yesus taurat budaya
Tradisi dan kebudayaan yang sudah melekat pada kehidupan
warga selama bertahun-tahun biasanya sulit untuk diubah.
Demikian pula dengan tradisi dan kebudayaan orang Yahudi ketika
Yesus tampil di tengah-tengah mereka. Orang Yahudi sudah sangat erat
berpegang pada Taurat, dan Taurat itu juga sudah menjadi sifat tradisi
dan kebudayaan mereka. Kehadiran dan pengajaran Yesus sangat
mendapat perlawanan dari orang Farisi dan ahli Taurat, yang
merasamenguasai pratik dari hukum Taurat. Namun, sebenarnya apa
yang dilakukan Yesus yaitu menegakkan kembali pemahaman yang
benar mengenai arti hukum Taurat. Ia tidak sedang menghapus Taurat
namun menggenapinya. Ia juga tidak menolak tradisi warga yang
sudah ada, melainkan mereformasinya dengan dasar pemahaman yang
baru.
Yesus sebagai pribadi yaitu Tuhan
seratus persen dan manusia seratus
persen, memunculkanpendapat yang
beragam mengenai diri-Nya.
Kemanusiaan Yesus menurut sebagian
orang merupakan suatu fakta yang tidak
perlu dipertanyakan. Bahkan, ada
kelompok yang mati-matian
menunjukkan tentang fakta
kemanusian-Nya dan menegaskan
bahwa Yesus manusia sejati. Namun,
dalam kenyataannya, penerimaan
tentang kemanusiaan Yesus bukanlah
sesuatu yang mudah dan sederhana.
Sejarah gereja menunjukkan adanya
pemahaman dan respons yang berbeda
tentang kemanusiaan Yesus.
Sehubungan dengan kemanusiaan
Yesus dan kedatangan Yesus ke dunia
ini, banyak pendapat yang berkembang
di tengah gereja bahwa kedatangan
Yesus telah menghapuskan Hukum
Taurat yang telah berlaku selama
ratusan bahkan ribuan tahun sebelum
kedatangan-Nya. namun Yesus sendiri
mengatakan, “Janganlah kamu
menyangka, bahwa Aku datang untuk
meniadakan hukum Taurat atau kitab
para nabi. Aku datang bukan untuk
meniadakannya, melainkan untuk
menggenapinya.” (Mat 5:17). Bahkan
muncul pendapat pula bahwa
kedatangan Yesus hendak
menggantikan budaya atau adat istiadat
yang telah berlaku di tengah
warga . sebab seringkali dianggap
menentang adat yang telah diwariskan
oleh nenek moyang bangsa Israel.
Julius Wellhausen seperti dikutip oleh
Anton Wessel mengatakan, “Yesus
bukan orang Kristen, namun orang
Yahudi.”
2
Ungkapan ini menyatakan
seringnya gereja atau orang Kristen
menjadikan Yesus sebagai milik diri
mereka sendiri. Mereka seolah-olah
mengerti dan mengetahui seluruh
kepribadian-Nya, sehingga tidak
menyadari bahwa “keselamatan datang
dari bangsa Yahudi” (Yoh 4:22).Dalam
paper ini penulis akan berusaha
mengulas tentang hubungan Yesus
dengan Taurat dan Budaya yang telah
berkembang pada jaman-Nya.
TAURAT
Taurat (kata Ibrani Torah)
sebenarnya berarti pengajaran oleh
Allah. Diterapkan pada Kesepuluh
Hukum, kemudian pada segala hukum
dan peraturan dari Tuhan, khususnya
pada kelima kitab Musa atau kitab
Taurat.Taurat yaitu undang-undang
bagi umat Allah. Ini menjadi hukum
untuk menuntun umat dalam
menghadapi kesukaran hidup sehingga
tetap berkenan di hadapan Allah.
Taurat itu hakiki bagi umat Allah;
terutama Israel. Dengan demikian tak
diragukan lagi untuk mengetahui
Taurat lebih dalam, J.W. Wenham
2
Anton Wessels, Memandang Yesus:
Gambar Yesus dalam Berbagai Budaya
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 19
3
menyatakan bahwa, “Hukum Taurat
yaitu pengajaran atau keputusan yang
diberikan untuk suatu pidana khusus,
dan maknanya yang diperluas yaitu
berarti keseluruhan kumpulan
peraturan yang mengatur hubungan
manusia dengan Allah dan dengan
manusia lain.”
3
Hukum Taurat merupakan
kumpulan peraturan untuk mengatur
hubungan baik kepada Allah dan
sesama.Dimulai dari tuntutan Allah
yang diberikan kepada Israel melalui
Musa kemudian berlaku kepada seluruh
perintah, hukum dan peraturan atas
seluruh Israel. Semua peraturan yang
diberikan baik ditetapkan oleh Imam,
para nabi dan pemimpin lainnya
menjadi bagian dari Taurat. Taurat
sendiri sering dipakai untuk menyebut
“Kitab Suci” (Mat.5:17-18). Taurat itu
yaitu pengajaran Allah yang sangat
berotoritas mampu mempertemukan
Allah dan manusia.
Donald Guthrie mengemukakan
bahwa “Hukum Taurat
menggambarkan seluruh landasan
hidup keagamaan Israel rnenurut
Perjanjian Lama.”
4
Taurat
yaitu perintah yang berlaku atas dasar
kehendak Allah dan upaya
menyenangkan hati
Allah. Di dalamnya umat mengerti
keberadaan Allah dan cara-cara
3
J.W. Wenham, “Musa dan Pentateukh”,
Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 (Malang:
Gandum Mas, t.th),75.
4
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru
II (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 341.
mendekat kepada Allah. Inilah satu cara
yang dipakai untuk berkomunikasi
dengan Allah dan tetap
setia menanti kegenapan janji Allah
tentang keselamatan.
Taurat dan Perjanjian Allah
menjadi sesuatu yang dikenal dengan
baik dalam kehidupan orang Yahudi,
hanya saja perkembangan usaha untuk
mentaati Taurat jauh lebih dominan,
dibandingkan pengharapan kepada
janji. Akibatnya janji atau anugerah
yang yaitu dasar keselamatan semakin
terisolir dalam kehidupan orang
Yahudi.
5
Bagi orang Yahudi Taurat
merupakan sesuatu yang jauh lebih
penting, sebab Taurat menjadi
pengantara antara manusia dan Allah,
bukan anugerah Allah, bahkan bagi
mereka ketaatan untuk mentaati Taurat
atau menerimanya merupakan syarat
untuk menjadi warga negara Allah.
Tidak mengherankan juga jika
Paulus sebagai orang Yahudi berkata,
“tentang kebenaran dalam mentaati
Taurat aku tidak bercacat” (Fil
3:6).Sebagai orang Yahudi usaha untuk
mentaati Taurat menjadi yang
terpenting dari segalanya, maka
kebanggaan sebagai seorang Yahudi
pada waktu memelihara Taurat dengan
baik, hal ini membangkitkan
kebanggaan yang luar biasa dalam
dirinya. Bahkan kebanggaan Paulus
ini bertambah ketika ia dengan
tekun memelihara adat istiadat nenek
moyangnya.
BUDAYA YAHUDI
Bangsa Yahudi secara nasional
mempunyai kepercayaan dan keyakinan
sendiri, yang sudah berakar bertahun-
tahun dan turun-temurun, yaitu
Yudaisme.
6
Orang Yahudi meyakini
bahwa kebudayaan yang mereka miliki
yaitu sesuatu hal yang sangat berharga
yang diwariskan oleh nenek moyang
mereka sebab mereka yaitu umat
pilihan Allah, seperti yang diungkapkan
W. Barclay yang dikutip oleh David
Iman Santoso bahwa “The Jews never
doubted that they were the Chosen
People”.
7
Mereka percaya bahwa Allah
hanya bagi orang Yahudi. Keyakinan
mereka sebagai anak keturunan
Abraham juga membuat mereka per-
caya bahwa mereka yaitu umat Allah,
maka dengan sendirinya mereka akan
selamat, mendapat hidup yang kekal.
Sikap dasar demikianlah yang akhirnya
juga membuat mereka tidak merasa
butuh akan keselamatan dalam Yesus
Kristus. Menurut F. Thielman
sebagaimana dikutip oleh Santoso,
“They can not perceive the significance
of Jesus' miracles because their heart
are hardened (6:52 cf. 4:41; 8:17).
They seem to be unable to see and hear
the significance of Jesus and his
teachings.”
8
Orang Yahudi sepertinya
tidak dapat melihat dan mendengar arti
penting Yesus dan ajarannya bagi
mereka.
Bangsa Yahudi percaya bahwa
mereka yaitu bangsa Taurat. Allah
melalui Musa memberikan Taurat
kepada mereka, yaitu Lima Kitab
Taurat: Kejadian, Keluaran, Imamat,
Bilangan dan Ulangan. Kevin
O’Donnel sebagaimana dikutib Santoso
juga mengatakan: “Moses was the
greatest prophet ofJudaism ... the
greatest collection of teaching for Jews
is the Torah. Torah comes from the
Hebrew word ‘yorab,’ to teach.”
9
Musa
disebut sebagai nabi besar dari bangsa
Yahudi, dan Taurat merupakan
kumpulan pengajaran bagi orang
Yahudi. Bangsa Yahudi memang
memiliki Taurat, dan mereka bangga
sekali sebagai bangsa Taurat.
Sejak jaman Ezra seusai masa
pembuangan ke Babel (abad 5 SM),
sangat ditekankan soal mempelajari
hukum Taurat. Penyelidikan secara
intensif mengakibatkan bertambah
banyaknya tardisi atau adat-istiadat,
yang kemudian dianggap sama
mengikatnya dengan Taurat itu.
Sehingga tidak mengherankan jika
kebudayaan orang Yahudi sangat erat
kaitannya dengan praktik pelaksaan
Taurat, bahkan bisa dikatakan
kebudayaan Yahudi yaitu kebudayaan
Taurat.
YESUS, TAURAT, DAN BUDAYA
Yesus dan Taurat
Yesus Menaati Hukum Taurat
Sebagai manusia Yesus berada di
bawah otoritas hukum yang berlaku di
jaman-Nya, meskipun tampaknya
seringkali “melanggar” hukum itu.
Wawang Setyawan dalam buku “Pelita
Hidup” mengatakan bahwa selama
hidupnya Yesus menunjukkan bahwa
Dia pun pribadi yg taat hukum, yakni
Hukum Taurat, hukum yg berlaku di
lingkungan warga nya waktu itu.
10
Dalam tradisi Yahudi seorang anak
laki-laki harus disunat pada hari yang
kedelapan, demikian pula dengan
Yesus yang disunat dan
dipersembahkan kepada Allah di Bait
Allah (Luk 2:21-24). Setiap tahun
Yesus bersama orang tuanya tuanya
pergi ke Yerusalem pada hari raya
Paskah (Luk2:41). Pada hari Sabat
bersama laki-laki Yahudi lainnya Ia
pergi ke rumah ibadat (Luk 4:16) dan
sebagainya. Semuanya itu yaitu
peraturan yang berlaku di dalam kitab
Taurat, dan Yesus menjalankan dengan
penuh ketaatan.
Ada satu kisah Yesus yang hanya
ada dalam Injil Lukas, yaitu peristiwa
ketika Ia berumur dua belas tahun.
Lukas menulis “Ketika Yesus telah
berumur dua belas tahun pergilah
mereka ke Yerusalem seperti yang
10
Wawang Setiawan, Pelita Jiwa
(Yogyakarta: Kanisius, t.th.), 65.
lazim pada hari raya itu. Sehabis hari-
hari perayaan itu, ketika mereka
berjalan pulang, tinggallah Yesus di
Yerusalem tanpa diketahui orang tua-
Nya (Luk 2:42-43). Charles Erdman
mengatakan, “At about this age a young
Jew became a “son of the law” and
began to observe its requirements,
among which were the pilgrimages to
the holy city to observe the sacred
feasts.”Sesuai dengan hal ini atas Bob
Utley menjelaskan: “He became
twelve” Jesus was coming very close to
His Bar Mitzvah, which made a Jewish
boy a “son of the Law.” This occurred
at age thirteen. It is possible that Luke
recorded His age as twelve to show
how fully developed He was in the
Scriptures. Jesus obviously, by this
time, recognized who He was (cf. v.
49).
11
Kebiasaan orang Yahudi laki-laki
yang berusia dua belas tahun dianggap
dewasa sebab sering disebut “anak
Taurat” artinya anak ini wajib
memelihara segala ketentuan undang-
undang agama. Demikianlah juga
Yesus yang telah berusia dua belas
tahun ikut beribadah ke Yerusalem
untuk merayakan hari raya Paskah.
Yesus tidak sekedar mengikuti adat
istiadat bahwa setiap laki-laki Yahudi
harus pergi beribadah di Bait Allah
ataupun rumah ibadah yang biasa
disebut dengan Sinagoge. Sebagai anak
laki-laki Yahudi, Yesus pun tentunya
mengikuti kebiasaan masuk ke kelas-
kelas ini di sinagoge.
Sebagai orang yang taat hukum
Yesus juga menuntut bangsa Yahudi
supaya taat kepada Hukum Taurat (Mat
5:17-48). Lotnatigor Sihombing
mengatakan, “harus diakui bahwa di
dalam hidup-Nya (sebagai manusia)
tidak berdosa. Perjanjian Baru
menyatakan bahwa para ahli Taurat dan
Farisi, tidak sanggup membuktikan
bahwa Dia berdosa, bahkan hingga
penyaliban-Nya.”
12
Dari pendapat ini
dapat dimengerti bahwa Yesus selama
hidup sebagai manusia Dia sangat taat
pada hukum (Taurat), dan bukan taat
pada “hukum” hasil penafsiran pemuka
agama Yahudi terhadap Taurat.
Sehingga tidak heran jika sering terjadi
perselisihan antara Yesus dengan para
pemuka agama mengenai hukum itu.
Perkembangan Taurat dalam tangan
orang Yahudi yang mengalami
percampuran dengan budaya yang
diwariskan dari nenek moyang mereka,
mengakibatkan Taurat berbeda dengan
yang dimaksud dengan lima kitab
Musa, sebab penafsirannya telah
bercampur dengan warisan leluhur
mereka. Keberbedaan Taurat dalam
tangan Yahudi yang berbeda dengan
Taurat dalam penafsiran yang
Alkitabiah nyata ketika Tuhan Yesus
mengatakan kepada orang-orang
Yahudi dalam Injil demikian: ”Kamu
telah mendengar firman: Kasihilah
sesamamu manusia dan bencilah
musuhmu. namun Aku berkata:
kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi
12
Lotnatigor Sihombing, Yesus Kristus
Tuhan Kita (Batu: STTIII, 1997), 37-38.
mereka yang menganiaya kamu”.
Pernyataan Alkitab ini bukan
berarti bahwa Tuhan Yesus
membatalkan Firman yang sebelumnya,
sebab Taurat tidak pernah
mengajarkan manusia untuk membenci
musuh (Im 19:18). Tidak mungkin
Firman Tuhan mengalami kontradiksi
didalam dirinya.
Hukum Taurat pada dasarnya
dibuat demi kebaikan dan keselamatan
manusia.Satu titikpuntidak boleh
dihilangkan dari Hukum Taurat.
Menurut Setyawan, Yesus hanya
menolak Hukum Taurat yg sudah
dimanipulasi oleh para pemuka agama
Yahudi, dimana hukum tidak diabdikan
untuk manusia, namun manusia
diabdikan untuk hukum.
13
Tidak heran
jika apa yang dilakukan Yesus
seringkali menuai kritikan dari para
tua-tua dan orang Farisi, namun tidak
dari para pengikut-Nya atau warga
lainnya.
Yesus Menggenapi dan
Menyempurnakan Taurat
Dalam Injil Matius Yesusberkata,
“Jangan kamu menyangka bahwa Aku
datang untuk meniadakan hukum
Taurat dan Kitab Para Nabi” (Mat
5:17). Kata yang diterjemahkan dengan
“meniadakan”, dalam naskah Yunani
yaitu “kataluo”. Dalam Perjanjian
Baru, kata “kataluo” digunakan
sebanyak tujuh belas kali dengan
pengertian : “meruntuhkan”,
“membinasakan”, “membatalkan”,
“melanyapkan”, “mencari
penginapan”.
14
David Bivin dan Roy
Blizard memberikan perspektif lain
mengenai makna pernyataan “Aku
datang bukan untuk meniadakan Torah”
sebagai suatu ungkapan khas Ibrani
dalam diskusi Rabinik.
15
Ungkapan ini
bermakna bahwa “seseorang telah
menafsirkan secara keliru tentang
Taurat”. Jika ada seseorang
menafsirkan Taurat secara keliru, maka
para rabbi yang lain akan mengatakan,
“engkau membatalkan Taurat”. Dalam
konteks makna literal ini, maka
Yesussedang membantah kepada para
pendengarnya, bahwa diri-Nya bukan
datang untuk menyimpangkan atau
menafsirkan secara keliru terhadap
Taurat dan Kitab Para Nabi.
Penggunaan “hukum Taurat dan
kitab para nabi” menunjukkan bahwa
Yesus sedang berbicara mengenai
pengajaran-Nya berhubungan dengan
tuntutan Allah di dalam hukum Taurat
Perjanjian Lama. Douglas Moo
mengakui ada kesinambungan yang
kuat antara pengajaran Yesus dan
hukum Taurat menunjukkan dengan
jelas bahwa penggenapan hukum
Taurat oleh Yesus sendiri atas
tindakan-Nya menetapkan dan
menjunjung tinggi hukum Taurat.
14
Hasan Sutanto. Perjanjian Baru
Interlinear Yunani-Indonesia dan
Konkordansi Perjanjian Baru, Jil II, (Jakarta:
LAI, 2003), 435.
15
David Bivin dan Roy Blizard,
Understanding the Difficult Words of Jesus,
Destiny Image Publishers, 2001, p. 114
Yesus memberikan kepada hukum itu
artinya yang sebenarnya dalam rangka
menanggapi usaha-usaha orang Yahudi
untuk mengelakkan artinya yang
lengkap.
16
Matius 5:17 ini menegaskan bahwa
Yesus Kristus yaitu pelaku penggenap
Hukum Taurat. Dalam dalam
Ajarannya mencanangkan tatanan baru,
yaitu Hukum yang baru, yaitu Hukum
Kasih. Dimana setiap umat Kristus
yang melaksanakan kasih, mereka juga
telah menggenapi tuntutan-tuntutan
Hukum Taurat. Dengan ini selaras
dengan kata “plêroô” dalam Roma
13:10, “Kasih tidak berbuat jahat
terhadap sesama manusia, sebab itu
kasih yaitu kegenapan hukum
Taurat.” Kata “kegenapan” (Yunani:
plêrôma) dibentuk dari kata kerja
“plêroô” berarti memenuhi dalam arti
melakukan. Plêrôma bermakna
“perbuatan memenuhi (melakukan)”.
Dalam Matius Pasal 5, Yesus
Kristus memberikan pengajaranNya
dengan pijakan Hukum Taurat yang
telah dikenal oleh warga Yahudi,
dan Yesus menekankan suatu taatanan
baru dalam pelaksanaannya yaitu
dengan pijakan Hukum Baru yang Ia
nyatakan, yaitu Hukum Kasih. Kasih
yaitu Undang-undang Dasar Kerajaan
Allah. Kata-kata “Kasih tidak berbuat
jahat terhadap sesama manusia” yaitu
suatu petunjuk supaya orang Kristen
terhindar dari perbuatan jahat bila
mereka memelihara kasih. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa, kasih
yaitu jalan memenuhi Hukum Taurat.
Sedangkan dalam Matius 5:18
danayat-ayat sesudahnya, tentang “iota”
yang dipermasalahkan, yaitu
berhubungan dengan hal-hal yang akan
segera digenapi Yesus Kristus dalam
pelayananNya di dunia ini, untuk itulah
Ia berkata “satu iota-pun tidak akan
dibatalkan sebelum semuanya terjadi”,
Maksud dari “semuanya terjadi” ini
yaitu berkaitan dengan hal-hal yang
akan segera digenapi oleh Tuhan Yesus
Kristus, yaitu kematianNya dan
kebangkitanNya yang dengan
sendirinya akan menggenapi Hukum
Taurat.
Paulus pun juga tidak pernah
mengatakan bahwa kedatangan Yesus
untuk membatalkan Taurat. Dalam
suratnya kepada jemaat di Efesus ia
mengatakan, “sebab dengan mati-Nya
sebagai manusia Ia telah membatalkan
hukum Taurat dengan segala perintah
dan ketentuannya, . . .” (Ef 2:15).
Menurut Rudy Lee dalam artikel
Sabda.org konteks pembicaraan dari
ayat ini yaitu mengenai perseteruan
antara orang Yahudi dengan non-
Yahudi soal makanan.
17
Dalam Taurat
yang dipegang orang Yahudi terdapat
aturan tentang makanan yang dilarang
untuk dimakan, sehingga orang-orang
17
http://sabda.org/artikel/yesus_dan_paulu
s_tidak_pernah_menghapus_taurat. Diakses 01
April 2013.
Yahudi dianggap eksklusif oleh orang-
orang non-Yahudi terutama dalam
sebuah perjamuan makan. Hal ini
menimbulkan perseteruan dan menjadi
tembok pemisah bagi keduanya.
Dari pernyataan Paulus ini
dalam teks Yunaninya tidak ada kata
Taurat. Melenyapkan/ membatalkan
ditulis dengan tulisan Yunani
“Kathargeo” yang merupakan kata
kerja bentuk lampau, singular. Kata ini
menghendaki ada satu saja obyek yang
melekat dengan dia yaitu “perseteruan”,
tidak bisa memiliki dua objek yang satu
perseteruan dan Taurat. Dalam The
Interlinear Bible ditulis: Having broken
Enmity, artinya menghancurkan
perseteruan/ membatalkan perseteruan.
Tidak ada dasar dalam keseluruhan
Perjanjian Baru yang menyatakan
bahwa kehadiran Yesus telah membuat
tidak berlaku Taurat dengan kehadiran-
Nya. Kehadiran-Nya yaitu untuk
memberikan tafsiran yang tepat
terhadap Taurat, membuat maknanya
menjadi penuh, menggenapi berbagai
nubuatan mengenai diri-Nya.Paulus
selaras dengan Kristus, yang
menyatakan bahwa Dia datang bukan
untuk meniadakan Taurat. Knox
Chamblin mengatakan bahwa “Kristus
yaitu sasaran yang dituju oleh
Perjanjian Lama dan kenyataan yang
disaksikannya.”
18
Dengan munculnya
Yohanes Pembaptis dan Yesus maka
berakhir pula zaman “Nabi-nabi dan
Hukum Taurat” dan dimulailah zaman
akhir (Mat 11: 11-13). Yesus Kristus
sendirilah yang melaksanakan Hukum
Taurat dengan sempurna, sekaligus
menggenapiNya. Yesus menggenapi
Taurat dengan cara menyempurnakan
hukum Taurat, yaitu dengan memulai
kerajaan-Nya, Ia membawa Perjanjian
Lama kepada sasarannya yang sudah
ditentukan. Yesus juga menggenapi
Taurat dengan mewujudkan Hukum
Taurat dan kitab para nabi melalui
pengajaran dan tindakan-Nya. Umat
yang percaya kepada Yesus tidak
dituntut untuk melaksanakan Taurat,
namun melaksanakan ajaran yang telah
disempurnakan-Nya yang terangkum
dalam Hukum Kasih. Maksudnya
yaitu prinsip hukum Taurat tetap
dilaksanakan dalam iman kristiani.
namun pelaksanaannya telah
disempurnakan, dirumuskan ulang,
direformulasikan sekaligus
direvitalisasikan oleh Yesus.
Sepuluh firman (Dasa Titah)
memang cenderung negatif dengan
menulis “Jangan ini, jangan itu”. Juga
bermacam-macam perintah yang
tersebar dalam kelima kitab Musa itu
berbeda gaya dengan apa yang
dirumuskan Yesus tentang Hukum
Kasih yang lebih positif “Hendaklah
begini atau begitu”. Dasa Titah
memberi peringatan bahwa orang telah
salah jalan, sedangkan Hukum Kasih
memberi petunjuk, ke mana orang
harus putar haluan. Yesus merangkum
Taurat itu menjadi dua point yang
sederhana. Pelaksanaan Hukum Kasih
sudah mencerminkan seluruh hukum
Taurat (Mat 22:40).
Tuhan Yesus memberi pengajaran
yang sederhana dan jelas dalam
rumusan Hukum Kasih ini ,
meskipun kelihatannya sederhana,
namun hukum diatas mencakup seluruh
hukum Taurat! Dengan mengasihi
Allah berarti melakukan prinsip-prinsip
bahwa Tuhan yaitu satu-satunya
sesembahan, dan pelaksanaan ini akan
selaras dengan perintah pertama sampai
kelima dalam sepuluh firman (Dasa
Titah). Jika kita mengasihi sesama,
tentu kita tidak boleh membunuh;
berzinah dan seterusnya. Ini semua juga
selaras dengan perintah keenam sampai
kesepuluh.
Yesus dan Budaya
Yesus Orang Yahudi
Yahudi yaitu istilah yang merujuk
kepada sebuah agama atau suku bangsa.
Sebagai agama, istilah ini merujuk
kepada umat yang beragama Yahudi.
Berdasarkan suku bangsa (etnisitas),
kata ini merujuk kepada suku bangsa
yang berasal dari keturunan Eber
(Kejadian 10:21) yang disebut “Ibrani”,
atau Yakub yang disebut Israel (Kej
32:28) anak Ishak anak Abraham dan
Sara.Kata Yahudi diambil menurut
salah satu keturunan dari dua belas
leluhur suku Israel yang paling banyak
keturunannya, yakni Yehuda. Yehuda
merupakan satu dari dua belas anak
Yakub atau Israel. Keturunan dari dua
belas anak Yakub ini disebut juga
10
sebagai bani Israel (keturunan langsung
Israel) yang kemudian berkembang
menjadi besar yang disebut Suku Israel.
Setelah berabad-abad turunan
Yahudi berkembang menjadi bagian
yang dominan dan mayoritas dari Bani
Israel, sehingga sebutan Yahudi tidak
hanya mengacu kepada orang-orang
dari keturunan Yehuda, tapi mengacu
kepada segenap keturunan Yakub.Etnis
Yahudi juga termasuk Yahudi yang
tidak beragama Yahudi namun
beridentitas Yahudi dari segi tradisi.
Yesus dilahirkan sebagai manusia
dalam keluarga Yahudi dan tumbuh
besar dalam lingkungan dengan
pengaruh budaya Yahudi.Matius dan
Lukas menuliskan silsilah Yesus dalam
Injilnya untuk memastikan pernah
adanya Yesus sebagai manusia dalam
dunia, yaitu dalam sejarah manusia.
Silsilah Yesus dapat ditemui dalam Injil
Matius 1:1-6 dan Injil Lukas 3:23-38.
Secara khusus Matius menuliskan,
“Inilah silsilah Yesus Kristus, anak
Daud, anak Abraham.” (Mat 1:1),
merupakan penunjukkan kepada asal
Yahudi yang memang begitu cermat
akan silsilah masing-masing. Ini juga
menunjukkan bahwa Yesus sungguh-
sungguh Yahudi asli dan bukan
campuran kafir seperti Samaria.Pardede
mengatakan, “dari silsilah itu dapatlah
kita ketahui pasti bahwa memang telah
lahir dalam keluarga yang mempunyai
silsilah ini .”
19
19
R.S.H. Pardede, “Yesus Kristus Anak
Manusia”, Yesus Kristus: Allah, Manusia
Sejati(Surabaya: PASTI & YAKIN, t.th.), 72.
Dalam Halakha atau hukum-hukum
agama Yahudi menyatakan bahwa
mereka yang disebut Yahudi yaitu
mereka yang memang berasal dari
keturunan suku bangsa Yahudi dan
mereka yang memeluk agama Yahudi
berdasarkan hukum-hukum Yahudi.
Keturunan suku bangsa Yahudi juga
terdiri dari dua kelompok, yaitu Yahudi
asli yang terlahir dari ayah ibu Yahudi,
dan Yahudi campuran yang terlahir,
dari ayah Yahudi dan ibu dari non-
Yahudi/ bangsa lain.
Lebih dari pada itu Frank Boyd
mengatakan, “Maksud silsilah yang
terdapat dalam Matius 1 dan Lukas 3
yaitu untuk mengusut asal-usul-Nya
secara manusia sampai kepada Daud,
Abraham, dan Adam. Kepada mereka
itulah telah dijanjikan bahwa seorang
Pelepas akan datang dari “benih” dari
keturunan mereka”
20
Hal tidak
mengherankan sebab memang maksud
penulisan silsilah itu ditujukan kepada
orang Yahudi yang mengharapkan
kehadiran Mesias yang telah dijanjian
Allah (Kis 13:23; Rm 1:3; Gal 3:16).
Tidak dapat disangkal bahwa latar
belakang kehidupanYesus ini telah
membentuk-Nya sebagai seorang
Yahudi. Karl Barth sebagaimana
dikutip Anton Wessels mengatakan,
“Barangsiapa percaya kepada Yesus,
maka tidak bisa tidak ia menerima
orang Yahudi, sebab mereka (orang
Yahudi) harus diterima sebagai leluhur
dan kerabat Yesus”.
21
Leluhur dan
kerabat Yesus yaitu orang Yahudi dan
Yesus dibesarkan juga dalam
lingkungan keluarga Yahudi.
Yesus dalam Lingkungan
Budaya Yahudi
Yesus sebagai sebagai manusia
yaitu seorang Yahudi dan tetap
tinggal sebagai orang Yahudi sampai
akhir hidupnya di bumi. Yesus telah
menjadi manusia di dalam konteks
budaya Yahudi, dan dibesarkan dalam
lingkungan budaya itu.menjadi seorang
yang menarik perhatian bagi
warga . Ia selalu dibuntuti,
diperiksa, diselidiki dan ditanyai baik
oleh kawan maupun lawan. Bagi Frank
Boyd sosok Yesus selalu mendapat
pengawasan dari warga , “Ia selalu
diawasi oleh warga . Ia tidak
mempunyai rumah ataupun hidup
kekeluargaan, sehingga tidak ada
tempat untuk menjauhkan diri dari
pandangan warga .
22
Hal ini juga
menunjukkan betapa Yesus sangat
dikenal luas oleh orang-orang sejaman-
Nya sampai-sampai tidak mempunyai
tempat untuk mengasingkan diri.
Namun demikian, penulis Matius
menyaksikan bahwa ketika Yesus
mengajar orang-orang Yahudi Dia
mendapat penilaian yang istimewa,
“sebab Ia mengajar mereka sebagai
orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-
ahli Taurat mereka” (Mat 7:29). Sejalan
dengan pernyataan ini Roy Eckardt
berpendapat bahwa, “Yesus yaitu
seorang Yahudi yang baik, seorang
Yahudi yang memiliki kekhasan
sendiri, Ia dengan kegairahan dan
perasaan yang kuat melibatkan diri-Nya
di dalam kebudayaan zaman-Nya.
Ia yaitu seorang yang berpolitik
dengan cara yang sama dengan dengan
memakai cara berpolitik dari arus
utama tradisi Yahudi-Nya.
Keterlibatan-Nya yang mendalam di
dalam kehidupan sosial-politik
kebanyakan membedakan-Nya dari
banyak tokoh kharismatis Yahudi
lainnya. Marcus Borg berpendapat
bahwa di dalam lingkungan-Nya Yesus
telah menjadi tokoh Nasional yang
mengemban suatu misi untuk umat-Nya
sendiri di tengah-tengah suatu krisis
kebudayaan, yang memuncak di dalam
suatu perjalanan akhir ke Yerusalem
pusat yang sebetulnya dari kehidupan
kebudayaan mereka.
24
Matius secara khusus
menambahkan informasi bahwa orang-
orang Farisi dan ahli Taurat mencoba
berdebat dengan Yesus(15:1). Dari sisi
struktur kalimat Yunani, Matius
menekankan asal dari para pemimpin
ini yang khusus datang kepada Yesus.
Mereka bukan sedang mengadakan
kunjungan pastoral atau melakukan
aktivitas lain di Galilea. Melalui
keterangan detil seperti ini Matius
mungkin ingin menunjukkan dua hal
sekaligus. Yang pertama, kebencian
yang begitu besar dari para pemimpin
Yahudi sampai membawa mereka rela
mengunjungi Yesus di pedesaan
Galilea. Yang kedua, figur religius dari
pusat keagamaan menyiratkan otoritas
yang besar, terutama atas penduduk di
pedesaan. Lagi pula dua kelompok
“orang-orang Farisi dan ahli Taurat”
akan menjadi sebuah kekuatan yang
besar untuk mengalahkan Yesus dalam
perdebatan seputar tradisi leluhur.
Kalau Farisi sangat mahir dalam
pelaksanaan praktis yang sangat detil,
ahli Taurat lebih ke arah penguasaan
hukumnya.
Di dalam salah satu peristiwa
bagaimana orang Farisi dan ahli Taurat
dari Yerusalem memasalahkan sikap
para murid yang dianggap mereka
melanggar hukum Taurat, maka Yesus
justru mengungkapkan kesalahan orang
Farisi seputar tradisi (Mat 15:1-11).
Semua tradisi keagamaan Yahudi
dimaksudkan sebagai sarana untuk
membantu orang-orang Yahudi menaati
firman Tuhan secara lebih tepat. Jika
tradisi seharusnya melayani ketaatan
pada firman Tuhan, maka penggunaan
tradisi untuk melanggar firman Tuhan
seperti yang dilakukan oleh orang-
orang Farisi dan ahli Taurat (ayat 3)
merupakan kesalahan yang ironis.
Kesalahan ini bahkan jauh lebih besar
daripada “kesalahan” murid-murid
Yesus yang melanggar tradisi, sebab
kesalahan para pemimpin agama
Yahudi diarahkan pada firman Tuhan
(ayat 4 “Sebab Allah berfirman...”). Di
bagian akhir ayat 6, Yesus menegaskan
ulang bahwa dengan tradisi mereka
sendiri, orang-orang Farisi telah
melanggar firman Allah!
Yesus Mereformasi
Kebudayaan Yahudi
Allah menciptakan manusia
menurut gambar-Nya, sehingga
manusia (dan hanya manusia) memiliki
potensi untuk menciptakan dan
mengembangkan kebudayaan. Ketika
dosa mulai masuk ke dalam dunia,
seluruh elemen kehidupan manusia
(termasuk kebudayaan) menjadi
tercemar oleh dosa. Pemulihan sejati
ataskebudayaan hanya dimungkinkan
melalui penebusan Kristus Yesus di
kayu salib. Ia datang ke dalam dunia
bukan hanya untuk menyelamatkan
secara individu, namun juga
mengadakan transformasi kebudayaan.
Kecaman Yesus terhadap sikap dan
ajaran orang-orang Farisi dan ahli
Taurat dalam Matius 15 telah
menunjukkan bahwa banyak tradisi
yang melawan firman Tuhan, bahkan
tradisi-tradisi yang dari awal justru
dimaksudkan untuk kebaikan
sekalipun. Persoalan utama manusia
yaitu dosa, sehingga hal yang positif
pun cenderung akan diselewengkan
kepada yang negatif.
Ketidakselarasan antara upaya
mendirikan tradisi untuk menaati
firman dengan realita bahwa tradisi itu
13
justru menjadi sumber pelanggaran
terhadap firman Allah. Kutipan dari
nubuat Yesaya turut mempertegas
dugaan ini, sebab pada jaman Yesaya
orang Israel tetap mempersembahkan
kurban di bait Allah namun mereka
mengabaikan kesalehan hidup di luar
ibadah formal (Yes 1:10-17). Mereka
seolah-olah tetap menaati perintah
Taurat untuk mempersembahkan
kurban, namun kehidupan mereka tidak
diberikan kepada Allah. Di mata orang
lain mereka tampak sangat rohani dan
mempedulikan ibadah kepada Allah,
namun pada kenyataannya mereka secara
sengaja melanggar firman Allah demi
ajaran mereka sendiri.
Di dalam Matius 15:11 Yesus
menekankan, “Dengar dan camkanlah:
bukan yang masuk ke dalam mulut
yang menajiskan orang, melainkan
yang keluar dari mulut, itulah yang
menajiskan orang.” Ucapan Yesus ini
perlu untuk diperhatikan dengan
seksama bahwa Ia bukan sedang
menentang ide tentang kesucian hidup.
Sebab sama seperti orang-orang Farisi
dan ahli Taurat, Yesus juga sangat
memperhatikan masalah ini. Namun, Ia
memiliki pandangan yang secara
radikal sangat bertentangan dengan
konsep orang Farisi. Apa yang Ia
sampaikan bukan hal revisi sepele. Ia
sedang merombak pondasi pemahaman
mereka. Bagi Yesus yang paling
penting bukan bentuk luar dari tradisi,
namun inti yang melandasinya. sebab
jika pondasi sebuah tradisi sudah
keliru, maka bentuk luarnya juga pasti
salah.
Kata “bukan” muncul di awal
ucapan Yesus di atas sebagai
penekanan. Orang Farisi memahami
ketahiran hidup dari luar ke dalam,
sedangkan Yesus berpandangan
sebaliknya. Yang keluar dari mulut
itulah yang menajiskan. Ketidaktahiran
dalam makanan hanyalah materi yang
tidak memiliki pengaruh esensial pada
kekudusan hidup seseorang. Apa yang
dimaksud dengan “apa yang keluar dari
mulut?” Bagian akhir dari kisah ini
menunjukkan bahwa hal itu merujuk
pada semua hal najis yang keluar dari
hati manusia (ayat 16-20). Penggunaan
kata “mulut” di ayat 11 didorong oleh
konteks pembicaraan tentang makanan
(ayat 2) dan ibadah yang cuma di bibir
saja (ayat 8), namun “mulut” di sini
berfungsi sebagai salah satu perwakilan
tempat keluar dari apa yang ada di
dalam hati manusia. Semua peraturan
tentang pentahiran tidak akan mampu
menyelesaikan sumber kenajisan dalam
diri manusia: hati yang jahat! (Yer
17:9).
Disini dapat dipahami bahwa Yesus
sebenarnya tidak menolak inti dari
tradisi yang sudah ada tentang
ketahiran hidup, namun lebih
mengoreksi pada bentuk eksternal yang
tidak berguna dari inti tradisi ini .
Jadi, Dari apa yang telah dilakukan
Yesus dapat dilihat bahwa sikap Yesus
terhadap budaya Ia tidak menolaknya,
namun justru mereformasinya dari
Kehadiran Yesus tidak menghapus
Taurat, meskipun beberapa kali terjadi
orang Farisi dan ahli Taurat menuduh
Yesus tidak mematuhi Taurat.
Kehadirannya yaitu untuk
menggenapi Taurat. Jika seolah-oleh
melanggar Taurat, itu hanya presepektif
dari ahli Taurat dan orang Farisi.
sebab bagi Yesus apa yang mereka
permasalahkan bukanlah hal yang
penting, justru Ia mengecam tindakan
mereka munafik. Yesus juga
menjelaskan bahwa apa yang ada dalam
Hukum Taurat didasari oleh kasih.
Yesus merangkum Taurat itu menjadi
dua point yang sederhana. Pelaksanaan
Hukum Kasih sudah mencerminkan
seluruh hukum Taurat (Mat 22:40).
Dengan demikian, Yesus telah
menggenapi Taurat dengan
pengorbanan-Nya yang
menyempurnakan tuntutan hukum
Taurat, dan memberikan arti yang baru
bagi Taurat dalam Hukum kasih.
Yesus hidup dalam konteks budaya
Yahudi dan Firman menyerap
kebudayaan itu secara total sambil
memperbaharui dan mengubahnya
menjadi kebudayaan yang benar. Yesus
hidup di dalam kesinambungan
sekaligus didalam ketidaksambungan
budaya Yahudi. Kenyataan ini
menciptakan kebudayaan baru,
kebudayaan yang bebas dari hukum
Taurat, sambil tetap patuh pada
kehendak Allah, sambil tetap
memelihara relasi dengan Allah. Yesus
sebagai orang Yahudi tidak menolak
tradisi yang ada dalam jaman-Nya,
namun mereformasinya dari pondasi
pemahaman yang lama kedalam
pemahaman yang baru. Ada banyak inti
budaya yang positif di dalam setiap
kebudayaan yang perlu dilestarikan.
Dan pemikiran seperti ini tidaklah
salah.Namun persoalannya, bentuk luar
dari semua ide yang positif dari
kebudayaan memang perlu juga untuk
dikritisi bahkan dihindari jika tidak
sesuai dengan kebenaran firman Tuhan.
Dalam konteks sekarang ini juga
pemberitaan Injil tidak harus dengan
menghapuskan kebudayaan
warga , sambil tetap
menyampaikan kebenaran-kebenaran
yang membawa keselamatan di dalam
Yesus Kristus.











