ap tentang
kelemahan diri klien sebelum menderita trauma, dan juga tidak
dapat mengontrol pemicu trauma, sebab pemicu trauma itu
yaitu peristiwa objektif yang sudah dialami klien, dan juga
kaunselor tidak dapat mengontrol reaksi keluarga dan rakan
klien pada saat ia mengalami trauma.
Kedua orientasi yang holistik artinya kaunselor
dalam melakukan kaunseling tidaklah mesti berlebihan dan
arogansi tetapi kauselor harus menerima berbagai bantuan
lain demi kesembuhan klien, bila klien lebih tepat dirujuk ke
psikiatrik untuk penyembuhan secara medik, atau klien lebih
cocok dirujuk ke-ulama (alhi agama) untuk memenuhi aspek
spritualnya atau ke profesional lainnya untuk kesembuhan
klien, hal itu harus dilakukan oleh kaunselor.
Ketiga fleksibelitas, artinya sebab keterbatasan-
keterbatasan yang ada kaunseling traumatik lebih fleksibel
dalam pelaksanaannya dan di dalam kaunseling kadang-kadang
banyak melibatkan orang-orang seperti melibatkan keluarga.
Selain daripada itu dalam sesi kaunseling traumatik kaunselor
tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan konfrontasi
sebab dia memang harus bertindak cepat dan tepat.
Keempat keseimbangan antara empati dan ketegasan,
sebab peran kaunselor disini harus jelas kapan harus tegas
dan kapan dia harus empati, sebab bila kaunselor hanyut
dalam suasana klien akan sulit memerankan kaunselor yang
profesional, begitu juga bila tidak tepat waktu memberikan
arahan ketegasan maka kaunseling akan tidak efektif. sebab
empati ini yaitu kemampuan kaunselor untuk merasakan
apa yang dirasakan klien. Ketika seseorang merasa dirinya
hampa, sedih dan tidak tahu harus melakukan apa, maka
dukungan orang-orang dan empati itu datang dari professional
merupakan hal yang sangat penting.
Peranan Kaunseling Trauma
Seperti yang sudah disampaikan dalam banyak
literatur trauma yaitu suatu peristiwa yang luar biasa yang
menimbulkan luka dan perasaan sakit. Juga sering diartikan
sebagai suatu luka atau sakit berat akibat satu kejadian yang
luar biasa yang menimpa seseorang langsung mahupun tidak
langsung, baik luka fizikal mahupun psikis atau kombinasi
keduanya, berat ringannya suatu peristiwa akan berbeda
dirasakan oleh semua orang, sehingga pengaruh dari peristiwa
ini juga berbeda antara satu dengan lainnya,
Pada saat peristiwa traumatik dialami seseorang maka
ia akan merespon dan mengatasinya dengan mekanisme
rekoveri yang dimilikinya sehingga tidak berdampak negatif,
namun bagi sebahagian orang kejadian ini tidak selesai
sehingga membekas luka dan rasa sakit dalam waktu yang
lama dan berkepanjangan dan sehingga sudah mempengaruhi
perilakunya, mereka mengalami stres pasca trauma atau yang
disebut dengan PTSD, dalam keadaan ini memereka
memiliki resiko tinggi untuk mengalami gangguan mental
seperti panik, depressi, fobia dan obsesif kompulsif dan lain-
lain sebagainya.
bahwa
gangguan stres pasca trauma merupakan keadan depresi,
cemas, dan mati rasa yang mengikuti berbagai peristiwa
traumatik yang terjadi akibat perang, perkosaan, bencana alam,
kematian akibat kekerasan pada orang tercinta dan sebagainya.
Gangguan pasca trauma dapat langsung di alami segera setelah
peristiwa traumatik dan dapat juga tertunda sampai beberapa
bulan, tahun sesudahnya. Korban biasanya mengeluh tegang,
insomia, sulit berkonsentrasi, seperti ada yang mengatur
hidupnya, bahkan ada yang merasa kehilangan makna hidup.
Kejadian traumatik akan kembali muncul bila ada pemicu
yang memunculkan kembali ingatan ini . Orang yang
mengalami gangguan pasca traumatik berada pada keadaan
stres berpanjangan yang berakibat kepada gangguan otak,
berkurangnya inteletual, emosional mahupun kemampuan
sosial dan bahkan sering menyebabkan gangguan jiwa.
Penderita gangguan jiwa sering tidak menyadari apa yang
sebenarnya terjadi pada dirinya. sebab penderita biasanya
gelisah, cemas, tidak bersemangat, terkadang takut,ragu-ragu,
tidak percaya diri, sehingga di dalam kalangan warga sering
menyarankan penderita ini dibawa kepada dukun, sebab
dianggap masalah yang dihadapi ini akibat gangguan
mahluk halus. Disisi yang lain ada juga yang menyarankan
untuk menbawa kedokter jiwa, sebab dianggap sakit jiwa. Bila
dilihat dari fenomena ini terlihat bahwasanya warga
belum begitu faham tentang perang layanan Bimbingan dan
Konseling traumatic.
Maka dalam perkara ini di atas untuk pemulihan
kalangan remaja korban memerlukan peranan kaunseling
trauma untuk membantu secara sistematis dan berkelanjutan,
sebab kaunseling traumatik yaitu suatu layanan yang
diupayakan kaunselor untuk membantu klien yang mengalami
trauma melalui proses hubungan pribadi sehingga klien dapat
memahami dirinya, masalahnya yang berkaitan dengan trauma
yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik
mungkin. Tim UPI (2004) kaunseling traumatik
ini berbeda dengan kaunseling biasa yang di lakukan di sekolah-
sekolah. Perbedaannya terletak pada masa, fokus, aktivitas
dan tujuan. Dilihat dari segi waktu kaunseling traumatik
pada umumnya memerlukan waktu yang lebih pendek dari
pada kaunseling biasa. Kaunseling traumatik memerlukan
waktu satu hingga empat sesi, sementara kaunseling biasa
memerlukan satu hingga dua puluh sesi.
Dilihat dari segi fokus kaunseling traumatik lebih
menfokuskan pada satu masalah trauma yang terjadi dan
dirasakan sekarang, sedangkan kaunseling biasa suka
dihubungkan dengan persoalan lainnya seperti latar belakang
klien, proses ketidaksadaran klien, interpretasi klien, konflik
antar pribadi, masalah komunikasi, karir, krisis identitas dan
sebagainya. Dilihat dari aktivitas kaunseling traumatik lebih
melibatkan banyak orang untuk membantu klien dan lebih
aktif yaitu kaunselor. Konselor berusaha mengarahkan,
memberi segesti, memberi saran mencari dukungan keluarga,
rekan sebaya, dan mencari ahli melalui referal untuk
membantu dan mengusulkan dari berbagai lingkungan untuk
kesembuhan klien. Dilihat dari tujuan kaunseling traumatik
lebih menekankan pada pulihnya kembali klien pada keadaan
sebelum trauma dan mampu menyesuaikan diri dengan
keadaan lingkungan yang baru.
Proses dan Tahapan Kaunseling Traumatik
Proses kauseling traumatik yaitu tatalaksana peristiwa
yang tengah berlangsung dan memberi makna pada klien yang
mengalami trauma dan memberi makna pula kepada kaunselor
yang membantu mengatasi kliennya. Cavanagh (1982)
secara umum proses kaunseling traumatik yang
dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu:
Pertama, tahap awal kaunseling yang terdiri dari
introduction, invitation and environmental support. Dalam
tahapan ini kaunselor membangun hubungan dengan klien
yang disebut dengan a working realationship iaitu hubungan
yang berfungsi, bermakna dan berguna sehingga klien akan
mampu mempercayai, dan mengeluarkan semua isi hati,
perasaan dan harapan sehubungan dengan trauma yang
dialami. Memperjelas dan mendefinisikan trauma kepada klien
dengan gejala-gejala yang dialami, sehingga klien faham betul
apa yang sedang ia alami dan kaunselor membatu sepenuhnya.
Selain itu juga kauselor dengan klien menyepakati masa untuk
melakukan sesi kaunseling.
Kedua, tahap pertengahan (tahap kerja): disini kaunselor
menfokuskan kepada penjelajahan trauma yang di alami klien,
melalui pengamatan kemudian diberi penilaian sesuai dengan
yang dijelajahi. Muhibbin Syah (2006) pengamatan
yaitu proses menerima, menafsirkan dan memberi arti
rangsangan yang masuk melalui panca idera seperti mata dan
telinga kemudian dicerna secara objektif sehingga mencapai
pengertian. Tahap ini juga dikatakan tahap action . Tujuan
tahap ini yaitu untuk menjelajahi dan mengekplorasi trauma,
serta kepedulian klien atau tindakan dan lingkungan dalam
mengatasi trauma ini . Dalam tahap ini kaunselor juga
menjaga hubungan yang berkesan dengan menampilkan
keramahan, empati, kejujuran, keikhlasan dalam membantu
klien.
Ketiga, tahap akhir kaunseling atau tahap termination
yang di tandai dengan beberapa aspek yaitu: menurunnya
kecemasan traumatik klien, adanya perubahan perilaku klien
ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamik, adanya tujuan
hidup yang jelas dalam masa yang akan datang, dan terjadi
perubahan sikap yang positif terhadap trauma yang dihadapi,
seperti pada masa trauma dia takut kepada laut sebab teringat
akan tsunami, tetapi setelah penangan mulai datang dan
melihat laut ini .
. Pemulihan Melalui Konseling Islam
Bila melihat dan memperhatikan rumusan-rumusan
dari berbagai definisi konseling baik etimologis maupun
terminologis secara umum dan traumatis di atas, mungkin
sangat berbeda dengan konseling Islam, sebab aktifitasnya
begitu kental, luas dan lengkap, sebab ajaran Islam itu sendiri
datang ke permukaan bumi ini memiliki tujuan yang sangat
prinsip dan mendasar, yaitu membimbing, mengarahkan,
menganjurkan kepada manusia agar berada pada jalan yang
benar yaitu jalan yang diridhai oleh Allah, sehingga ia dapat
hidup selamat, bahagia dan sejahtera baik di dunia maupun
akhirat.
Hamdani Bakran Adz Dzaky bahwa Islam
yaitu nama dari agama yang telah dianugerahkan oleh Allah
kepada manusia sebagai falsafah dan sandaran hidup. Di
dalamnya mengandung ajaran yang membimbing dan mengiring
fikiran, jiwa, qalbu, indrawi dan jasmani kepada kefitrahan yang
selalu cenderung untuk ketaatan dan ketauhidan kepada Yang
Maha Pencipta; yaitu kecenderungan positif yang tidak akan
padam eksistensinya di dalam diri setiap manusia yang ada
dipermukaan bumi ini, seperti kalam–Nya. Oleh sebab itu,
bagi siapa saja yang tidak mengikuti fitrahnya maka ia akan
mendapat kerugian yang besar di bumi dan dilangit, di dunia
hingga di akhirat sebab telah terlepas dari bimbingan dan
petunjuk Allah SWT.
Sebaliknya bila kecendrungan fitrah itu telah berhasil
memimpin dan membimbing manusia dalam melakukan
seluruh aktifitas hidup dan kehidupannya, maka akan ada
keselarasan, dan etos kerja akan terjalin secara integritas
pada upaya meraih keberhasilan di dunia dan di akhirat atau
dalam lingkungan mahkluk dan Tuhannya. Selain itu, Islam
mengajarkan kehidupan dinamis dan progresif menghargai
akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan
material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian
sosial, menghagai waktu, bersikap terbuka, demokratis,
berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti feodalistik,
mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak
mulia dan bersikap positif dalam semua kesempatan.139
Berdasar pendapat diatas, maka dapat dikatakan
bahwa konseling Islam itu bertujuan untuk memulihkan klien
agar kembali sehat fisik dan mental atau sering juga disebut
dengan istilah sehat jasmani dan rohani. Menurut Achmad
Mubarok bahwa dalam bahasa negara kita orang
mengenal dengan istilah sehat wal afiat. Kata afiat dalam Kamus
Besar Bahasa negara kita dipersamakan dengan sehat dan kuat.
Sehat itu sendiri diartikan sebagai keadaan baik segenab badan
serta bagian-bagiannya yakni bebas dari penyakit. Sementara
itu dalam ilmu kesehatan dikenal istilah kesehatan fisik,
kesehatan mental dan kesehatan warga (public health).140
Kesehatan fisik itu dikaitkan dengan kondisi daripada
raga manusia itu sendiri, dan jiwa dikaitkan dengan kondisi
mental yang merasakan susah, senang, bahagia dan sengsara.
Achmad Mubarok kesehatan mental dalam Islam
berhubungan dengan konsep kebahagian. Al-Qur’an dan
hadist menyebut kebahagian dengan berbagai term, seperti
an najat (keselamatan), fauz (kejayaan), falah (kemakmuran),
dan sa’adah (kebahagian).141 Jadi bila dikatakan sehat fisik
dan mental yaitu sehat secara ragawi dan rohani atau
manusia merasa kebahagiaannya. Kondisisi inilah yang selalu
diinginkan oleh setiap manusia, sehingga dalam setiap doa ia
akan meminta “ya Allah berikanlah kami kesejateraan didunia dan
di akhirat dan jauhkanlah kami dari siksaan api neraka”
Pasca konflik dan tsunami di dalam warga Aceh
merasakan berbagai masalah yang merupakan dampak dari
peristiwa ini , yang sangat sulit untuk dihapaus dari
ingatannya. Sebagai contoh orang yang kehilangan sanak
saudara ketika konflik akan menyimpan dendam yang
berkepanjangan kepada pelaku, sedangkan pasca tsunami
orang akan merasa sedih. Kondisi ini harus dipulihkan melalui
konseling Islam sebab dalam layanan konseling ini manusia
akan dikembalikan kepada fitrahnya yaitu harus disadarkan
bahwa kehidupan dimuka bumi ini tidak terlepas dari pantauan
yang Maha Kuasa. Dialah yang menentukan pertemuan, rezki
dan maut. Manusia tidak ada daya kecuali kembali kepadanya.
Kalau manusia ingin senang, bahagia maka ia akan berusaha
sekuat tenaga sesuai perintah-Nya. Dan bila ia merasa sakit
maka manusia itu sendiri yang harus mencari obat dan
penyelesaian. Allah hanya memberi apa yang manusia pinta.
Oleh sebab itu, bagi siapa saja yang tidak mengikuti
kecenderungan dan dorongan fitrah itu di dalam dadanya,
maka ia akan mendapatkan banyak kerugian dan kesusahan
baik dibumi dan dilangit, baik di dunia dan akhirat. Sebaliknya
jika kecenderngan dan dorngan fitrah ini berhasil
membimbing manusia dalam kehidupan maka ia akan
mendapat kesenangan, kesejahteraan dan kebahagian di
dunia dan akhirat. Dan itu menurut Abuddin nata merupakan
hidayah Islam yang mengandung petunjuk-petunjuk tentang
berbagai kehidupan manusia melalui sumber ajaran Al-Qur’an
dan Hadist yang amat ideal dan agung, sebab di dalamnya
mengajarkan kehidupan yang dinamis, progresif, menghargai
akal pikiran, melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan
material, spiritual, serta mengembangkan kepedulian soaial,
menghargai waktu, terbuka, demokratis, berorientasi pada
kualitas, egaliter, kemitraan, anti fiodalistik, mencintai
kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia
serta sikap-sikap positif lainnya.
Pemulihan melalui konseling ini yaitu ideal dalam
penyelesaian berbagai persoalan hidup dan kehidupan manusia,
sebab ia merupakan aktifitas yang hidup dan diharapkan akan
lahir berbagai perubahan dan perbaikan melalui penerapan
teknik-teknik konseling yang efektif yaitu teknik yang bersifat
lahir dan teknik yang bersifat bathin. Pertama, teknik yang
bersifat lahir ini menggunakan alat yang dapat dilihat, didengar
dan dirasakan oleh klien seperti menggunakan tangan dan
lisan. Sentuhan tangan seperti pijatan pada kepala, leher dan
pundak pada klien akan mengendorkan otot-otot yang stress
dan tegang. Teknik ini disamping dapat meringankan secara
fisik juga dapat memberikan sugesti dan keyakinan awal pada
klien bahwa tidak ada maslah yangtidak dapat diselesaikan.
Selain itu, juga dapat dilakukan secara lisan seperti pembacaan
do’a oleh konselor sehingga klien dapat mendengar dengan
jelas, dan ini akan menenangkan perasaannya. Kedua, teknik
yang bersifat bathin yaitu teknik yang dilakukan dalam hati
dan ini menurut hadist Rasulullah yaitu selemah-selemah
iman. sebab sesungguhnya teknik ideal konseling itu yaitu
dilakukan dengan kekuatan, keinginan, usaha sungguh-
sungguh dan diwujudkan dengan nyata dengar perbuatan baik
dengan menggunakan fungsi tangan, lisan mahupun sikap-
sikap lainnya.
Seperti diketahui bahwa, trauma berasal dari bahasa
Yunani “tramatos” yang artinya luka. Dalam kamus konseling
(1997) Traumatik yaitu pengalaman dengan tiba-tiba dan
mengejutkan yang meninggalkan kesan yang mendalam pada
jiwa seseorang sehingga dapat merusak fisik maupun psikologis.
Pengalaman-pengalaman traumatik juga bisa membentuk
sikap pribadi seseorang. Sedangkan menurut Kamus Psikologi
Post traumatik bisa timbul akibat luka berat
atau pengalaman yang menyebabkan organisme menderita
kerusakan fisik maupun psikologis. Dari uraian ini, maka
trauma dapat dimaknai sebagai keadaan jiwa atau tingkah laku
yang tidak normal akibat dari tekanan jiwa atau cidera jasmani.
Seperti yang telah disebutkan di bab sebelumnya, bahwa
trauma dapat terjadi kapan dan dimana saja, baik anak-anak,
remaja maupun orang dewasa dan bahkan orang tua dan
manulapun bisa mengalaminya, baik secara individu maupun
secara kelompok. Trauma sering terjadi sebab kecelakaan,
bencana alam dan berbagai hal yang bersifat mengamcam
dan ketakutan dan akan berakibat pada fatal bila tidak
ada penanganan yang serius dan berkesinambungan seperti
di Aceh, banyak sekali sumber trauma baik pada masa konflik
maupun pada masa gempa dan tsunami yang dampaknya masih
diraskan sampai saat ini, pada psikologis warga .
Trauma yang di alami oleh warga Aceh, mungkin
banyak juga di alami oleh berbagai warga di seluruh
negara kita bahkan diseluruh dunia, dengan kadar dan tingkat
yang pasti berbeda antara satu individu dan individu lainnya,
satu kelompok dengan kelompok lainnya, antara satu bangsa
dengan bangsa lainnya. Akan tetapi symptom (gejala) trauma
yang muncul pada penderita pasti sama. Oleh sebab itu,
maka penanganan dan pemulihannya juga sama menggunakan
teknik yang sudah lazim dilakukan dalam warga , seperti
konseling traumatic atau konseling Islami.
A. Konseling Traumatik
Konseling traumatik yaitu suatu upaya yang dilakukan
klien untuk dapat memahami diri sehubungan dengan masalah
trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya
sebaik mungkin.Konseling traumatik sangat berbeda dengan
konseling biasa yang dilakukan oleh konselor, perbedaan ini
terletak pada waktu, fokus, aktifitas, dan tujuan. Dilihat dari
segi waktu konseling traumatik sangat butuh waktu yang
panjang dari pada konseling biasa, kemudian dari segi fokus,
konseling traumatik lebih memperhatikan pada satu masalah,
yaitu trauma yang dirasakan sekarang. Sedangkan konseling
biasa, pada umumnya suka menghubungkan satu masalah klien
dengan masalah lainnya, seperti latar belakang klien, proses
ketidak-sadaran klien, masalah komunikasi klien, transferensi
dan conter transferensi antara klien dan konselor, kritis
identitas dan seksualitas klien, keterhimpitan pribadi klien dan
konflik nilai yang terjadi pada klien.
Dilihat dari segi aktifitas, konseling traumatik lebih
banyak melibatkan banyaknya orang dalam membantu klien
dan yang paling banyak aktif yaitu konselor, konselor berusaha
mengarahkan, mensugesti, memberi saran, mencari dukungan
dari keluarga dan teman klien, menghubungi orang yang lebih
ahli untuk referal, menghubungkan klien dengan ahli lain
untuk referal, melibatkan orang atau agen lain yang kompeten
secara legal untuk membantu klien, dan mengusulkan berbagai
perubahan lingkungan untuk kesembuhan klien.
Dilihat dari segi tujuan, konseling traumatik lebih
menekankan pada pulihnya kembali klien pada keadaan
sebelum trauma dan mampu menyesuaikan diri dengan
keadaan diri dengan keadaan lingkungan yang baru. Secara
lebih spesifik, tujuan konseling traumatik yaitu : (1) Berpikir
realistis, bahwa trauma yaitu bagian dari kehidupan, (2)
Memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang
menimbulkan trauma, (3)Memahami dan menerima perasaan
yang berhubungan dengan trauma, dan (4) Belajar ketrampilan
baru mengatasi trauma.Dalam konseling traumatic ada empat
ketrampilan yang harus dimiliki konselor, yaitu : (1) Pandangan
yang realistis, (2) Orientasi yang holistic,(3) Fleksibelitas, dan
(4) Keseimbangan antara empati dan ketegasan.
Oleh sebab itu, maka layanan konseling dapat menjadi
media dalam pemulihan trauma, sebab layanan konseling
itu yaitu proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli profesional (konselor)
kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (klien)
yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapinya.
Begitu pulakonseling traumatik yaitu upaya konselor untuk
membantu klien yang trauma melalui proses hubungan pribadi
sehingga klien dapat memahami diri sehubungan dengan
masalah trauma yang dialaminya dan berusaha mengatasinya
sejauh mungkin.
Berdasar berbagai hal di atas, maka secara garis
besar layanan konseling traumatik bertujuan membantu
pemulihan kondisi psikologis klien, sehingga dapat menjalani
proses kehidupan secara normal kembali dan terbebas dari
gangguan akibat trauma serta terarah kepada sasaran yang
telah diidentifikasiakan berdampak pada korban.
B. Konseling Islami
Konseling Islam merupakan proses bantuan yang
diberikan oleh seorang konselor kepada seorang dan
sekelompok orang yang mengalami kesulitan hidup, sebab
berbagai masalah yang terjadi, dengan tujuan agar orang yang
dibantu mampu mengatasi masalahnya sendiri. Pengertian
konseling Islam ini senada dengan konsep utama pendekatan
konseling client centered yang menaruh kepercayaan bahwa
klien memiliki kesanggupan untuk memecahkan masalahnya
sendiri.
Selain itu Konseling Islam juga dapat diartikan sebagai
usaha pemberian bantuan kepada seseorang atau kelompok
orang yang mengalami kesulitan dan masalah hidup, baik
lahiriah maupun bathiniah yang menyangkut kehidupannya,
terutama dalam kehidupan keberagamaan di masa kini dan
masa yang akan datang, agar menjadi manusia mandiri dan
dewasa dalam kehidupan, sehingga memiliki kemampuan
memahami dan menjalankan akidah, ibadah, akhlak, dan
muamalah dengan benar, untuk mencapai kebahagian didunia dan akhirat.