allah itu meliputi Yerusalem, Yudea, Samaria, dan samapi ujung bumi (Kis.

1:8). Sedangkan berdasarkan waktunya, kerajaan Allah itu tidak didirikan pada masa pasca

kebangkitan Yesus, melainkan berdasarkan waktu yang tepat menurut Bapa.

Dari gambaran di atas dapat dilihat dugaan sementara bahwa Allah sebenarnya

berkeinginan mendirikan kerajaan-Nya di bumi. Namun demikian dugaan ini perlu diteliti dengan

pendekatan yang tepat, sehingga dihasilkan informasi yang sahih kebenarannya. Peneliti

meyakini bahwa dengan meneliti dugaan ini, maka akan muncul pemikiran-pemikiran baru yang

berkaitan dengan prinsip iman Kristen. Seperti halnya pandangan Gereja mengenai dimanakah

lokasi sorga sebenarnya, bagaimana Gereja harus bertanggungjawab terhadap bumi, dan

secara khusus Gereja dapat memahami apa yang menjadi rencana besar Allah, yang telah

dinyatakan sejak masa Perjanjian Lama hingga pada masa Perjanjian Baru.


Makna Kerajaan Allah

Istilah kerajaan Allah baru muncul dalam kosakata kitab-kitab Injil, dan tidak ditemukan

dalam tulisan Perjanjian Lama. Namun istilah ini terdapat dalam kitab PL Deutrokanonika, yaitu

pada kitab Kebijaksanaan Salomo. Berdasarkan kamus Alkitab dijelaskan bahwa kerajaan Allah

merupakan pemerintahan Allah yang hendak dilaksanakan di sorga maupun di bumi. Istilah lain

untuk menjelaskan kerajaan Allah adalah kerajaan surga. Namun Matius memahami makna

kerajaan surga bukan sebagai tempat orang-orang percaya yang telah meninggalkan dunia ini.

Oleh karena Matius berlatarbelakang Yahudi, dan bertujuan menuliskan Injil kepada orang-

orang Yahudi yang tidak lazim menyebutkan Allah, maka Matius menggunakan istilah Kerajaan

Sorga.

Untuk rakyat Israel tidak asing lagi mengenal istilah “Kerajaan”. Secara etimologi,

istilah Kerajaan dalam bahasan Ibrani “twklm, Mulkuth” berarti “Kerajaan”, “pemerintahan”,

“peraturan” menunjukkan pengertian (1). “daerah kekuasaan sebuah Kerajaan” (Est 1:4),

“pengangkatan ke atas tahta” (Est 4:14), “masa pemerintahan” (Est 2:16). Selain itu ada istilah

“hklmam” mamlakah yang berarti daerah dan sekelompok orang yang membentuk sebuah

Kerajaan. Dalam kaitannya dengan Israel, istilah ini secara khusus menunjuk Israel sebagai

Kerajaan Allah (Kel 19:6 Bd: 2Sam 7:16; Yeh 37:22). Ide Alkitabiah tentang Kerajaan Allah

berakar dalam Perjanjian Lama dan didasarkan pada keyakinan bahwa ada satu Allah yang

hidup dan kekal yang telah menyatakan diriNya kepada manusia dan yang mempunyai rencana

bagi umat manusia dan ia sudah memilih untuk melaksanakan rencana itu melalui orang-orang

Israel.5

Secara umum di dalam Perjanjian Lama memberikan pengertian tentang “Kerajaan” ini

sebagai ekspresi dari peraturan pemerintahan dan kaitannya dengan seorang raja tertentu,

yaitu ditandai dengan adanya “tahta” (Ul 17:18), suatu kota pemeritahan (1Sam 27:5).

Perjanjian Lama sangat menekankan konsep pemerintahan Allah ini; Tuhan memerintah

sebagai Raja atas umat-Nya Israel (1Taw 29:11). Dengan kemurahan-Nya Ia memerintah atas

umat-Nya mulai dari Daud sampai kepada masa pembuangan (2Taw 13:5).6

Dalam Perjanjian Baru, kata kerajaan dalam bahasa Yunani “basileia” basileia, istilah

ini juga yang digunakan Tuhan Yesusdan para muridNya. Namun yang paling jelas terdapat

dalam Matius 19:23-24 Yesus berkata kepada murid-muridNya: “sukar sekali orang kaya masuk

Kerajaan Sorga, sekali lagi aku berkata kepadamu lebih mudah seekor unta masuk melalui

lubang jarum daripada seoran kaya masuk dalam kerajaan Allah. Istilah “Kerajaan Allah atau

Kerajaan Sorga” muncul dalam Injil Matius 4:17 dan MArkus 1:15, dua istilah tersebut memeliki

latar belakang yang berbeda, namun memiliki makna yang sama. Perubahan frasa Kerajaan

menangkap makna terdalam dari data penelitian, dan kemudian menjabarkannya dengan hasil-hasil

penelitian sebelumnya. Hasil akhir dari penelitian kualitatif kemudian dituangkan dalam bentuk laporan

tertulis. 


Allah menjadi Kerajaan Sorga oleh Matius semata-mata untuk menghidari penggunaan nama

Allah, sebagaimana hal itu dilarang dalam hukum ketiga dari sepuluh hukum Taurat (Kel. 20:7).

Latar Belakang Konsep Kerajaan Allah

Latar belakang Kerajaan Allah dalam Perjanjian Lama dapat kita telusuri dari rencana

Allah atas bangsa Israel masa PL. Israel adalah bangsa pilihan Allah, yang mana Allah sudang

berjanji pada Abraham tentang Mesias. Allah memanggil Abraham (Kej. 12:1-3), Allah berjanji

bahwa Abraham akan menjadi bangsa yang besar dan menurunkan raja-raja. Dari nubuatan

tersebut Daud sebagai raja Israel juga mendapat pesan lahirnya Mesias yang akan

menegakkan KerajaanNya dengan pemerintahan yang tidak berkesudahan (2 Sam. 7:12-16).

Bagi orang Israel, makna Kerajaan Allah sangat meekat dalam iman mereka, Para nabi juga

memberitakan tentang hadirnya Kerajaan Allah yang akan nyata di dunia ini. Allah dilukiskan

sebagai raja yang akan memerintahatas Israeal dan seluruh bumi (Kel. 15:18; Ul. 33:5; Yes.

43:15; Yer. 46:18).

Kerajaan bersifat Teokrasi ini sangat nyata dalam pola Allah di Eden, pada masa Nuh,

para bapa leluhur Israel, dan jaman Patriakh, dan masa Hakim-hakim dan para nabi. Dalam PL

konsep Kerajaan Allah sangat jelas, dimana tampak dari peran Allah sebagai hakim yang akan

mengadili seluruh umat manusia (Yes. 4:2-4; Yer. 29:10; 23:5-8). Pengaharapan Mesianik atau

kelahiran Yesus sampai kematian dan kebangkitanNya (Yes. 7:10-14; 8:1-9; 53). Kedatangan

Tuhan Yesus dan karakteristik pemerintahanNya di dunia, serta pemerintahan Yesus sebagai

raja dan kekuasaannya pada masa seribu tahun dan zaman baru (1Tes. 4:13-18; Wah. 20-21).

Latar belakang kerajaan Allah pada Perjanjian Baru dapat kita lihat dari sejarah bangsa

Israel saat dijajah oleh bangsa Romawi. Dari penjajahan tersebut bangsa Israel mengalami

pederitaan, berulang kali bangsa Israel berusaha memerdekakan diri tetapi sia-sia belaka. Pada

saat itu, sekitar 100 tahun SM, Israel dipimpin oleh seorang raja dari suku makabeus. Sebab

Makabeus meninggal tahun 76 SM, Aleksandra pemaisurinya menggantikan kepemimpinannya

tahun 76089 SM. Setelah Aleksandra mati kedua anaknya yang bernama Hirkanus anak sulung

dan Aritobulus anak bungsunya bertengkar merebut tahta kekuasan Israel. Dari pertengkaran

tersebut terjadilah perang yang sangat hebat dan dasyat, tidak dapat dihentikan. Harkanus dan

Artibolus meminta pertolongan kepada jendral Roma yang bernama Pompeyus yang pada saat

itu bersama para tentaranya berada tidak jauh dari perbatasan daerah Israel. Pompeus dapat

meleraikan pertengkaran tersebut dan memihak Hirkanus menjadi raja dan berakhirlah

kekuasaan Artibulus. Dari peristiwa tersebut sekitar tahun 63 SM, bangsa Romawi dengan

bebas masuk dan berkuasa atas Israel. Hirkanus tunduk kepa o0rang-orang Romawi. Hirkamus

tidak dapat berbuat apa-apa unuk menghadapi bangsa Romawi yang kuat itu. Setiap raja-raja

Israel yang memerintah harus mendapat izin dan mendapat mahkota kerajaan dari tangan

kaisar Romawi.

Pada saat pemerintahan raja Hirkanus, di sebelah selatan daerah Edom, memerintah

seorang wakil pemerintah bernama Antipater. Antipater mempunyai seorang anak benama

Herodes, keturunan bangsa Edom memerintah di galilea, Herodes berusaha sekuat tenaga

untuktuk menjadi raja di Israel. Suatu kali Israel diserang oleh bangsa Partia. Herodes secepat

mungkin minta bantuan kepada bangsa Roma dan datanglah bala tentara Roma yang kuat.

Yerusael akhirnya direbut kembali dan Hirkamus dibebaskan dari tawanan. Setelah Yerusalem

bebas dan aman, Herodes diangkat menjadi raja Israel oleh bangsa Roma. Herodes dapat

mengambil hati bangsa Roma sehingga tercapailah cita-citanya untuk menjadi raja Israel

menggulingkan raja Hirkamus. Pada usianya yang ke 80 Hirkanus dibunuh.

Herodes keturunan bangsa Edom, akhirnya berkuasa di Israel sampai pada kelahiran

Tuhan Yesus. Para Majus mencari raja orang Yahudi atau Mesias yaitu seorang raja orang

Yahudi keturunan raja Daud, yang telah lahir di Israel. Hal itu sangat menggentarkan hyati raja

Herodes, sehingga dia memerintahkan bayi-bayi di Yerusalem yang berumur dua tahun ke

bawah harus bunuh, (Mat 2:1-18).” Herodes adalah raja yang sangat bengis. Herodes juga

membunuh istrinya sendiri, ke tiga anak kandungnya dan masih banyak lagi keluarga yang

raib.”

Herodes juga memiliki niat yang kuat , untuk disembah. Herodes menyuruh rakyatnya

membuat gedung dan bangunan yang indah-indah di tanah Yehuda, dan di Yerusalem,

dibangunya Bait Zerubabel yangg sangat besar dan indah yang dibangun selama empat puluh

enam tahun lamanya, (Yoh 2:20). Patungnya berlapis dua bertahtakan emas dan permata,

pemberian seorang Yahudi dari Aleksandria atau Mesir. Sangat disayangkan Herodes keburu

meninggal sebelum bangunan tersebut selesai.

Setelah Herodes meninggal, Israel dipimpin oleh ketiga anak-anaknya: Arkelaus,

Herodes Antipas dan Filipus. Bangsa Israel sangat benci pada keluarga Herodes. Salah satu

anaknya yang bnernama Arkelaus, memerintah di Yudea selama sepuluh tahun. Ia seorang

yang bengis dan keras sekali, sehingga bangsa Israel sangat membencinya, akhirnya

Arhkelaus dibuang oleh kaisar Roma. Sejak kejadian itu Israel tidak ada raja di Yudea

dan akhirnya Israel langsung diperintah oleh wakil-wakil pemerintah Romawi, yang selalu

diangakat oleh kaisar.

Salah satu pemicu penderitaan dan kesesengsaraan Israel adalah adanya bea pajak

atas rakyat Israel oleh sebab itu rakyanya sangat menentang orang-orang Yahudi membuat

gerakan-gerakan politik. Gerkan kemerdekaan Israel di pimpin oleh orang-orang zelot,

didukung oleh orang-orang farisi. Karena meraka juga benci terhadap orang-orang romawi, si

penjajah tersebut. Perjuangan bangsa Israeol untuk merdeka sangat kuat dan dipromotori

orang-orang farisi, yang cinta kemerdekaan walaupun mereka menyadari tidak mungkin dapat

mengalahkan romawi, tertapi mereka percaya bahwa hanya Allah sendiri yang dapat

mengalahkanya. Allah hadir dalam membuat Mesias yang akan membebaskan umat Israel.

Oleh karena penderitaan bangsa Israel tersebut, maka mereka sangkat merindukan

Raja yang dijanjikan oleh Allah yaitu Mesias. Mesias akan datang dan menegakkan kejayaan

dan kemuliaan bangsa Israel seperti Daud bapa leluhurnya. Adapun ciri-ciri Mesias yang

dirindukan adalah sebagai berikut: mesias akan datang pada hari yang ditentukan Allah, Dia

adalah Raja yang diutus dari Sorga, Mesias adalah anak Daud, yang artinya mesias adalah

keturunan raja Daud, mesias tidak berdosa dan tidak lemah di hadapan Allah. Mesias penuh

Roh Kudus, tidak dapat dikalahkan dan akan mempersatukan Isael, Dia akan seperti yang

dinubuatkan oleh Musa UL 18:15, Mesias akan banyak mengadakan tanda-tanda mujizat,

memberikan roti dari sorga, Yoh 6:39-31, dengan pedang FirmanNya, Dia akan menghalau

musuh-musuhnya, membersihkan Israel dari penindasan dan penjajahan, Israel akan

Jadi Tema Kerajaan Allah adalah tema yang populer diantara orang Yahudi saat Yesus

hidup di bumi, ini menjadi alasan utama mengapa Yesus mengajarkan tema ini pada murid-

murid-Nya. Orang Yahudi pada abad pertama Masehi berada di bawah jajahan kekaisaran

Romawi. Kerajaan Romawi mulai berkembang sejak abad kelima SM, dan berkat sistim perang

mereka yang dinamakan phalanx, akhirnya sekitar tahun 150 SM mereka berhasil menaklukkan

Spanyol, Kartago (Afrika Utara), Makedonia, Asia Kecil, Yunani, Mesir, dan Palestina.

Pada tahun 27 SM sampai 14 M, Augustus menjadi kaisar Romawi. Herodes Agung

dari Idumea dan anaknya Herodes Antipas berhasil mengambil hati para petinggi Romawi untuk

menjadi penguasa Yudea. Karena hubungan baiknya dengan Romawi maka Palestina menjadi

aman. Selain itu, Palestina berada diantara dua kekuatan besar: Dinasti Seleukid di Syria dan

Dinasti Ptolemi Mesir. Agar Romawi tetap dapat mengendalikan jalur perdagangan penting

Palestina sambil tetap mengawasi kedua kekuatan ini, mereka membiarkan Palestina agak

independen.

Pada saat itu, agama Yahudi sedang berkembang pesat. Pemerintah Romawi

membangun jalan-jalan raya antar wilayah sehingga perdagangan ikut berkembang pesat. Para

pedagang Yahudi berkelana di seluruh pesisir Laut Tengah sambil membawa agama Yahudi.

Sentra utama agama Yahudi adalah Yerusalem, namun pusat-pusat yang lain ikut berkembang,

diantaranya Aleksandria (Mesir), Damaskus, kota-kota di Asia Kecil, dan beberapa tempat lain.

Pusat-pusat sinagog Yahudi itulah kemudian yang dimanfaatkan juga oleh para misionaris

dalam menyebarkan Kekristenan.

Walaupun Roma adalah pusat sistem sosial dan politik, namun pusat bahasa, filsafat,

dan kebudayaan adalah Yunani. Budaya dan bahasa Helenistik mewarnai seluruh dunia Laut

Tengah yang relatif aman dan makmur. Tidak heran bila Alkitab Perjanjian Baru kemudian

disusun terutama dalam bahasa Yunani. Selain karena agama Yahudi, Palestina adalah jalur

lintasan perdagangan utama antara Timur dan Barat. Palestina adalah jalan persimpangan

utama tiga benua. Kafilah-kafilah dari Cina dan India menuju Mesir dan Eropa dipastikan

melewati jalan-jalan raya yang lancar dan aman di wilayah Palestina. Nazaret dan kota-kota di

Palestina utara yang lain, adalah tempat persinggahan penting (crossroad) para pedagang jarak

jauh ini.

Pada masa Kristus, orang Yahudi sangat menantikan Mesias. Pusat ibadah besar di

Yerusalem yang berhasil menjaga perkembangan agama Yahudi dan sistem imamat yang

relatif independen itu membuat mereka makin yakin bahwa mereka adalah "bangsa pilihan

Allah" sesuai apa yang dijanjikan dalam Taurat dan kitab para nabi. Mereka tidak sadar bahwa

itu semua bagian dari strategi Romawi. Mereka berani bercita-cita untuk melemparkan

belenggu penjajahan Romawi dari tengkuk mereka dan lebih dari itu, mereka ingin menjadi

penguasa dunia di pimpinan bawah Mesias, yang telah dituliskan dalam kitab-kitab mereka.

Bentuknya adalah kerajaan, seperti kerajaan Romawi dan kerajaan-kerajaan lainnya, dengan

Allah menjadi raja (Lihat Mikha 4:7, Yesaya 33:22, 52:7, Zakharia 9:9). Kerajaan ideal mereka

adalah seperti kerajaan Daud (Markus 11:10 dan Mazmur 118:26, sorak sorai orang-orang

menyambut masuknya Yesus ke Yerusalem). Matius 2:2 mencatat pertanyaan orang Majus dari

timur : "Dimanakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu?" Yohanes 19:3 dan 19:14

memuat ejekan para prajurit dan perkataan Pilatus yang menyebut bahwa Yesus adalah Raja

orang Yahudi. Tulisan di atas kayu salib juga berisi tulisan Raja orang Yahudi.

Ide alkitabiah tentang Kerajaan Allah berakar pada Perjanjian Lama dan didasarkan

pada keyakinan bahwa ada satu Allah yang hidup dan kekal yang telah menyatakan diri-Nya

pada manusia dan yang mempunyaio rencana bagi umat manusia dan Ia sudah memilih untuk

melaksanakan rencana itu melalui orang Israel. Para Nabi mengumumkan adanya suatu hari

ketika manusia akan hidup bersama secara damai. Waktu itu Allah akan menjadi hakim antara

bangsa-bangsa dan akan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa, maka mereka akan

menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau

pemangkas; bangsa tidak lagi akan mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak

akan lagi belajar perang" (Yes 2.4 dan juga Yes 11:6). Dinubuatkan adanya masa dimana

kejahatan tidak ada lagi. Akan ada kedamaian, keselamatan, dan keamanan yang dijanjikan.

Konsep Kerajaan Allah seperti yang dicita-citakan orang Yahudi tentulah sudah

dipikirkan secara matang oleh Yesus dalam permulaan misinya di bumi. Setelah menganalisis

situasi, Yesus mengetahui cita-cita ini akan gagal, pada waktu Dia menubuatkan kehancuran

Yerusalem (Lukas 19). Yesus tidak mau menjadi raja sebagaimana cita-cita orang Yahudi,

karena Dia berkata dengan tegas, di depan Pilatus yang mengadilinya, bahwa "Kerajaan-Ku

bukan dari dunia ini…" Ketika Pilatus bertanya "Engkaukah raja orang Yahudi?" Yesus tidak

menjawabnya. Yesus menolak untuk diangkat menjadi raja seperti yang diinginkan oleh

mayoritas orang Yahudi, setelah Dia memberi makan 5000 orang (Markus 6:44). Kalau saja Dia

bersedia, dapat dipastikan Dia akan mencapainya. Yesus memiliki segala kuasa di langit dan di

bumi, dan tidak ada yang bisa menghalangi bila Dia mengerahkan balatentara malaikat-Nya

(Matius 26:53; 13:41) untuk melakukan kehendak-Nya. Tetapi Yesus sudah memikirkan itu

dengan hikmat yang sempurna dan jauh ke depan. Dia menolak dengan tegas. Hal ini pula

yang menyebabkan para imam dan orang Yahudi juga menolak Yesus (Lukas 19:14) dan

menyalibkan Dia, karena tidak sesuai dengan konsep mereka akan Mesias dan Kerajaan Allah.

Kekristenan akan jauh berbeda dalam perkembangannya, jika saja Yesus bersedia menjadi raja

orang Yahudi. Barangkali akan mirip dengan Islam dengan pemimpin seorang nabi yang

sekaligus menjadi pemimpin perang dan raja.

Ketika Yohanes Pembaptis muncul dari padang gurun sambil memberitakan bahwa

kedatangan Kerajaan Sorga sudah dekat, orang Yahudi sangat berminat mendengarnya.

Seluruh Yudea dan sekitar Yordan datang untuk dibaptis (Yohanes 4:3-5). Ketika utusan imam

besar bertanya pada Yohanes Pembaptis, mereka pertama kali menanyakan apakah Yohanes

adalah Mesias. Markus 1:15 mencatat bahwa Yesus memulai pelayanannya di muka umum

dengan memberitakan kabar gembira dari Allah dalam kata-kata, "Waktunya telah genap;

Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah….". Rupanya ini adalah berita yang sangat ditunggu-

tunggu orang Yahudi.

Kemudian datanglah Yesus dan mengkhotbahkan tentang Kerajaan Allah. Tema ini

menjadi inti misi Kristus "bertobatlah, sebab kerajaan Surga sudah dekat" (Mat 4:17). Yesus

mengajarkan bagaimana cara memasuki Kerajaan Allah (Mat 5:20, 7:21). Karya-karyaNya yang

luar biasa bertujuan untuk membuktikan bahwa Kerajaan Allah sudah datang (Mat 12:28).

Perumpamaan yang Dia ucapkan memberikan gambaran tentang kebenaran Kerajaan Allah

(Mat 13:11). Doa yang diajarkan Yesus antara lain ada kata-kata "Datanglah kerajaan-Mu,

jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga" (Mat 6:10). Pada malam sebelum kematian-Nya,

Ia berjanji pada murid-muridNya bahwa Ia akan menikmati kebahagiaan dan persekutuan di

dalam Kerajaan itu bersama dengan mereka. (Luk 22:29-30). Dan Ia berjanji akan datang

kembali dalam kemuliaan sambil membawa berkat Kerajaan itu untuk orang-orang yang bagi

mereka Kerajaan tersebut telah disediakan (Mat 25:31,34).

Dalam gereja Kristen, ada banyak pendapat tentang Kerajaan Allah. Adolf von Hamack

berpendapat bahwa Kerajaan Allah adalah sesuatu yang subyektif, suatu kekuatan rohani yang

masuk dalam jiwa manusia dan menguasainya. CH Dodd mengatakan bahwa Kerajaan Allah

adalah sesuatu yang absolut. Albert Schweitzer mengatakan bahwa Kerajaan Allah adalah

kenyataan masa mendatang dan bersifat adikodrati. Ada lagi pendapat yang menghubungkan

Kerajaan Allah dengan gereja, misi Gereja adalah untuk memenangkan dunia dan

mengubahnya menjadi Kerajaan Allah. Kerajaan Allah didirikan melalui proklamasi gereja akan

Injil. Kerajaan Allah akan mengubah dunia secara perlahan-lahan dan pasti seperti ragi.

Kelompok lain memahami Kerajaan Allah sebagai pola ideal dalam masyarakat. Kerajaan Allah

berkaitan dengan masalah-masalah sosial masa kini. Tugas utana gereja adalah membangun

Kerajaan Allah.

Konsep Kerajaan Allah dalam Perjanjian Lama

Bagi orang Israel makna “Kerajaan” ini mempunyai tempat yang penting sekali di

dalam kehidupan dan pengharapan mereka. Wawasan tentang hal ini dapat dilihat beberapa

kali di dalam berita Perjanjian Lama.7 Berita tentang “Kerajaan” ini juga menjadi tujuan

pengajaran para nabi bahwa akan ada suatu Kerajaan Ilahi di mana Allah dilukiskan sebagai

Raja, baik atas Israel maupun atas seluruh umat manusia (Kel 15:18; Ul 33:5; Yes 43:15; Yer

46:18).

Dwight Pantecost membagi aspek Kerajaan Allah ini di dalam dua kategori, “eternal

kingdom” dan “theocratic kingdom”8 Kerajaan yang bersifat Teokratis ini dapat ditelusuri dari

Taman Eden, periode pemerintahan manusia di dalam masa Nuh, periode para Patriakh,

Kerajaan di dalam masa hakim-hakim, dan terakhir di dalam masa para nabi.9 Melalui kitab

Yesaya terlihat konsep tentang Kerajaan ini, khususnya berkenaan dengan masa depan

Kerajaan yang berkaitan dengan Yerusalem dan dengan Yehuda. Misalnya (1). di dalam pasal

4:2-4 menyatakan bahwa Allah akan hadir sebagai hakim pada “hari-hari yang terakhir”. (2).

Dalam kaitannya dengan kelahiran Kristus di dalam pasal 9:6-7. Sekali lagi bagian ini

menyatakan pemerintahan Allah yang ada di dalam dunia yang ditandai dengan beberapa

faktor, seorang anak akan lahir; tahtanya akan disebutkan tahta Daud, pemerintahannya akan

dijalankan dengan keadilan dan kebenaran dan semuanya akan digenapi di dalam kuasa Allah.

(3). Pasal 11:1-9 adalah bagian yang sangat jelas mengungkapkan kedatangan Kristus dan

karakteristik dari pemerintahan-Nya di dalam dunia.

Demikian juga di dalam kitab Yeremia terlihat adanya prediksi yang dilakukannya,

bukan saja akhir dari masa pembuangan setelah 70 tahun (Yer 29:10) melainkan juga

penggenapan restorasi Israel (Yer 23:5-8). Penggenapan nubuatan ini terjadi pada saat

kembalinya bangsa ini kepada tanah mereka dan juga di dalam penegakkan kembali keadilan

dan kebenaran oleh Allah yang sama yang pernah membawa mereka keluar dari perbudakan di

Mesir. Sementara itu di dalam kitab Yehezkiel, konsep “Kerajaan” digambarkan berkenaan

dengan penghakiman terhadap Israel pada masa kedatangan Kristus kembali dan hanya

7Misalnya di dalam Mazmur 103:19; 145:11-13 Bd: 1Tawarikh 29:11; Mazmur 22:28; Daniel 4:3;

Obaja 21.

8J. Dwight Pantecots, Things to Come (Grand Rapids: Zondervan, 1958) hal.427-445.

9Problematika yang timbul di dalam pembagian di sini terletak pada masa para nabi. Pada

umumnya bentuk pemeritahan teokratis berawal dari Saul kemudian Daud, Salomo dan yang lainnya.

Selain itu pertanyaan lain adalah apakah bentuk Kerajaan ini bersifat teokratis, politik dan berada di bumi

ini? Dapat dikatakan inilah yang menjadi ketegangan di dalam penafsiran eskatologi antara pandangan

Premilenium dan Amilenium. John F. Walvoord, “The Kingdom of God in the Old Testament”. Bibliotheca

Sacra 139 (April-June 1982), hal.111-112.

mereka yang taat dan percaya kepada-Nya yang akan diselamatkan dan memasuki tanah

perjanjian. (Yeh 20:34-38, 42).

Meskipun berita tentang Kerajaan Allah di dalam Perjanjian Lama pada hakekatnya

yang persis sulit untuk dijelaskan, namun memberikan kesan Kerajaan itu sudah ada dan juga

masih akan datang. Para nabi menyampaikan berita bahwa Allah memerintah berdasarkan

kedaulatan-Nya sendiri. Mereka juga memandang ke depan, yaitu pada suatu masa di mana

Allah memerintah di tengah umat-Nya dan hal ini menjadi nyata bagi semua orang (lihat Yes

24:23). Bahwa gagasan tentang pemulihan Kerajaan Daud sebagai sarana yang digunakan

Allah untuk tampil sebagai raja Israel. Penting juga untuk diperhatikan di sini adalah konsep

tentang Apokaliptik yaitu adanya jenis kerajaan yang bersifat sorgawi. Dengan demikian ada

dua berita, Kerajaan yang bersifat fisik dan Kerajaan yang bersifat rohani (lihat Dan 7).

Satu-satunya cara untuk memahami dengan baik pesan atau makna Kerajaan Allah

yang disampaikan Yesus adalah dengan melihat kembali konsep ini sedikit ke belakang

menurut tradisi Perjanjian Lama, sebab apa yang disampaikan oleh Tuhan Yesus bersumber

dari Perjanjian Lama (bdk. Mat. 5:17-19). Konsep Kerajaan Allah ini tentu tidak asing bagi

kalangan Yudaisme yang pada saat itu yang memang erat memegang Perjanjian Lama. Pada

umumnya, para ahli setuju bahwa konsep Kerajaan Allah yang berkembang dalam Yudaisme

bukan dalam makna area kekuasaan atau sebuah teritorial dengan seorang raja yang

memerintah atasnya. Kerajaan Allah juga tidak boleh dipahami dalam pengertian modern

seperti halnya kekaisaran Jepang atau konsep kerajaan Inggris (Kingdom). Frasa ini

bertendensi simbolik saja.

Kata Ibrani untuk kerajaan adalah malkuth. Seorang ahli Perjanjian Baru, C. H.

Dodd mengatakan bahwa malkuth merupakan kata benda abstrak yang dapat

berarti kedudukan atau martabat raja (kingship), kuasa pemerintahan (kingly rule),

pemerintahan (reign), atau kedaulatan (sovereignty). Secara sederhana, ia mengartikan the

malkuth of God (Kerajaan Allah) sebagai: “God reigns as King” atau bertakhtanya Allah sebagai

raja. Dengan demikian, frasa Kerajaan Allah dapat diartikan, “. . . the idea of God, and the term

‘kingdom’ indicates that spesific aspect, attribute or activity of God, in which He is revealed as

King or sovereign Lord of His people, or of the universe which He created.” Kaufmann Kohler,

seorang theolog Yahudi, memberikan definisi lain tetapi serupa (dan menguraikan secara lebih

jelas tentang King of the universe yang dipaparkan Dodd), “Reign or sovereignty of God as

contrasted with the kingdom of the worldly powers. The hope that God will be King over all the

earth, when all idolatry will be banished, is expound in prophecy and song.” (Pemerintahan atau

kedaulatan Allah berbeda dengan kerajaan kekuasaan duniawi. Harapan bahwa Allah akan

menjadi Raja atas seluruh bumi, ketika semua penyembahan berhala akan dibuang, adalah

menjelaskan nubuat dan lagu).

Dari dua definisi ini terlihat satu pengertian yang sama bahwa Kerajaan Allah sama

sekali tidak menunjuk kepada sebuah lokasi atau tempat yang istimewa dan penuh dengan

kebahagiaan (seperti gambaran surga yang banyak dipahami orang Kristen selama ini), tetapi

menunjuk kepada pemerintahan Allah atas umat-Nya dan atas semesta ciptaan-Nya, yang

berbeda bahkan bertolak belakang dari pemerintahan dunia ini. Hal ini dapat dipahami lebih

jauh dengan memerhatikan pandangan John Meier, seorang theolog Katolik, yang

mempertegas bahwa definisi ini berlaku untuk menunjukkan relasi yang erat antara Allah

sebagai Raja dengan umat sebagai hamba-hamba yang diperintah-Nya, bukan dalam

pengertian suatu cakupan teritorial, “Hence his action upon and his dynamic relationship to

those ruled, rather than any delimited territory, is what is primary.”

Dalam sejarahnya, konsep the kingship of YHWH mengalami perkembangan yang

signifikan. Sejarah the kingship of YHWHsebenarnya telah ditulis sejak Taurat. Melalui pujian

umat dalam Keluaran 15:18, setelah mereka berhasil lolos dari kejaran bala tentara Mesir

melalui peristiwa spektakuler yang dilakukan YHWH di depan mata mereka, termaktub dengan

jelas pengakuan bahwa hanya Dia yang layak untuk memerintah mereka selama-lamanya.

Pengakuan mereka ini kemudian ditahbiskan melalui perjanjian Sinai. Mereka akan diangkat

dari antara segala bangsa menjadi “kingdom of priest”(kerajaan imam). Kerajaan imam, yaitu

kerajaan di mana Allah memerintah dan umat patuh serta melayani-Nya (Kel. 19:4-6; bdk. Ul.

33:5).

Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi hal yang sangat tidak diinginkan. Umat

Tuhan meminta raja dari kalangan mereka (1 Sam. 8:6-22). Tindakan ini sama saja dengan

pemberontakan terhadap sistem theokrasi mutlak yang telah dideklarasikan Allah di Sinai

melalui Musa. Perjalanan berikutnya menyebutkan Tuhan “memaklumi” hal ini (1 Sam. 12),

tetapi aturan main yang ditetapkan adalah sang raja terpilih tidak mempunyai kedaulatan atas

umat. Dalam hal ini, ditemukan satu masalah pelik yang ada di balik konsep Kerajaan Allah.

Apakah ada dua kerajaan dalam Kerajaan Allah: kerajaan yang bersifat spiritual-teokratis

(dipimpin oleh YHWH) dan kerajaan yang bersifat politis-monarkis (dipimpin oleh raja-manusia)?

Masalah ini tidak mudah tetapi menjadi titik tolak penting yang pada akhirnya membawa kita

memahami makna Kerajaan Allah versi Yesus.

Masalah ini hanya dapat dipecahkan jika kita kembali melihat Keluaran 19:4-6 dan

Ulangan 17:14-20. Dalam Keluaran 19:4-6, Allah mendeklarasikan Kerajaan Allah yang

diistilahkan-Nya sebagai kerajaan imam. Dalam hal ini kita setuju dengan komentar John I.

Durham terhadap Keluaran 19:6 yang menyatakan bahwa makna kerajaan imam ini tidak dapat

dilepaskan dari dua konteks yang melekat dan melatarbelakangi konsep ini, yakni “harta

kesayangan” dan “bangsa yang kudus,” yang merupakan dwitunggal penting dalam perjanjian

Tuhan dengan Israel. Sebagai “harta kesayangan,” Israel “. . . become uniquely Yahweh’s

prized possession by their commitment to him in covenant,” dan sebagai “bangsa yang kudus,”

Israel . . . then represents a third dimension of what it means to be committed in faith to Yahweh:

they are to be a people set apart, different from all other people by what they are and are

becoming—a display-people, a showcase to the world of how being in covenant with Yahweh

changes a people.

Dengan demikian, sebagai kerajaan imam, Israel, “. . . was always supposed to be: a

kingdom run not by politicians depending upon strength and connivance but by priests

depending on faith in Yahweh, a servant nation instead of a ruling nation.” Atas dasar ini,

maksud Tuhan mendirikan kerajaan-Nya di tengah-tengah Israel, bukan untuk membentuk

suatu dinasti monarki-ekslusif (apalagi fasis) yang paling jaya, kuat, dan superior tanpa dapat

ditandingi bangsa-bangsa lain di sekitarnya. Dia menghimpun dan mengangkat Israel untuk

masuk dalam kerajaan-Nya hanya demi satu tujuan: menjadi model atau patron bagi bangsa-

bangsa kafir di sekitarnya tentang bagaimana hidup taat dan beriman kepada Tuhan agar

mereka pun pada akhirnya hanya me-Raja-kan-Nya.

Ada tiga poin pokok yang menjadi inti kerajaan imam versi Sinai: pertama,Tuhan

adalah inisiator; kedua, kekudusan adalah fokus utama; dan ketiga, Israel sebagai umat

kesayangan Tuhan. Tujuan utama pemilihan Israel bukan untuk membentuk suatu umat yang

ekslusif dan superior, tetapi suatu umat yang inklusif di mana kerajaan itu pada akhirnya tidak

hanya mencakup Israel tapi seluruh dunia. Konsep ini makin lengkap ketika mengamati

Ulangan 17:14-20. Bagian ini menegaskan antisipasi Tuhan akan kemungkinan terbentuknya

suatu bentuk pemerintahan monarki dalam umat. Dengan demikian, Tuhan tidak sepenuhnya

menolak konsep raja-manusia, tetapi Tuhan menetapkan aturan main yang jelas sebab

kecenderungan terjadinya pelanggaran terhadap ketetapan kerajaan imam yang telah

dideklarasikan di Sinai sangat besar. Ayat 16-17 menjelaskan tiga hal yang dapat mengancam

kerajaan imam-Nya. Pertama, jangan memelihara banyak kuda. Sudah menjadi kenyataan

bahwa pada saat itu kuda merupakan lambang atau simbol kekuatan militer. Kejayaan suatu

bangsa salah satunya diukur dari berapa banyak pasukan berkuda yang dimiliki (bdk. Kel. 14:23;

2 Taw. 16:8; Mzm. 20:7; Hab. 1:8). Durham terhadap pandangan Mowinckel mengatakan

bahwa pasukan berkuda merupakan simbol perlawanan kepada Allah.

Kedua, jangan beristri banyak. Larangan ini tidak dapat dimengerti jika dipandang dari

pandangan orang modern yang sering mengaitkan hal ini dengan persoalan moral-etis sebuah

pernikahan. Dalam konteks politik dunia timur dekat kuno pada saat itu, perkawinan berkaitan

dengan ikatan politik satu bangsa dengan bangsa lain dan ikatan politis saat itu tidak semata

bertendensi relasi diplomatis seperti sekarang ini. Hal ini pasti ada unsur perkawinan religius

(bdk. dengan kegagalan Salomo [1 Raj. 11:4-8]). Christensen menjelaskan ekses buruk dari

pola ini dengan sangat baik, “. . . which has been a center for political power and intrigue from

its inception.” Ketiga, jangan mengumpulkan emas dan perak yang banyak. Larangan ini

bertujuan menghindarkan Israel dari bersandar pada kekuatan ekonomi seperti yang kerap

dilakukan bangsa-bangsa kafir. Jadi, ketiga larangan yang diajukan Tuhan sebagai prasyarat

raja manusia berdasar pada tiga hal yang berpotensi menggagalkan Israel menjadi sebuah

kerajaan imam, yakni kekuatan militer, politik, dan ekonomi.

Berbagai hal yang selama ini dianggap “keberhasilan” Salomo (1 Raj. 10:14-28)

tampaknya justru merupakan awal dari kegagalannya. Konteks selanjutnya dari 1 Raja-raja 11-

12 menjelaskan hal ini. Penilaian positif yang diberikan penulis-penulis kitab deuteronomistik

kepada harta kekayaan Salomo selalu hanya dikaitkan dengan perhatian yang serius dari

Salomo untuk membangun Bait Allah. Emas dan perak dalam arti positif senantiasa dikaitkan

dengan persembahan untuk Bait Allah (bdk. 2 Taw. 9:24). Dalam perjalanan kerajaan Israel

Selatan, beberapa raja jatuh karena tiga persoalan ini, perhatikan Yoas yang jatuh karena

menyerahkan emas dari rumah Tuhan demi jaminan keamanan dari Hazael, raja Aram (2 Raj.

12:17-18), Raja Asa yang mengeluarkan emas dan perak untuk mengadakan persekutuan

militer dengan Benhadad, raja Aram (2Taw. 16:2-3); dan Hizkia yang mempertontonkan emas,

perak, persenjataan, dan berbagai hartanya pada para utusan Babel untuk kerjasama

membangun kerjasama politik dan militer demi mencegah ancaman Asyur (2 Raj. 20:12-21).

Kita dapat memahami dengan lebih tepat perasaan tertolak Tuhan dalam 2 Samuel 8:7

tatkala umat meminta seorang raja manusia. Jika ditelusuri lebih jauh, hal yang mereka

inginkan sebenarnya bukan sekadar seorang raja manusia, tetapi mereka

ingin menginstitusionalisasi suatu kerajaan monarki baru yang ekslusif, yang pada akhirnya

mengizinkan pembangunan kekuatan militer, politik, dan ekonomi yang kuat demi

kelanggengan eksistensi diri. Sikap ini merupakan bentuk penolakan akan konsep kerajaan

imam yang telah dideklarasikan-Nya bagi mereka. Pasca kejatuhan Saul, Tuhan ingin

merestorasi cita-cita kerajaan imam ini melalui Daud dan keturunan-Nya. Formulasi janji Tuhan

kepada Daud dalam 2 Samuel 7:1-17 tetap memuat inti deklarasi kerajaan imam Sinai, yakni

ketaatan kepada-Nya (2 Sam. 7:14). Konteks bagian ini adalah rencana pembangunan Bait

Allah yang menjadi sentral ibadah umat, persis seperti Sinai yang merupakan pusat

ibadah umat ketika berada di padang gurun setelah keluar dari Mesir (bdk. Kel. 3:12, “. . . kamu

akan beribadah kepada Allah di gunung ini”). Hal ini daat dibandingkan dengan respons Daud

dalam 2 Samuel 7:22-26 yang turut menyatakan bahwa Israel ada untuk-Nya dan bukan

sebaliknya. Daud mengagungkan eksistensi-Nya sebagai sang Raja sebenarnya.

Formulasi yang sama juga termaktub dalam 1 Raja-raja 9:5-6. Ada satu konteks

menarik yang dipaparkann di sini. Janji peneguhan kerajaan Salomo disertai dengan syarat

ketaatan mutlak dari Salomo dan semua keturunannya kelak (1 Raj. 9:6). Ketidaktaatan mereka

akan mengakibatkan kehancuran kerajaan, pembuangan (9:7), dan kehancuran Bait Allah

sebagai pusat ibadat (9:8). Hal ini disimpulkan dalam pengulangan kisah perjanjian Sinai

sebagai perekat utama, “Maka orang akan berkata: Sebab mereka meninggalkan Tuhan, Allah

mereka, yang membawa nenek moyang mereka keluar dari tanah Mesir. . . .” (9:9).

Konsep Kerajaan Allah dalam Perjanjian Baru

Konsep tentang Kerajaan Allah muncul di dalam pelayanan Tuhan Yesus berkaitan

dengan pengajaran di dalam Perjanjian Lama, secara khusus berkenaan dengan konsep

Apokaliptik Yudaisme. C.C. Caragounis mengatakan ada beberapa aspek penting di dalamnya,

yaitu bahwa konsep ini lebih kepada hal yang bersifat dinamis daripada menunjuk kepada hal

yang bersifat geografis, berhubungan dengan Anak Manusia, tidak berkaitan dengan konsep

perjanjian dan merupakan pengharapan di masa mendatang.10

Di dalam Injil Sinoptik, berita yang disampaikan oleh Tuhan Yesus adalah bahwa

Kerajaan Allah itu sudah datang; bahwa janji Allah tentang Kerajaan-Nya ini sudah digenapi dan

harus ada suatu keputusan yang diambil. Lebih lanjut Caragounis mengatakan bahwa Kerajaan

Allah ini dinyatakan di dalam dua hal, (1). Inti utama dari pengajaran Tuhan Yesus dan (2).

Dikonfirmasikan melalui pekerjaan-pekerjaan-Nya yang ajaib (bd: Mat 4:23; 9:35). Komponen

yang ketiga dihubungkan dengan pribadi Tuhan Yesus sebagai Anak manusia.11

Di dalam pengajaran-Nya Yesus mengungkapkan tentang pengharapan dan kondisi

tentang Kerajaan Allah. Ia mengajarkan bahwa hal memasuki Kerajaan tersebut diperlukan

pertobatan dan percaya kepada Injil Tuhan (Mat 4:17; Mrk 1:15). Di bagian lain, Yesus

mengatakan diperlukan iman seperti seorang anak kecil (Mat 18:3; Mrk 10:14). Perihal tentang

Kerajaan Allah ini juga nampak sebagai hal yang sangat radikal, misalnya diperlukan hati yang

tidak bercabang dan hanya tertuju kepada-Nya. Ia mengatakan bahwa mereka yang siap

membajak tetapi menoleh ke belakang, ia tidak layak untuk Kerajaan Allah (Luk 9:62); bahkan

seseorang harus mengorbankan semua yang dimilikinya, harta, keluarga, pernikahan (Mat

19:12; Mrk 10:21-27). Namun Yesus juga mengatakan bahwa semua orang yang melakukan

semua itu akan menerima balasan berkali lipat (Mrk 10:29-31).

Etika Kerajaan Allah dapat dikatakan sebagai tuntutan etika Allah sendiri terhadap

setiap orang yang telah ditetapkan-Nya untuk melakukan kehendak-Nya yang sempurna.

10C.C. Caragounis, “Kingdom of God/Heaven”. Dictionary of Jesus and the Gospel, (Downers

Grove: Intervarsity Press, 1992), hal.420.

11C.C. Caragounis, 424.

Pengajaran tentang etika Kerajaan Allah ini secara khusus diajarkan oleh Yesus di atas bukit

(Lih: Mat 5-7; Luk 6:17-49).12 Dan merupakan kesinambungan dari pengajaran tentang etika di

dalam Perjanjian Lama walaupun di dalamnya Ia juga memberikan berbagai macam

pengkoreksian dan penjelasan maksud yang sebenarnya dari setiap tuntutan etika Allah

terhadap umat-Nya. Hal ini ternyata dari perkataan-Nya, yaitu ketika Ia mengatakan, “Kamu

telah mendengarkan yang difirmankan kepada nenek moyang kita … tetapi Aku berkata

kepadamu … “ (Lih: Mat 5:21, 27, 31, 33, 38, 43, dsb).

Khotbah di bukit ini merupakan “Didakhe” yang mengungkapkan standard kehidupan

bagi orang-orang percaya yang berada di dalam Kerajaan Allah, atau merupakan penjelasan

Tuhan Yesus tentang watak dari mereka yang sudah berada di dalam Kerajaan Allah dan

sekaligus merupakan keterangan sifat kesusilaan yang diharapkan dari mereka. Jadi, Khotbah

di Bukit lebih berarti “Intisari Kehidupan Kristen”.13

Isi dari Khotbah di bukit yang diajarkan Tuhan Yesus ini bukanlah merupakan suatu

peraturan yang baru, melainkan suatu penegasan tentang dasar kehidupan etika dan

pengaruhnya di dalam kehidupan orang-orang yang berada di dalam Kerajaan Allah, yaitu

mereka yang telah mengalami penebusan-Nya. Penggenapan semua yang menjadi isi Khotbah

ini adalah sesuatu hal yang mungkin terjadi apabila Allah menjadi Raja, “menjadi semua di

dalam semua” di dalam kehidupan orang percaya (Bd: 1Kor 15:28).

Seperti disebutkan di atas bahwa konsep tentang Kerajaan Allah merupakan inti

pengajaran Tuhan Yesus. Ia menggambarkan Kerajaan itu sudah datang dan dinyatakan di

dalam diri dan pekerjaan Tuhan Yesus sendiri. Inilah yang kerap dipahami sebagai aspek masa

kini Kerajaan Allah. Hal ini dapat terlihat dari mujizat yang dilakukan-Nya sebagai bukti

kedatangan Kerajaan Tuhan,14 misalnya dari pekerjaan Tuhan di dalam penyembuhan orang

yang kerasukan setan (Luk 11:20 bd: Mat 12:29), perbuatan ajaib berkenaan dengan

penggenapan nubuat, orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta ditahirkan, orang

mati dibangkitkan, dan kabar kesukaan diberitakan kepada orang miskin (Mat 11:2 dst; Luk 7:18

dst). Kerajaan Allah itu telah datang di dalam Dia dan dengan Dia. Dialah “auto-basilea.”

Selain itu ternyata konsep Kerajaan Allah ini juga memiliki aspek yang tersembunyi.

Yesus mengajarkan hal ini kepada para murid-Nya bahwa ada kemungkinan timbulnya

kekecewaan di dalam diri manusia dan pada akibatnya menolak Yesus oleh karena berhadapan

12John Stott mengatakan bahwa Khotbah di Bukit ini merupakan intisari pengajaran Tuhan Yesus.

Setiap orang Kristen dibuatnya tertarik kepada kebaikan, menjadi malu karena membayangkan betapa

kumuh dan tidak memadai penampilan mereka dan memimpikan tentang suatu dunia yang lebih baik.

Khotbah ini adalah lukisan yang diberikan-Nya tentang semua hal yang harus dilakukan setiap orang

Kristen dan yang harus menjadi kenyataan di dalam kehidupan dan keberadaan mereka. John Stott,

Khotbah di Bukit (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih), hal. 11 dan 13.

13Penegasan ini timbul oleh karena adanya penafsiran yang mengatakan bahwa Khotbah di Bukit

ini merupakan pesan kekristenan terhadap dunia kafir; merupakan “kabar baik” bagi setiap orang supaya

dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. R.H. Mounce, “Khotbah di Bukit”, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini,

Jilid I (Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF), hal. 555.

14Hal mujizat dan natur dari Kerajaan Allah sangat dekat sekali. Marc R. Saucy mengatakan bahwa

demonstrasi pekerjaan Yesus yang bersifat mujizat ini tidak dapat dilepaskan dari proklamasi-Nya

tentang Kerajaan Allah itu sendiri. Itulah sebabnya, sama seperti cerita tentang perumpamaan, mujizat

mempunyai peran yang bersifat revelasi di dalam pelayanan Tuhan Yesus dan gereja mula-mula. Marc R.

Saucy, “Miracles and Jesus Proclamation of the Kingdom of God”, Bibliotheca Sacra 153 (July-

September 1996), hal. 285.

dengan aspek yang tersembunyi ini. Bahwa Kerajaan Allah itu sudah datang di dalam diri Yesus

adalah benar, namun belum mencapai penggenapannya yang sempurna.

Di dalam Injil Sinoptik ada dua ayat yang mengatakan bahwa Kerajaan Allah sudah

datang dan hal ini ditandai dengan pekerjaan Tuhan Yesus mengusir setan dengan kuasa Roh

Allah. Permasalahan segera timbul berkenaan dengan pernyataan dan pelayanan Tuhan Yesus

yang lain yang dicatat di dalam Sinoptik, misalnya bagaimanakah kaitannya dengan “sisa”

kehidupan dan pelayanan Tuhan dan begaimana dengan “kewajiban” Anak Manusia yang

menyerahkan nyawanya untuk menjadi tebusan bagi banyak orang? Apakah signifikasi

kematian-Nya dan bagaimanakah Tuhan Yesus menghubungkan antara kematian-Nya dengan

konsep Kerajaan Allah tersebut.

Yesus juga mengajar dengan menggunakan berbagai macam perumpamaan untuk

melukiskan realita Kerajaan Allah. Setiap perumpamaan melukiskan berbagai aspek yang

berbeda dari Kerajaan Allah itu, misalnya perumpamaan tentang seorang penabur melukiskan

tanggapan setiap orang terhadap berita tentang Kerajaan Allah (Mat 13:3-9; Mrk 4:3-9).

Di dalam Perjanjian Baru ada tujuh buah perumpamaan yang menjelaskan arti realita,

karakteristik yang berbeda dan juga aspek-aspek yang berbeda dari Kerajaan Allah. (1).

Penabur dan Benih, (2). Musuh yang Menabur Lalang, (3). Biji Sesawi, (4). Ragi, (5). Harta

Terpendam, (6). Mutiara yang Indah dan (7). PukatPerumpamaan pertama mengenai asal-usul

Kerajaan, perumpamaan kedua sampai ke tiga menggambarkan usaha dan keinginan Iblis

untuk menghambat dan merintangi pertumbuhan Kerajaan, perumpamaan kelima dan keenam

menunjukkan sikap orang yang mencari Kerajaan itu walaupun ada tipu muslihat Iblis dan

perumpamaan terakhir menggambarkan kesempurnaan Kerajaan itu. Kalau digabungkan maka

semua perumpamaan itu menunjuk kepada sifat, asal-usul, halangan dan kemenangan

pekerjaan Kristus dalam memberitakan Injil-Nya melalui pada utusan-Nya antara waktu

kedatangan-Nya yang pertama dan kedatangan-Nya yang kedua kali.

Perumpamaan Benih dan Tanah (Matius 13:1-23). Perumpamaan ini menekankan

perihal bermacam-macamnya jenis hati orang dan reaksi mereka terhadap firman, apakah akan

menerima atau menolaknya. Boice memberikan pembagian hati ini sebagai : (1). Hati yang

keras yang ditandai dengan gambaran tanah yang keras). Tanah itu menjadi keras karena

terus-menerus terinjak orang sehingga benih yang jatuh di atasnya tidak akan dapat masuk ke

dalamnya. Kemudian datanglah burung-burung (yang dibandingkan oleh Kristus sebagai Iblis

atau pekerjaan jahat memakan benih tersebut. Inilah gambaran dari hati yang menolak

kebenaran firman yang datang kepada mereka oleh karena dosa. Dosa mengakibatkan orang

selalu menolak kebenaran firman Tuhan, menolak kebenaran Allah.15

(2). Hati yang dangkal yang digambarkan sebagai tanah yang tipis dan berbatu.

Memang benih itu masuk ke dalam tanah ketika ditaburkan, tetapi hanya sedikit saja. Benih itu

segera tumbuh, namun juga cepat layu kena panas matahari sebab tidak berakar. Yesus

15Paulus menjelaskan orang semacam ini di dalam Roma 1:18-20, yaitu mereka yang menindas

kebenaran tentang Allah yang dapat diketahui dari ciptaan-Nya dan akibatnya jatuh di dalam kebodohan

rohani dan kebejatan moral (ay.21-31), dan lambat laun tidak saja melakukan dosa melainkan setuju

terhadap perbuatan dosa dengan mereka yang melakukannya (ay.32). Dosa menyebabkan orang

menolak Allah dan kebenarannya dan akan membawanya kepada dosa yang lebih besar lagi.

Penolakkan ini disebabkan oleh perlawanan yang disengaja terhadap sifat Allah sendiri yang oleh Paulus

disebut sebagai “kefasikan dan kelaliman” (Rm 1:18).

menerangkan arti gambaran ini sebagai orang yang mendengar firman, segera menerimanya

tetapi tidak berakar dan hanya sebentar saja bertahan. Penindasan dan penganiayaan akan

firman akan mengakibatkan mereka murtad. Secepat mereka percaya, secepat itu pulalah

mereka murtad karena mereka sebenarnya tidak pernah sungguh-sungguh dilahirkan kembali.

(3). Hati yang terhimpit digambarkan sebagai benih yang terjatuh di antara semak duri.

Inilah gambaran dari orang yang telah mendengar firman lalu kekuatiran dunia dan tipu daya

kekayaan menghimpitnya firman itu sehingga tidak berbuah. Menarik sekali, Yesus memberikan

penjelasan tentang kekuatiran dunia dan tipu daya kekayaan mempunyai kuasa untuk

menghimpit kebenaran firman sehingga tidak berbuah sebagaimana mestinya. Untuk masalah

ini Yesus pernah memperingatkannya, misalnya Ia mengatakan tentang sukarnya orang kaya

masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Mat 19:23 bd: Mrk 10:25), celakalah mereka yang kaya (Luk

6:24). Permintaan-Nya terhadap anak muda yang kaya untuk menjual hartanya dan mengikuti

Dia (Luk 18:23). Hal ini tidak berarti orang percaya tidak boleh memiliki harta dan menjadi kaya,

namun apakah kekayaannya itu mendominasi sedemikian rupa sehingga menghimpit imannya

kepada Tuhan.

(4). Hati yang terbuka yang diibaratkan seperti tanah yang baik di mana benih yang

jatuh akan masuk, berakar dan bertumbuh di dalamnya sehingga berbuah seratus kali lipat,

enam puluh kali lipat, tiga puluh kali lipat (ay.23). Inilah gambaran dari orang yang menerima

firman dan menghasilkan buah rohani. Hanya hati yang terbuka sajalah yang akan menerima

faedah keuntungan pemberitaan Injil dan diselamatkan.

Perumpamaan tentang Lalang (Matius 13:24-43).Bagian ini menggambarkan sikap

musuh yang menabur benih lalang pada waktu malam hari di ladang milik petani. Benih lalang

itu tumbuh bersama dengan benih gandum sehingga tidak dapat dibedakan sampai pada masa

penuaian tiba. Benih lalang akan dikumpulkan dan dibakar sementara benih gandum akan

dituai dan dibawa ke dalam lumbung. Yesus sendiri memberikan arti terhadap perumpamaan ini

bahwa orang yang menabur benih yang baik adalah Anak Manusia, ladang adalah dunia,

musuh petani adalah Iblis. Dengan kata lain, perumpamaan ini memberikan gambaran tentang

perlawanan dari Iblis yang aktif menentang perluasan Kerajaan Allah di bumi ini. Boice

mengatakan bahwa maksud perumpamaan ini semata-mata hendak memberitahukan bahwa

Iblis akan menyodorkan orang-orang (entah di dalam gereja atau di luar gereja) yang

menyerupai orang-orang Kristen sejati, tetapi bukan Kristen yang sesungguhnya sehingga

bahkan para hamba Allahpun tidak dapat membedakannya.[23] Dapat dikatakan isi

perumpamaan ini mirip juga dengan perumpamaan lain disampaikan-Nya - walaupun tidak

dijelaskan artinya - di dalam perumpamaan tentang biji sesawi yang tumbuh menjadi pohon

besar dan tentang ragi yang dicampurkan ke dalam adonan.

Perumpamaan Biji Sesawi dan Ragi (Matius 13:31-33). Kedua perumpamaan ini

mempunyai kaitan yang sangat erat dan melukiskan perkembangan dan pertumbuhan Kerajaan

Allah sampai pada waktunya akan memenuhi seluruh dunia dan kaitannya dengan pekerjaan

Iblis. Perumpamaan tentang Biji Sesawi mengajarkan bahwa Kerajaan Allah dimulai dari

sesuatu yang kecil yang kemudian bertumbuh menjadi besar sementara perumpamaan tentang

ragi mengajarkan pengaruh dari Kerajaan Allah yang bekerja secara diam-diam namun pasti.16

16William M. Taylor memberikan catatan terhadap perumpamaan ini dengan mengatakan bahwa

suatu hasil besar dari permulaan kecil, suatu pertumbuhan besar dari benih kecil. Itulah pokok

perumpamaan ini, dan tentang hal itu Tuhan menyatakan bahwa Kerajaan sorga di bumi adalah sebuah

Ada banyak penafsiran terhadap perumpamaan ini, misalnya jika dikaitkan dengan

beberapa pandangan tentang Eskatologi, baik itu Postmillenium maupun Amillenium

menyatakan bahwa pada akhirnya Kerajaan Allah akan mencapai kemenangannya di bumi,

yaitu pada saat kedatangan Tuhan Yesus kali yang kedua. Sementara itu Arno C. Gaebelein

mengemukakan hal yang lain lagi. Ia mengatakan bahwa perumpamaan ini menerangkan

tentang perluasan yang aneh dan berbahaya serta bersifat birokratis dari gereja dan pekerjaan

Iblis yang merongrong seperti ragi. Ia mengatakan, “Semua perumpamaan ini memperlihatkan

pertumbuhan kejahatan dan merupakan nubuatan untuk seluruh zaman di mana kita hidup.17

Penulis sendiri lebih menyetujui pandangan dari James M. Boice. Ia mengatakan bahwa kedua

perumpamaan ini menyatakan pekerjaan Iblis dengan beberapa alasan:

(1). Pertumbuhan biji sesawi menjadi pohon adalah tidak wajar karena seharusnya biji

ini bertumbuh menjadi semak-semak. Jadi di sini Kristus sedang berbicara tentang

pertumbuhan yang aneh dari biji sesawi dan para pendengar-Nya akan segera menyadari ada

yang tidak beres di sini. (2). Konteks Matius 13 menggambarkan burung disamakan dengan

Iblis atau pekerjaan jahat sehingga mengubahnya menjadi hal yang sebaliknya menunjukkan

ketidak-konsistenan mengerti konteks. Boice mengatakan, “… benar-benar aneh apabila suatu

unsur (burung-burung) yang melambangkan si jahat pada permulaan pasal ini akan berubah

artinya sama sekali pada hanya tiga belas ayat sesudahnya”.

(3). Di dalam Perjanjian Lama, ragi adalah gambaran kejahatan. Di dalam hukum

orang Israel ragi tidak boleh ada pada korban yang dipersembahkan kepada Tuhan dengan

dibakar. Pada waktu hari raya roti tidak beragi, setiap orang Yahudi yang setia harus

memeriksa rumahnya kalau-kalau ada ragi dan memusnahkannya. Yesuspun berbicara tentang

bahaya ragi orang Farisi dan Saduki yang berarti pengaruh jahat mereka (Mat 16:12; Mrk

8:15).18 Jadi ragi di sini sebenarnya memberikan arti simbolis segala sesuatu yang jahat

daripada yang baik sehingga bagaimana pengertian ini dimengerti sebaliknya.

Perumpamaan Harta Terpendam & Mutiara. Perumpamaan ini bermaksud

mengungkapkan cara kerja Allah di dalam hati seseorang atau menguraikan jenis orang yang

telah dihidupkan di dalam Kristus. Di dalam kedua perumpamaan ini mengungkapkan sikap dan

tindakan kedua orang yang menemukan harta berharga, baik orang yang menemukan harta

terpendam maupun pedagang yang menemukan mutiara. Meskipun demikian terdapat kontras

pula di antara keduanya. Orang yang menemukan harta terpendam jelas tidak mencarinya.

Penemuannya secara kebetulan. Yesaya telah memberikan gambaran tentang orang semacam

ini ketika ia berkata, “Aku telah berkenan memberi petunjuk kepada orang yang tidak

menanyakan Aku; Aku telah berkenan ditemukan oleh orang yang tidak mencari Aku” (65:1). Di

dalam kasus si pedagang, penemuan mutiara itu adalah hasil pencarian yang lama dan terus

menerus. Orang semacam ini dikatakan oleh Tuhan Yesus ketika Ia berkata, “Mintalah, maka

akan diberikan kepadamu, carilah maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan

dibukakan bagimu” (Mat 7:7).

contohnya. William M. Taylor, The Parables of Our Saviour Expounded and Illustrated (New York: A.C.

Armstrong and Son) hal. 55, 60-61.

17Arno C. Gaebelein, The Gospel of Matthew: An Exposition (New York: Loizeaux, 1910), hal. 292.

18Paulus juga memberikan pengertian yang sama ketika ia menguraikan penyimpangan kebenaran

Injil sebagai rayuan Iblis, sambil menambahkan bahwa orang-orang percaya mesti waspada karena

“sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan” (Gal 5:9 bd: 1Kor 5:6).

Kedua perumpamaan ini menyatakan perihal mengejar yang berharga. Kedua orang

di dalam perumpamaan ini menyadari nilai dari harta yang ditemukannya dan kemudian

memutuskan untuk memilikinya. Mereka menjual segala kepunyaannya untuk membeli harta

tersebut dan pada akhirnya mereka mendapatkannya. Perumpamaan tentang Pukat. Di dalam

perumpamaan ini juga terdapat prinsip pengumpulan dan pemisahan - antara ikan yang baik

dan yang buruk. Kelihatannya perumpamaan ini berisi pengulangan berita dari perumpamaan

yang sebelumnya, misalnya dengan perumpamaan lalang dan gandum. Namun jika diteliti

perumpamaan ini memiliki kekhususan, yaitu adanya pemisahan antara ikan yang baik dan

yang buruk, orang yang benar dari orang yang jahat dan penderitaan mereka yang

dicampakkan ke dalam dapur api. Dengan kata lain, perumpamaan ini merupakan peringatan

kepada orang-orang jahat, bahwa demikianlah kelak nasib mereka.

Ada tiga fakta penting tentang pemisahan di dalam perumpamaan ini :

(1). Pemisahan ini bersifat mutlak. Allah sendiri yang menetapkan untuk mengadakan

pemisahan ini; bahwa orang yang tidak percaya kepada-Nya akan berhadapan dengan

penghakiman-Nya dan mereka yang percaya kepada-Nya akan menerima kebahagiaan

bersama dengan-Nya di dalam kekekalan. (2). Pemisahan ini bersifat ‘diputuskan terlebih

dahulu’ dalam arti dasar keputusan ini sudah diletakkan di bumi, apakah seseorang percaya

memutuskan percaya kepada Kristus atau justru mengesampingkannya. (3). Pemisahan

bersifat permanen. Ketika ketetapan pemisahan ini dilakukan - apakah pemisahan ikan yang

baik dan membuang yang tidak baik atau mengumpulkan lalang dan membakarnya - tidak

akan ada perubahan di dalamnya.

Doktrin Kerajaan Allah kebenarannya didasarkan pada beberapa nats firman Tuhan:

datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. (Mat 6:10 ITB) Sebab

Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera

dan sukacita oleh Roh Kudus. (Rm. 14:17 ITB) Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan

kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. (Mat. 6:33 ITB) Doktrin ini

ingin mengajar kepada kita untuk hidup sebagai warga Kerajaan Allah. Orang percaya secara

prinsip adalah warga Kerajaan Allah. Perhatikan pernyataan firman Tuhan ini:

Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga (Flp. 3:20a, ITB) Demikianlah kamu

bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan

anggota-anggota keluarga Allah, (Ef. 2:19 ITB) Inilah kewarganegaraan kita dan kita

seharusnya hidup selayaknya kewarganegaraan kita. Ini tidak berarti hidup kita sekarang ini

mudah, enak, dan semua beres. Jangan mengharapkan kemudahan dan perlakuan yang baik

dari dunia ini karena dunia bukan tempat kita yang sesungguhnya. Kita di sini adalah pendatang,

orang asing. Oleh karena itu, jangan heran jika dunia memperlakukan kita dengan tidak tidak

baik, bahkan menolak kita. Kita akan mengalami banyak penderitaan dan ujian dari dunia ini.

Hal ini untuk menyatakan bahwa kita layak sebagai warga Kerajaan Allah, yang menyatakan

bahwa kamu layak menjadi warga Kerajaan Allah, kamu yang sekarang menderita karena

Kerajaan itu (2 Tes. 1:5, ITB). Setiap orang percaya harus hidup sebagai warga Kerajaan Allah.

Kita harus tunduk dan mengikuti hukum Kerajaan ini. Hal ini bukan berarti kita menolak hukum

negara di mana kita tinggal. Selama hukum tersebut tidak bertentangan dengan kebenaran-Nya,

kita layak menaati dan tunduk. Namun, hukum Kerajaan Allah jangan diabaikan.

Berita Kerajaan Allah yang disampaikan Yesus, yang menuai banyak kontroversi dari

orang-orang sezaman-Nya, tidak hanya disebabkan berita itu berbeda dengan berita Kerajaan

Allah yang pada umum berkembang pada saat itu. Tuhan Yesus sedang mendeklarasikan diri

sebagai Sang Pembawa Kerajaan Allah itu sendiri. Konsekuensi logisnya adalah berita

Kerajaan Allah tidak dapat dilepaskan dari pribadi Sang Pembawa. Wright berkata, “Equally

important, it [kingdom of God] could never be divorced from the person and deeds of

proclaimer.” Kesimpulannya, Tuhan Yesus adalah Tuhan sendiri. Dia adalah Sang Raja yang

kekal yang harus ditaati!

Konsep Kerajaan Allah tidak pernah berbicara tentang sebuah teritorial atau daerah

dengan sebuah sistem politik dan struktur birokratis di dalamnya. Kesimpulan penulis dari

pembahasan ini ialah bahwa Kerajaan Allah yang dimulai dengan deklarasi kerajaan imam

Sinai berfokus pada Pribadi Agung yang dinobatkan sebagai Raja, Yesus Kristus. Dalam Dia,

seluruh perjalanan sejarah dunia mencapai klimaksnya. Di dalam Dia, surga dan bumi yang

dulunya terpisah karena dosa dan pemberontakan manusia, disatukan kembali; Allah berkenan

menerima manusia kembali untuk menjadi umat-Nya yang kudus; dan umat baru, sebuah

imamat rajani, bangsa yang kudus, dan umat kepunyaan Allah sendiri, dipanggil untuk

meninggalkan apa pun juga untuk taat dan menyaksikan kebesaran kemuliaan-Nya kepada

segala makhluk dan seluruh isi semesta ini.

“Kerajaan Allah” (Yunani: η βασιλεια του θεου – hê basileia tou theou) dan “Kerajaan

Sorga” atau “Kerajaan Langit” (Yunani: η βασιλεια των ουρανων – hê basileia tôn ouranôn)

memiliki suatu gagasan yang sama. Istilah “Kerajaan Sorga” (harfiah: Kerajaan Langit,

Yunani: η βασιλεια των ουρανων – hê basileia tôn ouranôn) hanya ada di Injil Matius, tidak

ditemukan di bagian Alkitab lainnya. Bagi orang Yahudi, kata “Allah” sangat sakral untuk

digunakan secara sembarangan atau terlalu sering. Oleh karena itu, Matius yang menulis

kepada orang Yahudi lebih sering memakai istilah “Kerajaan Sorga” (Kerajaan Langit), sedikit

sekali menggunakan istilah “Kerajaan Allah”. Markus dan Lukas tidak pernah menggunakan

istilah “Kerajaan Sorga”. Kedua penulis ini memakai istilah “Kerajaan Allah”, yang artinya sama

dengan “Kerajaan Sorga”, karena lebih mudah dimengerti oleh non-Yahudi. Pemakaian istilah

“Kerajaan Sorga” oleh Matius disebabkan kecenderungan Yahudi tidak mau menyebut

langsung nama Allah.

Tuhan Yesus sengaja tidak pernah mendefinisikan secara gamblang apa yang

dimaksud-Nya dengan “Kerajaan Allah”. Namun, ketika di hadapan Pontius Pilatus, sebagai

jawaban ketika Dia dituduh sebagai pemberontak, Tuhan Yesus menjawab dengan cermat

tujuan kedatangan-Nya bukan untuk memiliki daerah kekuasaan yang bersifat fana di dunia

ini, Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku

telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku

bukan dari sini. (Yoh. 18:36). Jadi, Kerajaan Allah di sini tidak berbicara tentang wilayah.

Kerajaan Allah di sini berbicara tentang pemerintahan Allah di dunia ini. Gagasan yang muncul

di sini adalah penyataan otoritas Allah dalam dunia ini.

Ketika Yohanes Pembaptis melayani, ia menyampaikan berita akan kedatangan

Kerajaan Allah itu, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!” (Mat 3:2 ITB) Frasa

sudah dekat menyatakan bahwa Kerajaan ini belum datang. Hal ini menjadi jelas karena

kedatangan Yohanes Pembaptis adalah untuk mempersiapkan hadirnya Kerajaan tersebut.

Kerajaan tersebut nyata dalam kedatangan Tuhan Yesus di dunia ini. Ketika murid-murid

Yohanes Pembaptis bertanya kepada Tuhan Yesus, “Engkaukah yang akan ating itu atau

haruskah kami menantikan orang lain?” (Mat 11:3 ITB), Tuhan Yesus menjawab, “Pergilah dan

katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat:orang buta melihat, orang

lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan

kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi

kecewa dan menolak Aku.” (Mat. 11:4-6, ITB). Tuhan Yesus tidak menjawab pertanyaan murid-

murid Yohanes secara langsung. Jawaban Tuhan Yesus menyatakan bahwa mereka tidak perlu

menunggu lagi. Mesias, Raja itu, sudah datang. Ini menyatakan bahwa pemerintahan Allah

sudah datang, yang berarti Kerajaan Allah sudah datang.

Jadi, Kerajaan Allah sudah datang dalam pelayanan Tuhan Yesus di bumi ini.

Manifestasi Kerajaan Allah sudah dinyatakan dan hukum Kerajaan pun telah dinyatakan dalam

firman-Nya (perhatikan Matius 5-7). Kerajaan ini pada awalnya ditawarkan kepada Israel, tetapi

Israel menolaknya. Penolakan ini mengakibatkan Kerajaan ini dinyatakan kepada suatu

lembaga ilahi yang baru yang disebut “Gereja” (eklesia). Lembaga inilah yang terus

memberitakan berita kedatangan Kerajaan ini dan menyatakannya di dunia ini.

Namun, firman Tuhan juga menyatakan akan datangnya Kerajaan Allah secara riel di

dunia ini. Kerajaan ini akan dinyatakan pada saat kedatangan Kristus kedua kali. Tuhan akan

menjadi Raja Shalom di atas bumi sebagai kegenapan akan doa dan kerinduan orang percaya,

“Datanglah kerajaan-Mu.” Kerajaan seribu tahun di bumi akan menjadi realisasi Kerajaan Allah

secara nyata.

Kerajaan Allah telah dinyatakan (inaugurated) dalam Yesus Kristus, tetapi

pemenuhan/penggenapan sempurnanya merupakan sesuatu yang akan terjadi pada masa

yang akan datang. Dengan pengertian ini, kita dapat memahami bahwa Kerajaan Allah tidak

bisa didentikkan dengan suatu keadaan pada masa kini, seperti misalnya suatu theokrasi, atau

bahkan gereja, karena pemenuhan/penggenapannya bukanlah pada masa sekarang ini. Namun,

dengan pengertian ini juga, ada alasan untuk bersukacita dalam keselamatan yang diberikan

oleh Allah bagi manusia, dan juga bersukacita dalam pengharapan akan penggenapan janji

Allah akan kerajaan-Nya, yaitu ketika “Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka,

dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita,

sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.” (Why. 21:4). Dengan pengertian, sukacita

kita menjadi penuh, karena menyadari bahwa kita hidup dalam “time between times”, di

belakang dan pada masa kini adalah pernyataan Kerajaan Allah dan pada masa depan adalah

pemenuhan/penggenapan Kerajaan Allah.

Tuhan Yesus memerintahkan orang percaya untuk mencari dahulu Kerajaan

Allah, Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan

ditambahkan kepadamu(Mat. 6:33, ITB). Tuhan Yesus ingin kita mengutamakan dan

memprioritaskan Kerajaan Allah. Dengan mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya,

kita dibebaskan dari beberapa hal: pertama, dari hidup yang berpusat kepada diri sendiri. Hidup

yang berpusat kepada diri sendiri adalah salah satu penyebab dari kekuatiran. Ketika kita

mencari dahulu Kerajaan Allah maka kita akan memusatkan prioritas, ambisi dan obsesi hidup

kita hanya kepada Allah saja. Dan ketika seluruh perhatian kita tertuju pada Allah maka

otomatis perhatian kita juga akan tertuju pada Allah (tidak kepada diri sendiri lagi).

Kedua, dari arah hidup yang salah. Arah hidup yang salah terjadi ketika seseorang

tidak bisa membedakan lagi mana yang tidak penting, yang kurang penting dan yang penting

menurut sudut pandang Allah. Ketika kita mengarahkan hidup kita untuk mencari dahulu

Kerajaan Allah maka banyak hal yang tadinya kita pikir, kita membutuhkannya (karena menurut

kita, penting) ternyata kita sadari bahwa kita tidak membutuhkannya (karena kurang penting

atau bahkan tidak penting sama sekali). Di dalam proses pencarian Kerajaan Allah maka Allah

akan terus mengasah dan membuat peka hati kita terhadap hal yang penting, kurang penting

dan yang tidak penting.

Ketiga, dari mengabdi kepada tuan yang salah. Banyak orang Kristen tetapi “allahnya”

adalah mammon, bukan Kristus. Mereka menjadi penyembah berhala sekaligus juga

“mengabdi” kepada Tuhan Yesus. Dalam Matius 6:24, Tuhan Yesus dengan tegas berkata

bahwa kita tidak bisa mengabdi kepada dua tuan. Kita diperintahkan untuk memilih, mau

mengabdi kepada siapa, Tuhan atau mamon? Kita hanya bisa memilih salah satu saja. Dalam

proses pencarian dahulu Kerajaan Allah diperlukan adanya kesetiaan dan ketaatan mutlak

kepada Kristus, sang Raja Kerajaan. Pada saat kita sungguh merajakan Sang Raja Kerajaan,

kita menyadari bahwa diri kita ini hanyalah seorang hamba, hamba Kristus Yesus dan bukan

yang lain.

Frasa ini mengikuti frasa “Datanglah kerajaan-Mu”. Hal ini mengungkapkan pengakuan

kita akan kekuasaan dan kedaulatan Tuhan dalam memerintah sehingga kita tidak ada lagi

kuasa untuk menentukan kehendak kita sendiri. Kita harus menundukkan kehendak kita pada

kehendak Allah. Inilah hakikat dari jadilah kehendak-Mu. Bagian doa Bapa Kami ini

mengungkapkan tujuan yang jelas dalam sebuah doa, jadilah kehendak-Mu. Praktik doa yang

demikian kontras sekali dengan praktif magis yang memaksakan kehendak manusia terjadi.

Dalam frasa ini, kita membawa kehendak kita ke dalam kehendak-Nya. Artinya, ini adalah

sebuah bentuk penyangkalan diri. Ini adalah syarat untuk menjadi pengikut Tuhan yang

benar, Kata-Nya kepada mereka semua: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus

menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku (Luk. 9:23, ITB)

Pernyataan jadilah kehendak-Mu mengungkapkan salah satu ciri kedewasaan iman.

Maksud jadilah kehendak-Mu sungguh-sungguh kehendak Tuhan yang kita inginkan terjadi

dalam hidup kita. Kehendak Tuhan dengan kehendak kita sering kali tidak sesuai. Di sinilah

ujian iman itu terjadi, apakah kita tetap memaksakan kehendak kita atau tunduk pada

kehendak-Nya. Contoh praktis adalah Tuhan Yesus sendiri. Dia bergumul dengan sangat berat

ketika akan menghadapi salib. Dia bergumul di taman Getsemani (Mat. 26:36–46, Mrk. 14:32–

42, Luk. 22:39–46). Dia berkata, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu

dari pada-Ku (Mat. 26:39 ITB). Namun, Tuhan Yesus menundukkan kehendak-Nya kepada

kehendak Bapa, janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau

kehendaki(Mat. 26:39, ITB).

Frasa jadilah kehendak-Mu juga mengungkapkan akan kesetiaan kepada Sang Raja

yang memerintah. Marthin Luther menjelaskan bahwa jadilah kehendak-Mu berarti jadilah

kehendak-Mu ya Bapa, bukan kehendak Iblis, kehendak orang lain yang hendak

menghancurkan firman-Mu, atau yang menghalangi kedatangan Kerajaan-Mu. Jadilah

kehendak-Mu bukan sebuah ungkapan menyerah pada situasi yang ada, banyak orang berkata

jadilah kehendak-Mu, tetapi ia sesungguhnya sudah menyerah dengan situasi dan tantangan

yang ada. Jadilah kehendak-Mu sesungguhnya tidak sedang mengungkapkan kelemahan kita

atau ketidakberdayaan kita, melainkan kesetiaan kita dalam situasi tersulit dan terberat

sekalipun dalam kehidupan kita.

Kita harus senantiasa merindukan kehendak Allah yang terjadi atas hidup kita karena kita tahu

kehendak Allah itu adalah mulia dan indah. Ketika kita berkata, “Jadilah kehendak-Mu”, kita

menerima setiap peristiwa yang terjadi, baik atau buruk, sebagai kehendak Tuhan. Kita

menerima dengan senang hati dan rendah hati hal itu tanpa komplain (Rm. 8:28). Kita

menerima jika Allah memang tidak memberikan seperti yang kita harapkan.

Kesimpulan

Konsep Kerajaan Allah dalam Perjanjian Lama menunjukkan bahwa Raja

sesungguhnya adalah Tuhan (YHWH). Setiap raja Israel harus takluk dan tunduk di

bawah otoritas-Nya. Dia adalah pengendali sejati dari sejarah Israel. Jadi, dalam Perjanjian

Lama Kerajaan Allah merupakan panggilan imamat bagi Israel untuk masuk dalam ketaatan

mutlak kepada Tuhan dan menjadi model bagi bangsa-bangsa kafir. Bukan itu saja, mereka

bahkan dipanggil menjadi agen utama ilahi untuk menunjukkan kepada bangsa-bangsa kafir

bagaimana hidup me-rajakan Dia dalam kesucian dan kekudusan agar mereka pada akhirnya

juga hanya menyembah Tuhan. Wright menyatakan hal ini dengan kalimat yang sangat

indah: . . . the creator God had purposed from the beginning to address and deal with the

problems within his creation through Israel. Israel was not just to be an “example” of a nation

under God; Israel was to be the means through which the world would be saved.

Konsep Kerajaan Allah dalam Perjanjian Baru, bahwa kehadiran Kerajaan Allah sudah dimulai

sejak kehadiran Yesus. Akan tetapi, kehadirannya masih bersifat rahasia; di mana ia tidak

hadir dalam kekuasaan penuh melainkan bekerja secara diam-diam dalam kehidupan setiap

mereka yang secara terbuka menerimanya dalam kehidupan mereka. Kerajaan Allah dilihat

sebagai pemerintahan Allah yang sudah berlaku kini, meskipun memiliki aspek futuris dimana

hal itu akan terwujud secara penuh di masa yang akan datang. Dampak dari kehadiran

Kerajaan Allah pada masa kini adalah bersifat rahasia bagi manusia.