Tampilkan postingan dengan label yesus taurat budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label yesus taurat budaya. Tampilkan semua postingan

yesus taurat budaya


 yesus taurat budaya 



 Tradisi dan kebudayaan yang sudah melekat pada kehidupan 

warga  selama bertahun-tahun biasanya sulit untuk diubah. 

Demikian pula dengan tradisi dan kebudayaan orang Yahudi ketika 

Yesus tampil di tengah-tengah mereka. Orang Yahudi sudah sangat erat 

berpegang pada Taurat, dan Taurat itu juga sudah menjadi sifat tradisi 

dan kebudayaan mereka. Kehadiran dan pengajaran Yesus sangat 

mendapat perlawanan dari orang Farisi dan ahli Taurat, yang 

merasamenguasai pratik dari hukum Taurat. Namun, sebenarnya apa 

yang dilakukan Yesus yaitu  menegakkan kembali pemahaman yang 

benar mengenai arti hukum Taurat. Ia tidak sedang menghapus Taurat 

namun  menggenapinya. Ia juga tidak menolak tradisi warga  yang 

sudah ada, melainkan mereformasinya dengan dasar pemahaman yang 

baru. 

 

 

 

Yesus sebagai pribadi yaitu  Tuhan 

seratus persen dan manusia seratus 

persen, memunculkanpendapat yang 

beragam mengenai diri-Nya. 

Kemanusiaan Yesus menurut sebagian 

orang merupakan suatu fakta yang tidak 

perlu dipertanyakan. Bahkan, ada 

kelompok yang mati-matian 

menunjukkan tentang fakta 

kemanusian-Nya dan menegaskan 

bahwa Yesus manusia sejati. Namun, 

dalam kenyataannya, penerimaan 

tentang kemanusiaan Yesus bukanlah 

sesuatu yang mudah dan sederhana. 

Sejarah gereja menunjukkan adanya 

pemahaman dan respons yang berbeda 

tentang kemanusiaan Yesus.  

Sehubungan dengan kemanusiaan 

Yesus dan kedatangan Yesus ke dunia 

ini, banyak pendapat yang berkembang 

di tengah gereja bahwa kedatangan 

Yesus telah menghapuskan Hukum 

Taurat yang telah berlaku selama 

ratusan bahkan ribuan tahun sebelum 

kedatangan-Nya. namun  Yesus sendiri 

mengatakan, “Janganlah kamu 

menyangka, bahwa Aku datang untuk 

meniadakan hukum Taurat atau kitab 

para nabi. Aku datang bukan untuk 

meniadakannya, melainkan untuk 

menggenapinya.” (Mat 5:17). Bahkan 

muncul pendapat pula bahwa 

kedatangan Yesus hendak 

menggantikan budaya atau adat istiadat 

yang telah berlaku di tengah 

warga . sebab  seringkali dianggap 

menentang adat yang telah diwariskan 

oleh nenek moyang bangsa Israel. 

Julius Wellhausen seperti dikutip oleh 

Anton Wessel mengatakan, “Yesus 

bukan orang Kristen, namun  orang 

Yahudi.”

2

 Ungkapan ini menyatakan 

seringnya gereja atau orang Kristen 

menjadikan Yesus sebagai milik diri 

mereka sendiri. Mereka seolah-olah 

mengerti dan  mengetahui seluruh 

kepribadian-Nya, sehingga tidak 

menyadari bahwa “keselamatan datang 

dari bangsa Yahudi” (Yoh 4:22).Dalam 

paper ini penulis akan berusaha 

mengulas tentang hubungan Yesus 

dengan Taurat dan Budaya yang telah 

berkembang pada jaman-Nya. 

 

TAURAT 

 

Taurat (kata Ibrani Torah) 

sebenarnya berarti pengajaran oleh 

Allah. Diterapkan pada Kesepuluh 

Hukum, kemudian pada segala hukum 

dan peraturan dari Tuhan, khususnya 

pada kelima kitab Musa atau kitab 

Taurat.Taurat yaitu  undang-undang 

bagi umat Allah. Ini menjadi hukum 

untuk menuntun umat dalam 

menghadapi kesukaran hidup sehingga 

tetap berkenan di hadapan Allah. 

Taurat itu hakiki bagi umat Allah; 

terutama Israel. Dengan demikian tak 

diragukan lagi untuk mengetahui 

Taurat lebih dalam, J.W. Wenham 

                                                           

2

 Anton  Wessels, Memandang Yesus: 

Gambar Yesus dalam Berbagai Budaya 

(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 19 

 

menyatakan bahwa, “Hukum Taurat 

yaitu  pengajaran atau keputusan yang 

diberikan untuk suatu pidana khusus, 

dan maknanya yang diperluas yaitu  

berarti keseluruhan kumpulan 

peraturan yang mengatur hubungan 

manusia dengan Allah dan dengan 

manusia lain.”

3

 

Hukum Taurat merupakan 

kumpulan peraturan untuk mengatur 

hubungan baik kepada Allah dan 

sesama.Dimulai dari tuntutan Allah 

yang diberikan kepada Israel melalui 

Musa kemudian berlaku kepada seluruh 

perintah, hukum dan peraturan atas 

seluruh Israel. Semua peraturan yang 

diberikan baik ditetapkan oleh Imam, 

para nabi dan pemimpin lainnya 

menjadi bagian dari Taurat. Taurat 

sendiri sering dipakai untuk menyebut 

“Kitab Suci” (Mat.5:17-18). Taurat itu 

yaitu  pengajaran Allah yang sangat 

berotoritas mampu mempertemukan 

Allah dan manusia. 

Donald Guthrie mengemukakan 

bahwa “Hukum Taurat 

menggambarkan seluruh landasan 

hidup keagamaan Israel rnenurut 

Perjanjian Lama.”

4

Taurat 

yaitu perintah yang berlaku atas dasar 

kehendak Allah dan upaya 

menyenangkan hati 

Allah. Di dalamnya umat mengerti 

keberadaan Allah dan cara-cara 

                                                           

3

 J.W. Wenham, “Musa dan Pentateukh”, 

Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 (Malang: 

Gandum Mas, t.th),75. 

4

 Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 

II (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 341. 

mendekat kepada Allah. Inilah satu cara 

yang dipakai untuk berkomunikasi 

dengan Allah dan tetap 

setia menanti kegenapan janji Allah 

tentang keselamatan. 

Taurat dan Perjanjian Allah 

menjadi sesuatu yang dikenal dengan 

baik dalam kehidupan orang Yahudi, 

hanya saja perkembangan usaha untuk 

mentaati Taurat jauh lebih dominan, 

dibandingkan pengharapan kepada 

janji. Akibatnya janji atau anugerah 

yang yaitu  dasar keselamatan semakin 

terisolir dalam kehidupan orang 

Yahudi.

5

Bagi orang Yahudi Taurat 

merupakan sesuatu yang jauh lebih 

penting, sebab  Taurat menjadi 

pengantara antara manusia dan Allah, 

bukan anugerah Allah, bahkan bagi 

mereka ketaatan untuk mentaati Taurat 

atau menerimanya merupakan syarat 

untuk menjadi warga negara Allah.  

Tidak mengherankan juga jika 

Paulus sebagai orang Yahudi berkata, 

“tentang kebenaran dalam mentaati 

Taurat aku tidak bercacat” (Fil 

3:6).Sebagai orang Yahudi usaha untuk 

mentaati Taurat menjadi yang 

terpenting dari segalanya, maka 

kebanggaan sebagai seorang Yahudi 

pada waktu memelihara Taurat dengan 

baik, hal ini  membangkitkan 

kebanggaan yang luar biasa dalam 

dirinya. Bahkan kebanggaan Paulus 

ini  bertambah ketika ia dengan 

tekun memelihara adat istiadat nenek 

                                                           

 

moyangnya. 

 

BUDAYA YAHUDI 

 

Bangsa Yahudi secara nasional 

mempunyai kepercayaan dan keyakinan 

sendiri, yang sudah berakar bertahun-

tahun dan turun-temurun, yaitu 

Yudaisme.

6

Orang Yahudi meyakini 

bahwa kebudayaan yang mereka miliki 

yaitu  sesuatu hal yang sangat berharga 

yang diwariskan oleh nenek moyang 

mereka sebab  mereka yaitu  umat 

pilihan Allah, seperti yang diungkapkan 

W. Barclay yang dikutip oleh David 

Iman Santoso bahwa “The Jews never 

doubted that they were the Chosen 

People”.

7

Mereka percaya bahwa Allah 

hanya bagi orang Yahudi. Keyakinan 

mereka sebagai anak keturunan 

Abraham juga membuat mereka per-

caya bahwa mereka yaitu  umat Allah, 

maka dengan sendirinya mereka akan 

selamat, mendapat hidup yang kekal. 

Sikap dasar demikianlah yang akhirnya 

juga membuat mereka tidak merasa 

butuh akan keselamatan dalam Yesus 

Kristus. Menurut F. Thielman 

sebagaimana dikutip oleh Santoso, 

“They can not perceive the significance 

of Jesus' miracles because their heart 

are hardened (6:52 cf. 4:41; 8:17). 

They seem to be unable to see and hear 

the significance of Jesus and his 

                                                           

teachings.”

8

 Orang Yahudi sepertinya 

tidak dapat melihat dan mendengar arti 

penting Yesus dan ajarannya bagi 

mereka.  

Bangsa Yahudi percaya bahwa 

mereka yaitu  bangsa Taurat. Allah 

melalui Musa memberikan Taurat 

kepada mereka, yaitu Lima Kitab 

Taurat: Kejadian, Keluaran, Imamat, 

Bilangan dan Ulangan. Kevin 

O’Donnel sebagaimana dikutib Santoso 

juga mengatakan: “Moses was the 

greatest prophet ofJudaism ... the 

greatest collection of teaching for Jews 

is the Torah. Torah comes from the 

Hebrew word ‘yorab,’ to teach.”

9

Musa 

disebut sebagai nabi besar dari bangsa 

Yahudi, dan Taurat merupakan 

kumpulan pengajaran bagi orang 

Yahudi. Bangsa Yahudi memang 

memiliki Taurat, dan mereka bangga 

sekali sebagai bangsa Taurat.  

Sejak jaman Ezra seusai masa 

pembuangan ke Babel (abad 5 SM), 

sangat ditekankan soal mempelajari 

hukum Taurat. Penyelidikan secara 

intensif mengakibatkan bertambah 

banyaknya tardisi atau adat-istiadat, 

yang kemudian dianggap sama 

mengikatnya dengan Taurat itu. 

Sehingga tidak mengherankan jika 

kebudayaan orang Yahudi sangat erat 

kaitannya dengan praktik pelaksaan 

Taurat, bahkan bisa dikatakan 

kebudayaan Yahudi yaitu  kebudayaan 

Taurat.  

 

YESUS, TAURAT, DAN BUDAYA 

 

Yesus dan Taurat 

 

Yesus Menaati Hukum Taurat 

 

Sebagai manusia Yesus berada di 

bawah otoritas hukum yang berlaku di 

jaman-Nya, meskipun tampaknya 

seringkali “melanggar” hukum itu. 

Wawang Setyawan dalam buku “Pelita 

Hidup” mengatakan bahwa selama 

hidupnya Yesus menunjukkan bahwa 

Dia pun pribadi yg taat hukum, yakni 

Hukum Taurat, hukum yg berlaku di 

lingkungan warga nya waktu itu.

10

 

Dalam tradisi Yahudi seorang anak 

laki-laki harus disunat pada hari yang 

kedelapan, demikian pula dengan 

Yesus yang disunat dan 

dipersembahkan kepada Allah di Bait 

Allah (Luk 2:21-24). Setiap tahun 

Yesus bersama orang tuanya tuanya 

pergi ke Yerusalem pada hari raya 

Paskah (Luk2:41). Pada hari Sabat 

bersama laki-laki Yahudi lainnya Ia 

pergi ke rumah ibadat (Luk 4:16) dan 

sebagainya. Semuanya itu yaitu  

peraturan yang berlaku di dalam kitab 

Taurat, dan Yesus menjalankan dengan 

penuh ketaatan. 

Ada satu kisah Yesus yang hanya 

ada dalam Injil Lukas, yaitu peristiwa 

ketika Ia berumur dua belas tahun. 

Lukas menulis “Ketika Yesus telah 

berumur dua belas tahun pergilah 

mereka ke Yerusalem seperti yang 

                                                           

10

 Wawang Setiawan, Pelita Jiwa 

(Yogyakarta: Kanisius, t.th.), 65. 

lazim pada hari raya itu. Sehabis hari-

hari perayaan itu, ketika mereka 

berjalan pulang, tinggallah Yesus di 

Yerusalem tanpa diketahui orang tua-

Nya (Luk 2:42-43).  Charles Erdman 

mengatakan, “At about this age a young 

Jew became a “son of the law” and 

began to observe its requirements, 

among which were the pilgrimages to 

the holy city to observe the sacred 

feasts.”Sesuai dengan hal ini atas Bob 

Utley menjelaskan:  “He became 

twelve” Jesus was coming very close to 

His Bar Mitzvah, which made a Jewish 

boy a “son of the Law.” This occurred 

at age thirteen. It is possible that Luke 

recorded His age as twelve to show 

how fully developed He was in the 

Scriptures. Jesus obviously, by this 

time, recognized who He was (cf. v. 

49).

11

Kebiasaan orang Yahudi laki-laki 

yang berusia dua belas tahun dianggap 

dewasa sebab  sering disebut “anak 

Taurat” artinya anak ini  wajib 

memelihara segala ketentuan undang-

undang agama. Demikianlah juga 

Yesus yang telah berusia dua belas 

tahun ikut beribadah ke Yerusalem 

untuk merayakan hari raya Paskah. 

Yesus tidak sekedar mengikuti adat 

istiadat bahwa setiap laki-laki Yahudi 

harus pergi beribadah di Bait Allah 

ataupun rumah ibadah yang biasa 

disebut dengan Sinagoge. Sebagai anak 

laki-laki Yahudi, Yesus pun tentunya 

mengikuti kebiasaan masuk ke kelas-

kelas ini  di sinagoge. 

                                                         

 

Sebagai orang yang taat hukum 

Yesus juga menuntut bangsa Yahudi 

supaya taat kepada Hukum Taurat (Mat 

5:17-48). Lotnatigor Sihombing 

mengatakan, “harus diakui bahwa di 

dalam hidup-Nya (sebagai manusia) 

tidak berdosa. Perjanjian Baru 

menyatakan bahwa para ahli Taurat dan 

Farisi, tidak sanggup membuktikan 

bahwa Dia berdosa, bahkan hingga 

penyaliban-Nya.”

12

 Dari pendapat ini 

dapat dimengerti bahwa Yesus selama 

hidup sebagai manusia Dia sangat taat 

pada hukum (Taurat), dan bukan taat 

pada “hukum” hasil penafsiran pemuka 

agama Yahudi terhadap Taurat. 

Sehingga tidak heran jika sering terjadi 

perselisihan antara Yesus dengan para 

pemuka agama mengenai hukum itu. 

Perkembangan Taurat dalam tangan 

orang Yahudi yang mengalami 

percampuran dengan budaya yang 

diwariskan dari nenek moyang mereka, 

mengakibatkan Taurat berbeda dengan 

yang dimaksud dengan lima kitab 

Musa, sebab  penafsirannya telah 

bercampur dengan warisan leluhur 

mereka. Keberbedaan Taurat dalam 

tangan Yahudi yang berbeda dengan 

Taurat dalam penafsiran yang 

Alkitabiah nyata ketika Tuhan Yesus 

mengatakan kepada orang-orang 

Yahudi dalam Injil demikian: ”Kamu 

telah mendengar firman: Kasihilah 

sesamamu manusia dan bencilah 

musuhmu. namun  Aku berkata: 

kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi 

                                                           

12

 Lotnatigor Sihombing, Yesus Kristus 

Tuhan Kita (Batu: STTIII, 1997), 37-38. 

mereka yang menganiaya kamu”. 

Pernyataan Alkitab ini  bukan 

berarti bahwa Tuhan Yesus 

membatalkan Firman yang sebelumnya, 

sebab  Taurat tidak pernah 

mengajarkan manusia untuk membenci 

musuh (Im 19:18). Tidak mungkin 

Firman Tuhan mengalami kontradiksi 

didalam dirinya. 

Hukum Taurat pada dasarnya 

dibuat demi kebaikan dan keselamatan 

manusia.Satu titikpuntidak boleh 

dihilangkan dari Hukum Taurat. 

Menurut Setyawan, Yesus hanya 

menolak Hukum Taurat yg sudah 

dimanipulasi oleh para pemuka agama 

Yahudi, dimana hukum tidak diabdikan 

untuk manusia, namun  manusia 

diabdikan untuk hukum. 

13

 Tidak heran 

jika apa yang dilakukan Yesus 

seringkali menuai kritikan dari para 

tua-tua dan orang Farisi, namun  tidak 

dari para pengikut-Nya atau warga  

lainnya. 

 

Yesus Menggenapi dan 

Menyempurnakan Taurat 

 

Dalam Injil Matius Yesusberkata, 

“Jangan kamu menyangka bahwa Aku 

datang untuk meniadakan hukum 

Taurat dan Kitab Para Nabi” (Mat 

5:17). Kata yang diterjemahkan dengan 

“meniadakan”, dalam naskah Yunani 

yaitu  “kataluo”. Dalam Perjanjian 

Baru, kata “kataluo” digunakan 

sebanyak tujuh belas kali dengan 

pengertian : “meruntuhkan”, 

                                                           


 

“membinasakan”, “membatalkan”, 

“melanyapkan”, “mencari 

penginapan”.

14

David Bivin dan Roy 

Blizard memberikan perspektif lain 

mengenai makna pernyataan “Aku 

datang bukan untuk meniadakan Torah” 

sebagai suatu ungkapan khas Ibrani 

dalam diskusi Rabinik.

15

 Ungkapan ini 

bermakna bahwa “seseorang telah 

menafsirkan secara keliru tentang 

Taurat”. Jika ada seseorang 

menafsirkan Taurat secara keliru, maka 

para rabbi yang lain akan mengatakan, 

“engkau membatalkan Taurat”. Dalam 

konteks makna literal ini, maka 

Yesussedang membantah kepada para 

pendengarnya, bahwa diri-Nya bukan 

datang untuk menyimpangkan atau 

menafsirkan secara keliru terhadap 

Taurat dan Kitab Para Nabi. 

Penggunaan “hukum Taurat dan 

kitab para nabi” menunjukkan bahwa 

Yesus sedang berbicara mengenai 

pengajaran-Nya berhubungan dengan 

tuntutan Allah di dalam hukum Taurat 

Perjanjian Lama. Douglas Moo 

mengakui ada kesinambungan yang 

kuat antara pengajaran Yesus dan 

hukum Taurat menunjukkan dengan 

jelas bahwa penggenapan hukum 

Taurat oleh Yesus sendiri atas 

tindakan-Nya menetapkan dan 

menjunjung tinggi hukum Taurat. 

                                                           

14

 Hasan Sutanto. Perjanjian Baru 

Interlinear Yunani-Indonesia dan 

Konkordansi Perjanjian Baru, Jil II, (Jakarta: 

LAI, 2003), 435. 

15

 David Bivin dan Roy Blizard, 

Understanding the Difficult Words of Jesus, 

Destiny Image Publishers, 2001, p. 114 

Yesus memberikan kepada hukum itu 

artinya yang sebenarnya dalam rangka 

menanggapi usaha-usaha orang Yahudi 

untuk mengelakkan artinya yang 

lengkap.

16

 

Matius 5:17 ini menegaskan bahwa 

Yesus Kristus yaitu  pelaku penggenap 

Hukum Taurat. Dalam dalam 

Ajarannya mencanangkan tatanan baru, 

yaitu Hukum yang baru, yaitu Hukum 

Kasih. Dimana setiap umat Kristus 

yang melaksanakan kasih, mereka juga 

telah menggenapi tuntutan-tuntutan 

Hukum Taurat. Dengan ini selaras 

dengan kata “plêroô” dalam Roma 

13:10, “Kasih tidak berbuat jahat 

terhadap sesama manusia, sebab  itu 

kasih yaitu  kegenapan hukum 

Taurat.” Kata “kegenapan” (Yunani: 

plêrôma) dibentuk dari kata kerja 

“plêroô” berarti memenuhi dalam arti 

melakukan. Plêrôma bermakna 

“perbuatan memenuhi (melakukan)”. 

Dalam Matius Pasal 5, Yesus 

Kristus memberikan pengajaranNya 

dengan pijakan Hukum Taurat yang 

telah dikenal oleh warga  Yahudi, 

dan Yesus menekankan suatu taatanan 

baru dalam pelaksanaannya yaitu 

dengan pijakan Hukum Baru yang Ia 

nyatakan, yaitu Hukum Kasih. Kasih 

yaitu  Undang-undang Dasar Kerajaan 

Allah. Kata-kata “Kasih tidak berbuat 

jahat terhadap sesama manusia” yaitu  

                                                           

suatu petunjuk supaya orang Kristen 

terhindar dari perbuatan jahat bila 

mereka memelihara kasih. Dengan 

demikian dapat dikatakan bahwa, kasih 

yaitu  jalan memenuhi Hukum Taurat. 

Sedangkan dalam Matius 5:18 

danayat-ayat sesudahnya, tentang “iota” 

yang dipermasalahkan, yaitu  

berhubungan dengan hal-hal yang akan 

segera digenapi Yesus Kristus dalam 

pelayananNya di dunia ini, untuk itulah 

Ia berkata “satu iota-pun tidak akan 

dibatalkan sebelum semuanya terjadi”, 

Maksud dari “semuanya terjadi” ini 

yaitu  berkaitan dengan hal-hal yang 

akan segera digenapi oleh Tuhan Yesus 

Kristus, yaitu kematianNya dan 

kebangkitanNya yang dengan 

sendirinya akan menggenapi Hukum 

Taurat. 

Paulus pun juga tidak pernah 

mengatakan bahwa kedatangan Yesus 

untuk membatalkan Taurat. Dalam 

suratnya kepada jemaat di Efesus ia 

mengatakan, “sebab dengan mati-Nya 

sebagai manusia Ia telah membatalkan 

hukum Taurat dengan segala perintah 

dan ketentuannya, . . .” (Ef 2:15). 

Menurut Rudy Lee dalam artikel 

Sabda.org konteks pembicaraan dari 

ayat ini yaitu  mengenai perseteruan 

antara orang Yahudi dengan non-

Yahudi soal makanan.

17

 Dalam Taurat 

yang dipegang orang Yahudi terdapat 

aturan tentang makanan yang dilarang 

untuk dimakan, sehingga orang-orang 

                                                           

17

http://sabda.org/artikel/yesus_dan_paulu

s_tidak_pernah_menghapus_taurat. Diakses 01 

April 2013. 

Yahudi dianggap eksklusif  oleh orang-

orang non-Yahudi terutama dalam 

sebuah perjamuan makan. Hal ini 

menimbulkan perseteruan dan menjadi 

tembok pemisah bagi keduanya. 

Dari pernyataan Paulus ini  

dalam teks Yunaninya tidak ada kata 

Taurat. Melenyapkan/ membatalkan 

ditulis dengan tulisan Yunani 

“Kathargeo” yang merupakan kata 

kerja bentuk lampau, singular. Kata ini 

menghendaki ada satu saja obyek yang 

melekat dengan dia yaitu “perseteruan”, 

tidak bisa memiliki dua objek yang satu 

perseteruan dan Taurat. Dalam The 

Interlinear Bible ditulis: Having broken 

Enmity, artinya menghancurkan 

perseteruan/ membatalkan perseteruan. 

Tidak ada dasar dalam keseluruhan 

Perjanjian Baru yang menyatakan 

bahwa kehadiran Yesus telah membuat 

tidak berlaku Taurat dengan kehadiran-

Nya. Kehadiran-Nya yaitu  untuk 

memberikan tafsiran yang tepat 

terhadap Taurat, membuat maknanya 

menjadi penuh, menggenapi berbagai 

nubuatan mengenai diri-Nya.Paulus 

selaras dengan Kristus, yang 

menyatakan bahwa Dia datang bukan 

untuk meniadakan Taurat. Knox 

Chamblin mengatakan bahwa “Kristus 

yaitu  sasaran yang dituju oleh 

Perjanjian Lama dan kenyataan yang 

disaksikannya.”

18

 Dengan munculnya 

Yohanes Pembaptis dan Yesus maka 

berakhir pula zaman “Nabi-nabi dan 

                                                           


 

Hukum Taurat” dan dimulailah zaman 

akhir (Mat 11: 11-13). Yesus Kristus 

sendirilah yang melaksanakan Hukum 

Taurat dengan sempurna, sekaligus 

menggenapiNya. Yesus menggenapi 

Taurat dengan cara menyempurnakan 

hukum Taurat, yaitu dengan memulai 

kerajaan-Nya, Ia membawa Perjanjian 

Lama kepada sasarannya yang sudah 

ditentukan. Yesus juga menggenapi 

Taurat dengan mewujudkan Hukum 

Taurat dan kitab para nabi melalui 

pengajaran dan tindakan-Nya. Umat 

yang percaya kepada Yesus tidak 

dituntut untuk melaksanakan Taurat, 

namun  melaksanakan ajaran yang telah 

disempurnakan-Nya yang terangkum 

dalam Hukum Kasih. Maksudnya 

yaitu  prinsip hukum Taurat tetap 

dilaksanakan dalam iman kristiani. 

namun  pelaksanaannya telah 

disempurnakan, dirumuskan ulang, 

direformulasikan sekaligus 

direvitalisasikan oleh Yesus. 

Sepuluh firman (Dasa Titah) 

memang cenderung negatif dengan 

menulis “Jangan ini, jangan itu”. Juga 

bermacam-macam perintah yang 

tersebar dalam kelima kitab Musa itu 

berbeda gaya dengan apa yang 

dirumuskan Yesus tentang Hukum 

Kasih yang lebih positif “Hendaklah 

begini atau begitu”. Dasa Titah 

memberi peringatan bahwa orang telah 

salah jalan, sedangkan Hukum Kasih 

memberi petunjuk, ke mana orang 

harus putar haluan. Yesus merangkum 

Taurat itu menjadi dua point yang 

sederhana. Pelaksanaan Hukum Kasih 

sudah mencerminkan seluruh hukum 

Taurat (Mat 22:40).  

Tuhan Yesus memberi pengajaran 

yang sederhana dan jelas dalam 

rumusan Hukum Kasih ini , 

meskipun kelihatannya sederhana, 

namun  hukum diatas mencakup seluruh 

hukum Taurat! Dengan mengasihi 

Allah berarti melakukan prinsip-prinsip 

bahwa Tuhan yaitu  satu-satunya 

sesembahan, dan pelaksanaan ini akan 

selaras dengan perintah pertama sampai 

kelima dalam sepuluh firman (Dasa 

Titah). Jika kita mengasihi sesama, 

tentu kita tidak boleh membunuh; 

berzinah dan seterusnya. Ini semua juga  

selaras dengan perintah keenam sampai 

kesepuluh. 

 

Yesus dan Budaya 

 

Yesus Orang Yahudi 

Yahudi yaitu  istilah yang merujuk 

kepada sebuah agama atau suku bangsa. 

Sebagai agama, istilah ini merujuk 

kepada umat yang beragama Yahudi. 

Berdasarkan suku bangsa (etnisitas), 

kata ini merujuk kepada suku bangsa 

yang berasal dari keturunan Eber 

(Kejadian 10:21) yang disebut “Ibrani”, 

atau Yakub yang disebut Israel (Kej 

32:28) anak Ishak anak Abraham dan 

Sara.Kata Yahudi diambil menurut 

salah satu keturunan dari dua belas 

leluhur suku Israel yang paling banyak 

keturunannya, yakni Yehuda. Yehuda 

merupakan satu dari dua belas anak 

Yakub atau Israel. Keturunan dari dua 

belas anak Yakub ini disebut juga 

10 

 

sebagai bani Israel (keturunan langsung 

Israel) yang kemudian berkembang 

menjadi besar yang disebut Suku Israel. 

Setelah berabad-abad turunan 

Yahudi berkembang menjadi bagian 

yang dominan dan mayoritas dari Bani 

Israel, sehingga sebutan Yahudi tidak 

hanya mengacu kepada orang-orang 

dari keturunan Yehuda, tapi mengacu 

kepada segenap keturunan Yakub.Etnis 

Yahudi juga termasuk Yahudi yang 

tidak beragama Yahudi namun  

beridentitas Yahudi dari segi tradisi. 

Yesus dilahirkan sebagai manusia 

dalam keluarga Yahudi dan tumbuh 

besar dalam lingkungan dengan 

pengaruh budaya Yahudi.Matius dan 

Lukas menuliskan silsilah Yesus dalam 

Injilnya untuk memastikan pernah 

adanya Yesus sebagai manusia dalam 

dunia, yaitu dalam sejarah manusia. 

Silsilah Yesus dapat ditemui dalam Injil 

Matius 1:1-6 dan Injil Lukas 3:23-38. 

Secara khusus Matius menuliskan, 

“Inilah silsilah Yesus Kristus, anak 

Daud, anak Abraham.” (Mat 1:1), 

merupakan penunjukkan kepada asal 

Yahudi yang memang begitu cermat 

akan silsilah masing-masing. Ini juga 

menunjukkan bahwa Yesus sungguh-

sungguh Yahudi asli dan bukan 

campuran kafir seperti Samaria.Pardede 

mengatakan, “dari silsilah itu dapatlah 

kita ketahui pasti bahwa memang telah 

lahir dalam keluarga yang mempunyai 

silsilah ini .”

19

 

                                                           

19

 R.S.H. Pardede, “Yesus Kristus Anak 

Manusia”, Yesus Kristus: Allah, Manusia 

Sejati(Surabaya: PASTI & YAKIN, t.th.), 72. 

Dalam Halakha atau hukum-hukum 

agama Yahudi menyatakan bahwa 

mereka yang disebut Yahudi yaitu  

mereka yang memang berasal dari 

keturunan suku bangsa Yahudi dan 

mereka yang memeluk agama Yahudi 

berdasarkan hukum-hukum Yahudi. 

Keturunan suku bangsa Yahudi juga 

terdiri dari dua kelompok, yaitu Yahudi 

asli yang terlahir dari ayah ibu Yahudi, 

dan Yahudi campuran yang terlahir, 

dari ayah Yahudi dan ibu dari non-

Yahudi/ bangsa lain. 

Lebih dari pada itu Frank Boyd 

mengatakan, “Maksud silsilah yang 

terdapat dalam Matius 1 dan Lukas 3 

yaitu  untuk mengusut asal-usul-Nya 

secara manusia sampai kepada Daud, 

Abraham, dan Adam. Kepada mereka 

itulah telah dijanjikan bahwa seorang 

Pelepas akan datang dari “benih” dari 

keturunan mereka”

20

 Hal tidak 

mengherankan sebab  memang maksud 

penulisan silsilah itu ditujukan kepada 

orang Yahudi yang mengharapkan 

kehadiran Mesias yang telah dijanjian 

Allah (Kis 13:23; Rm 1:3; Gal 3:16). 

Tidak dapat disangkal bahwa latar 

belakang kehidupanYesus ini telah 

membentuk-Nya sebagai seorang 

Yahudi. Karl Barth sebagaimana 

dikutip Anton Wessels mengatakan, 

“Barangsiapa percaya kepada Yesus, 

maka tidak bisa tidak ia menerima 

orang Yahudi, sebab mereka (orang 

Yahudi) harus diterima  sebagai leluhur 

                                                          

 

dan kerabat Yesus”.

21

 Leluhur dan 

kerabat Yesus yaitu  orang Yahudi dan 

Yesus dibesarkan juga dalam 

lingkungan keluarga Yahudi. 

 

Yesus dalam Lingkungan  

Budaya Yahudi 

 

Yesus sebagai sebagai manusia 

yaitu  seorang Yahudi dan tetap 

tinggal sebagai orang Yahudi sampai 

akhir hidupnya di bumi. Yesus telah 

menjadi manusia di dalam konteks 

budaya Yahudi, dan dibesarkan dalam 

lingkungan budaya itu.menjadi seorang 

yang menarik perhatian bagi 

warga . Ia selalu dibuntuti, 

diperiksa, diselidiki dan ditanyai baik 

oleh kawan maupun lawan. Bagi Frank 

Boyd sosok Yesus selalu mendapat 

pengawasan dari warga , “Ia selalu 

diawasi oleh warga . Ia tidak 

mempunyai rumah ataupun hidup 

kekeluargaan, sehingga tidak ada 

tempat untuk menjauhkan diri dari 

pandangan warga .

22

Hal ini juga 

menunjukkan betapa Yesus sangat 

dikenal luas oleh orang-orang sejaman-

Nya sampai-sampai tidak mempunyai 

tempat untuk mengasingkan diri. 

Namun demikian, penulis Matius 

menyaksikan bahwa ketika Yesus 

mengajar orang-orang Yahudi Dia 

mendapat penilaian yang istimewa, 

“sebab Ia mengajar mereka sebagai 

orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-

ahli Taurat mereka” (Mat 7:29). Sejalan 

                                        

dengan pernyataan ini Roy Eckardt 

berpendapat bahwa, “Yesus yaitu  

seorang Yahudi yang baik, seorang 

Yahudi yang memiliki kekhasan 

sendiri, Ia dengan kegairahan dan 

perasaan yang kuat melibatkan diri-Nya 

di dalam kebudayaan zaman-Nya.

 

Ia yaitu  seorang yang berpolitik 

dengan cara yang sama dengan dengan 

memakai cara berpolitik dari arus 

utama tradisi Yahudi-Nya. 

Keterlibatan-Nya yang mendalam di 

dalam kehidupan sosial-politik 

kebanyakan membedakan-Nya dari 

banyak tokoh kharismatis Yahudi 

lainnya. Marcus Borg berpendapat 

bahwa di dalam lingkungan-Nya Yesus 

telah menjadi tokoh Nasional yang 

mengemban suatu misi untuk umat-Nya 

sendiri di tengah-tengah suatu krisis 

kebudayaan, yang memuncak di dalam 

suatu perjalanan akhir ke Yerusalem 

pusat yang sebetulnya dari kehidupan 

kebudayaan mereka.

24

 

Matius secara khusus 

menambahkan informasi bahwa orang-

orang Farisi dan ahli Taurat mencoba 

berdebat dengan Yesus(15:1). Dari sisi 

struktur kalimat Yunani, Matius 

menekankan asal dari para pemimpin 

ini yang khusus datang kepada Yesus. 

Mereka bukan sedang mengadakan 

kunjungan pastoral atau melakukan 

aktivitas lain di Galilea. Melalui 

                                                          

 

keterangan detil seperti ini Matius 

mungkin ingin menunjukkan dua hal 

sekaligus. Yang pertama, kebencian 

yang begitu besar dari para pemimpin 

Yahudi sampai membawa mereka rela 

mengunjungi Yesus di pedesaan 

Galilea. Yang kedua, figur religius dari 

pusat keagamaan menyiratkan otoritas 

yang besar, terutama atas penduduk di 

pedesaan. Lagi pula dua kelompok 

“orang-orang Farisi dan ahli Taurat” 

akan menjadi sebuah kekuatan yang 

besar untuk mengalahkan Yesus dalam 

perdebatan seputar tradisi leluhur. 

Kalau Farisi sangat mahir dalam 

pelaksanaan praktis yang sangat detil, 

ahli Taurat lebih ke arah penguasaan 

hukumnya. 

Di dalam salah satu peristiwa 

bagaimana orang Farisi dan ahli Taurat 

dari Yerusalem memasalahkan sikap 

para murid yang dianggap mereka 

melanggar hukum Taurat, maka Yesus 

justru mengungkapkan kesalahan orang 

Farisi seputar tradisi (Mat 15:1-11). 

Semua tradisi keagamaan Yahudi 

dimaksudkan sebagai sarana untuk 

membantu orang-orang Yahudi menaati 

firman Tuhan secara lebih tepat. Jika 

tradisi seharusnya melayani ketaatan 

pada firman Tuhan, maka penggunaan 

tradisi untuk melanggar firman Tuhan 

seperti yang dilakukan oleh orang-

orang Farisi dan ahli Taurat (ayat 3) 

merupakan kesalahan yang ironis. 

Kesalahan ini bahkan jauh lebih besar 

daripada “kesalahan” murid-murid 

Yesus yang melanggar tradisi, sebab  

kesalahan para pemimpin agama 

Yahudi diarahkan pada firman Tuhan 

(ayat 4 “Sebab Allah berfirman...”). Di 

bagian akhir ayat 6, Yesus menegaskan 

ulang bahwa dengan tradisi mereka 

sendiri, orang-orang Farisi telah 

melanggar firman Allah! 

 

Yesus Mereformasi  

Kebudayaan Yahudi 

 

Allah menciptakan manusia 

menurut gambar-Nya, sehingga 

manusia (dan hanya manusia) memiliki 

potensi untuk menciptakan dan 

mengembangkan kebudayaan. Ketika 

dosa mulai masuk ke dalam dunia, 

seluruh elemen kehidupan manusia 

(termasuk kebudayaan) menjadi 

tercemar oleh dosa. Pemulihan sejati 

ataskebudayaan hanya dimungkinkan 

melalui penebusan Kristus Yesus di 

kayu salib. Ia datang ke dalam dunia 

bukan hanya untuk menyelamatkan 

secara individu, namun  juga 

mengadakan transformasi kebudayaan. 

Kecaman Yesus terhadap sikap dan 

ajaran orang-orang Farisi dan ahli 

Taurat dalam Matius 15 telah 

menunjukkan bahwa banyak tradisi 

yang melawan firman Tuhan, bahkan 

tradisi-tradisi yang dari awal justru 

dimaksudkan untuk kebaikan 

sekalipun. Persoalan utama manusia 

yaitu  dosa, sehingga hal yang positif 

pun cenderung akan diselewengkan 

kepada yang negatif. 

Ketidakselarasan antara upaya 

mendirikan tradisi untuk menaati 

firman dengan realita bahwa tradisi itu 

13 

 

justru menjadi sumber pelanggaran 

terhadap firman Allah. Kutipan dari 

nubuat Yesaya turut mempertegas 

dugaan ini, sebab  pada jaman Yesaya 

orang Israel tetap mempersembahkan 

kurban di bait Allah namun mereka 

mengabaikan kesalehan hidup di luar 

ibadah formal (Yes 1:10-17). Mereka 

seolah-olah tetap menaati perintah 

Taurat untuk mempersembahkan 

kurban, namun  kehidupan mereka tidak 

diberikan kepada Allah. Di mata orang 

lain mereka tampak sangat rohani dan 

mempedulikan ibadah kepada Allah, 

namun  pada kenyataannya mereka secara 

sengaja melanggar firman Allah demi 

ajaran mereka sendiri. 

Di dalam Matius 15:11 Yesus 

menekankan, “Dengar dan camkanlah: 

bukan yang masuk ke dalam mulut 

yang menajiskan orang, melainkan 

yang keluar dari mulut, itulah yang 

menajiskan orang.” Ucapan Yesus ini 

perlu untuk diperhatikan dengan 

seksama bahwa Ia bukan sedang 

menentang ide tentang kesucian hidup. 

Sebab sama seperti orang-orang Farisi 

dan ahli Taurat, Yesus juga sangat 

memperhatikan masalah ini. Namun, Ia 

memiliki pandangan yang secara 

radikal sangat bertentangan dengan 

konsep orang Farisi. Apa yang Ia 

sampaikan bukan hal revisi sepele. Ia 

sedang merombak pondasi pemahaman 

mereka. Bagi Yesus yang paling 

penting bukan bentuk luar dari tradisi, 

namun  inti yang melandasinya. sebab  

jika pondasi sebuah tradisi sudah 

keliru, maka bentuk luarnya juga pasti 

salah. 

Kata “bukan” muncul di awal 

ucapan Yesus di atas sebagai 

penekanan. Orang Farisi memahami 

ketahiran hidup dari luar ke dalam, 

sedangkan Yesus berpandangan 

sebaliknya. Yang keluar dari mulut 

itulah yang menajiskan. Ketidaktahiran 

dalam makanan hanyalah materi yang 

tidak memiliki pengaruh esensial pada 

kekudusan hidup seseorang. Apa yang 

dimaksud dengan “apa yang keluar dari 

mulut?” Bagian akhir dari kisah ini 

menunjukkan bahwa hal itu merujuk 

pada semua hal najis yang keluar dari 

hati manusia (ayat 16-20). Penggunaan 

kata “mulut” di ayat 11 didorong oleh 

konteks pembicaraan tentang makanan 

(ayat 2) dan ibadah yang cuma di bibir 

saja (ayat 8), namun “mulut” di sini 

berfungsi sebagai salah satu perwakilan 

tempat keluar dari apa yang ada di 

dalam hati manusia. Semua peraturan 

tentang pentahiran tidak akan mampu 

menyelesaikan sumber kenajisan dalam 

diri manusia: hati yang jahat! (Yer 

17:9).  

Disini dapat dipahami bahwa Yesus 

sebenarnya tidak menolak inti dari 

tradisi yang sudah ada tentang 

ketahiran hidup, namun  lebih 

mengoreksi pada bentuk eksternal yang 

tidak berguna dari inti tradisi ini . 

Jadi, Dari apa yang telah dilakukan 

Yesus  dapat dilihat bahwa sikap Yesus 

terhadap budaya Ia tidak menolaknya, 

namun  justru mereformasinya dari 

 

 

Kehadiran Yesus tidak menghapus 

Taurat, meskipun beberapa kali terjadi 

orang Farisi dan ahli Taurat menuduh 

Yesus tidak mematuhi Taurat. 

Kehadirannya yaitu  untuk 

menggenapi Taurat. Jika seolah-oleh 

melanggar Taurat, itu hanya presepektif 

dari ahli Taurat dan orang Farisi. 

sebab  bagi Yesus apa yang mereka 

permasalahkan bukanlah hal yang 

penting, justru Ia mengecam tindakan 

mereka munafik. Yesus juga 

menjelaskan bahwa apa yang ada dalam 

Hukum Taurat didasari oleh kasih. 

Yesus merangkum Taurat itu menjadi 

dua point yang sederhana. Pelaksanaan 

Hukum Kasih sudah mencerminkan 

seluruh hukum Taurat (Mat 22:40). 

Dengan demikian, Yesus telah 

menggenapi Taurat dengan 

pengorbanan-Nya yang 

menyempurnakan tuntutan hukum 

Taurat, dan memberikan arti yang baru 

bagi Taurat dalam Hukum kasih. 

Yesus hidup dalam konteks budaya 

Yahudi dan Firman menyerap 

kebudayaan itu secara total sambil 

memperbaharui dan mengubahnya 

menjadi kebudayaan yang benar. Yesus 

hidup di dalam kesinambungan 

sekaligus didalam ketidaksambungan 

budaya Yahudi. Kenyataan ini 

menciptakan kebudayaan baru, 

kebudayaan yang bebas dari hukum 

Taurat, sambil tetap patuh pada 

kehendak Allah, sambil tetap 

memelihara  relasi dengan Allah. Yesus 

sebagai orang Yahudi tidak menolak 

tradisi yang ada dalam jaman-Nya, 

namun  mereformasinya dari pondasi 

pemahaman yang lama kedalam 

pemahaman yang baru. Ada banyak inti 

budaya yang positif di dalam setiap 

kebudayaan yang perlu dilestarikan. 

Dan pemikiran seperti ini tidaklah 

salah.Namun persoalannya, bentuk luar 

dari semua ide yang positif dari 

kebudayaan memang perlu juga untuk 

dikritisi bahkan dihindari jika tidak 

sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. 

Dalam konteks sekarang ini juga 

pemberitaan Injil tidak harus dengan 

menghapuskan kebudayaan 

warga , sambil tetap 

menyampaikan kebenaran-kebenaran 

yang membawa keselamatan di dalam 

Yesus Kristus.