Dinasti Omayah (661-750 M) merupakan dinasti besar pertama
dalam pemerintahan kekaisaran khalifah Muslim, Dinasti Omayah
dipimpin oleh Muawiyah bin Abi Sofyan, yaitu keluarga besar
pedagang suku Quraish yang berpusat di Mekkah. Mereka awalnya
menentang Islam karena Bani Omayah selalu bersaing dengan Bani
Hasyim, pada awalnya Bani Omayah lebih mendominasi dan
meguasai pemerintahan dan perdagangan dalam masyarakat Makkah
dikarenakan telah yang banyak bergantung kepada pengunjung
Ka’bah, dibandingkan dengan Bani Hasyim yaitu orang-orang yang
sederhana, maka seiring dengan berkembangnya agama islam Bani
Omayah merasa terancam dan menjadi penentang utama dalam perjuangan Nabi Muhammad, namun setelah islam kuat dan mampu
merebut Makkah saat peristiwa yang dikenal dengan Fathul Makkah,
Abu Sufyan beserta sekutunya meyerah dan lalu memeluk
agama islam hingga tahun 627 M.
Awal berperannya Bani Omayah dalam sejarah Islam yaitu
menjadi administrator terkemuka pada masa pimpinan Nabi
Muhammad dan episode pemerintahan berikutnya. Pada masa
khalifah ketiga ʿUthmān ibn ʿAffān (644–656 M) Mua’awwiyah bin Abi
Sofyan menjabat sebagai gubernur Siria lalu pada masa khalifah
Ali r.a (khalifah keempat yang menjadi anak menantu Nabi
Muhammad SAW) Mua’awwiyah bin Abi Sofyan melakukan agitasi dan
menuntut pengungkapan dalang atas pembunuhan ʿUthmān ibn
ʿAffān hingga terjadi peristiwa perang saudara pertama dalam sejarah
antar sesama umat Islam (fitnah; 656–661 M), peperangan tersebut
dimenangkan Mua’awwiyah bin Abi Sofyan atas ʿAlī r.a dan lalu
mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah Omayah Pertama dengan
menjadikan Suriah sebagai basis kekuatan utama dan Kota Damaskus
sebagai ibu kotanya.
Pandangan sebagian sejarawan citra negatif melekat pada
Dinasti Omayah ini karena adanya sengketa politis akan legalitas
kekuasaan tidak dilakukan secara demokratis (sebagaimana
kekhalifahan sebelumnya), namun berubah menjadi monarchiheridetis
(Dinasti turun-temurun) hal ini dapat dilihat ketika dia mewajibkan
seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu
Yazid bin Muawiyah. Selain persepsi negative bukan berarti menafikan
apa yang dihasilkan oleh Dinasti Muawiyyah ini, pada era ini wilayah
kekhalifahan tumbuh pesat dan Kekhalifahan Islam menjadi salah
satu negara kesatuan terbesar dalam sejarah yang memerintah
langsung atas tiga benua (Afrika, Eropa, dan Asia), meskipun tidak memerintah semua kawasan Sahara, namun suku-suku Berber
nomaden tetap memberi penghormatan kepada khalifah, wilayah yang
luas ini mengakui supremasi khalifah secara de facto kekuasaan
berada di tangan sultan dan pemimpin lokal.
Demikian Dinasti Omayah menjadi suatu kekuatan besar
dalam perkembangan dakwah menyebar keseluruh dunia serta
sebagai salah satu pusat kajian politik, budaya, dan ilmiah pertama di
dunia sejak abad pertengahan. Pada puncak kebesarannya yaitu
keberhasilannya dalam melakukan ekspansi kekuasaan islam jauh
lebih besar daripada imperium Roma, keberhasilan ini diikuti pula oleh
keberhasilan perjuangan bagi penyebaran syariat islam, baik di bidang
keagamaan, politik dan ekonomi.29
Pembahasan
Perkembangan Dakwah
Dinasti Omayah yang berada di Damaskus selama
pemerintahannya telah terjadi pergantian sebanyak 14 orang Khalifah.
Mereka yaitu Muawiya I ibn Abu Sufyan (661 –680), Yazid I ibn
Muawiyah (680 –683), Muawiya II ibn Yazid (683–684), Marwan I ibn
al-Hakam (684–685), Abd al-Malik ibn Marwan (685 –705), al-Walid I
ibn Abd al-Malik (705 –715), Sulayman ibn Abd al-Malik (715 –717),
Umar ibn Abd al-Aziz (717 –720), Yazid II ibn Abd al-Malik (720 –724),
Hisham ibn Abd al-Malik (724 –743), al-Walid II ibn Yazid (743 –744),
Yazid III ibn al-Walid (744 –744), Ibrahim ibn al-Walid (744 –744),
Marwan II ibn Muhammad (744 –750). Sedangkan Kebangkitan
Kekhalifahan Omayah di Al-Andalusia (Spanyol) disebut Kekhalifahan
Córdoba (yang berlangsung hingga 1031), memiliki beberapa
khalifahnya antara lain, Abdur-rahman III, (929-961), Al-Hakam II
(961-976), Hisyam II (976-1008), Muhammad II (1008-1009), Sulaiman
(1009-1010), Hisyam II (1010-1012), Sulaiman (kembali) (1012-1017),
Abdur-rahman IV (1021-1022) Abdur-rahman V (1022-1023),
Muhammad III (1023-1024), Hisyam III (1027-1031).30
Perkembangan dakwah pada dinasti Omayah dapat dikatakan
memiliki banyak kegiatan baik yang sifatnya ke dalam maupun ke
luar, ke dalam merupakan tindakan pembinaan dan konsolidasi,
sedang ke luar merupakan usaha pelebaran wilayah dakwah. Sayyid
Qutub mengatakan kalau bukan karena kekuatan besar yang dimiliki
watak agama ini niscaya masa-masa pemerintahan Bani Omayah
dapat dijadikan jaminan bagi lenyapnya Islam dimuka bumi.31
Perspektif penerimaan negatif dari sejarawan Islam terhadap dinasti
Omayah yang telah menjadikan suatu dinas (mulk, sebuah istilah
dengan konotasi tirani) bukan khilafah sejati (khilafah), karena dalam
argumentasinya khalifah Omayah menyebut diri mereka bukan
sebagai Khalifaturrasulullah khalifat rasul Allah (penerus utusan
Allah), melainkan dinasti Omayah merupakan Khalifatullah (wakil
Allah). Ini bukan berarti menafikan bahwa apa yang dihasilkan oleh
Dinasti Omayah yang berlangsung hampir satu abad, telah banyak
memberi kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan islam
ke seluruh dunia, sebagaimana membuka wilayah dakwah baru,
dakwah dibidang kajian dan penulisan ilmiah, memakmurkan masjid
dengan kajian keagamaan, pemurnian dan penggakan Bahasa arab,
pengumpulan penulisan dan peletakan dasar-dasar metodologis
Hadis, bidang hukum islam.32 Secara garis besar bahwa
perkembangan dakwah pada masa Dinasti Abbasiyah meliputi
Perluasan wilayah Dakwah, Pengembangan dan Pembinaan ilmu, dan
Pemikiran dibidang Ekonomi.
Memperluas Wilayah Dakwah
Guna mempertahankan kelangsungan dakwah Islamiyah dari
dua ancaman kekuatan besar dunia pada saat itu, yakni kerajaan
Romawi Timur dan kerajaan Persia. Maka daulat Bani Umaiyah
memandang perlu mengambil langkah-langkah kebijaksanaan dalam
rangka upaya menyelamatkan dan penyebaran dakwah Islamiyah.
Atas dasar konsederasi inilah, maka lalu arena perjuangan dan
pengenbangan dakwah Islamiyah dilakukan pada tiga wilayah yang
luas. Ketiga wilayah itu ialah wilayah asia kecil, wilayah afrika utara
dan wilayah timur.
1) Wilayah Asia Kecil
Daulat Bani Umaiyah mengambil Damaskus sebagai ibukota
Negara dan sekaligus sebagai pusat kegiatan dakwah, karena itu
wilayah Asia Kecil menjadi sangat penting. Sebab apabila wilayah ini
dibiarkan begitu saja sama halnya dengan memberi peluang kerajaan
Romawi Timur memperkuat dirinya, dan ini memberi kesempatan
kepada mereka untuk memukul jantung dakwah Islamiyah.
Justru itulah, rezim Bani Umaiyah terus berusaha memukul
jantung kerajaan Romawi Timur yang berpusat di Bizantium.
Meskipun untuk ini harus terlebih dahulu berusaha keras
menancapkan kakinya di daerah-daerah sekitar Bizantium itu sendiri
dan pulau-pulau Laut Tengah seperti pulau Rhodus Kreta, Sicilia,
Arwad dan Cyprus.
Satu sisi meskipun Kota Konstantinopel gagal direbut, namun daerahdaerah luas menuju ke sana dapat dikuasai, sehingga memudahkan perluasan wilayah dakwah pada masa-masa selanjutnya, minimal
membukakan jalan untuk menuju ekspansi wilayah Islam ke daerahdaerah baru.
2) Wilayah Afrika Utara
Perluasan wilayah dakwah di wilayah ini merupakan tindak
lanjut penyempurnaan dari masa Khulafaur Rasyidin. Sehingga Kota
Kairawan berhasil dijadikan pusat kegiatan dakwah dan selanjutnya
menjadi tempat pengembangan dan penempatan tenaga untuk
persiapan ke Andalusia.
Wilayah Afrika Utara ini menjadi sangat kuat setelah bangsa
Barbary yang terkenal setia dan gagah berani itu memeluk Agama
Islam. Putra-putra bangsa Barbary inilah yang berjasa besar karena
telah berhasil melintasi selat Sempit yang sangat strategis dalam
membukakan jalan dakwah dalam melanjutkan misinya ke sebagian
wilayah Italia dan melintasi pegunungan Pyrenia menuju Perancis.
Pada wilayah Afrika Utara inilah (khususnya di Andalusia)
dakwah Islamiyah dapat bertahan sekitar sembilan abad dengan
meninggalkan kebudayaan Islam yang tinggi dan mempunyai
pengaruh yang besar di mata dunia hingga saat ini.
3). Wilayah Timur
Melebarnya dakwah Islamiyah melalui wilayah Timur ini, yaitu
ke daerah-daerah Seberang Sungai (negeri-negeri yang terletak antara
Sungai Jihun / Amu Darya dan Sungai sihun / Syr Darya) dan daerahdaerah Sind (Indus), maka terbukalah baginya jalan menuju Asia
Tenggara dan ke Timur Jauh.
Setelah terbukanya daerah Sind tersebut maka terbuka pulalah
kemungkinan yang besar bagi berdirinya kerajaan Islam Akra yang termasyhur dengan Taj Mahalnya itu. Demikian pula membukakan
jalan bagi berdirinya kerajaan Aceh Darussalam di Asia Tenggara
dengan ibukota Banda Aceh. Jadi untuk Indonesia buat pertama
kalinya Islam masuk melalui Aceh, karena itulah tidak heran kalau
Aceh dijuluki dengan nama “Serambi Mekkah”.
4). Memasuki Negeri Cina
Khalifah Hisyam bin Abdul Malik (khalifah ke sepuluh dari Bani
Umaiyah) pernah mengirim sebuah delegasi di bawah pimpinan
perwira tinggi yang bernama Sulaiman kepada Maharaja Cina yang
bernama Hswan Tsung. Perwira tinggi yang diutus tersebut yaitu
dalam rangka untuk mengikat persahabatan. Dengan demikian sejak
saat itu terjadilah hubungan bilateral antara daulat Bani Umaiyah
dengan kemaharajaan Cina yang pada saat itu sedang dijatuhkan
tahtanya oleh suatu pemberontakan.
Dalam kondisi yang demikian Su Tsung putra maharaja Cina ini
lalu minta bantuan kepada khalifah Abi Ja’far Al Mansyur
(khalifah kedua dari Bani Abbasiah), permintaan itu dikabulkan dan
dikirimlah satu angkatan perang Islam yang cukup kuat sehingga Su
Tsung berhasil merebut tahtanya kembali. Sejak saat itulah angkatan
perang Islam tersebut tidak kembali lagi ke tanah airnya, malah
mereka mengawini putri-putri Cina dan menetap di negeri-negeri Cina.
Mulai saat itulah dakwah Islamiyah telah menjejakkan kakinya di
bumi Cina yaitu di awal pemerintahan Daulat Bani Abbasiyah sekitar
tahun 136/754 M. hingga pada suatu waktu jumlah Muslim Cina
sampai lebih dari 50 juta jiwa mendiami satu wilayah luas (Turkistan
Timur) atau Tsing Kiang. Pada abad ke 15 H. sekarang ada informasi
bahwa di Cina sekarang sudah memiliki Institut Teologi Islam, begitu
pula masjid yang dulunya ditutup kini dibuka. Malah ada berita tidak
kurang dari 6000 buah masjid kini sedang diperbaiki / dibangun di 0provinsi Xinjiang. Selain itu di negeri Tirai Bambu ini pernah pula
diadakan pameran Busana Muslim.
Perluasan dakwah pada masa Daulat Bani Umaiyah ini disebut
dengan periode dakwah tahap profesional yang pertama dan
kegiatannya masih menitik beratkan pada perluasan daerah. Dalam
hal ini misalnya pendaratan pasukan Islam di bawah pimpinan Thariq
bin Ziad ke tanah Spanyol, meluaskan wilayah ke Turki, Bukhara,
Samarkand dan terus ke Turkistan Cina serta melakukan pengiriman
pasukan armada ke India melalui Ceylon.33
Kemenangan-kemenangan yang diperoleh umat islam secara
luas menjadikan orang-orang Arab bertempat tinggal di daerah-daerah
yang dikalahkan itu bahkan mereka telah menjadi tuan-tuan tanah,
prinsip keuangan negara diberlakukan mengikuti apa yang ada pada
masa khulafaurrasyidin yaitu penetapan pajak tanah (Kharraj) dan
pajak perorangan (Jizyah) untuk setiap individu penghuni daerahdaerah yang telah dikalahkan merupakan income bagi pemerintah
Omayah . Hal ini memperlancar terlaksananya system penggajian bagi
bala tentara, sehingga memberikan banyak waktu bagi orang-orang
Arab untuk berdakwah34
Pengembangan dan Pembinaan Ilmu
Pengembangan dan pembinaan ilmu pada masa Daulat Bani
Umaiyah juga merupakan kelanjutan dari apa yang telah dirintis dan
diusahakan oleh Rasulullah SAW. dan Khulafaur Rasyidin. Dakwah
Islamiyah ini berada pada jalan yang lempang kearah pengembangan
dan perluasan bidang-bidang ilmu dengan bahasa Arab sebagai media
utamanya. Ilmu-ilmu pengetahuan yang dikembangkan dan dibina
ialah seperti ilmu Qiraat, Tafsir, Hadits, Fiqih, Nahwu, Tarikh dan
Geografi35.
Selain itu penerjemahan terus dilakukan dalam berbagai disiplin
ilmu yang terdiri dari berbagai bahasa ke dalam bahasa Arab. Diantara
buku-buku yang diterjemahkan antara lain mengenai Kimia, Fisika,
Astronomi, Falak, Kedokteran dan lain-lain.
Upaya melakukan penerjemahan ini diawali oleh Khalid bin Yazid.
Bahasa resmi Negara pada saat itu ditetapkan bahasa Arab,
sedangkan bahasa Romawi dan Persia ditinggalkan. Itulah sebabnya
Mesir, Syam dan negeri-negeri di Afrika Utara telah menjadi sebagai
negeri Arab.
Sebagai langkah yang positif dalam usaha pengembangan ilmu,
daulat Bani Umaiyah mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat
kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, pusat tersebut
dinamakan Marbad, kota satelit dari Damaskus. Dalam Kota Marbad
itulah berkumpul para pujangga, filosof, ulama, penyair dan
sebagainya, sehingga “Ukhad-nya Islam”.
Lebih lanjut mengenai pengembangan dan pembinaan ilmu
pengetahuan ini pada bagian kedua dari periode Bani Umaiyah ini
dimulailah kegiatan kesenian dan arsitektur. Dari sini mulailah
dakwah melalui sekolah bersistem lokal / kelas, penyebaran para
Ulama sebagai da’i ke berbagai pelosok negeri dan juga ditugaskan
melakukan penyeleksian hadits-hadits serta membersihkan tafsirtafsir yang menyeleweng.36
Pada zaman Umaiyah para Ulama dan guru Agama turut
bersama-sama dengan tentara Islam. Dengan sistem pendidikan, para guru Agama inilah turut “menambahkan panah dakwah” ke dalam
jantung hati umat. Inilah rahasianya mengapa Islam tersebar ke
seluruh penjuru dunia dan dianut oleh pemeluk-pemeluknya dengan
hati yang lapang dan mesra, bukan dengan paksaan dan kekerasan.
lalu pada Zaman Bani Umaiyah ini pula dilanjutkan pendidikan
yang dirintis di masa Khulafaur Rasyidin yaitu seperti di Damsyik,
Iraq, Persia dan Mesir, begitu pula yang ada di pendidikan Mekkah
yang ada di Masjidil Haram.37
Meskipun ilmu pengetahuan berkembang dengan baik dan
perluasan daerah makin maju, akan tetapi secara politis periode Bani
Umaiyah ini mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan khalifah
pertamanya Muawiyah bin Abi Sufyan melalui sistem pemerintahan
dinasti atau kerajaan yang berpusat di Damaskus.38
Hal tersebut cukup besar dampaknya bagi jatuh bangunnya
rezim penerus Khulafaur Rasyidin ini. Malahan pada akhirnya
menimbulkan keretakan dalam pemerintahan. Sebagai puncak dari
perpecahan keretakan itu ialah dengan lahirnya berbagai partai yang
saling bermusuhan. Partai-partai itu yaitu Khawarij, Syiah, Zubair,
Murjiah dan Mu’tazilah.39
Pemikiran Dibidang Ekonomi
Pemikiran serius terhadap penerbitan dan pengaturan uang
dalam masyarakat islam muncul di masa Abdul Malik bin Marwan,
beliau mengubah mata uang Bizantium dan Persia dibeberapa daerah
yang dikuasai islam, hal ini didasarkan pemikiran bahwa mata uang
selain memiliki nilai ekonomi juga sebagai pernyataan kedaulatan dinasti Islam.40 Selain itu khalifah Abdul Malik dalam hal pajak dan
zakat memberikan kebijakan dengan memberlakukan kewajiban bagi
umat islam untuk membayar zakat dan bebas dari pajak lainnya. Hal
inilah yang mendorong orang non-Muslim memeluk agama islam,
namun hal ini menimbulkan masalah bagi perekonomian negara,
karena disatu sisi perpindahan agama mengakibatkan berkurangnya
sumber pendapatan negara dari sektor pajak.
Masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz diterapkannya kembali
ajaran islam secara utuh dan menyeluruh, mengumumkan dan
menyerahkan seluruh harta kekayaan diri dan keluarganya yang tidak
wajar kepada kaum muslimin melalui baitul Maal, sebelumnya pada
jaman khalifah Muawiyah bin abu sufyan memberlakukan baitul maal
sebagai harta kekayaan pribadi yang boleh dipergunakan untuk apa
saja oleh sang penguasa Bani Omayah . Khalifah Umar berupaya
membersihkan baitul maal dari pemasukan harta yang tidak halal dan
berusaha mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz melindungi dan meningkatkan
kemakmuran taraf hidup masyarakat secara keseluruhan. Ia
mengurangi beban pajak dari kaum nasrani dari 2000 keping menjadi
200 keping, menghapus pajak terhadap kaum Muslim, membuat
takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa dan lainlain. Berbagai kebijakan berhasil meningkatkan taraf hidup
masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi yang mau
menerima zakat.
Namun kondisi baitul Maal yang telah dikembalikan oleh Umar
bin Abdul Aziz kepada posisi yang sebenarnya tidak dapat bertahan
lama. Keserakahan penguasa telah meruntuhkan sendi-sendi Baitul
Maal dan keadaan demikian berkepanjangan sampai masa
kekhalifahan Bani Abbasyiah.
Diskusi
Perluasan wilayah di masa dinasti Bani Umaiyah dapat
dilakukan dengan baik, sehingga wilayah yang diperoleh dapat
difungsikan sebagai kubu pertahanan dalam rangka menghadapi
berbagai kemungkinan yang akan muncul mengganggu kelangsungan
dakwah Islam. Apalagi pada waktu itu ada dua kekuatan dunia berupa
dua kerajaan adikuasa, yakni kerajaan Romawi Timur dan kerajaan
Persia.
Wilayah-wilayah baru dapat diamankan dan malah dapat
dimanfaatkan sebagai perintis jalan untuk mengembangkan sayap
dakwah ke kawasan mancanegara lainnya. Memang perluasan wilayah
pada masa ini dapat dikatakan professional dan strategis, sehingga
aktifitas dakwah lebih memprioritaskan pelebaran daerah.
Demikian pula halnya dengan pembinaan dan pengembangan
ilmu pengetahuan dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga
dapat/biasa dikatakan sebagai revolusi ilmu pengetahuan, baik
pengetahuan Agama maupun umum. Di sinilah terjadi kontak
pemikiran barat ke dalam pemikiran Islam, terutama melalui
penerjemahan filsafat Yunani.
Meskipun juga harus diakui upaya Bani Umaiyah dalam
membina dan mengembangkan ilmu sebagai realisasi dakwah itu
yaitu kelanjutan dari usaha-usaha yang telah diletakkan dasardasarnya oleh Rasulullah SAW. Dan Khulafaur Rasyidin. Namun
langkah yang ditempuh oleh dinasti bani Umaiyah merupakan enovasi
dan pembaruan sebagai seuatu prestasi ilmiah.Ilmu pengetahuan yang sampai kepada kita hari ini yaitu buah
daripada apa yang dihasilkan pada masa bani Umaiyah dulu. Paling
tidak ada hubungan yang tidak terputus kepadanya. Sebagai contoh,
Muballigh yang handal bersama-sama tentara Islam dalam suatu
peperangan, sehingga bila peperangan telah usai mereka pun
melepaskan baju militer dan tidak lagi memanggul senjata, tetapi
tampil sebagai da’i, memanggil umat manusia ke jalan yang lurus,
yakni Agama Islam. Sistem seperti ini dilakukan dengan persi yang
berbeda tetapi tujuannya sama, yaitu mengirimkan da’I pada
masyarakat terasing atau yang membutuhkan siraman rohani.
Semua keberhasilan pada masa rezim setelah Khulafaur
Rasyidin itu tentu saja didukung oleh factor mitode dan media
pendekatan yang diterapkan, baik dalam melakukan perluasan daerah
maupun dalam membina dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Minimal dalam semuanya itu mereka mengaplikasikan pendekatan
yang tepat dengan situasi serta kondisi pada waktu itu.
Jadi tegasnya dalam kerangka dakwah Islamiyah di masa Bani
Umaiyah berkuasa, mereka menggunakan metode dan media yang
tepat guna, walaupun bersifat kondisional dan situasional. Artinya
seperangkat mitode dan media itu pada umumnya hanya relevan
digunakan pada masa yang bersangkutan. Sehingga untuk
memanfaakannya secara dominan dalam dakwah masa kini, jelas
relevansinya dan efektifitas serta efesiensinya tidak sama. Untuk
itulah perlu ditinjau kembali pada bagian-bagian tertentu sesuai
dengan permasalahan atau duduk perkaranya.
Hasil-hasil yang Dicapai
Peta sejarah dakwah terus berkembang luas ke beberapa
wilayah, secara bertahap bergerak dari satu wilayah ke wilayahberikutnya meskipun tempat yang dimasukinya berbeda-beda. Kesan
yang menonjol sekali ialah bahwa citra atau corak agama Islam tak
pernah pudar di segala tempat/keadaan yang pernah menjadi
terminalnya.
Memang dakwah Islamiyah dalam masa setelah Khulafaur
Rasyidin ini merupakan era baru dalam lembaran sejarah Islam, baik
segi-segi yang positifnya atau segi-segi yang dikatakan negatif.
Capaian Hasil yang telah diberikan dinasti Bani Umaiyah secara
umum meliputi pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang dibarengi dengan teknologinya, lalu diikuti dengan
pengembangan dan pembinaan sayap kekuasaan atau membangun
daerah yang takluk dengan rezim Islam pada waktu itu, baik di bawah
kepemimpinan Rasulullah SAW. dulu maupun di masa Khulafaur
Rasyidin dan lebih-lebih pada periode Bani Umaiyah sendiri.
Menurut Haidar Bammate, para Khalifah Bani Umaiyah ratarata dikenal sebagai orang yang supel dalam pergaulan mereka dengan
para ilmuwan meskipun mereka berasal dari agama yang berbeda.
Meskipun para penguasa saat itu masih bertahan dengan agama
mereka seperti Yahudi dan Kristen, mereka tetap dihormati,
dimuliakan dan malah tidak jarang dianggap sebagai guru. Paling
tidak profesionalisme mereka di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan khilafah.41
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dirintis daulat Bani
Umaiyah ini, tidak saja dinyatakan oleh penulis-penulis Islam sendiri
secara sepihak, tapi juga diakui oleh penulis di luar Islam, umpamanya
Roger Garandy dari Perancis dalam bukunya “Promesses De L’ Islam”,
mengakui bahwa armada angkatan laut Islam telah menjelajahi dunia
sejak zaman khalifah Muawiyah.42 ini menjadi bukti bahwa saat
khalifah-khalifah memegang kendali daulah Islamiyah, mereka tidak
mau ketinggalan dengan pengembangan ilmu sain dengan teknologi.
Kekhalifahan Bani Umaiyah secara khas mencirikan dari
“zaman emas Islam” (The Islamic Golden Age), dimana tidak ada suatu
kerajaan Arab lainnya yang dapat menandingi ini, baik tentang
luasnya maupun mengenai cepatnya bagaikan kilat. Demikian hasilhasil yang diraih pemerintahan Bani Umaiyah yang memerintah
hampir satu abad lamanya itu, yang disoroti melalui kacamata dakwah
Islamiyah. Selian itu hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dicapai juga
diakui oleh penulis non Muslim. Secara mendasar hasil yang dicapai
itu meliputi dua aspek, yaitu perluasan wilayah dan pengembangan
ilmu pengetahuan, dan pemikiran dibidang ekonomi, sehingga dari
sanalah terbukalah ilmu pengetahuan dunia Barat dan Timur serta
budaya, yang hingga sampai kini masih terasa pengaruhnya. Secara
spesifik dampak positif yang masih berkembang hingga masa-masa
yang akan datang dari hasil yang dicapai yaitu masih
berlangsungnya kegiatan dakwah Islam hingga ke segala pelosok
belahan dunia.
Dinasti Omayah sebagai dinasti awal pertama dalam dunia
islam telah membawa kemajuan yang sangat pesat dalam penyebaran
islam keseluruh dunia, walaupun tidak dapat dipungkiri sejarah
politik memperoleh persepsi negative dalam perubahan demokratis ke
monarchy namun hal tersebut bukanlah menjadi suatu kelemahan
bahwa dinasti Omayah dalam sejarah Panjang banyak memiliki
kontribusi yang sangat menggembirakan sehingga islam dapat
tersebar dan dikenal ke berbagai penjuru dunia, demikian dapat
disimpulkan bahwa sejarah dakwah pada masa bani Omayah dimulai
dengan perluasan wilayah dakwah seiring ekspansi teritorial yang
dilakukan oleh bani Omayah di beberapa wilayah, serta
pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana menjadikan bahasa
Arab menjadi bahasa administratif, dan pemikiran dakwah di bidang
ekonomi seperti pengeloaan baitul Maal, mengganti mata uang dan
pengeloaan pajak.






