terapi Ruqyah
Dalam dunia kehidupannya, manusia
merupakan makhluk yang memiliki banyak
variasi dalam kebutuhannya, dalam
kebutuhan manusia itu antara lain:
kesehatan, makanan, keamanan, keindahan
dan lain-lain. Kebutuhan akan keindahan
termanifestasi dalam visual manusia,
sedangkan dalam kebutuhan akan makanan
selain termanifestasi dalam cita rasa juga
termanifestasi dalam visual manusia,
sedangkan untuk kesehatan manusia sendiri
termanifestasi dalam istilah sehat atau sakit
yang mencerminkan keadaan manusia
ini .
Salah satu kebutuhan mendasar
yang harus dipenuhi oleh manusia yaitu
kebutuhan akan kesehatannya. Dimana
dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan
ini manusia memiliki pengetahuan dan
perilaku tersendiri dalam menanganinya,
manifestasi yang ditunjukkan manusia untuk
pemenuhan kebutuhannya akan kesehatan
membentuk dua perilaku yaitu, preventif
(pencegahan) serta kuratif (pengobatan),
dimana untuk mencegah datangnya penyakit
masuk kedalam tubuh manusia maka
dilakukan tindakan preventif (pencegahan)
kemudian jika misalnya penyakit sudah
masuk kedalam tubuh manusia maka
dilakukanlah tindakan kuratif (pengobatan).
Di dalam perspektif budaya,
penyakit yaitu pengakuan sosial bahwa
seseorang itu tidak dapat menjalankan peran
normalnya secara wajar, dan bahwa sesuatu
sesuatu harus dilakukan untuk mengatasinya
(Foster dan Anderson 2006:50). Jika
seseorang menderita suatu penyakit maka
dibutuhkan tindakan tersendiri dalam
mengatasi perkasus an ini .
Penyembuhan terhadap suatu penyakit di
dalam suatu warga dilakukan dengan
cara-cara yang berlaku di dalam warga
ini atau sesuai dengan kepercayaan
warga ini . Ketika manusia
menghadapi kasus -kasus di dalam
hidup, di antaranya sakit, maka manusia
berusaha untuk mencari obat bagi
penyembuh penyakit itu
Islam sebagai agama rahmatan
lil’alamin (agama yang merupakan bentuk
rahmat dan rasa kasih sayang Allah SWT
kepada seluruh alam semesta) telah
memiliki seperangkat pedoman yang
bertujuan untuk mengarahkan manusia di
dalam kehidupan, baik itu kehidupan di
dunia maupun kehidupan di akhirat kelak
(Kasmu’i dkk 2019:6). Dalam Islam, jin diakui
keberadaannya, hal ini diterangkan di salah
satu ayat di dalam Al-Qur’an yang berbunyi:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-
Ku” (QS. Adz Dzariyat:56). Penyakit yang
diakibatkan oleh sihir biasanya dilakukan
oleh seseorang atas bantuan jin. Rasulullah
SAW telah memberikan tuntunan mengenai
penyembuhan bagi mereka yang terkena
sihir ataupun kemasukan jin, melalui
pembacaan ayat-ayat tertentu dalam Al-
Qur’an dan do’a-do’a yang dikenal dengan
metode ruqyah syar’iyah
Di negara kita , ruqyah syar’iyah
berkembang cukup pesat. Triantoro dkk.
(2019:465) mengemukakan bahwa:
Kemunculan pengobatan
ruqyah syar’iyyah diinisiasi
oleh berbagai iklim politik dan
wacana keislaman di
negara kita , di antaranya
jatuhnya rezim Orde Baru
yang memberikan spirit baru
bagi wacana keislaman di
negara kita , ketidakpastian
jaminan sosial dari
pemerintah dan wacana
Islamisme.
mengemukakan bahwa tiga wacana yang
mendasari kemunculan pengobatan ruqyah di
negara kita , yaitu: pertama, semangat
kebangkitan Islam pasca Orde Baru yang
berimplikasi pada munculnya simbol-simbol
identitas keagamaan di ruang publik; kedua,
rendahnya jaminan kesehatan warga ;
ketiga, wacana islamisme yang cukup garang
di negara kita memengaruhi dunia pengobatan.
Perkembangan yang pesat yang
terkait dengan pengobatan dengan metode
ruqyah dapat dibuktikan dengan adanya
beberapa stasiun televisi nasional yang
menayangkan program-program yang
berkaitan dengan ruqyah syar’iyah dengan
menghadirkan peruqyah1 (praktisi ruqyah) dan
orang yang akan di-ruqyah, seperti program
“Ruqyah” di Trans TV, “Siraman Qolbu
Bersama Ustadz Danu” di MNC TV. Namun
program “Ruqyah” Trans TV telah dua kali
mendapat teguran sebab tayangannya yang
berklasifikasi SU (semua umur) dan R (remaja)
beradegan kesurupan dan kerasukan yang
terlarang. Pelarangan ini didasarkan pada
Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/03/2012
tentang Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 14
(Ayat 2)2 dan Peraturan KPI Nomor
02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program
Siaran Pasal 15 (Ayat 1).3 Ruqyah syar’iyah
termasuk psikoterapi Islam (Sya’roni dan
Khotimah 2018). Psikoterapi Islam tidak dapat
dipisahkan dari kode etik. Hal ini dimaksudkan
agar persepsi dan penerapan psikoterapi Islam
dapat terstandardisasi dan tidak mengarah
pada pelanggaran etika (Saifuddin 2019).
Di Kota Makassar sendiri, praktik
pengobatan ruqyah syar’iyah berkembang
secara signifikan. Ini dibuktikan dengan
menjamurnya klinik-klinik pengobatan ruqyah
syar’iyah beberapa tahun terakhir, seperti
Klinik Bekam dan Ruqyah Hamdalah yang
sekarang membuka cabang di beberapa
tempat di Kota Makassar dan di kabupaten
1 Menurut Wibowo (2019:38), syarat utama seorang
peruqyah yaitu memiliki kekuatan iman yang benar-
benar tasdiq, dengan keimanan yang tasdiq inilah
seorang peruqyah akan mampu atau dapat melakukan
ruqyah yang dimungkinkan tidak menyimpang dari apa
yang disyariatkan atau yang pernah diajarkan oleh
Rasulullah SAW.
2 Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang
Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 14 (ayat 2): lembaga
penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak
dalam setiap aspek produksi siaran. Selain itu, pada Pasal
21 (ayat 1), lembaga penyiaran wajib tunduk pada
ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan
usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara.
3 Peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang
Standar Program Siaran Pasal 15 (ayat 1): program siaran
wajib memerhatikan dan melindungi kepentingan anak-
anak dan remaja. Oleh sebab nya, dalam Pasal 37 (ayat
4b) SPS: program siaran yang berklasifikasi R dilarang
menampilkan muatan yang mendorong remaja percaya
pada kekuatan paranormal, klenik, praktek spiritual
magis, supranatural, dan/atau mistik.
Gowa, ada pula klinik lain seperti, Klinik Al-
Aafiyah Pusat Ruqyah Bekam dan Herbal
Makassar, Klinik Basmalah Ruqyah dan Bekam,
Klinik Ruqyah dan Bekam As-Sihhah, Klinik
Bekam dan Ruqyah 212, Bekam dan Ruqyah
Center (BRC) Makassar dan Griya Sehat
Alauddin.
Jika merujuk pada literatur yang ada,
studi yang terkait dengan pengobatan dengan
metode ruqyah cukup signifikan, kebanyakan
berfokus pada perspektif spiritual. Menurut
Afiyatin (2019), spiritualitas berperan penting
dalam proses ruqyah untuk menangani pasien
yang menderita penyakit spiritual seperti
kesurupan dan menstimulasi spirit untuk
kesembuhan. Jayanti dan Rumiani (2019)
mengindikasikan bahwa terapi ruqyah
membantu perempuan korban kekerasan
dalam rumah tangga untuk meningkatkan
kebahagiaan mereka. Ini artinya, bahwa terapi
ruqyah memberi spirit positif bagi yang
melakukannya.
Namun, terapi ruqyah tidak semata
berkaitan dengan upaya untuk kesembuhan,
tapi terapi ini juga membuka ruang untuk
menarik minat warga belajar agama
sebagai pengalaman keagamaan (Akhmad
2005), sebagai media da’wah (Bahri (2017). Ini
cukup beralasan jika merujuk pada temuan
bahwa kemunculan
pengobatan ruqyah telah memberikan ruang
penyebaran gagasan Sunnah. Namun,
Triantoro menambahkan bahwa terapi ini juga
membuka peluang dalam pemasaran produk-
produk yang berorientasi pada pasar Islam,
sebagaimana juga diindikasikan dalam konteks
penelitian ini.
Pembahasan dalam artikel ini dibagi
atas tiga bagian. Artikel ini akan dimulai
dengan mendiskusikan Thibbun Nabawi dalam
kaitan dengan ruqyah syar’iyah. Lalu
dilanjutkan dengan pembahasan tentang
bagaimana keyakinan akan pengobatan
ruqyah yang menyebabkan mereka memilih
untuk melakukannya. Bagian akhir
mendiskusikan tentang ragam ruqyah dengan
langkah-langkah yang dilaluinya.
Diargumentasikan bahwa, apapun jenis
ruqyah yang ditempuh, tujuannya untuk
pengobatan dengan keyakinan dapat
disembuhkan. Namun kesembuhan tidak
sepenuhnya bergantung pada peruqyah
semata, tapi terutama pada orang yang
diruqyah itu sendiri dengan memperbaiki
kualitas hidupnya setelah diruqyah.
Penelitian ini dilakukan antara bulan Juli dan
Oktober 2019 di Kota Makassar. Adapun
alasan pemilihan Kota Makassar termasuk
salah satu kota di negara kita dimana praktek
pengobatan ruqyah begitu menjamur. Ini
dibuktikan dengan adanya paling sedikit
enam klinik ruqyah syar’iyah yang terletak di
enam titik di Kota Makassar (
Keenam klinik ini yaitu Griya
Sehat Alauddin, Klinik Hamdalah cabang Jl.
Dg. Tata Raya, Klinik Ruqyah dan Bekam 212
Jl. Abdullah Daeng Sirua, Klinik As-Shihhah Jl.
Bukit Baruga Antang, dan Klinik Hamdalah Jl.
Tun Abdul Razak (lihat Gambar 3). Selain itu,
lembaga-lembaga ruqyah syar’iyah ini yang
kerap kali melakukan kegiatan ruqyah
syar’iyah massal yang biasanya dilakukan di
masjid-mesjid di seputaran Kota Makassar.
Sedangkan klinik ruqyah lebih memfokuskan
praktik ruqyah yang dilakukan di klinik. Baik
lembaga ruqyah, maupun klinik ruqyah
masing-masing memperkenalkan praktek
pengobatan ruqyah di warga .
Informan dalam penelitian ini
berjumlah 14 orang. Mereka terdiri atas, dua
ibu rumah tangga (IRT), seorang petani, tiga
orang wiraswastawan, masing-masing dua
orang pegawai klinik dan peruqyah, dan
empat orang mahasiswa. Informan dalam
penelitian ini tidak semuanya dilakukan
terapi ruqyah, sebab beberapa informan
merupakan keluarga pasien.
Observasi dan wawancara
mendalam yaitu dua teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini.
Jika wawancara mendalam digunakan untuk
mengeksplorasi keyakinan pasien tentang
dan untuk melakukan pengobatan ruqyah,
media pengobatan ruqyah, dan juga media
pengobatan ruqyah. Observasi dalam
penelitian ini dilakukan untuk melihat siapa
yang terlibat, media pengobatan, proses
Tabel 1. Informan Penelitian
No. Nama Umur (Tahun) Pekerjaan Status
1. Sa’ang 51 IRT Pasien
2. Aminah 35 IRT Pasien
3. Syamsuddin 38 Petani Keluarga Pasien
4. Ibrahim 32 Wiraswasta Keluarga Pasien
5. Chandra 27 Wiraswasta Pasien
6. Kevin 26 Wiraswasta Pasien
7. Amiruddin 31 Staf Klinik Staf klinik ruqyah
8. Rahmat 30 Staf Klinik Staf klinik ruqyah
9. Ishak 28 Peruqyah Peruqyah (Mu’alij)
10. Gunawan 27 Peruqyah Peruqyah (Mu’alij)
11. Andika 22 Mahasiswa Pasien
12. Irham 21 Mahasiswa Pasien
13. Arkam 20 Mahasiswa Pasien
14. Ma’ruf 20 Mahasiswa Pasien
pengobatan yang dilakukan di klinik-klinik
ruqyah dan di mesjid-mesjid.
Analisis data dimulai dengan
membaca transkrip wawancara dan catatan
hasil observasi. Dari penelusuran data yang
diperoleh dari kedua teknik pengumpulan
data ini, maka ditemukan tema-tema yang
meliputi: keyakinan pasien, media
pengobatan, siapa yang terlibat, proses
pengobatan ruqyah, dan hasil dari
pengobatan ini .
Surat izin penelitian diperoleh dari di
Kantor Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi
Sulawesi Selatan bidang penyelenggaraan
pelayanan perizinan. Selanjutnya surat
ini diteruskan ke Klinik Bekam dan
Ruqyah Syar’iyah Hamdalah, dan juga ke
lembaga-lembaga ruqyah yang dikunjungi
selama penelitian berlangsung. Surat
penelitian diserahkan langsung kepada front
office klinik ini .
Staf Klinik Hamdalah
memperkenalkan sejumlah informan yang
sedang berkunjung ke klinik ini untuk
diruqyah. Waktu untuk wawancara dibuat
bagi mereka yang bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini.
Wawancara dilakukan di luar klinik sesuai
dengan kesepakatan bersama. Sedangkan
wawancara untuk peruqyah (terapis)
dilakukan di klinik ketika peruqyah sedang
tidak meruqyah. Wawancara dilakukan
dengan menggunakan alat perekam atas izin
informan.
Thibbun Nabawi dan Ruqyah Syar’iyah
Thibbun Nabawi merupakan tindakan dan
perkataan (Hadits) Nabi Muhammad S.A.W.
mengenai penyakit, pengobatan, dan
kebersihan, maupun genre tulisan oleh para
sarjana non-medis untuk mengumpulkan dan
menjelaskan tradisi-tradisi ini (Iqbal
2007:59). Istilah Thibbun Nabawi ini
dimunculkan oleh para dokter muslim sekitar
abad ke-13 M untuk menunjukkan ilmu-ilmu
kedokteran yang berada dalam bingkai
keimanan pada Allah, sehingga terjaga dari
kesyirikan (menduakan Allah),
takhayul (percaya akan hal ghoib yang
datangnya dari mitos atau ramalan), dan
khurafat (berita yang dibumbui dengan
kedustaan).5
Thibbun Nawawi, yang juga dikenal
sebagai “pengobatan ala Nabi”, yaitu wahyu
yang diturunkan langsung oleh Allah ke
Muhammad SAW. Dalam kaitan dengan ini,
Q.S. An-Najm (3-4) menyatakan bahwa: “Dan
tidaklah yang diucapkan Muhammad dari
hawa nafsunya, ucapannya tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan”. Jika dikaitkan
dengan penyakit, sebuah Hadits menyatakan
bahwa: “Tidaklah Allah menurunkan penyakit
melainkan beserta penawarnya” (HR. Al
Bukhari). Ini mengindikasikan bahwa setiap
penyakit pasti ada obatnya, tergantung
bagaimana manusia untuk mengupayakannya.
Secara garis besar, ada tiga jenis
Thibun Nabawi yang dipraktekkan oleh
Rasulullah SAW, yaitu pengobatan dengan
bahan alami, pengobatan terapi, dan
pengobatan ibadah. Pertama, pengobatan
dengan bahan alami dilakukan dengan
penggunaan madu, minyak zaitun, habatus
sauda (jinten hitam), kurma, air zam-zam,
siwak, bawang dll. Hadits di atas didukung
oleh Hadits lainnya, yang menyatakan bahwa:
“Sesungguhnya Allah menyediakan obat untuk
setiap penyakit, maka berobatlah kalian,
tetapi jangan berobat dengan sesuatu yang
haram” (HR. Abu Dawud). Ini tidak saja
mengindikasikan anjuran untuk berobat, tapi
juga menunjukkan bahwa bahan-bahan yang
digunakan untuk pengobatan harus berasal
dari zat yang halalan toyyiban (halal dan baik).
Kedua, pengobatan terapi, seperti bekam,
khitan, mengeluarkan darah dari vena,
mencukur rambut, mandi dll. Ketiga,
pengobatan ibadah yang berupa wudhu, doa,
zikir, bertaubat, muhasabah (mengevaluasi
diri), ruqyah syar’iyah, dll.6
Jika merujuk pada jenis Thibun
Nabawi di atas, maka ruqyah syar’iyah yaitu
bagian dari pengobatan ibadah. Ruqyah itu
sendiri merupakan metode penyembuhan
dengan cara membacakan ayat-ayat Al-Qur’an
dan do’a-do’a yang mu’tabaroh (mempunyai
sanad)7 kepada orang yang diruqyah, yang
sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, baik
itu akibat dari penyakit ‘ain (mata hasad)8,
maupun sengatan hewan, bisa (racun),
sihir, rasa sakit, gila, kerasukan dan gangguan
jin/sihir. Ini memperkuat apa yang
dikemukakan oleh Setyawan dan Purwanto
(2006:65), bahwa pada dasarnya ruqyah
merupakan do’a dan dzikir kepada Allah SWT
melalui pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an
dan Hadits. Ruqyah tidak saja bertujuan untuk
penyembuhan gangguan jiwa, tetapi juga
untuk berbagai penyakit, termasuk penyakit
fisik.
Dalam syariat Islam dikenal dua
macam ruqyah, yaitu ruqyah
syar'iyah dan ruqyah syirkiyah
7 Sanad yaitu yang menjadi sandaran, tempat
bersandar, sesuatu yang dapat dipegangi atau
dipercaya. Dalam istilah ilmu Hadis, sanad ialah
rangkaian urutan orang-orang yang menjadi
sandaran atau jalan yang menghubungkan satu
Hadis atau sunnah sampai pada Nabi SAW
8 Penyakit ‘ain yaitu penyakit baik pada badan
maupun jiwa yang disebabkan oleh pandangan
mata orang yang dengki ataupun takjub/kagum,
sehingga dimanfaatkan oleh setan dan bisa
menimbulkan bahaya bagi orang yang terkena. ‘Ain
terjadi sebab adanya hasad (iri; dengki) terhadap
nikmat yang ada pada orang lain. Orang yang
memiliki hasad terhadap orang lain, lalu
memandang orang ini dengan pandangan
penuh rasa hasad.
2019; Emawati 2019; Distianasari, T.
2018). Ruqyah syar’iyah yaitu ruqyah yang
benar menurut syariat Islam di antaranya
dengan cara membacakan ayat Al-
Qur'an, sebagaimana di antara nama surat Al-
Fatihah yaitu Ar-Ruqyah, meminta
perlindungan kepada Allah, zikir dan doa
dengan maksud menyembuhkan sakit. Oleh
sebab nya, pengobatan semacam ini juga
disebut sebagai pengobatan spiritual (Afiatin
2019; Wibowo 2019). Sedangkan ruqyah
syirkiyah yaitu ruqyah yang umumnya
dipraktikkan oleh para dukun, yang dikenal
dengan istilah jampi-jampi atau mantra dan
dilarang untuk dipraktekkan sebab tidak
memenuhi syarat untuk melakukan ruqyah.
Imam As-Suyuthi berkata: “Ruqyah
diperbolehkan hanya jika memenuhi tiga
persyaratan: pertama, bacaan ruqyah dengan
menggunakan ayat Al-Qur’an atau nama dan
sifat Allah; kedua, menggunakan kalimat Al-
Qur’an yang diketahui artinya; ketiga, harus
memiliki keyakinan bahwa ruqyah dapat
berpengaruh dengan izin Allah, bukan dari zat
ruqyah itu sendiri9 (sessi selanjutkan akan
mendiskusikan tentang Keyakinan Pasien).
Boleh/tidaknya dilakukan ruqyah juga pernah
dipertegas oleh Rasulullah SAW ketika beliau
ditanya tentang praktik ruqyah di jaman
jahiliyah, bahwa ruqyah dapat dilakukan
sepanjang tidak ada unsur kesyirikan
(menduakan Allah SWT) di dalamnya,
sebagaimana dikutip oleh ustadz Sahal, usai
melakukan praktik ruqyah masal di Masjid Al-
Wiqoyah, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada 22
Februari 2015.10 Praktik ruqyah ini sejalan
dengan Q.S. Al-Isra (ayat 82) yang
menyatakan: “Dan Kami turunkan dari Al-
Quran suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan
Al-Quran itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian.
Praktik pengobatan ruqyah syar’iyah
(selanjutnya disingkat ruqyah) bisa menyebar
ke berbagai tempat di dunia sebab
penyebaran agama Islam ke berbagai pelosok
dunia, dan ini turut menjadi media
penyebaran praktik pengobatan ruqyah. Di
negara kita pada awalnya pengobatan ruqyah
hanya dilakukan oleh kalangan terbatas, yakni
para kiai di pondok-pondok pesantren.
Namun, pengobatan ruqyah semakin banyak
dipraktekkan di hampir seluruh pelosok negri,
terutama di kota-kota besar, termasuk Kota
Makassar.
Seiring dengan perkembangan
teknologi, informasi tentang pengobatan
ruqyah semakin menyebar, media-media
sosial, seperti Instagram, Twitter, menjadi
katalisator penyebaran informasi tentang
pengobatan ruqyah. Salah satu tagar, yaitu
#JSR (Jurus Sehat Rasulullah), yang berisi
tentang pola hidup Rasulullah SAW, dan
dengan tagar ini seseorang bisa
mendapatkan informasi mengenai pola-pola
hidup sehat Rasulullah SAW. Di Kota Makassar
sendiri terdapat komunitas JSR. Komunitas ini
sering melaksanakan pertemuan-pertemuan
dengan anggota-anggotanya yang tergabung
dalam kelompok ini dan turut
menyosialisasikan JSR kepada kerabat, teman
dan warga luas.
Klinik Hamdalah sebagai salah satu
klinik yang memprakarsai pengenalan
pengobatan Islam di Kota Makassar juga turut
menghadirkan diri dalam menyosialisasikan
JSR. Misalnya, di suatu waktu Klinik Hamdalah
menyelenggarakan kuliah umum di Mesjid Al-
Markas Al-Islami Makassar dengan tema
“Memulai Hidup Sehat Gak Pake Ribet”,
dengan narasumber utama Dr. Zaidul Akbar.
Beliau yaitu salah seorang narasumber yang
terkenal di platform Youtube, yang via
videonya ia memperkenalkan pengobatan
dengan cara-cara pengobatan yang
dicontohkan oleh Rasulullah SAW
Salah seorang penggemar video-video
Ustadz Zaidul Akbar di Youtube yaitu Ibu
Aminah (35 tahun). Ia menjelaskan bahwa
awalnya ia hanya melihat video-video dari
Ustad Zaidul Akbar melalui Youtube, dan ia
merasa sangat beruntung dapat mengikuti
acara ini sebab melaluinya ia
memeroleh pengetahuan tentang pengobatan
yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Ia
tidak saja berbagi pengetahuan tentang
pengobatan ini , tapi ia juga
memraktekkannya pada dirinya sendiri dan
jika ada anggota keluarganya yang sakit.
Kenapa Ibu Aminah dan yang lainnya
berkeputusan demikian?
Keyakinan Pasien
Menurut Durkheim (dalam Koentjaraningrat
2004:25), religi yaitu bagian dari
kebudayaan, setiap religi merupakan suatu
sistem yang terdiri dari empat komponen,
yaitu: emosi keagamaan, sistem keyakinan,
ritus dan upacara, dan ummat atau kesatuan
sosial.
Salah satu yang membuat seseorang
memutuskan untuk melakukan ruqyah yaitu
adanya keyakinan akan pengobatan ini ,
214
dan itu menjadi salah satu syarat
diperbolehkannya melakukan ruqyah. Dalam
banyak kasus orang-orang yang di-ruqyah,
mereka berada di bawah pengaruh jin. Jin,
seperti halnya manusia, merupakan makhluk
ciptaaan Allah SWT yang memiliki tujuan yang
sama dengan manusia, yaitu beribadah
kepada Allah sang pencipta (Q.S. Adz-
Dzariyat:56): “Dan aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”. Artinya, baik jin
maupun manusia memiliki tugas yang sama.
Namun, dalam prakteknya tergantung masing-
masing. Jin yang membisikkan (kejahatan) ke
dalam dada manusia (Q.S. An-Nas:5), untuk
berbuat keburukan dan untuk meninggalkan
perintah allah, agar menjadi teman jin.
Andika (22 tahun), misalnya, yang
memang percaya akan keberadaan jin,
mengungkapkan pengalamannya. Awalnya ia
sering mimpi yang aneh-aneh, seperti dikejar
anjing, di lain waktu ia dikejar ular, atap
rumahnya ditaburi pasir, atau kamarnya
diketuk-ketuk tanpa ada orangnya. Sejak itu ia
sering mengalami sakit kepala yang
membuatnya terganggu melakukan aktivitas
kesehariannya dan malas beribadah. Ia
kemudian mencari tahu tentang hal ini
dari berbagai sumber, seperti Youtube dan
pengobatan ruqyah yang disiarkan dalam
salah satu acara di televisi swasta. Meskipun
ia meyakini bahwa ada sesuatu yang
“mengganggu” dirinya, ia mengawali
pengobatannya dengan pengobatan medis
moderen. Setelah tidak mengalami perubahan
yang signifikan, ia memberanikan diri untuk
diruqyah (baik secara pribadi di klinik ruqyah,
maupun secara massal di mesjid/mushollah).
Contoh kasus lainnya dikemukakan
oleh Syamsuddin (38 tahun), bahwa istrinya
memimpikan sosok yang sama selama
beberapa malam. Di dalam mimpinya
diceritakan bahwa dirinya tidak saja memiliki
kuasa untuk menyembuhkan orang-orang
yang sakit, namun keyakinan ini hanya
diklaim oleh istrinya sendiri, sehingga orang
disekitarnya tidak mempercayai hal ini .
Sehingga yang dianggap oleh istrinya sebagai
kuasa ini tidak dipraktikkan ke orang
lain. Sejak itu istrinya menunjukkan
perubahan dalam bersikap. Istrinya yang
semula rajin sholat dan mengaji, belakangan
sudah malas melakukan keduanya. Setelah ia
mendiskusikannya dengan seorang ustadz, ia
disarankan untuk me-ruqyah istrinya agar
terbebas dari jin yang merasukinya. Ia
meyakini nasihat ini , sehingga sebagai
suami yang bertanggungjawab terhadap
istrinya, maka atas kesepakatan istrinya
Syamsuddin membawanya ke salah satu klinik
ruqyah di Makassar. Selama proses ruqyah,
istrinya berteriak dan mengoceh, yang
mengindikasikan bahwa dirinya memiliki
gangguan terhadap makhluk halus. Setelah
menjalani tiga kali proses terapi ruqyah,
akhirnya istrinya berangsur-angsur pulih dari
gangguan ghaib tadi, termasuk didalamnya
gangguan mimpi juga berangsur-angsur
hilang.
Ma’ruf (20 tahun), yang berasal dari
keluarga golongan menengah ke bawah,
yaitu contoh lain yang mengungkapkan
keluhannya sebelum akhirnya memutuskan
untuk diruqyah. Ia mengalami depresi dengan
berbagai persoalan yang dihadapinya, mulai
dari persoalan perkuliahannya yang
terbengkalai sebab ia harus bekerja untuk
menghidupi dirinya yang selalu terlambat
mendapat kiriman uang dari orang tuanya.
Namun, ia akhirnya meninggalkan
pekerjaannya di perusahaan bersistem MLM
(multi level marketing) sebab ia merasa
tertipu. Ia bahkan sempat ingin bunuh diri
atas berbagai persoalan ini . Ma’ruf
memutuskan untuk melakukan ruqyah, dan
telah dilakukannya sebanyak dua kali. Hal
ini dilakukannya, sebab dalam
kesehariannya ia masih sering merasakan
kegelisahan di dalam dirinya dan juga ia
direkomendasikan oleh peruqyah untuk
215
melakukan ruqyah lagi dan itu merupakan
ruqyah pertamanya. Awalnya ia tidak
merasakan apa-apa, tetapi beberapa saat
kemudian nafasnya tersengal-sengal, merasa
di dalam tubuhnya ada yang menggerakkan,
dan ia berteriak-teriak. Setelah dua kali
melakukan ruqyah, dan ia rajin meminum air
yang telah dibacakan dengan bacaan ruqyah,
meminum minyak bidara, memperbaiki
ibadahnya, kegelisahan yang kerap dialaminya
berangsur-angsur hilang. Ketenagan kembali
bersahabat dengan dirinya.
Arkam (20 tahun, mahasiswa)
mengungkapkan, bahwa ada beberapa hal
aneh yang terjadi pada dirinya. Misalnya,
ketika sholat, ia seringkali lupa raka’at ke
berapa. Ia juga mengalami insomnia, sering
nonton film biru, hingga mengalami
masturbasi, atau bahkan mimpi sedang
making love (ML) dengan seorang cewek. Ia
menyadari perbuatannya salah, dan
menganggap berobat medis bukan solusi,
sehingga ia berkeputusan untuk melakukan
ruqyah. Hal yang pertama kali ia rasakan
setelah melakukan terapi ruqyah, di malam
hari yang biasanya ia mengalami insomnia itu
mulai menghilang, kemudian setelah 2 kali
melakukan ruqyah, pikirannya serasa lapang,
dan ia merasakan kualitas dan kuantitas
ibadahnya semakin meningkat. Ia mengatakan
bahwa kecanduannya untuk menonton film
biru pun mulai dapat ditekannya sebab
menurutnya, ketika ia membiarkan dirinya
menonton film biru, maka ini akan diikuti
dengan melakukan masturbasi. Oleh
sebab nya, ia berusaha keras untuk
menghentikan sepenuhnya.
Pengobatan ruqyah tidak hanya
dilakukan oleh mereka yang beragama Islam,
tetapi juga bagi mereka yang non-Muslim.
Kevin (26 tahun), misalnya, yang seorang non-
Muslim mengalami depresi. Awalnya ia
diterapi oleh seorang trainer hipnoterapi,
namun hasilnya tidak signifikan. Pacarnya
merekomendasikannya untuk diruqyah dan
setelah diyakinkan oleh pacarnya, Kevin
akhirnya melakukan ruqyah. Menurut Kevin,
setelah ia diruqyah, ia merasakan lega. Ini
membuatnya semakin yakin dengan
pengobatan ruqyah. Chandra (27 tahun)
yaitu teman Kevin yang juga non-Muslim,
yang juga mengalami depresi sebab usaha
keluarga yang dikelolanya mengalami
kebangkrutan, sehingga ia merasa bersalah
dan tertekan. Ia direkomendasikan oleh Kevin
untuk diruqyah. Setelah diruqyah, ia
merasakan hal yang serupa dengan Chandra,
yang membuatnya semakin yakin dengan
pengobatan ini .
Berbagai kasus yang dikemukakan di
atas mengindikasikan bahwa keputusan untuk
melakukan ruqyah didasarkan pada adanya
keyakinan atas cara pengobatan ini , baik
itu dari diri sendiri maupun dari orang
terdekat yang bersangkutan (seperti suami,
pacar, teman, dll.)(baca, misalnya, Setyawan
dan Purwanto 2006). Ada yang memulainya
dengan pengobatan medis modern sebelum
beralih ke ruqyah, ada pula yang memiliki
keyakinan penuh sejak awal. Meskipun ruqyah
yaitu pengobatan dengan menggunakan
ayat-ayat suci Al-Qur’an, keyakinan seseorang
akan pengobatan ini mengalahkan
sekat-sekat agama.
Ragam Ruqyah
Seiring dengan perkembangannya,
pengobatan ruqyah terbagi atas tiga jenis,
yaitu: ruqyah massal, ruqyah di klinik, dan
ruqyah mandiri, sebagaimana yang akan
dibahas satu persatu berikut ini.
Ruqyah Massal
Pengobatan ruqyah massal yaitu praktik
pengobatan yang melibatkan banyak orang.
Oleh sebab nya, maka ruqyah massal biasanya
dilakukan di tempat yang dapat menampung
orang banyak, seperti mesjid, mushollah,
seperti ruqyah massal yang dilakukan oleh
Qur’anic Healing negara kita Makassar (QHI)
216
yang dilaksanakan di Musholla Wisma Kalla
yang terletak di Lantai 5 dan juga masjid
baiturrahman panaikang (lihat Gambar 5)
Makassar dan dilaksanakan setelah sholat
Ashar. Meskipun pelaksanaan ruqyah massal
ini terbuka untuk umum, kebanyakan
pesertanya yaitu karyawan Kalla Group dan
laki-laki sebab dilakukan di lokasi kerjanya.
Adapun untuk di masjid Baiturrahman
Panaikang, peserta yang mengikuti kegiatan
ruqyah massal beragam, tidak hanya
warga sekitar masjid, namun juga dari
wilayah lain.
Gambar 5. Ruqyah massal di Mushollah Wisma Kalla dan Masjid Baiturrahman Panaikang
Dalam kegiatan ruqyah massal, ada
rangkaian yang harus diikuti yaitu tahap
pengarahan dan tahap pelaksanaan. Acara
dimulai dengan adanya tahap pengarahan
yang mencakup ceramah terkait informasi
dasar mengenai ruqyah, misalnya, terkait
tanda-tanda apabila seseorang mengalami
gangguan makhluk halus dan solusinya.
Setelah itu diberikan pengarahan yang
meliputi: Pertama-tama, panitia akan
mengarahkan peserta untuk duduk di tempat
yang telah disediakan, yang memisahkan
antara peserta laki-laki dan perempuan.
Selanjutnya panitia akan mengarahkan
peserta untuk menaruh air mineral dalam
kemasan botol untuk dipegang di depan dada
mereka. Panitia juga membagikan kantong
kresek untuk berjaga-jaga apabila ada peserta
yang mengalami muntah pada saat proses
pengobatan berlangsung, dan itu seringkali
terjadi.
Setelah pemateri memberikan
ceramah terkait ruqyah, maka tahap
pelaksanaan ruqyah dimulai. Setelah berniat,
bacaan Al-Qur’an diawali dengan Ta’awudz
(A’udzu billahi minasy syaithonir rojiim) yang
artinya: Artinya: aku berlindung kepada Allah
Subhanahu wa ta'ala dari setan yang terkutuk.
Ini dilanjutkan dengan pembaca Surah Al-
Fatihah dan Surah Al-Ikhlas, yang dilakukan
oleh peruqyah. Pada saat peruqyah akan
membacakan Surah Al-Fatihah, peruqyah akan
mengarahkan peserta untuk memegang
bagian tubuh tertentu, yakni kepala dan dada
sebab biasanya makhluk halus bersarang di
dua bagian ini di dalam tubuh manusia.
Sesaat setelah itu, di antara peserta mulai
menunjukkan reaksi, ada yang muntah-
muntah, ada pula yang bergerak-gerak seperti
orang kepanasan dan sulit dikendalikan
sebab ia sangat kuat, sehingga menimbulkan
kegaduhan. Saat itu dua orang peruqyah yang
merupakan laki-laki dewasa memegangi tubuh
217
orang tadi sambil diperintahkan untuk
senantiasa membaca lafaz istigfar
(Astagfhfirullahal ‘azhim) yang merupakan
kalimat yang berisi pernyataan tentang
pertobatan kesalahan pada masa lalu. Setelah
beberapa saat orang itu diminumkan minyak
bidara11 (minyak ini digunakan dalam rangka
menghilangkan gangguan jin dan setan) dan
air minum yang telah dibacakan ayat-ayat
ruqyah. Beberapa saat kemudian, gerakan
orang tadi berangsur-angsur melemah dan
kemudian diam.
Meskipun peserta ruqyah massal
didominasi oleh laki-laki, mereka yang
bereaksi kebanyakan perempuan. Reaksi
mereka bervariasi dari berteriak,
menggelepar, berjalan hingga meronta-ronta,
bahkan ada yang sambil berbicara. Reaksi
yang cukup eksrim datangnya dari seseorang
perempuan yang tiba-tiba menyeberang ke
tempat peserta laki-laki dengan mata melotot
menghampiri pemateri. Kejadian ini mudah
diobservasi sebab ia menyebrangi pembatas
yang memisahkan antara laki-laki dan
perempuan (hijab). Namun setelah dibacakan
Q.S. Al-Baqarah (ayat 1-5), perempuan
ini tiba-tiba ambruk di antara peserta
laki-laki. Seorang panitia perempuan dengan
sigap membacakan sholawat dengan terlebih
dahulu menyeberang ke peserta laki-laki,
namun sebelumnya peserta laki-laki telah
mengosongkan tempat ambruknya
perempuan tadi dan meminumkan minyak
bidara dimana daun bidara. Beberapa saat
kemudian peserta itupun dapat dikendalikan
dan dikembalikan ke tempat peserta
perempuan. Pada akhir sesi pengobatan
peruqyah mengajak kepada seluruh peserta
11 Minyak bidara yaitu minyak yang diekstraksi dari
tanaman yang memiliki nama ilmiah Ziziphus spina-
christi atau secara umum dikenal dengan nama bidara
Arab. Diriwayatkan oleh Ulama Wahab bin Munabih
untuk menggunakan tujuh lembar bidara yang
dihaluskan, kemudian dilarutkan dalam air dan
dibacakan ayat Kursi, surat Al-Kafirun, Al-Ikhlash, Al-
Falaq dan An-Naas, atau ayat-ayat lainnya.
untuk bertobat akan dosa-dosa yang telah lalu
dan untuk peserta yang menunjukkan indikasi
gangguan makhluk halus seperti muntah,
mengalami kesurupan dll. juga diminta untuk
melakukan hal serupa. Namun, peruqyah
menegaskan bahwa kesembuhan seseorang
hanya berasal dari Allah, tetapi bacaan Al-
Qur’an tadi juga berfungsi sebagai do’a untuk
kesembuhan.
Namun ruqyah massal juga
menimbulkan perdebatan, terutama yang
terkait dengan boleh/tidaknya melakukan
ruqyah secara massal. Jika pengobatan ruqyah
dilakukan secara massal, maka banyak orang
yang diobati dalam waktu yang bersamaan.
Namun, apakah ruqyah secara massal
dipraktekkan di zaman nabi?
Dalam Fatwa Lajnah Daimah
(Lembaga Fatwa Saudi Arabia) No. 20361
tentang ruqyah dinyatakan bahwa:
Ruqyah harus dibacakan
langsung kepada orang yang
sakit. Tidak bisa dilakukan
dengan media pengeras
suara, apalagi melalui telepon
sebab ini tidak sesuai
dengan apa yang dilakukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para
sahabatnya radhiyallahu
‘anhum, serta orang-orang
yang mengikuti mereka
dalam tata cara ruqyah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Siapa yang
membuat hal baru dalam
agama, yang tidak ada
dalilnya, maka itu tertolak.12
Ini mengindikasikan bahwa apapun,
termasuk ruqyah massal, yang tidak memiliki
dalil, maka hal ini terlarang. Ini
diperkuat dengan Majmu’ Fatawa wa Rasail
al-Utsaimin (17/33)13 yang menyatakan,
bahwa membacakan Al-Quran secara massal
kepada orang yang terkena penyakit, bukan
cara yang memiliki dalil, dan tidak
dipraktekkan dari para salaf. Bagi mereka
yang pro terhadap ruqyah massal, ruqyah,
apapun bentuknya, sepanjang untuk
pengobatan dan ruqyah dipraktekkan oleh
Nabi Muhammad SWT, maka hal ini
diperbolehkan untuk dipraktikkan. Namun,
bagi mereka yang merujuk pada As-Sunnah,
maka meskipun ruqyah dipraktikkan oleh
Nabi jika caranya tidak sesuai dengan cara
yang digunakan oleh Nabi, maka hal ini
yaitu sesuatu yang terlarang.
Ruqyah Klinik
Ruqyah klinik yaitu ruqyah yang dilakukan di
klinik. Klinik ruqyah umumnya menyerupai
klinik dokter. Dimana di tempat ini bisa
dijumpai adanya meja resepsionis yang
bertugas untuk melakukan pencatatan bagi
orang yang akan diruqyah. Ada tempat
pengambilan nomor antrian. Ada kursi sebagai
tempat menunggu dan ada kamar-kamar yang
digunakan untuk meruqyah.
Praktik pengobatan ruqyah terbagi
atas tiga tahap, yaitu: tahap persiapan, tahap
pelaksanaan, dan tahap evaluasi (Wibowo
2019; Distianasari 2018; Sya’roni dan
Khotimah, K. 2018; Akhmad 2005). Dalam
konteks penelitian ini, tahapan ruqyah juga
terbagi atas tiga, yaitu: tahapan sebelum
ruqyah, tahapan inti, dan tahapan setelah
ruqyah. Tahapan-tahapan dalam ruqyah ini
berlaku bagi masing-masing jenis, namun
dalam praktiknya terdapat keunikan masing-
masing di dalamnya yang selanjutnya akan
diuraikan di bawah ini.
Tahapan Sebelum Ruqyah
13 https://muslimah.or.id/7046-hukum-ruqyah-
massal.html, diakses tanggal 20 November 2020.
Dalam tahapan ini, kedua belah pihak, dan
pasien, masing-masing mempersiapkan diri.
Selain itu diperlukan pula, sterilisasi ruangan
yang akan dijadikan tempat ruqyah untuk
memastikan ruangan yang digunakan tidak
ada gambar makhluk yang bernyawa, patung
dan juga suara musik. Gunawan (27 tahun),
yang seorang peruqyah, menyatakan bahwa
tujuan dibersihkannya tempat ini ,
sebab unsur-unsur tadi merupakan unsur-
unsur yang disukai oleh makhluk halus.
Peruqyah terlebih dahulu berwudhu
(bersuci) dan tawakkal (berserah diri kepada
Allah SWT), demikian halnya dengan pasien.
Selain itu peruqyah juga wajib mengamalkan
dzikir pagi dan petang sebagai bentuk
penjagaan terhadap gangguan makhluk
halus. Ishak, yang relatif masih muda (28
tahun), mengemukakan bahwa seorang
peruqyah seharusnya memiliki pemahaman
tentang jin, menghafal bacaan ruqyah, dan
paling tidak memiliki pengalaman meruqyah
orang.
Sebelum pengobatan dimulai
terlebih dahulu ada sesi konsultasi antara
pasien dan peruqyah, yang bertujuan untuk
mengetahui gambaran pasien yang akan
diruqyah, seperti apakah yang bersangkutan
mengalami gangguan makhluk halus atau
tidak, apakah pernah bermimpi melihat
binatang, apakah pernah melihat hal-hal
yang mengerikan, apakah pernah jatuh dari
tempat yang tinggi atau hal-hal yang terkait
dengan gejala-gejala gangguan jin. Jika
pasien tidak mengalami hal-hal demikian,
maka bisa dipastikan penyakit yang
dideritanya bukan merupakan gangguan jin,
tapi merupakan penyakit yang harus
ditangani oleh tenaga medis.
Khusus untuk pasien perempuan
diharuskan menutup aurat dan ada
pendampingan dari mahramnya. Bagi
mereka yang non-Muslim, mereka harus
mengikuti prosedur yang sama seperti yang
Muslim, dari berwudhu (bersuci), hingga
219
konsultasi. Namun, mereka terlebih dahulu
diberikan pemahaman bahwa Al-Qur’an
dapat memberikan kesembuhan atas
penyakit, jika hal itu terkait dengan
gangguan makhluk halus.
Tahapan Inti
Tahapan ini dimulai dengan meminta pasien
untuk berbaring terlentang di atas tempat
tidur yang disediakan dalam ruangan terapi.
Hal ini dimaksudkan agar ketika dalam
proses pengobatan pasien ini
meronta-ronta, posisi demikian dapat
memudahkan peruqyah untuk menangani
pasien ini sebab dikhawatirkan
rontaannya dapat mencelakai dirinya dan
peruqyah itu sendiri.
Setelah pasien terbaring, maka ia
dibacakan ayat-ayat ruqyah, seperti surah
Surah Al-Fatihah, Al-Baqarah (ayat 1-5, 102,
163-164, 255, dan 285-286), Ali-Imran (ayat
18-19), Al-'Araf (ayat 54-56 dan 117-122),
Yunus (ayat 81-82). Ini dimaksudkan agar
makhluk halus yang ada dalam tubuh pasien
ini bisa keluar.
Adapun reaksi yang terjadi pada
setiap pasien berbeda-beda. Hal ini
didasarkan pada lamanya orang ini
diganggu oleh makhluk halus dan juga
jumlah makhluk halus yang bersarang di
dalam tubuhnya. Adapun beberapa reaksi
yang akan dialami oleh pasien seperti, nafas
yang tidak teratur, lengan yang mulai
bergetaran, pasien merasa ada yang
bergerak dalam tubuhnya. Arkam (20
Tahun), misalnya, mengatakan bahwa ketika
sudah dibacakan beberapa ayat-ayat ruqyah,
beberapa bagian tubuhnya mulai bergetar
dengan nafas yang ngos-ngosan, diikuti
dengan muntah-muntah. Tak lama
setelahnya, nafasnya berangsur teratur dan
ia merasakan tubuhnya ringan dan lega.
Untuk mengetahui apakah di dalam
tubuhnya masih ada gangguan makhluk
halus ia pun dibacakan kembali ayat dari
Surah Al-Baqarah, dan ternyata setelahnya ia
pun kembali muntah-muntah. Setelahnya, ia
merasa semakin ringan dan lega.
Ma’ruf (20 tahun) menceriterakan
bahwa ketika pertama kali dibacakan lafadz
Ta’wudz, ia tidak merasakan apa-apa. Tetapi
beberapa saat kemudian nafasnya sudah
tersengal-sengal, dan merasa di dalam
tubuhnya ada yang menggerakkan. Tetapi ia
menambahkan bahwa selama melakukan
ruqyah, ia masih memiliki setengah
kesadaran. Ia masih mengingat jelas ketika ia
berteriak dan merasakan kepanasan.
Tahapan Sesudah Ruqyah
Pada tahapan setelah melakukan terapi,
pasien akan melalui beberapa sesi, mulai
dari konsultasi, pemberian obat, dan
bimbingan khusus.
Pada sesi konsultasi, pasien
ditanyakan reaksi yang di rasakan selama
menjalani ruqyah. Hal ini bertujuan
sebagai bahan evaluasi bagi peruqyah,
apakah orang ini hanya perlu
berkonsultasi, atau perlu diobati, atau
diperlukan bimbingan khusus atau
ketiganya. Konsultasi bertujuan untuk
mengetahui apakah terapi ruqyah akan
dilanjutkan kembali setelahnya atau
berhenti berhenti sampai di situ sebab
sudah dianggap cukup.
Dalam kasus Arkam (20 tahun),
selain diberikan dua botol air ruqyah dan
juga minyak bidara untuk diminum, ia
dinasehati agar tidak sering menyendiri,
memperbaiki ibadah sholat wajibnya, dan
juga dianjurkan untuk menyibukkan diri
dengan membaca Al-Qur’an agar
menghalangi masuknya makhluk halus ke
dalam dirinya dan juga agar perilaku
buruknya selama ini yang gemar menonton
film biru bisa dihentikan.
Ini berbeda dari yang dialami oleh
Sa’ang (51 tahun) yang menuturkan bahwa
ketika ia melakukan pengobatan ruqyah,
220
bagian lehernya yang selama ini terasa sakit
tiba-tiba terasa panas. Selain itu ia
mendengarkan percakapan antara peruqyah
dengan yang dianggap “makhluk halus” yang
konon berada di dalam tubuhnya. Dalam sesi
ruqyahnya ia sempat mengalami mual dan
muntah dan setelahnya peruqyah
memberikan air ruqyah dan minyak bidara
untuk diminumkan. Ia pun mengatakan
bahwa bagian badannya sakit, rasa sakitnya
sudah mulai berkurang. Oleh peruqyah ia
disarankan untuk senantiasa membaca dzikir
pagi dan petang, sembari melengkapi ibadah
sholat lima waktunya. Pengiobatan Sa’ang,
sebagaimana Arkam, dianggap cukup
dengan sekali ruqyah.
Kasus lainnya yaitu Ibrahim (32
tahun), seorang ayah yang memiliki anak
balita, yang mengeluhkan anaknya yang
tantrum, yaitu kondisi dimana anak
meluapkan emosinya dengan cara menangis
kencang, berguling-guling di lantai, hingga
melempar barang.14 Melalui temannya yang
juga pernah mengalami kondisi yang sama
pada anaknya, ia pun disarankan untuk
meruqyah anaknya. Setelah diruqyah dan
diberi dua botol air minum yang telah
dibacakan ayat-ayat ruqyah, frekuensi
tantrum anaknya mulai berkurang. Oleh
peruqyah, ia disarankan agar senantiasa
“menghidupkan” rumahnya dengan cara
banyak membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an
agar menjadi penangkal akan masuknya
makhluk halus.
Pada sessi akhir tahapan ini, pasien
diberikan bimbingan khusus berupa
penasehatan oleh peruqyah, seperti
memperbaiki kualitas ibadah,
memperbanyak ibadah, memperbanyak
membaca Al-Qur’an, serta memperbanyak
zikir. Setelah Arkam (20 tahun)
mempraktekkan apa yang dianjurkan oleh
peruqyah, ia merasakan ketentraman dan
14 https://www.alodokter.com/begini-cara-mengatasi-
tantrum-pada-anak diakses 10 Desember 2020.
kelapangan di dalam hatinya, dan ia lebih
mudah dalam mengelola stressnya. Irham
(21 tahun) yaitu contoh kasus lainnya yang
disarankan untuk memperbaiki ibadahnya
yakni sholat lima waktu. Iapun dibekali
dengan buku panduan dzikir pagi dan petang
untuk dibacanya setelah sholat Subuh dan di
waktu petang sebelum memasuki waktu
sholat Maghrib. Sejak memprtaktekkan zikir
pagi dan petang ia mulai merasakan
perubahan terjadi pada dirinya. Sakit kepala
yang selama ini dirasakannya berangsur-
angsur menghilang.
Jika merujuk pada contoh-contoh
kasus di atas, maka dalam tahapan akhir,
perlakuan/nasihat peruqyah terhadap orang
yang diruqyah berbeda-beda sesuai dengan
kondisi masing-masing.
Ruqyah Mandiri
Ruqqah mandiri yaitu ruqyah yang
dilakukan sendiri tanpa adanya bantuan
orang lain, sebagai upaya perlindungan dan
mengobati diri sendiri. Tahapan ruqyah
mandiri mencakup berwudhu, berniat,
membaca surah-surah, mengusapkan tangan
kepada anggota tubuh yang mudah
dijangkau dan juga pada bagian tubuh yang
sakit.
Ruqyah mandiri dimulai dengan
kegiatan berwudhu sebab ketika membaca
kalimat thayibah (kalimat-kalimat kebaikan
yang jika diucapkan akan mendapat pahala
dari Allah SWT) yang terdiri dari basmalah
(bismillahirrahmanirrahim), Ta’awudz,
Tahmid (Alhamdulillah) dan sebagainya.
seseorang dianjurkan dalam keadaan suci.
Tahap selanjutnya, yang bersangkutan
berniat untuk meruqyah dirinya. Ini diikuti
dengan membaca ayat-ayat Al-Quran yang
sering digunakan untuk ruqyah, seperti ayat
kursi, dua ayat terakhir Q.S. Al-Baqarah, atau
Q.S. Al-Ikhlas, Q.S. Al-Falaq, dan Q.S. An-
Naas, Q.S. Al-Baqarah (ayat 1-5) dan Q.S. Al-
Imran (ayat 18-19). Kemudian menggunakan
221
media air, yakni dengan membacakan ayat-
ayat ruqyah dengan mendekatkan segelas air
bersih di sekitar bibir. Setelah itu, air
diminum. Kemudian yang bersangkutan
mengusapkan tangan ke anggota tubuh yang
dapat dijangkau (seperti lengan, bagian
muka dan kepala, bagian dada dan bagian
kaki.) atau ke anggota tubuh yang sakit.
Pada tahap akhir, yang bersangkutan
bertawakkal kepada Allah.15
Kesimpulan dan Rekomendasi
Pengambilan keputusan akan pengobatan
ruqyah sangat dipengaruhi oleh keyakinan
akan pengobatan ini , baik itu dari diri
sendiri, maupun sebab pengaruh orang-
orang terdekat. Oleh sebab nya, tidak
mengherankan jika ada yang memulainya
dengan pengobatan medis modern sebelum
beralih ke ruqyah, ada yang memang sejak
awal memiliki keyakinan penuh untuk
diruqyah.
Ruqyah merupakan bagian dari
Tibbun Nawawi sebagai pengobatan ibadah
yang dipraktekkan di zaman Nabi
Muhammad SAW. Dalam perkembangannya
ruqyah diklasifikasikan atas tiga jenis, yakni
ruqyah massal, ruqyah klinik, dan ruqyah
mandiri. Meskipun pada dasarnya langkah-
langkah yang dilakukan pada setiap tipe
ruqyah relatif serupa, masing-masing
memiliki keunikannya sendiri.
Ruqyah di dalam praktiknya, tidak
hanya membantu menyembuhkan
seseorang terutama yang mengalami
gangguan makhluk halus, tetapi juga
berupaya menjadi media dakwah bagi
pasiennya. Pengobatan (kuratif) merupakan
poros utama dalam pengobatan ruqyah,
tetapi tindakan preventif pun diperkenalkan
sebagai benteng dalam menghadapi
gangguan makhluk halus.
Meskipun ruqyah yaitu
pengobatan dengan menggunakan ayat-ayat
suci Al-Qur’an, non-Muslim yang ingin
diruqyah tidak dilarang sepanjang yang
bersangkutan memiliki keyakinan atas
pengobatan ini dan mengikuti
prosesnya. Ini mengindikasikan bahwa
keyakinan akan pengobatan ruqyah mampu
mendobrak sekat-sekat agama. Namun,
kesembuhan melalui pengobatan ruqyah
tidak sepenuhnya bergantung pada
peruqyah, tetapi terutama bergantung pada
pasien itu sendiri dengan memperbaiki
kualitas hidupnya pasca diruqyah.











