Tampilkan postingan dengan label terapi Ruqyah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label terapi Ruqyah. Tampilkan semua postingan

terapi Ruqyah


 terapi Ruqyah


Dalam dunia kehidupannya, manusia 

merupakan makhluk yang memiliki banyak 

variasi dalam kebutuhannya, dalam 

kebutuhan manusia itu antara lain: 

kesehatan, makanan, keamanan, keindahan 

dan lain-lain. Kebutuhan akan keindahan 

termanifestasi dalam visual manusia, 

sedangkan dalam kebutuhan akan makanan 

selain termanifestasi dalam cita rasa juga 

termanifestasi dalam visual manusia, 

sedangkan untuk kesehatan manusia sendiri 

termanifestasi dalam istilah sehat atau sakit 

yang mencerminkan keadaan manusia 

ini . 

Salah satu kebutuhan mendasar 

yang harus dipenuhi oleh manusia yaitu 

kebutuhan akan kesehatannya. Dimana 

dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan 

ini  manusia memiliki pengetahuan dan 

perilaku tersendiri dalam menanganinya, 

manifestasi yang ditunjukkan manusia untuk 

pemenuhan kebutuhannya akan kesehatan 

membentuk dua perilaku yaitu, preventif 

(pencegahan) serta kuratif (pengobatan), 

dimana untuk mencegah datangnya penyakit 

masuk kedalam tubuh manusia maka 

dilakukan tindakan preventif (pencegahan) 

kemudian jika misalnya penyakit sudah 

masuk kedalam tubuh manusia maka 

dilakukanlah tindakan kuratif (pengobatan). 

Di dalam perspektif budaya, 

penyakit yaitu  pengakuan sosial bahwa 

seseorang itu tidak dapat menjalankan peran 

normalnya secara wajar, dan bahwa sesuatu 

sesuatu harus dilakukan untuk mengatasinya 

(Foster dan Anderson 2006:50). Jika 

seseorang menderita suatu penyakit maka 

dibutuhkan tindakan tersendiri dalam 

mengatasi perkasus an ini . 

Penyembuhan terhadap suatu penyakit di 

dalam suatu warga  dilakukan dengan 

cara-cara yang berlaku di dalam warga  

ini  atau sesuai dengan kepercayaan 

warga  ini . Ketika manusia 

menghadapi kasus -kasus  di dalam 

hidup, di antaranya sakit, maka manusia 

berusaha untuk mencari obat bagi 

penyembuh penyakit itu 

Islam sebagai agama rahmatan 

lil’alamin (agama yang merupakan bentuk 

rahmat dan rasa kasih sayang Allah SWT 

kepada seluruh alam semesta) telah 

memiliki seperangkat pedoman yang 

bertujuan untuk mengarahkan manusia di 

dalam kehidupan, baik itu kehidupan di 

dunia maupun kehidupan di akhirat kelak 

(Kasmu’i dkk 2019:6). Dalam Islam, jin diakui 

keberadaannya, hal ini diterangkan di salah 

satu ayat di dalam Al-Qur’an yang berbunyi: 

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia 

melainkan agar mereka beribadah kepada-

Ku” (QS. Adz Dzariyat:56). Penyakit yang 

diakibatkan oleh sihir biasanya dilakukan 

oleh seseorang atas bantuan jin. Rasulullah 

SAW telah memberikan tuntunan mengenai 

penyembuhan bagi mereka yang terkena 

sihir ataupun kemasukan jin, melalui 

pembacaan ayat-ayat tertentu dalam Al-

Qur’an dan do’a-do’a yang dikenal dengan 

metode ruqyah syar’iyah 

Di negara kita , ruqyah syar’iyah 

berkembang cukup pesat. Triantoro dkk. 

(2019:465) mengemukakan bahwa: 

 

Kemunculan pengobatan 

ruqyah syar’iyyah diinisiasi 

oleh berbagai iklim politik dan 

wacana keislaman di 

negara kita , di antaranya 

jatuhnya rezim Orde Baru 

yang memberikan spirit baru 

bagi wacana keislaman di 

negara kita , ketidakpastian 

jaminan sosial dari 

pemerintah dan wacana 

Islamisme.  

 

mengemukakan bahwa tiga wacana yang 

mendasari kemunculan pengobatan ruqyah di 

negara kita , yaitu: pertama, semangat 

kebangkitan Islam pasca Orde Baru yang 

berimplikasi pada munculnya simbol-simbol 

identitas keagamaan di ruang publik; kedua, 

rendahnya jaminan kesehatan warga ; 

ketiga, wacana islamisme yang cukup garang 

di negara kita  memengaruhi dunia pengobatan. 

Perkembangan yang pesat yang 

terkait dengan pengobatan dengan metode 

ruqyah dapat dibuktikan dengan adanya 

beberapa stasiun televisi nasional yang 

menayangkan program-program yang 

berkaitan dengan ruqyah syar’iyah dengan 

menghadirkan peruqyah1 (praktisi ruqyah) dan 

orang yang akan di-ruqyah, seperti program 

“Ruqyah” di Trans TV, “Siraman Qolbu 

Bersama Ustadz Danu” di MNC TV. Namun 

program “Ruqyah” Trans TV telah dua kali 

mendapat teguran sebab  tayangannya yang 

berklasifikasi SU (semua umur) dan R (remaja) 

beradegan kesurupan dan kerasukan yang 

terlarang. Pelarangan ini didasarkan pada 

Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/03/2012 

tentang Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 14 

(Ayat 2)2 dan Peraturan KPI Nomor 

02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program 

Siaran Pasal 15 (Ayat 1).3 Ruqyah syar’iyah 

termasuk psikoterapi Islam (Sya’roni dan 

Khotimah 2018). Psikoterapi Islam tidak dapat 

dipisahkan dari kode etik. Hal ini dimaksudkan 

agar persepsi dan penerapan psikoterapi Islam 

dapat terstandardisasi dan tidak mengarah 

pada pelanggaran etika (Saifuddin 2019). 

Di Kota Makassar sendiri, praktik 

pengobatan ruqyah syar’iyah berkembang 

secara signifikan. Ini dibuktikan dengan 

menjamurnya klinik-klinik pengobatan ruqyah 

syar’iyah beberapa tahun terakhir, seperti 

Klinik Bekam dan Ruqyah Hamdalah yang 

sekarang membuka cabang di beberapa 

tempat di Kota Makassar dan di kabupaten 

 

1 Menurut Wibowo (2019:38), syarat utama seorang 

peruqyah yaitu  memiliki kekuatan iman yang benar-

benar tasdiq, dengan keimanan yang tasdiq inilah 

seorang peruqyah akan mampu atau dapat melakukan 

ruqyah yang dimungkinkan tidak menyimpang dari apa 

yang disyariatkan atau yang pernah diajarkan oleh 

Rasulullah SAW.  

2 Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang 

Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 14 (ayat 2): lembaga 

penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak 

dalam setiap aspek produksi siaran. Selain itu, pada Pasal 

21 (ayat 1), lembaga penyiaran wajib tunduk pada 

ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan 

usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara. 

3 Peraturan KPI Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang 

Standar Program Siaran Pasal 15 (ayat 1): program siaran 

wajib memerhatikan dan melindungi kepentingan anak-

anak dan remaja. Oleh sebab nya, dalam Pasal 37 (ayat 

4b) SPS: program siaran yang berklasifikasi R dilarang 

menampilkan muatan yang mendorong remaja percaya 

pada kekuatan paranormal, klenik, praktek spiritual 

magis, supranatural, dan/atau mistik. 

 

Gowa, ada pula klinik lain seperti, Klinik Al-

Aafiyah Pusat Ruqyah Bekam dan Herbal 

Makassar, Klinik Basmalah Ruqyah dan Bekam, 

Klinik Ruqyah dan Bekam As-Sihhah, Klinik 

Bekam dan Ruqyah 212, Bekam dan Ruqyah 

Center (BRC) Makassar dan Griya Sehat 

Alauddin. 

Jika merujuk pada literatur yang ada, 

studi yang terkait dengan pengobatan dengan 

metode ruqyah cukup signifikan, kebanyakan 

berfokus pada perspektif spiritual. Menurut 

Afiyatin (2019), spiritualitas berperan penting 

dalam proses ruqyah untuk menangani pasien 

yang menderita penyakit spiritual seperti 

kesurupan dan menstimulasi spirit untuk 

kesembuhan. Jayanti dan Rumiani (2019) 

mengindikasikan bahwa terapi ruqyah 

membantu perempuan korban kekerasan 

dalam rumah tangga untuk meningkatkan 

kebahagiaan mereka. Ini artinya, bahwa terapi 

ruqyah memberi spirit positif bagi yang 

melakukannya. 

Namun, terapi ruqyah tidak semata 

berkaitan dengan upaya untuk kesembuhan, 

tapi terapi ini juga membuka ruang untuk 

menarik minat warga  belajar agama 

sebagai pengalaman keagamaan (Akhmad 

2005), sebagai media da’wah (Bahri (2017). Ini 

cukup beralasan jika merujuk pada temuan 

bahwa kemunculan 

pengobatan ruqyah telah memberikan ruang 

penyebaran gagasan Sunnah. Namun, 

Triantoro menambahkan bahwa terapi ini juga 

membuka peluang dalam pemasaran produk-

produk yang berorientasi pada pasar Islam, 

sebagaimana juga diindikasikan dalam konteks 

penelitian ini. 

Pembahasan dalam artikel ini dibagi 

atas tiga bagian. Artikel ini akan dimulai 

dengan mendiskusikan Thibbun Nabawi dalam 

kaitan dengan ruqyah syar’iyah. Lalu 

dilanjutkan dengan pembahasan tentang 

bagaimana keyakinan akan pengobatan 

ruqyah yang menyebabkan mereka memilih 

untuk melakukannya. Bagian akhir 

mendiskusikan tentang ragam ruqyah dengan 

langkah-langkah yang dilaluinya. 

Diargumentasikan bahwa, apapun jenis 

ruqyah yang ditempuh, tujuannya untuk 

pengobatan dengan keyakinan dapat 

disembuhkan. Namun kesembuhan tidak 

sepenuhnya bergantung pada peruqyah 

semata, tapi terutama pada orang yang 

diruqyah itu sendiri dengan memperbaiki 

kualitas hidupnya setelah diruqyah. 

 


Penelitian ini dilakukan antara bulan Juli dan 

Oktober 2019 di Kota Makassar. Adapun 

alasan pemilihan Kota Makassar termasuk 

salah satu kota di negara kita  dimana praktek 

pengobatan ruqyah begitu menjamur. Ini 

dibuktikan dengan adanya paling sedikit 

enam klinik ruqyah syar’iyah yang terletak di 

enam titik di Kota Makassar (

 

Keenam klinik ini  yaitu  Griya 

Sehat Alauddin, Klinik Hamdalah cabang Jl. 

Dg. Tata Raya, Klinik Ruqyah dan Bekam 212 

Jl. Abdullah Daeng Sirua, Klinik As-Shihhah Jl. 

Bukit Baruga Antang, dan Klinik Hamdalah Jl. 

Tun Abdul Razak (lihat Gambar 3). Selain itu, 

lembaga-lembaga ruqyah syar’iyah ini yang 

kerap kali melakukan kegiatan ruqyah 

syar’iyah massal yang biasanya dilakukan di 

masjid-mesjid di seputaran Kota Makassar. 

Sedangkan klinik ruqyah lebih memfokuskan 

praktik ruqyah yang dilakukan di klinik. Baik 

lembaga ruqyah, maupun klinik ruqyah 

masing-masing memperkenalkan praktek 

pengobatan ruqyah di warga .

Informan dalam penelitian ini 

berjumlah 14 orang. Mereka terdiri atas, dua 

ibu rumah tangga (IRT), seorang petani, tiga 

orang wiraswastawan, masing-masing dua 

orang pegawai klinik dan peruqyah, dan 

empat orang mahasiswa. Informan dalam 

penelitian ini tidak semuanya dilakukan 

terapi ruqyah, sebab  beberapa informan 

merupakan keluarga pasien. 

 

Observasi dan wawancara 

mendalam yaitu  dua teknik pengumpulan 

data yang digunakan dalam penelitian ini. 

Jika wawancara mendalam digunakan untuk 

mengeksplorasi keyakinan pasien tentang 

dan untuk melakukan pengobatan ruqyah, 

media pengobatan ruqyah, dan juga media 

pengobatan ruqyah.  Observasi dalam 

penelitian ini dilakukan untuk melihat siapa 

yang terlibat, media pengobatan, proses 

Tabel 1. Informan Penelitian 

No. Nama  Umur (Tahun) Pekerjaan Status 

1. Sa’ang 51   IRT Pasien 

2. Aminah 35  IRT Pasien 

3. Syamsuddin 38  Petani Keluarga Pasien 

4. Ibrahim 32  Wiraswasta Keluarga Pasien 

5. Chandra 27 Wiraswasta Pasien 

6. Kevin 26 Wiraswasta Pasien 

7. Amiruddin 31 Staf Klinik Staf klinik ruqyah 

8. Rahmat 30 Staf Klinik Staf klinik ruqyah 

9. Ishak 28 Peruqyah Peruqyah (Mu’alij) 

10. Gunawan 27 Peruqyah Peruqyah (Mu’alij) 

11. Andika 22 Mahasiswa Pasien 

12. Irham 21 Mahasiswa Pasien 

13. Arkam 20 Mahasiswa Pasien 

14. Ma’ruf 20 Mahasiswa Pasien 

 

pengobatan yang dilakukan di klinik-klinik 

ruqyah dan di mesjid-mesjid. 

Analisis data dimulai dengan 

membaca transkrip wawancara dan catatan 

hasil observasi. Dari penelusuran data yang 

diperoleh dari kedua teknik pengumpulan 

data ini, maka ditemukan tema-tema yang 

meliputi: keyakinan pasien, media 

pengobatan, siapa yang terlibat, proses 

pengobatan ruqyah, dan hasil dari 

pengobatan ini . 

Surat izin penelitian diperoleh dari di 

Kantor Dinas Penanaman Modal dan 

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi 

Sulawesi Selatan bidang penyelenggaraan 

pelayanan perizinan. Selanjutnya surat 

ini  diteruskan ke Klinik Bekam dan 

Ruqyah Syar’iyah Hamdalah, dan juga ke 

lembaga-lembaga ruqyah yang dikunjungi 

selama penelitian berlangsung. Surat 

penelitian diserahkan langsung kepada front 

office klinik ini . 

Staf Klinik Hamdalah 

memperkenalkan sejumlah informan yang 

sedang berkunjung ke klinik ini  untuk 

diruqyah. Waktu untuk wawancara dibuat 

bagi mereka yang bersedia untuk 

berpartisipasi dalam penelitian ini. 

Wawancara dilakukan di luar klinik sesuai 

dengan kesepakatan bersama. Sedangkan 

wawancara untuk peruqyah (terapis) 

dilakukan di klinik ketika peruqyah sedang 

tidak meruqyah. Wawancara dilakukan 

dengan menggunakan alat perekam atas izin 

informan. 

 

Thibbun Nabawi dan Ruqyah Syar’iyah  

Thibbun Nabawi merupakan tindakan dan 

perkataan (Hadits) Nabi Muhammad S.A.W. 

mengenai penyakit, pengobatan, dan 

kebersihan, maupun genre tulisan oleh para 

sarjana non-medis untuk mengumpulkan dan 

menjelaskan tradisi-tradisi ini  (Iqbal 

2007:59). Istilah Thibbun Nabawi ini 

dimunculkan oleh para dokter muslim sekitar 

abad ke-13 M untuk menunjukkan ilmu-ilmu 

kedokteran yang berada dalam bingkai 

keimanan pada Allah, sehingga terjaga dari 

kesyirikan (menduakan Allah), 

takhayul (percaya akan hal ghoib yang 

datangnya dari mitos atau ramalan), dan 

khurafat (berita yang dibumbui dengan 

kedustaan).5 

Thibbun Nawawi, yang juga dikenal 

sebagai “pengobatan ala Nabi”, yaitu  wahyu 

yang diturunkan langsung oleh Allah ke 

Muhammad SAW. Dalam kaitan dengan ini, 

Q.S. An-Najm (3-4) menyatakan bahwa: “Dan 

tidaklah yang diucapkan Muhammad dari 

hawa nafsunya, ucapannya tiada lain hanyalah 

wahyu yang diwahyukan”. Jika dikaitkan 

dengan penyakit, sebuah Hadits menyatakan 

bahwa: “Tidaklah Allah menurunkan penyakit 

melainkan beserta penawarnya” (HR. Al 

Bukhari). Ini mengindikasikan bahwa setiap 

penyakit pasti ada obatnya, tergantung 

bagaimana manusia untuk mengupayakannya. 

Secara garis besar, ada tiga jenis 

Thibun Nabawi yang dipraktekkan oleh 

Rasulullah SAW, yaitu pengobatan dengan 

bahan alami, pengobatan terapi, dan 

pengobatan ibadah. Pertama, pengobatan 

dengan bahan alami dilakukan dengan 

penggunaan madu, minyak zaitun, habatus 

sauda (jinten hitam), kurma, air zam-zam, 

siwak, bawang dll. Hadits di atas didukung 

oleh Hadits lainnya, yang menyatakan bahwa: 

“Sesungguhnya Allah menyediakan obat untuk 

setiap penyakit, maka berobatlah kalian, 

tetapi jangan berobat dengan sesuatu yang 

haram” (HR. Abu Dawud). Ini tidak saja 

mengindikasikan anjuran untuk berobat, tapi 

juga menunjukkan bahwa bahan-bahan yang 

digunakan untuk pengobatan harus berasal 

dari zat yang halalan toyyiban (halal dan baik). 

Kedua, pengobatan terapi, seperti bekam, 

 

khitan, mengeluarkan darah dari vena, 

mencukur rambut, mandi dll. Ketiga, 

pengobatan ibadah yang berupa wudhu, doa, 

zikir, bertaubat, muhasabah (mengevaluasi 

diri), ruqyah syar’iyah, dll.6 

Jika merujuk pada jenis Thibun 

Nabawi di atas, maka ruqyah syar’iyah yaitu  

bagian dari pengobatan ibadah. Ruqyah itu 

sendiri merupakan metode penyembuhan 

dengan cara membacakan ayat-ayat Al-Qur’an 

dan do’a-do’a yang mu’tabaroh (mempunyai 

sanad)7  kepada orang yang diruqyah, yang 

sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, baik 

itu akibat dari penyakit ‘ain (mata hasad)8, 

maupun sengatan hewan, bisa (racun), 

sihir, rasa sakit, gila, kerasukan dan gangguan 

jin/sihir. Ini memperkuat apa yang 

dikemukakan oleh Setyawan dan Purwanto 

(2006:65), bahwa pada dasarnya ruqyah 

merupakan do’a dan dzikir kepada Allah SWT 

melalui pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an 

dan Hadits. Ruqyah tidak saja bertujuan untuk 

penyembuhan gangguan jiwa, tetapi juga 

untuk berbagai penyakit, termasuk penyakit 

fisik. 

Dalam syariat Islam dikenal dua 

macam ruqyah, yaitu ruqyah 

syar'iyah dan ruqyah syirkiyah 

7 Sanad yaitu  yang menjadi sandaran, tempat 

bersandar, sesuatu yang dapat dipegangi atau 

dipercaya. Dalam istilah ilmu Hadis, sanad ialah 

rangkaian urutan orang-orang yang menjadi 

sandaran atau jalan yang menghubungkan satu 

Hadis atau sunnah sampai pada Nabi SAW 

8 Penyakit ‘ain yaitu  penyakit baik pada badan 

maupun jiwa yang disebabkan oleh pandangan 

mata orang yang dengki ataupun takjub/kagum, 

sehingga dimanfaatkan oleh setan dan bisa 

menimbulkan bahaya bagi orang yang terkena. ‘Ain 

terjadi sebab  adanya hasad (iri; dengki) terhadap 

nikmat yang ada pada orang lain. Orang yang 

memiliki hasad terhadap orang lain, lalu 

memandang orang ini  dengan pandangan 

penuh rasa hasad. 

2019; Emawati 2019; Distianasari, T. 

2018). Ruqyah syar’iyah yaitu  ruqyah yang 

benar menurut syariat Islam di antaranya 

dengan cara membacakan ayat Al-

Qur'an, sebagaimana di antara nama surat Al-

Fatihah yaitu  Ar-Ruqyah, meminta 

perlindungan kepada Allah, zikir dan doa 

dengan maksud menyembuhkan sakit. Oleh 

sebab nya, pengobatan semacam ini juga 

disebut sebagai pengobatan spiritual (Afiatin 

2019; Wibowo 2019). Sedangkan ruqyah 

syirkiyah yaitu  ruqyah yang umumnya 

dipraktikkan oleh para dukun, yang dikenal 

dengan istilah jampi-jampi atau mantra dan 

dilarang untuk dipraktekkan sebab  tidak 

memenuhi syarat untuk melakukan ruqyah. 

Imam As-Suyuthi berkata: “Ruqyah 

diperbolehkan hanya jika memenuhi tiga 

persyaratan: pertama, bacaan ruqyah dengan 

menggunakan ayat Al-Qur’an atau nama dan 

sifat Allah; kedua, menggunakan kalimat Al-

Qur’an yang diketahui artinya; ketiga, harus 

memiliki keyakinan bahwa ruqyah dapat 

berpengaruh dengan izin Allah, bukan dari zat 

ruqyah itu sendiri9 (sessi selanjutkan akan 

mendiskusikan tentang Keyakinan Pasien). 

Boleh/tidaknya dilakukan ruqyah juga pernah 

dipertegas oleh Rasulullah SAW ketika beliau 

ditanya tentang praktik ruqyah di jaman 

jahiliyah, bahwa ruqyah dapat dilakukan 

sepanjang tidak ada unsur kesyirikan 

(menduakan Allah SWT) di dalamnya, 

sebagaimana dikutip oleh ustadz Sahal, usai 

melakukan praktik ruqyah masal di Masjid Al-

Wiqoyah, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada 22 

Februari 2015.10 Praktik ruqyah  ini sejalan 

dengan Q.S. Al-Isra (ayat 82) yang 

menyatakan: “Dan Kami turunkan dari Al-

Quran suatu yang menjadi penawar dan 

 

rahmat bagi orang-orang yang beriman dan 

Al-Quran itu tidaklah menambah kepada 

orang-orang yang zalim selain kerugian. 

Praktik pengobatan ruqyah syar’iyah 

(selanjutnya disingkat ruqyah) bisa menyebar 

ke berbagai tempat di dunia sebab  

penyebaran agama Islam ke berbagai pelosok 

dunia, dan ini turut menjadi media 

penyebaran praktik pengobatan ruqyah.  Di 

negara kita  pada awalnya pengobatan ruqyah 

hanya dilakukan oleh kalangan terbatas, yakni 

para kiai di pondok-pondok pesantren. 

Namun, pengobatan ruqyah semakin banyak 

dipraktekkan di hampir seluruh pelosok negri, 

terutama di kota-kota besar, termasuk Kota 

Makassar. 

Seiring dengan perkembangan 

teknologi, informasi tentang pengobatan 

ruqyah semakin menyebar, media-media 

sosial, seperti Instagram, Twitter, menjadi 

katalisator penyebaran informasi tentang 

pengobatan ruqyah. Salah satu tagar, yaitu 

#JSR (Jurus Sehat Rasulullah), yang berisi 

tentang pola hidup Rasulullah SAW, dan 

dengan tagar ini  seseorang bisa 

mendapatkan informasi mengenai pola-pola 

hidup sehat Rasulullah SAW. Di Kota Makassar 

sendiri terdapat komunitas JSR. Komunitas ini 

sering melaksanakan pertemuan-pertemuan 

dengan anggota-anggotanya yang tergabung 

dalam kelompok ini  dan turut 

menyosialisasikan JSR kepada kerabat, teman 

dan warga  luas. 

Klinik Hamdalah sebagai salah satu 

klinik yang memprakarsai pengenalan 

pengobatan Islam di Kota Makassar juga turut 

menghadirkan diri dalam menyosialisasikan 

JSR. Misalnya, di suatu waktu Klinik Hamdalah 

menyelenggarakan kuliah umum di Mesjid Al-

Markas Al-Islami Makassar dengan tema 

“Memulai Hidup Sehat Gak Pake Ribet”, 

dengan narasumber utama Dr. Zaidul Akbar. 

Beliau yaitu  salah seorang narasumber yang 

terkenal di platform Youtube, yang via 

videonya ia memperkenalkan pengobatan 

dengan cara-cara pengobatan yang 

dicontohkan oleh Rasulullah SAW

 

Salah seorang penggemar video-video 

Ustadz Zaidul Akbar di Youtube yaitu  Ibu 

Aminah (35 tahun). Ia menjelaskan bahwa 

awalnya ia hanya melihat video-video dari 

Ustad Zaidul Akbar melalui Youtube, dan ia 

merasa sangat beruntung dapat mengikuti 

acara ini  sebab  melaluinya ia 

memeroleh pengetahuan tentang pengobatan 

yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Ia 

tidak saja berbagi pengetahuan tentang 

pengobatan ini , tapi ia juga 

memraktekkannya pada dirinya sendiri dan 

jika ada anggota keluarganya yang sakit. 

Kenapa Ibu Aminah dan yang lainnya 

berkeputusan demikian? 

 

Keyakinan Pasien 

Menurut Durkheim (dalam Koentjaraningrat 

2004:25), religi yaitu  bagian dari 

kebudayaan, setiap religi merupakan suatu 

sistem yang terdiri dari empat komponen, 

yaitu: emosi keagamaan, sistem keyakinan, 

ritus dan upacara, dan ummat atau kesatuan 

sosial. 

Salah satu yang membuat seseorang 

memutuskan untuk melakukan ruqyah yaitu  

adanya keyakinan akan pengobatan ini , 


 214 

dan itu menjadi salah satu syarat 

diperbolehkannya melakukan ruqyah. Dalam 

banyak kasus orang-orang yang di-ruqyah, 

mereka berada di bawah pengaruh jin. Jin, 

seperti halnya manusia, merupakan makhluk 

ciptaaan Allah SWT yang memiliki tujuan yang 

sama dengan manusia, yaitu beribadah 

kepada Allah sang pencipta (Q.S. Adz-

Dzariyat:56): “Dan aku tidak menciptakan jin 

dan manusia melainkan supaya mereka 

mengabdi kepada-Ku”.  Artinya, baik jin 

maupun manusia memiliki tugas yang sama. 

Namun, dalam prakteknya tergantung masing-

masing. Jin yang membisikkan (kejahatan) ke 

dalam dada manusia (Q.S. An-Nas:5), untuk 

berbuat keburukan dan untuk meninggalkan 

perintah allah, agar menjadi teman jin. 

Andika (22 tahun), misalnya, yang 

memang percaya akan keberadaan jin, 

mengungkapkan pengalamannya. Awalnya ia 

sering mimpi yang aneh-aneh, seperti dikejar 

anjing, di lain waktu ia dikejar ular, atap 

rumahnya ditaburi pasir, atau kamarnya 

diketuk-ketuk tanpa ada orangnya. Sejak itu ia 

sering mengalami sakit kepala yang 

membuatnya terganggu melakukan aktivitas 

kesehariannya dan malas beribadah. Ia 

kemudian mencari tahu tentang hal ini  

dari berbagai sumber, seperti Youtube dan 

pengobatan ruqyah yang disiarkan dalam 

salah satu acara di televisi swasta. Meskipun 

ia meyakini bahwa ada sesuatu yang 

“mengganggu” dirinya, ia mengawali 

pengobatannya dengan pengobatan medis 

moderen. Setelah tidak mengalami perubahan 

yang signifikan, ia memberanikan diri untuk 

diruqyah (baik secara pribadi di klinik ruqyah, 

maupun secara massal di mesjid/mushollah). 

Contoh kasus lainnya dikemukakan 

oleh Syamsuddin (38 tahun), bahwa istrinya 

memimpikan sosok yang sama selama 

beberapa malam. Di dalam mimpinya 

diceritakan bahwa dirinya tidak saja memiliki 

kuasa untuk menyembuhkan orang-orang 

yang sakit, namun keyakinan ini  hanya 

diklaim oleh istrinya sendiri, sehingga orang 

disekitarnya tidak mempercayai hal ini . 

Sehingga yang dianggap oleh istrinya sebagai 

kuasa ini  tidak dipraktikkan ke orang 

lain.  Sejak itu istrinya menunjukkan 

perubahan dalam bersikap. Istrinya yang 

semula rajin sholat dan mengaji, belakangan 

sudah malas melakukan keduanya. Setelah ia 

mendiskusikannya dengan seorang ustadz, ia 

disarankan untuk me-ruqyah istrinya agar 

terbebas dari jin yang merasukinya. Ia 

meyakini nasihat ini , sehingga sebagai 

suami yang bertanggungjawab terhadap 

istrinya, maka atas kesepakatan istrinya 

Syamsuddin membawanya ke salah satu klinik 

ruqyah di Makassar. Selama proses ruqyah, 

istrinya berteriak dan mengoceh, yang 

mengindikasikan bahwa dirinya memiliki 

gangguan terhadap makhluk halus. Setelah 

menjalani tiga kali proses terapi ruqyah, 

akhirnya istrinya berangsur-angsur pulih dari 

gangguan ghaib tadi, termasuk didalamnya 

gangguan mimpi juga berangsur-angsur 

hilang. 

Ma’ruf (20 tahun), yang berasal dari 

keluarga golongan menengah ke bawah, 

yaitu  contoh lain yang mengungkapkan 

keluhannya sebelum akhirnya memutuskan 

untuk diruqyah. Ia mengalami depresi dengan 

berbagai persoalan yang dihadapinya, mulai 

dari persoalan perkuliahannya yang 

terbengkalai sebab  ia harus bekerja untuk 

menghidupi dirinya yang selalu terlambat 

mendapat kiriman uang dari orang tuanya. 

Namun, ia akhirnya meninggalkan 

pekerjaannya di perusahaan bersistem MLM 

(multi level marketing) sebab  ia merasa 

tertipu. Ia bahkan sempat ingin bunuh diri 

atas berbagai persoalan ini . Ma’ruf 

memutuskan untuk melakukan ruqyah, dan 

telah dilakukannya sebanyak dua kali. Hal 

ini  dilakukannya, sebab  dalam 

kesehariannya ia masih sering merasakan 

kegelisahan di dalam dirinya dan juga ia 

direkomendasikan oleh peruqyah untuk 


 215 

melakukan ruqyah lagi dan itu merupakan 

ruqyah pertamanya. Awalnya ia tidak 

merasakan apa-apa, tetapi beberapa saat 

kemudian nafasnya tersengal-sengal, merasa 

di dalam tubuhnya ada yang menggerakkan, 

dan ia berteriak-teriak. Setelah dua kali 

melakukan ruqyah, dan ia rajin meminum air 

yang telah dibacakan dengan bacaan ruqyah, 

meminum minyak bidara, memperbaiki 

ibadahnya, kegelisahan yang kerap dialaminya 

berangsur-angsur hilang. Ketenagan kembali 

bersahabat dengan dirinya. 

Arkam (20 tahun, mahasiswa) 

mengungkapkan, bahwa ada beberapa hal 

aneh yang terjadi pada dirinya. Misalnya, 

ketika sholat, ia seringkali lupa raka’at ke 

berapa. Ia juga mengalami insomnia, sering 

nonton film biru, hingga mengalami 

masturbasi, atau bahkan mimpi sedang 

making love (ML) dengan seorang cewek. Ia 

menyadari perbuatannya salah, dan 

menganggap berobat medis bukan solusi, 

sehingga ia berkeputusan untuk melakukan 

ruqyah. Hal yang pertama kali ia rasakan 

setelah melakukan terapi ruqyah, di malam 

hari yang biasanya ia mengalami insomnia itu 

mulai menghilang, kemudian setelah 2 kali 

melakukan ruqyah, pikirannya serasa lapang, 

dan ia merasakan kualitas dan kuantitas 

ibadahnya semakin meningkat. Ia mengatakan 

bahwa kecanduannya untuk menonton film 

biru pun mulai dapat ditekannya sebab  

menurutnya, ketika ia membiarkan dirinya 

menonton film biru, maka ini akan diikuti 

dengan melakukan masturbasi. Oleh 

sebab nya, ia berusaha keras untuk 

menghentikan sepenuhnya. 

Pengobatan ruqyah tidak hanya 

dilakukan oleh mereka yang beragama Islam, 

tetapi juga bagi mereka yang non-Muslim. 

Kevin (26 tahun), misalnya, yang seorang non-

Muslim mengalami depresi. Awalnya ia 

diterapi oleh seorang trainer hipnoterapi, 

namun hasilnya tidak signifikan. Pacarnya 

merekomendasikannya untuk diruqyah dan 

setelah diyakinkan oleh pacarnya, Kevin 

akhirnya melakukan ruqyah. Menurut Kevin, 

setelah ia diruqyah, ia merasakan lega. Ini 

membuatnya semakin yakin dengan 

pengobatan ruqyah. Chandra (27 tahun) 

yaitu  teman Kevin yang juga non-Muslim, 

yang juga mengalami depresi sebab  usaha 

keluarga yang dikelolanya mengalami 

kebangkrutan, sehingga ia merasa bersalah 

dan tertekan. Ia direkomendasikan oleh Kevin 

untuk diruqyah. Setelah diruqyah, ia 

merasakan hal yang serupa dengan Chandra, 

yang membuatnya semakin yakin dengan 

pengobatan ini . 

Berbagai kasus yang dikemukakan di 

atas mengindikasikan bahwa keputusan untuk 

melakukan ruqyah didasarkan pada adanya 

keyakinan atas cara pengobatan ini , baik 

itu dari diri sendiri maupun dari orang 

terdekat yang bersangkutan (seperti suami, 

pacar, teman, dll.)(baca, misalnya, Setyawan 

dan Purwanto 2006). Ada yang memulainya 

dengan pengobatan medis modern sebelum 

beralih ke ruqyah, ada pula yang memiliki 

keyakinan penuh sejak awal. Meskipun ruqyah 

yaitu  pengobatan dengan menggunakan 

ayat-ayat suci Al-Qur’an, keyakinan seseorang 

akan pengobatan ini  mengalahkan 

sekat-sekat agama. 

 

Ragam Ruqyah  

Seiring dengan perkembangannya, 

pengobatan ruqyah terbagi atas tiga jenis, 

yaitu: ruqyah massal, ruqyah di klinik, dan 

ruqyah mandiri, sebagaimana yang akan 

dibahas satu persatu berikut ini. 

 

Ruqyah Massal 

Pengobatan ruqyah massal yaitu  praktik 

pengobatan yang melibatkan banyak orang. 

Oleh sebab nya, maka ruqyah massal biasanya 

dilakukan di tempat yang dapat menampung 

orang banyak, seperti mesjid, mushollah, 

seperti ruqyah massal yang dilakukan oleh 

Qur’anic Healing negara kita  Makassar (QHI) 


 216 

yang dilaksanakan di Musholla Wisma Kalla 

yang terletak di Lantai 5 dan juga masjid 

baiturrahman panaikang (lihat Gambar 5) 

Makassar dan dilaksanakan setelah sholat 

Ashar. Meskipun pelaksanaan ruqyah massal 

ini terbuka untuk umum, kebanyakan 

pesertanya yaitu  karyawan Kalla Group dan 

laki-laki sebab  dilakukan di lokasi kerjanya. 

Adapun untuk di masjid Baiturrahman 

Panaikang, peserta yang mengikuti kegiatan 

ruqyah massal beragam, tidak hanya 

warga  sekitar masjid, namun juga dari 

wilayah lain. 

Gambar 5. Ruqyah massal di Mushollah Wisma Kalla dan Masjid Baiturrahman Panaikang 

 

Dalam kegiatan ruqyah massal, ada 

rangkaian yang harus diikuti yaitu tahap 

pengarahan dan tahap pelaksanaan. Acara 

dimulai dengan adanya tahap pengarahan 

yang mencakup ceramah terkait informasi 

dasar mengenai ruqyah, misalnya, terkait 

tanda-tanda apabila seseorang mengalami 

gangguan makhluk halus dan solusinya. 

Setelah itu diberikan pengarahan yang 

meliputi: Pertama-tama, panitia akan 

mengarahkan peserta untuk duduk di tempat 

yang telah disediakan, yang memisahkan 

antara peserta laki-laki dan perempuan. 

Selanjutnya panitia akan mengarahkan 

peserta untuk menaruh air mineral dalam 

kemasan botol untuk dipegang di depan dada 

mereka. Panitia juga membagikan kantong 

kresek untuk berjaga-jaga apabila ada peserta 

yang mengalami muntah pada saat proses 

pengobatan berlangsung, dan itu seringkali 

terjadi. 

Setelah pemateri memberikan 

ceramah terkait ruqyah, maka tahap 

pelaksanaan ruqyah dimulai. Setelah berniat, 

bacaan Al-Qur’an diawali dengan Ta’awudz 

(A’udzu billahi minasy syaithonir rojiim) yang 

artinya: Artinya: aku berlindung kepada Allah 

Subhanahu wa ta'ala dari setan yang terkutuk. 

Ini dilanjutkan dengan pembaca Surah Al-

Fatihah dan Surah Al-Ikhlas, yang dilakukan 

oleh peruqyah. Pada saat peruqyah akan 

membacakan Surah Al-Fatihah, peruqyah akan 

mengarahkan peserta untuk memegang 

bagian tubuh tertentu, yakni kepala dan dada 

sebab  biasanya makhluk halus bersarang di 

dua bagian ini  di dalam tubuh manusia. 

Sesaat setelah itu, di antara peserta mulai 

menunjukkan reaksi, ada yang muntah-

muntah, ada pula yang bergerak-gerak seperti 

orang kepanasan dan sulit dikendalikan 

sebab  ia sangat kuat, sehingga menimbulkan 

kegaduhan.  Saat itu dua orang peruqyah yang 

merupakan laki-laki dewasa memegangi tubuh 

  

 

 

 


 217 

orang tadi sambil diperintahkan untuk 

senantiasa membaca lafaz istigfar 

(Astagfhfirullahal ‘azhim) yang merupakan 

kalimat yang berisi pernyataan tentang 

pertobatan kesalahan pada masa lalu. Setelah 

beberapa saat orang itu diminumkan minyak 

bidara11 (minyak ini digunakan dalam rangka 

menghilangkan gangguan jin dan setan) dan 

air minum yang telah dibacakan ayat-ayat 

ruqyah. Beberapa saat kemudian, gerakan 

orang tadi berangsur-angsur melemah dan 

kemudian diam. 

Meskipun peserta ruqyah massal 

didominasi oleh laki-laki, mereka yang 

bereaksi kebanyakan perempuan. Reaksi 

mereka bervariasi dari berteriak, 

menggelepar, berjalan hingga meronta-ronta, 

bahkan ada yang sambil berbicara. Reaksi 

yang cukup eksrim datangnya dari seseorang 

perempuan yang tiba-tiba menyeberang ke 

tempat peserta laki-laki dengan mata melotot 

menghampiri pemateri. Kejadian ini mudah 

diobservasi sebab  ia menyebrangi pembatas 

yang memisahkan antara laki-laki dan 

perempuan (hijab). Namun setelah dibacakan 

Q.S. Al-Baqarah (ayat 1-5), perempuan 

ini  tiba-tiba ambruk di antara peserta 

laki-laki. Seorang panitia perempuan dengan 

sigap membacakan sholawat dengan terlebih 

dahulu menyeberang ke peserta laki-laki, 

namun sebelumnya peserta laki-laki telah 

mengosongkan tempat ambruknya 

perempuan tadi dan meminumkan minyak 

bidara dimana daun bidara. Beberapa saat 

kemudian peserta itupun dapat dikendalikan 

dan dikembalikan ke tempat peserta 

perempuan. Pada akhir sesi pengobatan 

peruqyah mengajak kepada seluruh peserta 

 

11 Minyak bidara yaitu  minyak yang diekstraksi dari 

tanaman yang memiliki nama ilmiah Ziziphus spina-

christi atau secara umum dikenal dengan nama bidara 

Arab. Diriwayatkan oleh Ulama Wahab bin Munabih 

untuk menggunakan tujuh lembar bidara yang 

dihaluskan, kemudian dilarutkan dalam air dan 

dibacakan ayat Kursi, surat Al-Kafirun, Al-Ikhlash, Al-

Falaq dan An-Naas, atau ayat-ayat lainnya. 

untuk bertobat akan dosa-dosa yang telah lalu 

dan untuk peserta yang menunjukkan indikasi 

gangguan makhluk halus seperti muntah, 

mengalami kesurupan dll. juga diminta untuk 

melakukan hal serupa. Namun, peruqyah 

menegaskan bahwa kesembuhan seseorang 

hanya berasal dari Allah, tetapi bacaan Al-

Qur’an tadi juga berfungsi sebagai do’a untuk 

kesembuhan. 

Namun ruqyah massal juga 

menimbulkan perdebatan, terutama yang 

terkait dengan boleh/tidaknya melakukan 

ruqyah secara massal. Jika pengobatan ruqyah 

dilakukan secara massal, maka banyak orang 

yang diobati dalam waktu yang bersamaan. 

Namun, apakah ruqyah secara massal 

dipraktekkan di zaman nabi? 

Dalam Fatwa Lajnah Daimah 

(Lembaga Fatwa Saudi Arabia) No. 20361 

tentang ruqyah dinyatakan bahwa: 

 

Ruqyah harus dibacakan 

langsung kepada orang yang 

sakit. Tidak bisa dilakukan 

dengan media pengeras 

suara, apalagi melalui telepon 

sebab  ini tidak sesuai 

dengan apa yang dilakukan 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi 

wa sallam dan para 

sahabatnya radhiyallahu 

‘anhum, serta orang-orang 

yang mengikuti mereka 

dalam tata cara ruqyah. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa 

sallam bersabda, “Siapa yang 

membuat hal baru dalam 

agama, yang tidak ada 

dalilnya, maka itu tertolak.12 

 

Ini mengindikasikan bahwa apapun, 

termasuk ruqyah massal, yang tidak memiliki 

dalil, maka hal ini  terlarang. Ini 

 

diperkuat dengan Majmu’ Fatawa wa Rasail 

al-Utsaimin (17/33)13 yang menyatakan, 

bahwa membacakan Al-Quran secara massal 

kepada orang yang terkena penyakit, bukan 

cara yang memiliki dalil, dan tidak 

dipraktekkan dari para salaf. Bagi mereka 

yang pro terhadap ruqyah massal, ruqyah, 

apapun bentuknya, sepanjang untuk 

pengobatan dan ruqyah dipraktekkan oleh 

Nabi Muhammad SWT, maka hal ini  

diperbolehkan untuk dipraktikkan. Namun, 

bagi mereka yang merujuk pada As-Sunnah, 

maka meskipun ruqyah dipraktikkan oleh 

Nabi jika caranya tidak sesuai dengan cara 

yang digunakan oleh Nabi, maka hal ini  

yaitu  sesuatu yang terlarang. 

 

Ruqyah Klinik 

Ruqyah klinik yaitu  ruqyah yang dilakukan di 

klinik. Klinik ruqyah umumnya menyerupai 

klinik dokter. Dimana di tempat ini  bisa 

dijumpai adanya meja resepsionis yang 

bertugas untuk melakukan pencatatan bagi 

orang yang akan diruqyah. Ada tempat 

pengambilan nomor antrian. Ada kursi sebagai 

tempat menunggu dan ada kamar-kamar yang 

digunakan untuk meruqyah. 

Praktik pengobatan ruqyah terbagi 

atas tiga tahap, yaitu: tahap persiapan, tahap 

pelaksanaan, dan tahap evaluasi (Wibowo 

2019; Distianasari 2018; Sya’roni dan 

Khotimah, K. 2018; Akhmad 2005). Dalam 

konteks penelitian ini, tahapan ruqyah juga 

terbagi atas tiga, yaitu: tahapan sebelum 

ruqyah, tahapan inti, dan tahapan setelah 

ruqyah. Tahapan-tahapan dalam ruqyah ini 

berlaku bagi masing-masing jenis, namun 

dalam praktiknya terdapat keunikan masing-

masing di dalamnya yang selanjutnya akan 

diuraikan di bawah ini.  

 

Tahapan Sebelum Ruqyah  

 

13 https://muslimah.or.id/7046-hukum-ruqyah-

massal.html, diakses tanggal 20 November 2020. 

 

Dalam tahapan ini, kedua belah pihak, dan 

pasien, masing-masing mempersiapkan diri. 

Selain itu diperlukan pula, sterilisasi ruangan 

yang akan dijadikan tempat ruqyah untuk 

memastikan ruangan yang digunakan tidak 

ada gambar makhluk yang bernyawa, patung 

dan juga suara musik. Gunawan (27 tahun), 

yang seorang peruqyah, menyatakan bahwa 

tujuan dibersihkannya tempat ini , 

sebab  unsur-unsur tadi merupakan unsur-

unsur yang disukai oleh makhluk halus. 

Peruqyah terlebih dahulu berwudhu 

(bersuci) dan tawakkal (berserah diri kepada 

Allah SWT), demikian halnya dengan pasien. 

Selain itu peruqyah juga wajib mengamalkan 

dzikir pagi dan petang sebagai bentuk 

penjagaan terhadap gangguan makhluk 

halus. Ishak, yang relatif masih muda (28 

tahun), mengemukakan bahwa seorang 

peruqyah seharusnya memiliki pemahaman 

tentang jin, menghafal bacaan ruqyah, dan 

paling tidak memiliki pengalaman meruqyah 

orang. 

Sebelum pengobatan dimulai 

terlebih dahulu ada sesi konsultasi antara 

pasien dan peruqyah, yang bertujuan untuk 

mengetahui gambaran pasien yang akan 

diruqyah, seperti apakah yang bersangkutan 

mengalami gangguan makhluk halus atau 

tidak, apakah pernah bermimpi melihat 

binatang, apakah pernah melihat hal-hal 

yang mengerikan, apakah pernah jatuh dari 

tempat yang tinggi atau hal-hal yang terkait 

dengan gejala-gejala gangguan jin. Jika 

pasien tidak mengalami hal-hal demikian, 

maka bisa dipastikan penyakit yang 

dideritanya bukan merupakan gangguan jin, 

tapi merupakan penyakit yang harus 

ditangani oleh tenaga medis. 

Khusus untuk pasien perempuan 

diharuskan menutup aurat dan ada 

pendampingan dari mahramnya. Bagi 

mereka yang non-Muslim, mereka harus 

mengikuti prosedur yang sama seperti yang 

Muslim, dari berwudhu (bersuci), hingga 


 219 

konsultasi. Namun, mereka terlebih dahulu 

diberikan pemahaman bahwa Al-Qur’an 

dapat memberikan kesembuhan atas 

penyakit, jika hal itu terkait dengan 

gangguan makhluk halus. 

 

Tahapan Inti  

Tahapan ini dimulai dengan meminta pasien 

untuk berbaring terlentang di atas tempat 

tidur yang disediakan dalam ruangan terapi. 

Hal ini dimaksudkan agar ketika dalam 

proses pengobatan pasien ini  

meronta-ronta, posisi demikian dapat 

memudahkan peruqyah untuk menangani 

pasien ini  sebab  dikhawatirkan 

rontaannya dapat mencelakai dirinya dan 

peruqyah itu sendiri. 

Setelah pasien terbaring, maka ia 

dibacakan ayat-ayat ruqyah, seperti surah 

Surah Al-Fatihah, Al-Baqarah (ayat 1-5, 102, 

163-164, 255, dan 285-286), Ali-Imran (ayat 

18-19), Al-'Araf (ayat 54-56 dan 117-122), 

Yunus (ayat 81-82). Ini dimaksudkan agar 

makhluk halus yang ada dalam tubuh pasien 

ini  bisa keluar. 

Adapun reaksi yang terjadi pada 

setiap pasien berbeda-beda. Hal ini 

didasarkan pada lamanya orang ini  

diganggu oleh makhluk halus dan juga 

jumlah makhluk halus yang bersarang di 

dalam tubuhnya. Adapun beberapa reaksi 

yang akan dialami oleh pasien seperti, nafas 

yang tidak teratur, lengan yang mulai 

bergetaran, pasien merasa ada yang 

bergerak dalam tubuhnya. Arkam (20 

Tahun), misalnya, mengatakan bahwa ketika 

sudah dibacakan beberapa ayat-ayat ruqyah, 

beberapa bagian tubuhnya mulai bergetar 

dengan nafas yang ngos-ngosan, diikuti 

dengan muntah-muntah. Tak lama 

setelahnya, nafasnya berangsur teratur dan 

ia merasakan tubuhnya ringan dan lega. 

Untuk mengetahui apakah di dalam 

tubuhnya masih ada gangguan makhluk 

halus ia pun dibacakan kembali ayat dari 

Surah Al-Baqarah, dan ternyata setelahnya ia 

pun kembali muntah-muntah. Setelahnya, ia 

merasa semakin ringan dan lega.  

Ma’ruf (20 tahun) menceriterakan 

bahwa ketika pertama kali dibacakan lafadz 

Ta’wudz, ia tidak merasakan apa-apa. Tetapi 

beberapa saat kemudian nafasnya sudah 

tersengal-sengal, dan merasa di dalam 

tubuhnya ada yang menggerakkan. Tetapi ia 

menambahkan bahwa selama melakukan 

ruqyah, ia masih memiliki setengah 

kesadaran. Ia masih mengingat jelas ketika ia 

berteriak dan merasakan kepanasan.  

 

Tahapan Sesudah Ruqyah 

Pada tahapan setelah melakukan terapi, 

pasien akan melalui beberapa sesi, mulai 

dari konsultasi, pemberian obat, dan 

bimbingan khusus. 

Pada sesi konsultasi, pasien 

ditanyakan reaksi yang di rasakan selama 

menjalani ruqyah. Hal ini  bertujuan 

sebagai bahan evaluasi bagi peruqyah, 

apakah orang ini  hanya perlu 

berkonsultasi, atau perlu diobati, atau 

diperlukan bimbingan khusus atau 

ketiganya. Konsultasi bertujuan untuk 

mengetahui apakah terapi ruqyah akan 

dilanjutkan kembali setelahnya atau 

berhenti berhenti sampai di situ sebab  

sudah dianggap cukup. 

Dalam kasus Arkam (20 tahun), 

selain diberikan dua botol air ruqyah dan 

juga minyak bidara untuk diminum, ia 

dinasehati agar tidak sering menyendiri, 

memperbaiki ibadah sholat wajibnya, dan 

juga dianjurkan untuk menyibukkan diri 

dengan membaca Al-Qur’an agar 

menghalangi masuknya makhluk halus ke 

dalam dirinya dan juga agar perilaku 

buruknya selama ini yang gemar menonton 

film biru bisa dihentikan. 

Ini berbeda dari yang dialami oleh 

Sa’ang (51 tahun) yang menuturkan bahwa 

ketika ia melakukan pengobatan ruqyah, 


 220 

bagian lehernya yang selama ini terasa sakit 

tiba-tiba terasa panas. Selain itu ia 

mendengarkan percakapan antara peruqyah 

dengan yang dianggap “makhluk halus” yang 

konon berada di dalam tubuhnya. Dalam sesi 

ruqyahnya ia sempat mengalami mual dan 

muntah dan setelahnya peruqyah 

memberikan air ruqyah dan minyak bidara 

untuk diminumkan. Ia pun mengatakan 

bahwa bagian badannya sakit, rasa sakitnya 

sudah mulai berkurang. Oleh peruqyah ia 

disarankan untuk senantiasa membaca dzikir 

pagi dan petang, sembari melengkapi ibadah 

sholat lima waktunya. Pengiobatan Sa’ang, 

sebagaimana Arkam, dianggap cukup 

dengan sekali ruqyah. 

Kasus lainnya yaitu  Ibrahim (32 

tahun), seorang ayah yang memiliki anak 

balita, yang mengeluhkan anaknya yang 

tantrum, yaitu kondisi dimana anak 

meluapkan emosinya dengan cara menangis 

kencang, berguling-guling di lantai, hingga 

melempar barang.14 Melalui temannya yang 

juga pernah mengalami kondisi yang sama 

pada anaknya, ia pun disarankan untuk 

meruqyah anaknya. Setelah diruqyah dan 

diberi dua botol air minum yang telah 

dibacakan ayat-ayat ruqyah, frekuensi 

tantrum anaknya mulai berkurang. Oleh 

peruqyah, ia disarankan agar senantiasa 

“menghidupkan” rumahnya dengan cara 

banyak membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an 

agar menjadi penangkal akan masuknya 

makhluk halus. 

Pada sessi akhir tahapan ini, pasien 

diberikan bimbingan khusus berupa 

penasehatan oleh peruqyah, seperti 

memperbaiki kualitas ibadah, 

memperbanyak ibadah, memperbanyak 

membaca Al-Qur’an, serta memperbanyak 

zikir. Setelah Arkam (20 tahun) 

mempraktekkan apa yang dianjurkan oleh 

peruqyah, ia merasakan ketentraman dan 

 

14 https://www.alodokter.com/begini-cara-mengatasi-

tantrum-pada-anak diakses 10 Desember 2020. 

kelapangan di dalam hatinya, dan ia lebih 

mudah dalam mengelola stressnya. Irham 

(21 tahun) yaitu  contoh kasus lainnya yang 

disarankan untuk memperbaiki ibadahnya 

yakni sholat lima waktu. Iapun dibekali 

dengan buku panduan dzikir pagi dan petang 

untuk dibacanya setelah sholat Subuh dan di 

waktu petang sebelum memasuki waktu 

sholat Maghrib. Sejak memprtaktekkan zikir 

pagi dan petang ia mulai merasakan 

perubahan terjadi pada dirinya. Sakit kepala 

yang selama ini dirasakannya berangsur-

angsur menghilang. 

Jika merujuk pada contoh-contoh 

kasus di atas, maka dalam tahapan akhir, 

perlakuan/nasihat peruqyah terhadap orang 

yang diruqyah berbeda-beda sesuai dengan 

kondisi masing-masing.   

 

Ruqyah Mandiri 

Ruqqah mandiri yaitu  ruqyah yang 

dilakukan sendiri tanpa adanya bantuan 

orang lain, sebagai upaya perlindungan dan 

mengobati diri sendiri. Tahapan ruqyah 

mandiri mencakup berwudhu, berniat, 

membaca surah-surah, mengusapkan tangan 

kepada anggota tubuh yang mudah 

dijangkau dan juga pada bagian tubuh yang 

sakit. 

Ruqyah mandiri dimulai dengan 

kegiatan berwudhu sebab  ketika membaca 

kalimat thayibah (kalimat-kalimat kebaikan 

yang jika diucapkan akan mendapat pahala 

dari Allah SWT) yang terdiri dari basmalah 

(bismillahirrahmanirrahim), Ta’awudz, 

Tahmid (Alhamdulillah) dan sebagainya. 

seseorang dianjurkan dalam keadaan suci. 

Tahap selanjutnya, yang bersangkutan 

berniat untuk meruqyah dirinya. Ini diikuti 

dengan membaca ayat-ayat Al-Quran yang 

sering digunakan untuk ruqyah, seperti ayat 

kursi, dua ayat terakhir Q.S. Al-Baqarah, atau 

Q.S. Al-Ikhlas, Q.S. Al-Falaq, dan Q.S. An-

Naas, Q.S. Al-Baqarah (ayat 1-5) dan Q.S. Al-

Imran (ayat 18-19). Kemudian menggunakan 


 221 

media air, yakni dengan membacakan ayat-

ayat ruqyah dengan mendekatkan segelas air 

bersih di sekitar bibir. Setelah itu, air 

diminum. Kemudian yang bersangkutan 

mengusapkan tangan ke anggota tubuh yang 

dapat dijangkau (seperti lengan, bagian 

muka dan kepala, bagian dada dan bagian 

kaki.)  atau ke anggota tubuh yang sakit. 

Pada tahap akhir, yang bersangkutan 

bertawakkal kepada Allah.15  

 

Kesimpulan dan Rekomendasi 

Pengambilan keputusan akan pengobatan 

ruqyah sangat dipengaruhi oleh keyakinan 

akan pengobatan ini , baik itu dari diri 

sendiri, maupun sebab  pengaruh orang-

orang terdekat. Oleh sebab nya, tidak 

mengherankan jika ada yang memulainya 

dengan pengobatan medis modern sebelum 

beralih ke ruqyah, ada yang memang sejak 

awal memiliki keyakinan penuh untuk 

diruqyah. 

Ruqyah merupakan bagian dari 

Tibbun Nawawi sebagai pengobatan ibadah 

yang dipraktekkan di zaman Nabi 

Muhammad SAW. Dalam perkembangannya 

ruqyah diklasifikasikan atas tiga jenis, yakni 

ruqyah massal, ruqyah klinik, dan ruqyah 

mandiri. Meskipun pada dasarnya langkah-

langkah yang dilakukan pada setiap tipe 

ruqyah relatif serupa, masing-masing 

memiliki keunikannya sendiri. 

Ruqyah di dalam praktiknya, tidak 

hanya membantu menyembuhkan 

seseorang terutama yang mengalami 

gangguan makhluk halus, tetapi juga 

berupaya menjadi media dakwah bagi 

pasiennya. Pengobatan (kuratif) merupakan 

poros utama dalam pengobatan ruqyah, 

tetapi tindakan preventif pun diperkenalkan 

sebagai benteng dalam menghadapi 

gangguan makhluk halus. 


Meskipun ruqyah yaitu  

pengobatan dengan menggunakan ayat-ayat 

suci Al-Qur’an, non-Muslim yang ingin 

diruqyah tidak dilarang sepanjang yang 

bersangkutan memiliki keyakinan atas 

pengobatan ini  dan mengikuti 

prosesnya. Ini mengindikasikan bahwa 

keyakinan akan pengobatan ruqyah mampu 

mendobrak sekat-sekat agama. Namun, 

kesembuhan melalui pengobatan ruqyah 

tidak sepenuhnya bergantung pada 

peruqyah, tetapi terutama bergantung pada 

pasien itu sendiri dengan memperbaiki 

kualitas hidupnya pasca diruqyah.